Anda di halaman 1dari 101

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Tindak kejahatan merupakan salah satu masalah di Indonesia, terutama di
kota besar. Di Jakarta misalnya, dengan total penduduk yang diperkirakan 10 juta
orang termasuk penduduk asing, pada tahun 2012, dilaporkan terjadi 12.999
kejahatan kekerasan, 132 pembunuhan, 85 perkosaan, 8.526 perampokan, 1.630
pencurian, dan 7.340 pencurian kendaraan.1 Selain tindak kejahatan, salah satu
masalah di Indonesia adalah bunuh diri. Laporan WHO menunjukkan rata-rata
jumlah kematian akibat bunuh diri di Indonesia adalah 24 per 100.000 penduduk.
Data mengatakan 50.000 orang bunuh diri setiap tahun atau 1.500 orang rata-rata
setiap hari. Untuk tahun 2006, sekitar 100.000 orang Jakarta bunuh diri. Masalah-
masalah tersebut tentunya menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi ahli forensic
dan tenaga medis di Indonesia.1

Penentuan cara kematian seseorang merupakan tantangan dan salah satu


tugas yang paling sulit bagi seorang ahli forensic dan tenaga medis. Apakah
karena bunuh diri, kecelakaan, atau pembunuhan. Termasuk pada tahap awal
penyelidikan kematian, pendapatnya mungkin penting dalam memulai atau
menggugurkan penyelidikan, seperti pengambilan kesimpulan pembunuhan
merupakan keputusan yang mungkin memiliki konsekuensi serius jika salah.1

Perbedaan antara pembunuhan, bunuh diri, dan luka kecelakaan merupakan isu
sentral dalam patologi forensik. Selain gantung diri dan menembak diri, luka
senjata tajam yang dibuat sendiri adalah metode yang dikenal baik dalam bunuh
diri, dimana wilayah tenggorokan/leher adalah tempat yang demikian mudah
diakses. Dalam beberapa kasus, membedakan pola cedera dan kaitannya dengan
cara kematian bias sulit, karena juga berhubungan dengan skenario TKP yang
tidak biasa dan tidak khas untuk bunuh diri.2

Salah satu yang jarang terjadi adalah cedera pemotongan leher (cut-throat
injury). Cedera pemotongan leher yang disebabkan oleh objek dengan tepi tajam
biasanya merupakan pembunuhan dan sangat jarang merupakan sebuah bunuh
diri. Melakukan penggalian riwayat kejadian, investigasi tempat kejadian perkara
(TKP), dan melakukan otopsi dengan hati-hati merupakan metode yang sangat
vital dalam menentukan sebab kematian pada banyak kasus.1

Luka yang disebabkan oleh benda dengan tepi yang tajam dapat dibedakan
menjadi 4, yaitu luka tusuk (stab wounds), luka iris/potong (incised wounds/cuts),
luka cincang/bacok (chop wounds), dan luka terapeutik/diagnostik (therapeutic/
diagnostic wounds). Luka iris adalah luka potong bersih melalui jaringan, yang
disebabkan oleh instrument tajam. Panjangnya lebih panjang dari kedalamannya.
Luka ini sering disebabkan melalui gerakan memotong oleh senjata tajam seperti
pisau dan pisau cukur. Arah luka ditegakkan oleh fenomena luka berekor.
Menurut ini, semua luka iris lebih dalam pada saat dimulainya dan dangkal di
terminasi. Semakin dalam akhir disebut kepala luka dan dangkal akhir disebut
ekor luka. Luka iris biasanya terdapat pada kasus bunuh diri, kemudian
pembunuhan, hanya kadang-kadang merupakan kecelakaan.3

Dalam sebuah kasus pembunuhan dengan beberapa luka tusuk yang tembus
kebeberapa organ vital dan menggunakan beberapa metode pembunuhan menjadi
tantangan bagi seorang dokter forensic dalam menentukan sebab kematian, karena
masing-masing luka tersebut dapat berperan signifikan dalam menentukan sebab
kematian. Sehingga dalam kesimpulan dapat ditentukan dengan jelas luka yang
mana yang menjadi sebabmatinya.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Traumatologi
II.1.1 Definisi Traumatologi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti
kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup, sedang logos berarti ilmu.
Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma
atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa),
yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat
kekerasan yang menimbulkan jejas.5

