PENDAHULUAN
Perbedaan antara pembunuhan, bunuh diri, dan luka kecelakaan merupakan isu
sentral dalam patologi forensik. Selain gantung diri dan menembak diri, luka
senjata tajam yang dibuat sendiri adalah metode yang dikenal baik dalam bunuh
diri, dimana wilayah tenggorokan/leher adalah tempat yang demikian mudah
diakses. Dalam beberapa kasus, membedakan pola cedera dan kaitannya dengan
cara kematian bias sulit, karena juga berhubungan dengan skenario TKP yang
tidak biasa dan tidak khas untuk bunuh diri.2
Salah satu yang jarang terjadi adalah cedera pemotongan leher (cut-throat
injury). Cedera pemotongan leher yang disebabkan oleh objek dengan tepi tajam
biasanya merupakan pembunuhan dan sangat jarang merupakan sebuah bunuh
diri. Melakukan penggalian riwayat kejadian, investigasi tempat kejadian perkara
(TKP), dan melakukan otopsi dengan hati-hati merupakan metode yang sangat
vital dalam menentukan sebab kematian pada banyak kasus.1
Luka yang disebabkan oleh benda dengan tepi yang tajam dapat dibedakan
menjadi 4, yaitu luka tusuk (stab wounds), luka iris/potong (incised wounds/cuts),
luka cincang/bacok (chop wounds), dan luka terapeutik/diagnostik (therapeutic/
diagnostic wounds). Luka iris adalah luka potong bersih melalui jaringan, yang
disebabkan oleh instrument tajam. Panjangnya lebih panjang dari kedalamannya.
Luka ini sering disebabkan melalui gerakan memotong oleh senjata tajam seperti
pisau dan pisau cukur. Arah luka ditegakkan oleh fenomena luka berekor.
Menurut ini, semua luka iris lebih dalam pada saat dimulainya dan dangkal di
terminasi. Semakin dalam akhir disebut kepala luka dan dangkal akhir disebut
ekor luka. Luka iris biasanya terdapat pada kasus bunuh diri, kemudian
pembunuhan, hanya kadang-kadang merupakan kecelakaan.3
Dalam sebuah kasus pembunuhan dengan beberapa luka tusuk yang tembus
kebeberapa organ vital dan menggunakan beberapa metode pembunuhan menjadi
tantangan bagi seorang dokter forensic dalam menentukan sebab kematian, karena
masing-masing luka tersebut dapat berperan signifikan dalam menentukan sebab
kematian. Sehingga dalam kesimpulan dapat ditentukan dengan jelas luka yang
mana yang menjadi sebabmatinya.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Traumatologi
II.1.1 Definisi Traumatologi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti
kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup, sedang logos berarti ilmu.
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma
atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa),
yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat
kekerasan yang menimbulkan jejas.5
Lokalisasinya pada bagian terendah dari tubuh mayat kecuali bagian tubuh
yang tertekan. Pada posisi terlentang lebam mayat akan dapat ditemukan pada
leher bagian belakang, punggung, bokong, dan bagian fleksor dari anggota bawah.
Kadang - kadang ditemukan juga lebam mayat paradoksal yang terletak pada leher
bagian depan, bahu dan dada sebelah atas. Pada posisi tengkurap lebam mayat
dapat ditemukan pada pipi, dagu, dada, perut, dan bagian ekstensor dari anggota
bawah. Kadang-kadang ditemukan darah keluar dari hidung disebabkan pecahnya
pembuluh darah hidung akibat stagnansi yang hebat pada daerah tersebut. Pada
posisi menggantung lebam mayat ditemukan pada ujung - ujung dari anggota
badan dan alat kelamin laki-laki.1,3
Bila dipotong Akan terlihat darah yang terjebak Terlihat perdarahan pada
antara pembuluh darah, tetesan jaringan dengan adanya
akan perlahan – lahan koagulasi atau darah cair yang
berasal dari pembuluh yang
ruptur
b. Rigor mortis
Rigor mortis yang sering disebut kaku mayat terjadi akibat proses
biokimiawi, yaitu pemecahan ATP menjadi ADP. Selama masih ada P berenersi
tinggi dari pemecahan glikogen otot maka ADP masih dapat diresintesis menjadi
ATP kembali. Jika persediaan glikogen otot habis maka resintesis tidak terjadi
sehingga terjadi penumpukan ADP yang menyebabkan otot kaku.6
Berdasarkan teori tersebut maka kaku mayat akan terjadi lebih awal pada otot-
otot kecil, karena pada otot - otot kecil persediaan glikogen sedikit. Lebih kurang
6 jam sesudah mati, kaku mayat akan mulai terlihat dan lebih kurang 6 jam
kemudian seluruh tubuh akan menjadi kaku. Kekakuan tersebut akan berlangsung
selama 36-48 jam. Sesudah itu, tubuh mayat akan mengalami relaksasi kembali
sebagai akibat dari regenerasi pembusukan. Relaksasi setelah mayat mengalami
kaku mayat disebut relaksasi sekunder. Urutan terjadinya relaksasis sekunder
seperti urutan terjadinya kaku mayat : yaitu dimulai dari otot - otot pada daerah
muka, leher anggota atas, dada, perut dan terakhir anggota bawah.6,8
Kekakuan pada tubuh jenazah akibat rigor mortis perlu dibedakan dengan
kekakuan akibat proses lainnya. Beberapa keadaan yang mirip dengan rigor
mortis, antara lain:
1. Cadaveric spasme atau instantaneous rigor
Kekakuan yang terjadi di sini disebabkan oleh kekakuan serombongan otot
akibat ketengangan jiwa atau ketakutan sebelum kematiannya. Keadaan seperti ini
sering ditemukan pada orang yang melakukan bunuh diri, orang - orang yang
mengalami kecelakaan atau yang mengalami ketakutan yang sangat ketika akan
dibunuh. Cadaveric spasme sebenarnya merupakan proses intravital, tidak dapat
direkayasa dan akan hilang berkenaan dengan terjadinya proses pembusukan.
2. Heat stiffening
Pada mayat yang terbakar, akan mengalami kekakuan otot yang
disebabkan karena proses koagulasi protein. Untuk membedakannya dengan
kekakuan akibat rigor mortis dilihat dari perubahan warna kulit.
3. Freezing
Kekakuan yang terjadi di sini disebabkan oleh pembekuan cairan di sendi
atau di dalam sel-sel otot atau jaringan interstitiel. Pada perabaan terasa dingin
dan bila digerakkan terasa adanya krepitasi. Freezing yang terjadi di dalam
tengkorak dapat menyebabkan sutura pada tulang tengkorak lepas karena adanya
desakan es dari dalam. Jika mayat diletakkan di suhutinggiakanterjadipelemasan
otot.6,8
Tabel 2. Perbedaan rigor mortis dengan cavareric spasme
Jika tubuh mayat terasa hangat dan tidak kaku, maka orang itu sudah mati
tidak sampai 3 jam. Jika tubuh mayat terasa hangat dan kaku, maka orang itu
sudah mati 3 - 8 jam lamanya. Jika tubuh mayat terasa dingin dan kaku, maka
orang itu sudah mati 8 - 36 jam lamanya. Jika tubuh mayat terasa dingin dan tidak
kaku, maka orang itu sudah mati lebih dari 36 jam.8
Organ yang paling cepat membusuk adalah otak, hati, lambung, usus
halus, limpa, rahim wanita hamil atau nifas. Organ yang lambat membusuk adalah
esofagus, jantung, paru-paru, diafragma, ginjal dan kandung kencing.7
Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi proses pembusukkan dibagi
menjadi dua faktor, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar terdiri dari:6
Mikroorganisme
Suhu di sekitar mayat
Kelembaban udara
Medium di mana mayat berada
Sedangkan dari faktor dalam terdiri dari:6
Umur
Sebab kematian
Keadaan mayat
Dengan berlanjutnya proses pembusukan, hancurnya jaringan ikat, namun
prostat dan uterus biasanya lebih tahan pada pembusukan dan mungkin bisa
bertahan hingga bulanan, karena adanya tendon dan ligament. Pada akhirnya,
proses skeletalisasi akan tercapai dan kecuali tulang-tulang hancur akibat akibat
binatang yang lebih besar, tulang dapat bertahan dalam waktu yang lam, hingga
bertahun-tahun.9
Tidak ada batas waktu yang tepat untuk terjadinya pembusukan akibat dari
pengaruh lingkungan yang mungkin mempercepat atau memperlambat proses
pembusukan, dan beberapa faktor tersebut juga mungkin ada yang tidak diketahui
pada orang yang menginvestigasi mengenai kematian.9
Pada keadaan tertentu, tanda-tanda pembusukan tidak dijumpai. Yang
ditemukan adanya modifikasi, yaitu mumifikasi atau saponifikasi. Mummifikasi
dapat terjadi kalau keadaan disekitar jenazah kering, kelembabannya rendah,
suhunya tinggi, dan tidak ada kontaminasi dengan bakteri. Waktu terjadinya
adalah beberapa bulan setelah mati, dengan ditandai:7,9
Mayat menjadi kecil
Kering
Mengkerut atau menciut
Warna cokelat kehitaman
Kulit merekat erat dengan tulang dibawahnya
Tidak berbahu
Keadaan anatominya masih utuh
Gambar 2. Mumifikasi
e. Perubahan Lain
Perubahan lain yang dapat ditemukan sebagai tanda kematian yang pasti
adalah:
- Perubahan Kulit Muka
Akibat berhentinya sirkulasi darah maka darah yang berada pada kapiler
dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah
sehingga warna raut muka nampak menjadi lebih pucat. Pada mayat dari orang
yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya
karbonmonoksida), warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak
cepat menjadi pucat.6
- Perubahan pada mata
Pada orang yang sudah mati pandangan matanya terlihat kososng , refleks
cahaya dan refleks kornea negatif. Vena –vena pada retina akan mengalami
kerusakan dalam waktu 10 detik sesudah mati. Jika sesudah kematiannya keadaan
mata tetap terbuka maka lapisan kornea yang paling luar akan mengalami
kekeringan. Dalam waktu 10 sampai 12 jam sesudah mati kelopak mata, baik
terbuka atau tertutup, akan berubah menjadi putih dan keruh. Perubahan lain yang
terjadi ialah penurunan tekanan bola mata dan naiknya kadar potasium pada cairan
mata.6
- Perubahan – perubahan pada darah
Sesudah mati akan terjadi penurunan pH darah sebagai akibat dari
penumpukan CO2 saat akhir kehidupannya, glikogenolisis dan glikolisis.