II.1.2 Penyebab trauma


Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada
fisik maupun psikisnya. Efek fisik berupa luka- luka yang kalau di periksa dengan
teliti akan dapat di ketahui jenis penyebabnya, yaitu:
A. Benda-benda mekanik
1. Trauma benda tajam
Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Ciri-ciri umum dari luka benda tajam
adalh sebagai berikut:
1. Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
2. Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya
memisahkan , tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurus
dari sedikit lengkung.
3. Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
4. Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar.
Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu luka iris atau luka
sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) dan luka bacok (vulnus
caesum).
1) Luka sayat
Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka
oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan kemudian
digeserkan sepanjang kulit.
Ciri luka sayat :
a) Pinggir luka rata
b) Sudut luka tajam
c) Rambut ikut terpotong
d) Jembatan jaringan ( - )
e) Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang.
2) Luka tusuk
Luka tusuk ialah luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam
atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada
permukaan tubuh.
Contoh: Belati, bayonet, keris, Clurit, Kikir, Tanduk kerbau
Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) :
a) Tepi luka rata
b) Dalam luka lebih besar dari panjang luka
c) Sudut luka tajam
d) Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam
e) Sering ada memar / echymosis di sekitarnya
3) Luka bacok
Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam
atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup
besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.
Ciri luka bacok :
a) Luka biasanya besar
b) Pinggir luka rata
c) Sudut luka tajam
d) Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan
bagian tubuh yang terkena bacokan
e) Kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi
2. Trauma benda tumpul
Trauma tumpul ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tumpul. hal ini disebabkan oleh benda-benda
yang mempunyai permukaan tumpul, seperti batu, kayu, martil, terkena bola,
ditinju, jatuh dari tempat ketinggian, kecelakaan lalu-lintas dan lain-lain
sebagainya. Trauma tumpul dapat menyebabkan tiga macam luka yaitu:
1) Luka memar (contusio)
Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai oleh kerusakan
jaringan tanpa disertai diskontinuitas permukaan kulit. Kerusakan tersebut
disebabkan oleh pecahnya kapiler sehingga darah keluar dan meresap kejaringan
di sekitarnya.
Mula – mula terlihat pembengkakan, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai
5 hari berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu
menjadi kekuningan.
Pada orang yang menderita penyakit defisiiensi atau menderita kelainan
darah, kerusakan yang terjadi akibat trauma tumpul tersebut akan lebih besar di
bandingkan pada orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya memar tidak dapat
di jadikan ukuran untuk menentukan besar kecilnya benda penyebabnya atau
kekerasan tidaknya pukulan. Pada wanita atau orang – orang yang gemuk juga
akan mudah terjadi memar.
2) Luka lecet (abrasio)
Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya
lapisan luar dari kulit, yang ciri – cirinya adalah :
a) Bentuk luka tak teratur
b) Batas luka tidak teratur
c) Tepi luka tidak rata
d) Kadang – kadang di temukan sedikit perdarahan
e) Permukaannya tertutup oleh krusta (serum yang telah mengering)
f) Warna coklat kemerahan
g) Pada pemeriksan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih
di tutupi epitel dan reaksi jaringan (inflamasi)
Bentuk luka lecet kadang–kadang dapat memberi petunjuk tentang benda
penyebabnya; seperti misalnnya kuku, ban mobil, tali atau ikat pinggang. Luka
lecet juga dapat terjadi sesudah orang meninggal dunia, dengan tanda – tanda
sebagai berikut :
 Warna kuning mengkilat
 Lokasi biasnya didaerah penonjolan tulang
 Pemeriksaan mikroskopik tidak di temukan adanya sisa- sia epitel dan
tidak di temukan reaksi jaringan.
3) Luka robek (vulnus laceratum)
Luka terbuka / robek adalah luka yang disebabkan karena persentuhan
dengan benda tumpul dengan kekuatan yang mampu merobek seluruh lapisan
kulit dan jaringan di bawahnya, yang ciri–cirinya sebagai berikut :
a) Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
b) Bila ditautkan tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan hancur )
c) Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
d) Di sekitar garis batas luka di temukan memar
e) Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan tulang (
misalnya daerah kepala, muaka atau ekstremitas ).
Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk
dari luka tersebut tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya. Jika
benda tumpul yang mempunyai permukaan bulat atau persegi dipukulkan pada
kepala maka luka robek yang terjadi tidak berbentuk bulat atau persegi.
3. Trauma benda yang mudah pecah (kaca)
Kekerasan oleh benda yang mudah pecah (misal kaca), dapat
mengakibatkan luka –luka campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk dan
luka lecet. Pada daerah luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen
dari benda yang mudah pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca
mobil maka luka-luka campuran yang terjadi hanya terdiri atas luka lecet dan luka
iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian rupa sehingga kalau
peah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.
B. Benda-benda fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik,
antara lain: benda bersuhu tinggi, bersuhu rendah, petir, sengatan listrik, tekanan
(barotrauma),
C. Kombinasi benda mekanik dan fisik
Luka akibat tembakan senjata api pada hakekatnya merupakan luka yang
dihasilkan oleh trauma benda mekanik (benda tumbul) dan benda fisik (panas),
yaitu anak peluru yang jalannya giroskopik (berputar/mengebor).
D. Zat-zat kimia korosif
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh
manusia. Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut,
yaitu: golongan asam (misal : H2SO4, HCL, NO3) dan golongan basa (KOH,
NaOH, NH4OH)

II.1.3 Waktu terjadinya kekerasan


Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi
keperluan penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum
terdakwa serta untuk penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus,
informasi tentang waktu terjadinya kekerasan itu akan dapat digunakan sebagai
bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal, terutama yang berkaitan dengan
alibi seseorang. Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorang dituduh atau
dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia berada di tempat yang jauh dari
tempat kejadian perkara
Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaanya ialah luka itu
terjadi sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu
dicari ada tidaknya tanda – tanda intravital. Jika di temukan berarti luka terjadi
sebelum mati dan demikian pula sebaliknya. Dengan melakukan pemeriksaan
yang teliti , akan dapat ditentukan :

II.1.4 Luka antemortem dan post mortem


Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang
menunjukan bahwa
a) Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma
Tanda – tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan
hidup ketika terjadi trauma antara lain :
1) Retraksi jaringan
Terjadi karena serabut–serabut elastic dibawah kulit terpotong dan kemudian
mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka memotong serabut
secara tegak lurus maka bentuk luka akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar
dengan serabut elastic maka bentuk luka tak begitu menganga.
2) Reaksi vaskuler
Bentuk reaksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
 Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa : Eritema (
kulit berwarna kemerahan ), vesikel atau bulla.
 Pada trauma neda keras dan tumpul, bentuk intravitas berupa kontusi atau
memar
3) Reaksi mikroorganisme (infeksi)
Jika tubuh dari orang yang masih hidup mendapat trauma dan
meninggalkan luka terbuka maka kuman – kuman kan masuk serta menimbulkan
infeksi yang ciri – cirinya sebagai berikut :
 Warna kemerahan
 Terlihat bengkak
 Terdapat pus
 Bila sudah lama terlihat danya jaringan granulasi
4) Reaksi biokimiawi
Jika jaringan yang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah
tersebut akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa :
 kenaikan kadar serotonin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah
trauma)
 Kenaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi jadi 20-30 menit
sesudah trauma).
 Kenaikan kadar enzyme (ATP, aminopeptidase, acid-phosphatase dan
alkali-phosphatase) yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai
akibat dari mekanisme pertahanan jaringan.
b. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma
Jika organ dalam (jantung atau paru – paru) masih dalam keadaan
berfungsi ketika terjadi trauma maka tanda – tandanya antara lain :
1) Perdarahan hebat (profuse bleeding) :
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan
yang banyak sebab jantung masih bekerja sehingga terus menerus memomp darah
keluar lewat luka. Berbeda sekali dengan trauma yang terjadi sesudah mati sebab
keluarnya darah di sini secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlahnya
tidak banyak. Perdarahan pada luka intravital di bagi menjadi 2 yaitu perdarahan
internal dan eksternal. Perdarahan internal mudah dibuktikan karena darah
tertampung di rongga badan (rongga perut, rongga dada, rongga panggul, rongga
kepala dan kantong pericardium) sehingga dapat di ukur pada waktu otopsi.
Sedangkan perdarahan eksternal (darah tumpah di tempat kejadian) hanya
dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi di temukan tanda- tanda anemis (muka
dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda–tanda limpa melisut, jantung dan
nadi utama tidak berisi darah.
2) Emboli udara
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial (
sistematik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong
tidak mengalami kolap karena terfixir dengan baik, seperti vena jugularis eksterna
atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan di jantung kanan negative.
Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah
paru – paru sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa
pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan
pneumotoraks artificial atau karena luka – luka yang menembus paru – paru.
Kematian dapat terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner
atau otak.
3) Emboli lemak
Emboli lemak terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan
berlemaka atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panajang. Akibatnya,
jaringan lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam
pembuluh darah vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat
terus menuju daerah paru – paru.
4) Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru – paru menderita luka,
sementara paru – paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka tersebut dapat
berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru- paru akan masuk
ke rongga pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak yang
pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru – paru sehingga pada
akhirnya paru – paru menjadi kolap.
5) Emfisema kulit (krepitasi kulit).
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk apru
– paru maka pada setiap ekspirasi udara paru – paru dapat masuk kejaringan ikat
di bawah. Pada palpasi akan terasa ada krepitasi di sekitar daerah trauma.
Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang
meninggal dunia. Jika trauma terjadi sesudah orang meninggal dunia maka
kelainan – kelainan tersebut di atas tidak mungkin terjadi mengingat pada saat itu
jantung dan paru – parunya sudah berhenti bekerja.
2. Umur luka
Untuk mengetahui kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka.
Hanya saja, tidak ada satupun metode yang dapat digunakan untuk menilai dengan
tepat kapan suatu kekerasan ( baik pada korban hidup ataupun mati ) dilakukan
mengingat adanya factor individual, penyulit ( misalnya infeksi, kelainan darah
atau penyakit defisiensi ) serta factor kualitas dari kekerasan itu sendiri. Kendati
demikian ada beberapa cara dapat di gunakan untuk memperkirakannya, yaitu
dengan melakukan :
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa
umur luka tersebut. Pada korban hidup, perkiraan di hitung dari saat trauma
sampai saat di periksa pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat
kematiaanya.
b. Pemeriksaan mikroskopik ( histology ).
Mengingat hasil makroskopik sangat variatif dan jauh dari ketepatan maka
perlu di lakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berguna bagi
intravitalis luka, pemeriksaan mikroskopik juga untuk menentukan umur luka
secara lebih teliti. Caranya ialah dengan mengamati perubahan – perubahan
histologiknya
Perubahan – peruabahan histologik dari luka ini sangat di pengaruhi ada
tidaknya infeksi. Perlu di ketahui bahwa infeksi akan memperlambat proses
penyembuhan luka. Peningkatan akitfitas adenosine triphosphatase dan
aminopeptidase dapat di lihat lebih dini, yaitu setengah jam setelah trauma.
Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat di lihat sesudah 2 jam, sedangkan
peningkatan acid phosphatase dan alkali phosphatase sesudah 4 jam.