Penurunan pH juga dapat disebabkan oleh penumpukan asam laktat , pemecahan
asam amino dan pemecahan asam lemak.Setelah 24 jam dari kematiannya
keadaan darah mulai berubah menjadi basa sebagai akibat dari pemecahan protein
secara enzimatik . Pemecahan ini menyebabkan kenaikkan non protein nitrogen.
Proses proteolisis juga akan menyebabkan kenaikkan ureum.Kadar gula darah
dapat mengalami penurunan yang cepat pada saat mati. Tetapi kadar dektrose
darah pada vena cava inferior akan mengalami kenaikan sebagai akibat
pemecahan glikogen di dalam hati. Kenaikan kadar dextrose ini akan merembes
sampai ke jantung sebelah kanan.6
- Kematian Sel
Ketahanan hidup sel tanpa oksigen ini berbeda – beda seperti:
o Sel –sel usus mampu hidup sampai 2 jam sesudah mati
o Sel- sel otot tertentu mampu hidup 3 jam sesudah mati
o Sel –sel jantung tidak segera mati dan masih dapat berdenyut secara
lemah dan tidak sempurna
o Otot pupil masih dapat melebar jika diberi atropin
Spermatozoa dapat hidup selama beberapa jam setelah kematian
II.3.3 Emboli
Emboli adalah sumbatan jalan napas oleh benda asing, yang
mengakibatkan hambatan udara masuk ke paru-paru. Pada gagging, sumbatan
terdapat dalam orofaring, sedangkan pada choking sumbatan terdapat lebih dalam
pada laringofaring.11,12
Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks
vagal akibat ransangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang
menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian
Cara kematian :
1. Bunuh diri ( suicide ). Hal ini jarang terjadi karena sulit untuk memasukan
benda asing ke dalam mulut sendiri disebabjan adanya refleks batuk atau muntah.
Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau tahanan.
2. Pembunuhan ( homicodal choking ). Umumnya korban adalah bayi, orang
dengan fisik lemah atau tidak berdaya.
3. Kecelakaan ( accidental choking ). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa
atau menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran
pernapasan. Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian
masuk ke dalam saluran pernapasan.
II.3.4 Mekanisme Kematian Akibat Kerusakan Organ Vital
Penyebab mati mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh,
yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, sistem
gastrointestinal, sistem haemopoietik dan sistem endokrin. Dari sistem-sistem
tersebut, yang paling banyak menjadi penyebab kematian adalah sistem
kardiovaskular, dalam hal ini penyakit jantung.
1. Sistem Kardiovaskular
Mati mendadak adalah kematian yang tidak terduga, nontraumatis, non
self inslicted fatality, yang terjadi dalam waktu 24 jam sejak awal gejala.
Berdasarkan definisi ini maka penyakit jantung (sudden cardiac death) merupakan
60 % dari keseluruhan kasus. Sudden Cardiac Death adalah kematian tidak
terduga karena penyakit jantung, yang didahului dengan gejala maupun tanpa
gejala yang terjadi 1 jam sebelumnya. Lebih dari 50% penyakit kardiovaskular
adalah penyakit jantung iskemik akibat sklerosis koroner. Urutan berikutnya
adalah miokarditis, kelainan katup, refleks viserovagal, hipersensitivitas karotid,
sinkope vasovagal, ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit.
a) Penyakit jantung iskemik.
Penyakit arteri koronaria merupakan penyebab paling banyak kematian
mendadak. Penyempitan dan oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling
sering ditemukan. Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor
makanan (lemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras, diabetes
mellitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-lain. Kematian lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada wanita. Sklerosis ini sering terjadi pada ramus descendens arteri
koronaria sisnistra, pada lengkung arteri koronaria dekstra, dan pada ramus
sirkumfleksa arteri koronaria sisnistra. Lesi tampak sebagai bercak kuning putih
(lipidosis) yang mula-mula terdapat di intima, kemudian menyebar keluar lapisan
yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai perdarahan subintima atau ke dalam
lumen. Adanya sklerosis dengan lumen menyempit hingga pin point sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis iskemik, karena pada kenyataannya tidak semua
kematian koroner disertai kelainan otot jantung. Sumbatan pada pembuluh darah
koroner merupakan awal dari munculnya berbagai penyakit kardiovaskular yang
dapat menyebabkan kematian. Kemungkinan kelanjutan dari sumbatan pembuluh
darah koroner adalah :
a. Mati mendadak yang dapat terjadi sesaat dengan sumbatan arteri atau setiap
saat sesudah terjadi.
b. Fibrilasi ventrikel yang disebabkan oleh kerusakan jaringan nodus atau
kerusakan sistem konduksi.
c. Komplikasi-komplikasi lain.
b) Infark miokard
Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat insufisiensi
aliran darah. Insufisiensi terjadi karena spasme atau sumbatan akibat sklerosis dan
thrombosis. Infark miokard adalah patologik (gejala klinisnya bervariasi, bahkan
kadang tanpa gejala apapun), sedangkan infark miokard akut adalah pengertian
klinis (dengan gejala diagnosis tertentu). Sumbatan pada ramus descendent arteria
koronaria sinistra dapat menyebabkan infark di daerah septum bilik bagian depan,
apeks, dan bagian depan pada dinding bilik kiri. Sedangkan infark pada dinding
belakang bilik kiri disebabkan oleh sumbatan bagian arteria koronaria dekstra.
Gangguan pada ramus sirkumfleksa arteria koronaria sinistra hanya menyebabkan
infark di samping belakang dinding bilik kiri. Suatu infark yang bersifat dini akan
bermanifestasi sebagai daerah yang berwarna gelap atau hemoragik. Sedangkan
infark yang lama tampak berwarna kuning padat. Kematian dapat terjadi dalam
beberapa jam awal atau hari setelah infark dan penyebab segeranya adalah
fibrilasi ventrikel. Penyebab lain dari kematian mendadak setelah onset dari infark
adalah ruptur dinding ventrikel pada daerah infark dan kematian akibat tamponade
jantung.
a) Penyakit Katup Jantung Lesi katup sering ditemukan pada kasus-kasus
kematian mendadak dan tampak pada banyak kasus dapat ditoleransi dengan baik
hingga akhir hidup. Suatu lesi katup spesifik yang terjadi pada kelompok usia
lanjut adalah stenosis aorta kalsifikasi (sklerosis anular), yang tampak sebagai
degenerasi atheromatosa daun katup dan cincinnya dan bukan suatu akibat dari
penyakit jantung rematik pada usia muda. Penyakit katup jantung biasanya
mempunyai riwayat yang panjang. Kematian mendadak dapat terjadi akibat ruptur
valvula. Kematian mendadak dapat juga terjadi pada stenosis aorta kalsifikasi
(calcific aortal stenosis), kasus ini disebabkan oleh penyakit degenerasi dan bukan
karditis reumatik. Penyakit ini lebih banyak pada pria dibanding wanita dan
timbul pada usia sekitar 60 tahun atau lebih.
b) Miokarditis. Miokarditis adalah radang pada miokardium yang ditandai dengan
adanya proses eksudasi dan bukan sel radang. Miokarditis akut dapat berupa
miokarditis akut purulenta yang merupakan komplikasi dari septikemia atau abses
miokard. Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan sering terjadi pada
dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada kematian mendadak hanya dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi. Otot jantung harus diambil
sebanyak dua puluh potongan dari dua puluh lokasi yang berbeda untuk
pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan histopatologik tampak peradangan interstisial
atau parenkim, edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot hingga miolisis.