II.1.5 Cara melakukan kekerasan


Untuk sejata tajam, cara senjata itu di gunakan dapat di bedakan, yaitu :
1. Diiriskan
Di iriskan mengandung pengertian bahwa mata tajam dari sejata tersebut
di tekankan lebih dahulu ke suatu bagian dari tubuh dakn kenudian di geser
kearah yang sesuai dari senjata. Luka yang di timbulkannya merupakan luka iris (
incised wound )yang ciri – cirinya :
o Sesuai ciri – ciri umum luka akibat senjata tajam
o Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka.
2. Ditusukan
Artinya bagian dari senjata tajam di tembakkan pada suatu bagian dari
tubuh dengan arah tegak lurus atau miring kemudian ditekan kedalam tubuh
sesuai arah tadi. Luka –luka yang di timbulkannya merupaka luka tusuk ( stab
wound ) yang ciri – cirinya :
o Sesuai ciri –ciri umum luka akibat senjata tajam
o Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka.
3. Dibacokan
Mengandung perngertian bahwa senjata tajam yang ukurannya relative
besar dan diayunkan dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata
tersebut mengenai sautu bagian dari tubuh. Tulang – tulang di bawahnya biasnya
berfungsi sebgai bantalan sehingga ikut menderita luka. Luka yang di
timbulkannya merupakan luka bacok (chop wound) yang ciri – cirinya :
o Sesuai ciri –ciri umum luka akibat senjata tajam
o Ukuran luka besar dan menganga
o Panjang luka kurang lebih sama dengan dalam luka
o Biasnya tulang tulang dibawahnya ikut menderita luka
Jika senjata yang di gunakan tidak begitu tajam maka disekitar garis batas
luka terdapat memar.
4. Di tembakan
Untuk senjata api, cara senjata itu di tembakan juga dapat di tentukan, yaitu :
a. Secara tegak lurus atau miring
b. Dengan jarak tembak temple, dekat, sedang atau jauh
Jika di tembakan tegak lurus kearah permukaan tubuh maka ciri – cirinya :
1) Letak lubang luka terhadap cincin lecet konsentris luka di tembakan secara
miring kearah permukaan tubuh maka ciri- cirinya :
o Letak lubang luka terhadap cincin lecet episentris
2) Jika di tembakan dengan jarak kontak maka luka yang terjadi mempunyai ciri –
ciri :
o Bentuknya seperti bintang (cruriform )
o Terlihat memar berbetuk sirkuler akibat hentakan balik dari moncong senjata.
3) Jika di tembakan dengan jarak dekat ( 1 inci – 2 kaki ) maka ciri – ciri dari luka
yang terjadi adalah :
o Berupa lubang berbentuk bulat yang di kelilingi cincin lecet
o Terdapat produk dari mesiu ( tattoo, sisa – sisa mesiu atau jelaga )
4) Jika di tembakan dengan jarak jauh ( lebih 2 kaki ) maka luka yang terjadi
mempunyai ciri – ciri :
o Berupa lubang berbentuk bulat yang di kelilingi cincin lecet
o Tidak di temukan produk mensiu