Infiltrasi leukosit berinti tunggal, plasmosit dan histiosit tampak jelas.
c) Hipertoni Hipertoni ditegakkan dengan adanya hipertrofi otot jantung disertai
dengan tanda-tanda lain seperti pembendungan atau tanda-tanda dekompensasi,
sklerosis pembuluh perifer serebral status lakunaris pada ganglia basalis, sklerosis
arteria folikularis limpa dan asrteriosklerosis ginjal. Hipertrofi miokardium dapat
terjadi pada hipertensi, penyakit katup jantung, penyakit paru-paru yang kronik
atau oleh karena keadaan yang disebut kardiomiopati atau idiopati kardiomegali.
Satu atau kedua sisi jantung.
d) Penyakit Arteri Sebagai penyebab kematian mendadak, satu-satunya penyakit
arteri yang penting adalah yang dapat menjadi aneurisma, sehingga mudah ruptur.
Aneurisma paling sering terjadi di aorta thoracalis dan aneurisma atheromatous
pada aorta abdominalis, yang biasanya terjadi pada laki-laki berusia di atas lima
puluh tahun. Akibat dari ruptur aneurisma tergantung pada lokasi ruptur. Jika
ruptur terjadi pada aneurisma aorta ascenden, maka mungkin akan masuk ke
dalam paru-paru, rongga pleura, medistinum, bahkan trakhea, bronkus, dan
esophagus. Ruptur pada aorta thoracalis pars descendent biasanya selalu ruptur ke
cavum pleura. Pada aorta pars abdominalis ruptur biasanya terjadi sedikit di atas
bifucartio. Jika aneurisma juga melibatkan arteri-arteri iliaca, maka ruptur akan
terjadi di sekitar pembuluh darah tersebut. Perdarahan biasanya retroperitoneal
dan kolaps mendadak bisa terjadi. Ruptur mungkin ke arah rongga retroperitoneal
atau kadang-kadang sekitar kantung kencing dan diagnosis baru dapat diketahui
setelah autopsi. Selain ruptur aneurisma, mati mendadak karena kelainan aorta
juga disebabkan oleh koarktasio aorta, meskipun biasanya berakibat terjadinya
ruptur dan deseksi. Kematian terjadi beberapa jam atau hari setelah gejala muncul.
Gejala atau keluhan yang paling sering muncul pada umumnya adalah rasa sakit.
e) Kardiomiopati Alkoholik Kardiomiopati alkoholik mungkin lebih banyak
terjadi daripada kenyataan yang ada. Alkohol dapat menyebabkan mati medadak
melalui dua cara. Pertama bersama dengan obat psikotropik. Kedua efeknya
terhadap jantung. Kardiomiopati alkoholik akibat langsung dari: efek toksik
langsung pada miokard dan defisiensi nutrisi secara umum, juga vitamin.
Efek toksik langsung terhadap miokard merupakan penyebab yang paling
umum. Penyebab lainnya tidak biasa ditemukan. Ditemukannya mati mendadak
karena kardiomiopati alkoholik didukung dengan hipertrofi ventrikel, yang
biasanya terjadi pada dua ventrikel, dan arteria koronaria relatif bebas dari
atheroma serta riwayat tekanan darah normal
a) Tamponade cordis keadaan gawat darurat di mana cairan terakumulasi di
pericardium. Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya merasakan
nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang akan bertambah buruk jika
berbaring dan akan membaik jika duduk tegak. Penderita mengalami
gangguan pernapasan yang berat selama menghirup udara, vena-vena di leher
membengkak. Tamponade jantung dapat terjadi secara mendadak jika begitu
banyak cairan yang terkumpul secara cepat sehingga jantung tidak dapat
berdenyut secara normal. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
dalam jantung, dan menyebabkan ventrikel jantung tidak terisi dengan
sempurna, sehingga hasilnya adalah pemompaan darah menjadi tidak efektif,
syok, dan dapat juga menyebabkan kematian.
2. Sistem Respirasi
Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia, dan atau
pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada tuberkulosis paru, kanker paru,
bronkiektasis, abses, dan sebagainya. Sedangkan asfiksia terjadi pada pneumonia,
spasme saluran napas, asma, dan penyakit paru obstruktif kronis, aspirasi darah
atau tersedak.
a) Perdarahan saluran napas. Mati mendadak yang terjadi pada orang yang
tampak sehat akibat sistem pernapasan jarang ditemukan. Kematian dapat
terjadi disebabkan karena perdarahan yang masuk ke dalam saluran
pernapasan, misalnya akibat pecahnya pembuluh vena tuberkulosis,
neoplasma bronkus, bronkiektasis, atau abses paru-paru. Penyebab utama dari
sistem ini adalah perdarahan, yakni karena perdarahan yang cukup banyak
atau masuknya perdarahan ke dalam paru-paru. Di dalam autopsi akan
ditemukan adanya darah, trachea, bronkus, atau saluran napas yang lebih
dalam lagi. Perdarahan dapat muncul dari lesi inflamasi pada daerah
nasopharing. Beberapa kasus dapat juga berasal dari arteri carotis. Perdarahan
yang lain dapat berasal dari karsinoma di daerah esophagus atau jaringan
sekitarnya. Aneurisma aorta dapat juga ruptur ke arah bronkus atau esophagus.
b) Bronkiektasis adalah pelebaran dari lumen bronkus. Biasanya lokal dan
permanen. Ektasis terjadi akibat adanya kerusakan dinding bronkus.
Kerusakan dinding tersebut dapat disebabkan oleh penyakit paru-paru. Jadi,
bronkiektasis bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan suatu akibat dari penyakit paru-paru. Pelebaran dinding bronkus
diikuti dengan peningkatan pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah.
Ulserasi dari dinding ektasis akan menimbulkan perdarahan ke dalam lumen
bronkus yang dapat berakibat kematian. Gambaran fisik muncul akibat adanya
hipoksia dan perdarahan yang tampak pada hemoptisis. Penting untuk
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi jaringan paru-paru untuk memastikan
diagnosis adanya bronkiektasis pada kasus mati mendadak yang dicurigai
karena perdarahan paru-paru.
c) Abses paru Abses paru adalah lesi paru yang berupa supurasi dan nekrosis
jaringan. Abses dapat timbul akibat luka karena trauma paru, perluasan abses
subdiafragma, dan infark paruparu yang terinfeksi. Karena penyebab
terbanyak adalah infeksi, maka mikroorganisme yang menyebabkan abses
merupakan organisme yang terdapat di dalam mulut, hidung, dan saluran
napas. Macam-macam organisme tersebut misalnya kuman kokus
(streptococcus, staphylococcus), basil fusiform, basil anaerob dan aerob,
spyrochaeta, proteus dan lain sebagainya. Masih dalam bukunya, Gonzales
(1975) menjelaskan patologi terjadinya abses diawali dengan kuman yang
teraspirasi ke dalam saluran napas sampai di bronkus dan bronkiolus.
Kemudian infeksi menyebar ke parenkim paru. Terjadi pembentukan jaringan
granulasi yang mengelilingi lokasi infeksi. Dapat terjadi perluasan ke pleura,
sehingga pus dan jaringan nekrotik dapat keluar ke rongga pleura. Abses tanpa
pengobatan yang kuat dapat menjadi kronis.
d) Pneumothoraks Pneumothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura.
Banyak terjadi pada dewasa tua, sekitar usia 40 tahun dan lebih banyak terjadi
pada pria dibanding wanita. Penyakit dasar penyebab pneumothoraks adalah
tuberkulosis paru, emfisema, dan bronkhitis kronis. Pneumothoraks berulang
dengan menstruasi pada wanita disebabkan oleh adanya pleura endometrosis
(katamenial pneumothoraks). Spontan pneumothoraks dapat terjadi sebagai
penyebab kematian. Umunya terjadi karena ruptur daru bulla emfisema.
Pneumothoraks juga dapat terjadi akibat pecahnya kaverna sehingga berfungsi
sebagai pentil udara (ventil pneumothoraks). Penderita menderita sesak napas
yang berat, tekanan intrapleural meningkat sangat tinggi, terjadi kolaps paru
dan penekanan pada mediastinum, termasuk jantung, venous return juga
terganggu. Akibatnya selain terjadi gangguan pernapasan juga terjadi
gangguan pada sirkulasi jantung yang berakibat pada kematian.
e) Tuberkulosa Paru (TB Paru) Merupakan penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Data WHO terdapat 10-12 juta
penderita TB paru yang mampu menularkan. Angka kematian mencapai tiga
juta pertahun. Penyebaran umumnya di negara berkembang dengan sosial
ekonomi rendah. Meluasnya tuberkulosis paru dalam tubuh penderita dapat
melalui berbagai cara :
a. Penyebaran perkontinuitatum atau langsung ke jaringan sekitarnya.
b. Penyebaran melalui saluran napas.
c. Penyebaran melalui saluran limfa (pleura, tulang belakang, dan dinding
thoraks).
d. Penyebaran hematogen. Gambaran klinis paling awal dan sering adalah
batuk dahak mula-mula sedikit dan mukoid.
f) Infeksi Non TB Paru Infeksi tractus respiratorius jarang menyebabkan mati
mendadak dan kematian tidak terduga. Infeksi ini biasanya memerlukan waktu
beberapa jam atau hari dan terdapat dua macam penyakit atau lebih sebelum
terjadi kematian akibat infeksi tractus respiratorius ini, meskipun penyakit
tersebut tampak tidak serius.
g) Obstruksi Saluran Napas Obstruksi respiratori akut dari laring dapat
disebabkan oleh neoplasma, edema glotis akut yang disebabkan oleh alergi
(angioneurotic inflammatory edema), atau peradangan lokal (streptococcal
atau staphylococcal inflammatory glottis oedema), juga dapat disebabkan oleh
laryngitis difteri.
h) Asma Bronkial Mati mendadak dapat juga terjadi pada saat serangan asma
bronkial. Patogenesis dari asma bronkial yang khas adalah adanya
penyempitan sampai obstruksi dari bronkus kecil pada tahap inspirasi dan
ekspirasi. Penyempitan itu disebabkan oleh:
a. Spasme otot polos bronkus.
b. Edema mukosa bronkus.
c. Sekresi kelenjar bronkus meningkat.
Pada autopsi, penderita asma bronkial yang meninggal, didapatkan
perubahanperubahan sebagai berikut:
1. Perubahan patologis.
a. Overdistensi dari kedua paru.
b. Paru tidak kolaps waktu cavum pleura dibuka.
c. Dalam bronkus sampai bronkus terminalis didapatkan gumpalan eksudat
yang menyerupai gelatin.
2. Perubahan histopatologis.
a. Hispertrofi otot bronkus.
b. Edema mukosa bronki.
c. Kerusakan epitel permukaan mukosa.
d. Kerusakan epitel permukaan mukosa.
e. Penebalan nyata dari membran basalis.
f. Infiltrasi eosinofil dalam dinding bronkus.
Akibat lanjut dari sumbatan saluran napas pada asma bronkial adalah
menurunnya tekanan parsial oksigen di alveoli, sehingga oksigen dalam peredaran
darah juga menurun (hipoksemia). Sebaliknya terjadi resistensi karbondioksida,
sehingga kadar karbondioksida dalam peredaran darah meningkat. Hal ini
menyebabkan rangsangan pada pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi.
Dari pathogenesis terjadinya serangan asma tersebut maka kepastian mati
mendadak akibat serangan asma memerlukan pemeriksaan histologi dan biokimia
(toksikologi) dengan baik.
i) Karsinoma Bronkogenik Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas primer
yang berasal dari saluran napas. Karsinogen dalam kasus karsinoma
bronkogenik yang banyak disorot adalah rokok. Bahan aktif yang dianggap
karsinogen dalam asap rokok adalah polonium 210 dan 3,4 –benzypyrene.
Perokok dalam jangka waktu 10-20 tahun mempunyai resiko kanker ini.
Karsinogenik lain yang berhubungan dengan dengan karsinoma bronkogenik
adalah abses, kemudian bahan radioaktif. Karsinoma bronkogenik mempunyai
prognosis buruk sehingga mortalitasnya pun sangat tinggi.
3. Sistem Pencernaan
Penyakit pada esofagus dan lambung Kematian dapat cepat terjadi pada
kasus perdarahan akibat gastritis kronis atau ulkus duodeni. Perdarahan fatal
akibat tumor jarang terjadi dan jika terjadi dikarenakan karsinoma atau
leiomioma. Ruptur spontan dari lambung tidak biasa sebagai penyebab mati
mendadak Kematian mendadak juga dapat disebabkan oleh varises esophagus.
Varises esophagus sering merupakan komplikasi dari sirosis hepatis. Mekanisme
terjadinya adalah akibat dari hipertensi portal. Hipertensi portal sendiri dapat
disebabkan oleh kelainan intrahepatal (virus hepatitis, sirosis portal, sirosis bilier,
tumor primer maupun metastatic hepar, trombosis vena hepatika, amyloidosis
hepatika) menyebabkan sirkulasi portal dalam hepar terbendung sehingga tidak
lancar, dan sebagai kompensasi maka aliran portal tersebut melalui pembuluh
vena lain untuk dapat masuk ke dalam sirkulasi darah. Kelainan ekstrahepatal
dapat disebabkan oleh stenosis vena porta, kompresi pada vena, thrombosis vena,
dekompensasi kordis, perikarditis konstriktiva, dan penyebab lain yang tidak
diketahui.
Lokasi dimulainya varises adalah batas esofagogastrik merembet ke atas,
sehingga kebanyakan ditemukan pada sepertiga sebelah distal esophagus. Pada
penderita sirosis hati dekompensata terjadi hipertensi portal dan timbul varises
esophagi yang sewaktu-waktu dapat pecah sehingga timbul perdarahan masif.
Kematian terjadi akibat pecahnya varises esophagus sehingga terjadi perdarahan
ke dalam gastrointestinal. Pada pemeriksaan dalam perlu diperiksa isi lambung
dan usus serta dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan adanya
darah, juga pemeriksaan patologi anatomi esofagus dan hepar.
Ulkus peptikum bisa menyebabkan kematian mendadak. Ulkus peptikum
merupakan ulkus yang terjadi di mukosa, submukosa, bahkan kadang bisa
mencapai lapisan muskuler dari tractus gastrointestinal yang selalu berhubungan
dengan asam lambung atau asam klorida. Lokasi ulkus mulai dari bawah
esophagus, lambung, dan duodenum bagian atas. Komplikasi yang sering terjadi
adalah perdarahan, perforasi, dan obstruksi. Perdarahan yang sedikit tidak banyak
memberikan keluhan dan hanya bermanifestasi klinis menjadi anemia pernisiosa.
Namun, jika perdarahannya banyak, maka akan menimbulkan hematemesis dan
melena. Luka pada daerah lambung lebih sering menyebabkan hematemesis.
Sedangkan luka pada duodenum akan menyebabkan melena. Hematemesis dan
melena sendiri akan memicu timbulnya syok hipovolemik dan dapat berujung
pada kematian. Untuk autopsi kematian mendadak oleh karena kasus perdarahan
rongga abdomen yang tidak jelas penyebabnya perlu dilakukan pemeriksaan
lambung dan usus dengan hati-hati, untuk mencari kemungkinan disebabkan oleh
adanya perforasi akibat ulkus peptikum.
Penyakit pada usus halus, usus besar dan pankreas Setiap tahun ada
komplikasi dari peritonitis dan gangrene usus yang menyebabkan kematian.
Kondisi lain yang mungkin menyebabkan kematian seperti strangulasi hernia
inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis, dan volvulus. Gastroenteritis akut
meskipun jarang menyebabkan mati mendadak pada orang dewasa sehat, tetapi
dapat menyebabkan kematian tak terduga pada orang tua dan remaja. Kematian
mendadak juga dapat terjadi pada perforasi megakolon toksik. Megakolon toksik
adalah dilatasi semua bagian dari kolon sampai dengan diameter enam sentimeter
disertai toksisitas sistemik. Megakolon toksik merupakan komplikasi dari setiap
inflamasi berat pada kolon, seperti: colitis ulseratif, colitis granulomatosa
(Chron’s disease), colitis amubikakolitis pseudomembranosa, colitis salmonella,
tifus abdominalis, disentri basiler, kolera, enterokolitis iskemik, infiltrasi limfoma
pada kolon, colitis karena clostridium dan campylobacter.
Penyakit pada Hati sedikit sekali yang menyebabkan kematian mendadak.
Hepatitis virus yang luas dapat menyebabkan nekrosis luas dan kolaps mendadak
serta mati dalam beberapa jam kemudian. Keadaaan ini perlu diagnosis banding
dengan kasus keracunan . Perdarahan akibat ruptur tumor hepar jarang
menyebabkan kematian atau kolaps mendadak. Penyebab kematian pada
karsinoma hati adalah komplikasinya yang mengakibatkan hematemesis, melena,
maupun koma hepatikum. Hasil autopsi pada kematian karena emboli lemak
merupakan tanda bahwa telah terjadi perlemakan hati yang parah (Hadi, 2002).
Infeksi parasit pada hati yang dapat menyebabkan kolaps atau mati mendadak
adalah abses amuba dan kista hidatida yang dapat menimbulkan demam.
Rupturnya abses/kista dapat terjadi spontan atau karena trauma. Abses yang
terjadi pada lobus kiri hati dapat menyebabkan perforasi sehingga dapat masuk ke
rongga pericardium (intrakardial), bila ini terjadi maka prognosisnya jelek.
Keluhannya berupa nyeri dada bagian kiri, penderita lebih enak tidur dengan
bantal yang tinggi, tanda-tanda tamponade kordis tampak semakin jelas dan
pasien dapat meninggal mendadak oleh karena tamponade kordis
4. Sistem Hematopoietik
a. Limpa. Ruptur dari limpa dapat menyebabkan kolaps dan mati mendadak dengan
cepat. Limpa terjadi karena ruptur secara spontan atau karena trauma. Hal ini
terjadi jika limpa terlibat dalam penyakit yang cukup berat, yaitu infeksi
mononukleosa, leukemia, hemophilia, malaria, typhoid, atau leishmaniasis.
b. Darah. Kematian mendadak tak terduga dilaporkan dalam kasus megaloblastik
anemia. Infeksi ringan juga dapat muncul sebagai pemicu terjadinya kematian
pada beberapa keadaan anemia. Hal tersebut juga dapat terjadi pada pasien
leukemia. Hanya satu kelompok hemoglobinopati yang mungkin berhubungan
dengan kematian yang tak terduga dan ini biasanya disebabkan oleh sickle sel
anemia. Pasein meninggal dalam kondisi kritis karena hemolisis massif dari
eritrosit.
c. Sistem Urogenital Dalam sistem urogenital memiliki bagian tubuh yang
mempunyai fungsi vital yaitu ginjal. Ginjal adalah organ ekskresi yang bentuknya
seperti kacang. Bagian dari sistem ini bermanfaat untuk menyaring kotoran
(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk
urin. Pada umumnya terdapat sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau
abdomen. Ginjal tersebut terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati
dan limpa. Penyakit pada ginjal dan sistem urinaria yang lebih dikenal penyakit
gagal ginjal jarang menyebabkan mati mendadak. Ada beberapa kondisi yaitu
pada pasien dengan uremia fase terminal (dengan koma atau kejang) dapat terjadi
mati mendadak. Ketidakseimbangan elektrolit juga dapat menjadi penyebab mati
mendadak dengan gambaran klinis seperti kasus emboli paru.
Penyakit gagal ginjal diidentifikasikan oleh tes darah untuk kreatinin.
Tingginya tingkat kreatinin menunjukkan jatuh laju filtrasi glomerulus dan
sebagai akibat penurunan kemampuan ginjal mengekskresikan produk limbah.
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita
oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ
ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal
antara lain:
i. Penyakit tekanan darh tinggi (hypertension)
ii. Penyakit diabetes mellitus
iii. Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/stiktur)
iv. Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
v. Menderita penyakit kanker (cancer)
vi. Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ
ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
vii. Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi
atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut
sebagai glomerulonephritis.
Gambar 12. Pembukaan rongga dada dan abdomen dengan teknik irisan I. 14
Pembukaan rongga dada dilakukan setelah kulit dan otot dada dilepas dari
perlekatannya dengan cara memegang dinding perut bagian atas kemudian diiris
sepanjang perlekatan otot dengan dinding dada. Inisan dimulai dari otot-otot
sepanjang arcus costae ke atas setinggi tulang clavicula dan ke samping sampai
garis axilaris anterior. Kelainan yang ditemukan pada jaringan di bawah kulit,
dinding dada dan kelenjar mamae seperti resapan darah, patah tulang ataupun
tumor di periksa dan dicatat.
Kemudian sternum diangkat dengan melakukan pemotongan costae pada
kurang lebih 1 cm medial costochondral junction dengan pisau panjang. Potongan
dimulai dari costae ke-2 ke bawah sampai arkus costae. Setelah costae terpotong
dilanjutkan dengan pemisahan costa pertama, tulang clavicula terhadap
manubrium sterni, Caranya dengan meneruskan irisan pada costae kedua arah
kraniolateral menghindari manubrium sterni sehingga costae dapat dilepas.
Setelah costae pertama terpotong, maka pemotongan diteruskan ke arah
craniomedial menyusuri tepi bawah tulang clavicula untuk mencapai sendi
claviculostemal junction. Bila pada kedua sisi pemotongan ini sudah dilakukan,
maka tulang stemum dapat dilepaskan dan organ-organ rongga dada akan terlihat
(terekspos).13
Keadaan mediastinum dan letak kandung jantung terhadap kedua tepi paru
diperiksa dan dicatat. Pada orang dewasa yang dalam keadaan normal letak
kandung jantung adalah tiga jari di antara kedua tepi paru, bila letak kandung
jantung satu jari di antara kedua tepi paru berarti terdapat pengembangan paru
yang berlebihan. Kemudian kandung jantung dibuka dengan melakukan
penguntingan pada dinding depan mengikuti bentuk huruf Y terbalik.
Diperhatikan keadaan rongga kandung jantung ada tidaknya cairan atau darah
serta tanda-tanda kekerasan. Pada keadaan normal di dalam kandung jantung
berisi cairan berwarna kuning jernih sebanyak kurang lebih 20 cc.16
Pemeriksaan kemudian beralih pada rongga mulut, bila terdapat gigi yang
patah atau gigi palsu dilepaskan secara manual. Lidah dibebaskan bila tergigit dan
didorong masuk rongga mulut. Kemudian lidah dikeluarkan dengan cara
melakukan pengirisan otot-otot dasar mulut. Pengirisan dibuat tepat di bawah
dagu mengelilingi permukaan dalam tulang mandibula. Pengirisan ini di. lakukan
dengan hati-hati Jangan sampai memotong kelenjar parotis atau lidah yang mana
nanti harus diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya kelainan patologi.
Setelah otot-otot dasar mulut terpotong, maka dengan memasukkan jari
tengah dan jari telunjuk tangan kiri ke rongga mulut melalui daerah yang
terpotong tadi, lidah ditarik ke belakang bawah, maka palatum mole dan durum
dapat dilihat dan diperiksa. Kemudian dengan pisau dipotong di daerah perbatasan
palatum durum dan palatum mole, insan kemudian diperluas ke kanan dan kiri
sampai bagian lateral plica pharingea, kemudian melakukan pemisahan pharinx
dan bagian depan dari corpus vetebra cervicales dengan pisau sambil menarik
lidah ke bawah, maka alat-alat rongga leher dapat dikeluarkan. 16
b. Teknik Pengangkatan Organ
1. Teknik Otopsi Rokitansky
Teknik pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama in situ dissection.
Metodenya adalah dengan mengiris organ secara in situ, kemudian diperiksa
secara langsung dan diangkat untuk pemeriksaan yang lebih teliti. Teknik ini
sebenarnya jarang digunakan, biasanya digunakan pada keadaan membutuhkan
waktu yang cepat dan informasi sekilas.
Langkah-langkah yang dikerjakan adalah:
a) Memeriksa mediastinum dan cavum pleura
b) Menarik paru-paru kedepan dan mengiris masing-masing lobusnya
c) Membuka pericardium dan memotong jantung, pertama sisi kiri
d) Membuka usus halus
e)
Membuka dan memeriksa pembuluh darah besar dan cabang-
cabangnya.13
Gambar 15. Lettule block, tampak anterior. Keuntungan dari teknik ini memungkinkan
penglihatan anatomis hubungan organ hati, kolon transversal, mesenterium dan kolon.14
Gambar 16. Blok Thorax yang dikeluarkan dengan menggunakan Teknik Ghon 14
Dengan tangan kiri menyangga lobus occipitalis dan dua jari tangan kanan
(telunjuk dan jari tengah) ditempatkan dikanan dan kiri batang otak, otak
kemudian ditarik dan diluksir hingga terangkat dari rongga kepala. Otak
kemudian diletakkan pada piring skala, ditimbang dan diukur sebelum dilakukan
fiksasi atau pemotongan. Dasar dari tempurung kepala kemudian diperiksa dan
basal duramater dibuka dengan tang yang kuat untuk memperlihatkan adanya
fraktur basal. Tang gigi yang telah disingkirkan dapat dipergunakan untuk tujuan
ini. Sinus venosus diincisi untuk mencari adanya trombosis. Jika normal ( dan
selalu pada bayi ) tulang petrosus temporal terlihat, terpahat atau terpotong
dengan penjepit tulang untuk memeriksa adanya infeksi telinga tengah dan
dalam.13
Otak yang telah diangkat kemudian diperiksa selaput lunak otak
(arachnoid), bentuk gyrus dan sulcus, pembuluh darah dasar otak (a.vertebralis,
a.basilaris, circulus willisy dan cabang-cabang pembuluh darah otak), pembuluh-
pembuluh darah superfisial serta adanya perdarahan. Seluruh otak selanjutnya
ditimbang dan diukur. Otak kecil dan batang otak (cerebellum dan medulla
oblongata) dipisahkan dari otak besar (cerebrum) dengan memotong
pedunculusnya. Sebaiknya sebelum melakukan pemotongan otak untuk melihat
penampangnya, otak direndam dalam larutan formalin 10% selama kurang lebih
tiga minggu agar otak lebih padat sehingga tidak mudah hancur saat diiris.
Otak besar kemudian dipotong-potong secara serial. Potongan dapat
dilakukan mulai dari frontal secara paralel ke arah occipital, namun dapat juga
melakukan potongan secara horizontal. Bila melakukan potongan secara
horizontal, maka keadaan ventrikel dapat dibandingkan antara kanan dan kiri,
adanya midline shift akibat desakan ruang dapat terlihat dengan baik. Sedangkan
bils membuat potongan dari frontal ke occipital, maka dapat membandingkan
keadaan otak kanan dan kiri.16
Potongan secara frontal dilakukan sedemikian rupa sehingga struktur
penting dalam otak dapat terlihat. Potongan sebaiknya setipis mungkin yang dapat
dilakukan. Minimal ada tujuh potongan otak. Potongan pertama setinggi traktus
olfaktorius sehingga dapat mengevaluasi keadaan cornu frontale ventriculi serta
thalamus. Potongan kedua setinggi chiasma opticum, maka capsula interna et
eksterna, putamen serta nuklei caudati dapat dievaluasi. Potongan ketiga, setinggi
tubercinerum. Potongan keempat setinggi corpora mammilaria. Potongan kelima
setinggi pedunculus cerebri. Potongan keenam setinggi splenium corporis callosi
serta potongan ketujuh didaerah occipital.
Otak kecil dipotong dengan potongan frontal ke arah pedunculi cerbellare
rostrales, seperti membuka buku. Di evaluasi penampang otak kecil adanya
perdarahan serta kelainan yang lain. Batang otak dipotong paralel dari mulai pons,
medulla oblongata sampai medulla spinalis bagian proksimal. Bila terdapat
perdarahan di batang otak, maka akan terjadi desakan ruangan yang menimbulkan
penekanan pada pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.16
Pindahkan posisi ini ke tangan kiri dimana jari telunjuk dan jari tengah
tangan kiri juga diposisikan mengait hilus paru. Kemudian tangan kanan
memotong hilus paru serta semua fiksasi yang ada dengan pisau. Maka lepaslah
paru. Lakukan hal serupa pada paru sisi sebelahnya dengan cara yang sama.
Periksa paru-paru, berat normal antara 350gr-450gr, dengan ukuran rata-
rata 20cm x 15cm x 5cm, warna merah kecoklatan dengan bintik-bintik hitam
pigmen karbon, konsistensi seperti spon. Kalau terdapat abses konsistensi hanya
lunak saja. Pada keadaan kongesti, paru akan teraba kenyal, demikian juga pada
keadaan fibrosis. Periksa juga apakah ada perlekatan antar lobus, kalau ada,
mudah atau sukar dilepas. Pada paru yang mengalami radang kronis biasanya
perlekatan tersebut sukar dilepas. Tepi paru tajam, tidak berbenjol, sedangkan
pada keadaan kongesti tepi paru tumpul.13
Kemudian paru dibuka dengan pengirisan dari tepi paru ke arah hilus,
caranya: letakkan paru pada bidang datar. Telapak tangan kiri menekan
permukaan paru dengan mantap, kemudian dengan tangan kanan pangkal mata
pisau diletakkan pada bagian tepi paru. Pisau ditarik ke arah belakang dengan
sekali irisan, maka terbukalah paru. Penampang normal berwarna merah, jika
dipijat, keluar dan buih.
Pengambilan usus dimulai dari ujung pilorus yang sudah dipotong pada saat
pengambilan lambung. Sebelumnya perhatikan posisi organ- organ dalam perut,
lilitan usus, kelainan letak usus, jika posisi omentum majus menjurus ke satu arah
biasanya berhubungan dengan proses radang. Rektum diikat di dua tempat, lalu
dipotong diantara dua ikatan tadi. Kemudian angkat usus, lepaskan dari perlekatan
dengan sekitarnya. Maka lepaslah usus. Perhatikan bagian luarnya, apakah ada
hiperemi, nekrosis, ulkus, invaginasi, torsi, perforasi, tanda-tanda infeksi (tifoid,
amubiasis), tanda kekerasan dari luar. Kemudian usus dibuka sepanjang usus.
Perheparkan mukosanya, muara duktus kholedokus pada duodenum (pijat ductus
ini, jika tidak keluar empedu berarti ada sumbatan), adakah tumor? Peradangan ?
Bagian-bagian yang dicurigai diambil untuk pemeriksaan patologi anatomi.
Secara rutin, bila tidak ada gambaran patologi usus yang signifikan, bagian
internal usus diperiksa dengan membuka usus di sepanjang perbatasan
antimesenterik dengan gunting usus di bak cuci. Usus dibuka di wastafel untuk
menjaga area pembedahan tetap bersih dan memungkinkan pembuangan isi usus
dengan mudah. Bagian saluran gastrointestinal ini dapat dibuka dari sigmoid atau
rektum secara proksimal atau duodenum atau jejunum secara distal.
Gambar 22. Pemeriksaan bagian internal usus diperiksa dengan membuka usus di
sepanjang perbatasan antimesenterik dengan gunting usus di bak cuci. 18
Hepar
Hepar normal memiliki berat sekitar 1300 sampai 1500 gram pada orang
dewasa. Jika terdapat patologi hepatik yang signifikan, ukuran hepar dapat
berubah, sesuai dengan proses kelainannya. Inflamasi, metabolik, atau neoplastik
yang sering menyebabkan hepatomegali, namun kondisi fibrotik seperti sirosis
berhubungan dengan ukuran hepar yang kecil dan berkerut. Petunjuk yang
berguna untuk mengetahui adanya deposisi tumor metastatik adalah adanya
banyak nodul di dalam hepar. Ukuran nodul bervariasi dan karena dapat tenjadi
pusat nekrotik yaitu, bagian tengah nodul lebih rendah dibanding daerah
sekitarnya.16
Hepar diambil secara hepar-hepar, jangan sampai melukai hepar lebih-
lebih jika ada kecurigaan kematian korban karena perdarahan perut. Caranya:
Potong ligamentum teres hepatis pars umbilikalis dan pars diafragmatika lalu
siangi peritoneumnya. Kemudian jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri mencari
foramen epiploicum Winslowi pada hilus hepar untuk selanjutnya mengait hilus
tersebut serta perlekatan pankreas yang ada di sebelah hepar. Kemudian potong
vasa-vasa yang menuju dan keluar dari hepar. Dengan demikian lepaslah hepar
(duodenum juga terangkat kalau belum diambil). Perheparkan warnanya (normal
merah cokelat), hematom, permukaannya (normal licin), tepinya (normal
tajam), konsistensinya (normal kenyal), dengan ukuran 23 cm x 16 cm x 12 cm.
Periksa juga apakah ada ruptur, luka. Kemudian hepar dibuka, caranya : Letakkan
hepar pada bidang datar (papan), letakkan tangan kiri dengan mantap pada
permukaan hepar kemudian dengan tangan kanan lakukan pengirisan dari tepi
hepar ke arah hilus dengan sekali iris, maka terbukalah hepar. Periksa warna
jaringannya, keadaan vena sentralis, adakah hematom, kiste, abses. Kemudian
dipijit, jika keluar darah berarti ada kongesti.13
Gambar 23. Teknik pengirisan vertikal paralel dibuat sedekat mungkin (kurang
lebih 1 sampai 2 cm) dari satu sisi hepar ke sisi lainnya. 18
Hepar merupakan salah satu organ yang paling penting dan sering untuk
dilakukan diseksi. Serangkaian irisan vertikal paralel dibuat sedekat mungkin
(kurang lebih 1 sampai 2 cm) dari satu sisi hepar ke sisi lainnya.16
Pankreas
Pankreas adalah organ retroperitoneal dengan fungsi eksokrin dan
endokrin, pada orang dewasa memiliki berat sekitar 100 gram. Pankreas dapat
dibuka dengan beberapa cara: yakni dengan memotong saluran pankreas utama
dari zona ampula ke arah ekor dengan gunting kecil (atau sebaliknya dari ekor ke
kepala setelah mengiris distal ekor untuk melokalisasi saluran), atau dengan
membuat serangkaian irisan sagital paralel dari satu ujung ke ujung lainnya, atau
dengan membuat satu irisan tebal di depan untuk memperlihatkan parenkim. Bila
terdapat massa pankreas maka isi perut harus diangkat secara bersamaan dan
kemudian dibedah secara terperinci. Jika terdapat tanda tumor maka tumor harus
dijadikan sampel untuk histologi bersamaan dengan jaringan lokal yang disusupi
dan kelenjar getah bening yang terlibat.18
Gambar 24. Pankreas yang sudah dikeluarkan dari rongga abdomen
Diunduh dari https://www.slideshare.net/AishwaryaSinha1/autopsy-internal-examination-
forensic-medicine-postmortem-examination
Lambung
Lambung dapat diambil sekaligus bersama usus sampai ke rektum atau
diambil bersama-sama dengan duodenum, hepar dan pankreas atau diambil secara
tersendiri. Pengambilan lambung secara tersendiri dilakukan dengan cara : Dilakukan
pengikatan esofagus di atas diafragma pada dua tempat, lalu potong esofagus
diantara dua ikatan tersebut. Lakukan juga pengikatan pilorus di dua tempat, lalu
potong pilorus diantara dua ikatan tersebut. Kemudian lambung ditarik dan
dibebaskan dari perlekatan dengan sekitarnya (adanya perlekatan dengan organ di
sekitarnya menunjukkan adanya proses peradangan). Maka lepaslah lambung.
Perhatikan bagian luar lambung, apakah ada hematom, perlukaan akibat trauma
dari luar. Lambung kemudian dibuka dengan melakukan pengirisan mengikuti
kurvatura mayor. Lalu isi lambung dikeluarkan. Pada kasus keracunan, isi lambung
dimasukkan ke dalam alkohol 95 % untuk pemeriksaan toksikologi. Setelah
lambung dibuka, perhatikan mukosa, plika lambung, apakah ada tumor, ruptur,
ulkus dan perforasi. Pada kasus keracunan dan peradangan mukosa lambung akan
tampak hiperemis. Secara mikroskopis peradangan akan ditandai dengan
ditemukannya infiltrasi lekosit pada sub- mukosa lambung.18
Gambar 24. Teknik pengeluaran isi lambung, dengan cara melakukan insisi
sepanjang kurvatura mayor18
VISUM ET REPERTUM
No:
Atas permintaan tertulis dari Kepolisian Republik Indonesia Daerah Jawa Tegah Resor Kota
Besar Semarang Sektor Genuk melalui suratnya tanggal 26 Februari 2019 Nomor
B/04/II/2019/Reskrim yang ditandatangani oleh Zaenul Arifin, S.Sos, M.M., M.H., Pangkat
Komisaris Polisi, NRP 70030080 dan diterima tanggal 26 Februari 2019, maka dengan ini saya
dr. RP Uva Utomo, MH., Sp.KF., NIP 19721019 200604 1 006 sebagai dokter yang bekerja
pada Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi Semarang menerangkan bahwa pada tanggal 26
Februari 2019, Jam 11.30 WIB, di Ruang Kedokteran Forensik dan Pemulasaraan Jenazah
Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi, telah melakukan pemeriksaan luar pada jenazah dan
pada tanggal 26 Februari 2019, jam 22.00 WIB di Ruang Kedokteran Forensik dan
Pemulasaraan Jenazah Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi telah melakukan pemeriksaan
dalam pada jenazah yang berdasarkan surat permintaan di atas adalah dengan identitas, nama
Dominikus Liborius Awi, tempat/tanggal lahir Bade, 25 Mei 1995, pekerjaan
Pelajar/Mahasiswa, agama Khatolik, alamat jalan Mangga Dua Kelapa Lima RT/RW 001/001,
kelurahan/desa Kelapa Lima, Kecamatan Merauke, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua,
kewarganegaraan Indonesia. Orang tersebut meninggal dunia diduga akibat pembunuhan,
sebagaimana dimaksud dalam rumusan bunyi pasal 338 KUHP yang diketahui terjadi pada hari
Selasa tanggal 26 Februari 2019 sekitar jam 08.30 WIB dikawasan Industri Terboyo Blok D
(didepan gudang nomor 18 PT Sentral Jaya Multindo (SJM)), Kecamatan Genuk, Kota
Semarang.-----------------------------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN :----------------------------------------------------------------------------------------------
Berdasarkan temuan-temuan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan atas jenazah tersebut maka
saya simpulkan bahwa jenazah adalah seorang laki-laki, umur kurang lebih dua puluh lima
tahun, kesan gizi lebih. Dari pemeriksaan luar dan dalam didapatkan luka akibat kekerasan
tumpul berupa luka memar pada perut, luka lecet pada anggota gerak atas kiri; didapatkan luka
akibat kekerasan tajam berupa luka iris pada wajah dan leher. Didapatkan tanda perdarahan
hebat. Sebab kematian akibat luka iris yang memotong pembuluh besar leher sehingga
mengakibatkan perdarahan hebat. Waktu kematian diperkirakan dua jam sampai empat jam
sebelum dilakukan pemeriksaan luar.-----------------------------------------------------------------------
PENUTUP:-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah keterangan tertulis ini saya buat dengan sesungguhnya, dengan mengingat sumpah
sewaktu menerima jabatan.-----------------------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan kulit tubuh pada pipi terdapat sebuah luka terbuka pada pipi
kanan, dengan sudut pertama sepuluh sentimeter di kanan garis tengah tubuh dan
delapan sentimeter di bawah garis mendatar yang melewati kedua mata, sebelum
luka dirapatkan, bentuk menyerupai celah, dengan ukuran panjang enam
sentimeter, lebar satu sentimeter, dalam nol koma lima sentimeter, setelah luka
dirapatkan, bentuk menyerupai garis, dengan panjang enam koma lima sentimeter,
batas tegas, tepi luka rata, kedua sudut luka lancip, tebing luka rata terdiri dari
kulit, jaringan lemak, jaringan ikat, dasar luka jaringan ikat, tidak terdapat
jembatan jaringan. artinya ?
Pada dagu terdapat sebuah luka terbuka pada dagu sisi kanan dengan sudut
pertama sebelas sentimeter di bawah garis datar yang melewati kedua mata dan
tujuh sentimeter di kanan garis tengah tubuh, sudut kedua dua belas sentimeter di
bawah garis mendatar yang kedua mata dan lima sentimeter di kanan garis tengah
tubuh, sebelum luka dirapatkan bentuk menyerupai celah, dengan ukuran panjang
satu koma tiga sentimeter, lebar nol koma lima sentimeter, dalam nol koma lima
sentimeter, setelah luka dirapatkan, bentuk menyerupai garis, dengan ukuran
panjang satu koma lima sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, tebing luka rata
terdiri dari kulit, jaringan lemak, jaringan ikat, dasar luka jaringan ikat, tidak
terdapat jembatan jaringan artinya apa?
Luka terbuka pertama pada leher belakang sisi kanan atas, ujung pertama tujuh
belas sentimeter di kanan garis tengah tubuh dan tiga koma lima sentimeter di
bawah lubang telinga kanan, ujung kedua sembilan belas koma dua di kanan garis
tengah tubuh dan tiga sentimeter di bawah lubang telinga, sebelum luka
dirapatkan, bentuk menyerupai celah, dengan ukuran dan lebar, panjang tiga
sentimeter, lebar nol koma dua sentimeter, dalam nol koma dua sentimeter,
setelah luka dirapatkan, bentuk menyerupai garis, dengan panjang tiga koma tiga
sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, kedua sudut luka lancip, tebing luka rata,
terdiri dari kulit, dasar luka kulit, tidak terdapat jembatan jaringan artinya ?
Luka terbuka kedua pada leher depan sisi kanan atas, dengan sudut pertama dua
belas sentimeter di bawah garis datar yang melewati kedua mata dan sembilan
sentimeter di kanan garis tengah tubuh, sudut kedua dua belas koma lima
sentimeter di bawah garis datar yang melewati kedua mata dan tiga sentimeter
kanan garis tegah tubuh, bentuk tidak teratur, sebelum luka dirapatkan bentuk
menyerupai celah, dengan ukuran panjang lima koma enam sentimeter, lebar satu
sentimeter, dalam nol koma dua sentimeter, setelah luka dirapatkan bentuk
menyerupai garis, dengan ukuran panjang lima koma lima sentimeter, batas tegas,
tepi luka rata, kedua sudut luka lancip, tajam tebing luka rata, terdiri dari kulit,
jaringan lemak dan jaringan ikat, dasar luka jaringan ikat, tidak terdapat jembatan
jaringan. artinya?
Luka terbuka ketiga pada leher depan, dengan sudut pertama sembilan sentimeter
di kiri garis tengah tubuh dan empat belas koma lima sentimeter di bawah garis
mendatar yang melewati kedua mata, sudut kedua tujuh sentimeter di kiri garis
tengah tubuh dan sembilan belas sentimeter di bawah garis datar yang melewati
kedua mata, sudut ketiga dua belas sentimeter di kanan garis tengah tubuh dan
empat belas sentimeter di bawah lubang telingan kanan, bentuk tidak teratur,
dengan ukuran panjang dua puluh satu sentimeter, lebar lima sentimeter, dalam
empat sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, ketiga sudut luka lancip, tebing luka
rata terdiri dari kulit, jarigan lemak, jaringan ikat, pembuluh darah leher,
tenggorokan, kerongkongan, otot, tulang, dasar luka tulang, tidak terdapat
jembatan jaringan artinya?
Dada : terdapat sebuah luka terbuka pada dada sisi kiri atas, dengan sudut pertama
empat belas sentimeter di kiri garis tengah tubuh dan sepuluh koma lima di bawah
puncak bahu, sudut kedua empat belas sentimeter di kiri garis tengah tubuh dan
sebelas koma lima sentimeter di bawah puncak bahu, saat luka belum dirapatkan,
bentuk menyerupai celah, dengan ukuran panjang dua koma lima sentimeter, lebar
satu sentimeter, dalam nol koma dua sentimeter, setelah luka dirapatkan, bentuk
menyerupai garis, dengan ukuran panjang tiga sentimeter, batas tegas, tepi luka
rata, kedua sudut luka lancip, tebing luka rata terdiri dari kulit, dasar luka jaringan
ikat, tidak terdapat jembatan jaringan artinya?
Perut : terdapat sebuah luka memar pada perut sisi kiri atas, bentuk tidak teratur,
dengan ukuran panjang dua belas sentimeter, lebar tujuh sentimeter, batas tidak
tegas, warna kehitaman artinya?
Pada bagian mata, Selaput kelopak mata : terdapat pelebaran pembuluh darah
pada kedua selaput kelopak mata artinya?
Selaput bening mata : keruh pada kedua selaput bening mata. artinya?
Pada mulut, bibir bagian atas, bibir bagian bawah, selaput lendir mulut tampak
pucat artinya?
Selaput keras otak : terdapat resapan darah pada selaput keras otak, bentuk tidak
teratur, dengan ukuran panjang sebelas sentimeter, lebar tiga sentimeter, batas
tidak tegas, warna merah kehitaman. artinya?
Jantung. Kantung jantung : terdapat cairan kantung jantung sebanyak tiga koma
delapan milliliter dengan warna merah kekuningan artinya?
Paru kanan : terdiri dari tiga baga, warna merah kecoklatan, tampak pucat, dengan
ukuran panjang dua puluh tiga sentimeter, lebar delapan belas sentimeter, tebal
delapan sentimeter, berat empat ratus lima puluh gram, perabaan seperti spons,
pada pengirisan terdapat buih. artinya?
Paru kiri : terdiri dari dua baga, warna merah kecoklatan, tampak pucat, panjang
dua puluh dua sentimeter, lebar delapan belas sentimeter, tebal enam sentimeter,
berat empat ratus gram, perabaan seperti spons, pada pengirisan terdapat buih.
artinya?
Hati : berat seribu seratus gram, warna merah kecoklatan, tampak pucat, dengan
ukuran panjang dua puluh delapan sentimeter, lebar dua puluh sentimeter, tebal
empat sentimeter, permukaan licin, tepi tajam, perabaan kenyal, pada pengirisan
tampak pucat. artinya?
Limpa : berat seratus sembilan belas gram, warna merah kecoklatan, tampak
melisut, dengan ukuran panjang dua belas sentimeter, lebar sentimeter, tinggi satu
koma lima sentimeter, pada pengirisan artinya?
IV.2 Hasil pemeriksaan dalam
Pada jenazah diatas, ditemukan jaringan bawah kuku yang tampak pucat,
organ-organ pucat, pembuluh darah besar yang kosong, juga limpa yang melisut.
Gejala tersebut didapatkan karena trauma tajam yang terjadi saat korban masih
hidup. Trauma tajam pada korban diatas terjadi pada saat jantung masih hidup.
Jantung yang masih hidup akan memompa darah terus menerus melalui luka
terbuka sehingga terjadi perdarahan hebat dan kekurangan darah dalam tubuh
sehingga ditemukan tanda tanda anemis (muka dan organ dalam pucat) disertai
limpa melisut, juga jantung dan nadi utama tidak berisi darah.
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Jain A., Yadav J., Kumar G., B P Dubey. 2014. Case Report Fatal Cut-Throat
Injury Labeled as Suicide after Meticulous Autopsy: Case Report. J Indian Acad
Forensic Med. Vol. 36, No. 2.
2. Solarino B, Buschmann CT, Tsokos M. 2011. Suicidal cut-throat and stab
fatalities: three case reports. Rom J Leg Med [19] 161-166.
3. Al-Yousif ZAA, Al-Qazzaz MAM. 2012. Medico-legal Study of Fatal Incised
Wounds in Baghdad. IRAQI J MED SCI. Vol. 10 (4).
4. Kaushik, Vijay Kumar. Sheikh, M. 2-17. Which is the Cause of Death? - A Case
Report. National Journal of Community Med 2017.
5. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. 67-91.
6. Dahlan S. ILMU KEDOKTERAN FORENSIK Pedoman Bagi Dokter dan
Penegak Hukum. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
2007:h.48-65.
7. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tanatologi Dalam : ILMU KEDOKTERAN FORENSIK. Balai Penerbit
FKUI.Jakarta;1997:h.49-51.
8. Idris AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Binapura Aksara :
1997.h. 54-77.
9. Poposka V, Gutevska A, Stankov A. Estimation of Time Since Death by
Using Algorithm in Early Postmortem Period. Global Journal of Medical
Research Interdisciplinary. Vol 13, Issue 3. Global Journals Inc : USA;
2013.
10. Fiedler S. Adipocere Withstand 1600 years of fluctuating groundwater
levels in soil. Journal of Archaeological Science 36 : 2009.p.1328-33.
11. Mohan K, Francis M, Prashanta B, Shankar B. Early Adipocere formation
: a case report and review of literature. Journal Forensic and Legal
Medicine 16 : 2009.p.476-7.
12. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 2006.
Peningkatan Sistem Registerasi Kematian di Indonesia. Pedoman
Pewawancara Autopsi Verbal. Jakarta : Depkes RI
13. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi
Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2010.
14. Pomara C, Karch SB, Fineschi V. Forensic Autopsy a Handbook and
Atlas. New York:CRC Press is an imprint of the Taylor & Francis Group,
an informa business.2014.
15. Prameng L.B, Yulianti K, Hardinisa A. Petunjuk Teknik Otopsi.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2009
16. Bambang L, Yulianti K, Hardinisa. Petunjuk Teknik Autopsi. Semarang :
Bagian Kedokteran Forensik FK UNDIP;2009.
17. Haloi MD, Haloi M, Patowary A. Conventional Methods of Incision and
The Cosmetic Autopsy Incision : Its Advantages. IJHRMLP.
2015;1(2):14-18
18. Michael TS, Deborah JH. Post Mortem Technique Handbook. Second
Edition. Springer-Verlag London Limited. 2005
19. J Forensic Dent Sci. Virtopsy versus autopsy in unusual case of asphyxia:
Case report I. 2013 Jul-Dec; 5(2): 146–148