II.1.6 Akibat trauma


1. Aspek medik
Konsekuensi dari luka yang di timbulkan oleh trauma dapat berupa :
a. Kelainan fisik / organic
Bentuk dari kelainan fisik atau organic ini dapat berupa :
- Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh
- Hilangnya sebagaian atau seluruh organ tertentu
b. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu
Bentuk dari gangguan fungsi tergantung dari organ atau bagaian tubuh
yang terkena trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli
atau terganggunya fungsi organ – organ dalam.
c. Infeksi
Seperti di ketahui bahwa kulit atau membrane mukosa merupakan barier
terhadap infeksi. Bila kulit atau membrane tersebut rusak maka kuman akan
masuk lewat pintu ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah memar atau
bahkan irritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh koman. Jenis kuman dapat
berupa streptococcus, staphylococcus, echeria coli, proteus vulgaris, clostridium
tetani serta kuman yang menyebabkan gas gangrene.
d. Penyakit
Trauma sering di anggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit
jantung walaupun hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam
kontroversi.
e. Kelainan psikis
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan
dapat menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang
spketrumnnya amat luas; yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety
neurosis, dementia praecox primer (schizophrenia), manic depressive atau
psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental yang
abnormal merupakan factor utama timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi
jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap gangguan
mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar
belakang mental dan emosi serta nilai relative bagi yang bersangkutan atas
jaringan atau organ yang terkena trauma. Secara umum dapat diterima bahwa
hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atu organ dengan psikosis post trauma
di dasarkan atas :
- Keadaan mental benar – benar sehat sebelum trauma
- Trauma telah merusak susunan syaraf pusat
- Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.
- Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur dan fungsinya dapat
mempengaruhi emosi organ genital, payudara, mata, tangan atau wajah.
- Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan
- Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal
- Korban dihantui oleh kejadian ( kejahatan atau kecelkaan ) yang menimpanya.
2. Aspek yuridis
Jika dari sudut medic, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai
atau tidak disertai diskontuinitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut
hukum, luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana,
baik yang bersifat intensional (sengaja), reckless ( ceroboh ) atau negligence
(kurang hati – hati). Untuk menentukan berat ringannya hukuman perlu
ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka. Kebijakan hokum pidana didalam
penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap :
- Kesehatan jasmani
- Kesehatan rohani
- Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan
- Estetika jasmani
- Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencarian
- Fungsi alat indera
a. Luka ringan
Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencariannya.
b. Luka sedang
Luka sedang adalah luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabtan atau mata pencariaanya untuk sementara waktu.
c. Luka berat
Luka berat adalah luka yang sebagaiman diuraikan didalam pasal 90 KUHP, yang
terdiri atas :
1) Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan
sempurna lebih ditujukan pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata yang
menyebabkan kornea robek. Sesudah di jahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak
dapat melihat.
2) Luka yang dpat mendatangkan bahaya maut
3) Dapat mendatangkan bahaya maut pengertiannya memeiliki potensial untuk
menimbulkan kematian, tetapi sesudah diobati dapat sembuh.
4) Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencariaanya. Luka yng dari sudut medic tidak membahayakan jiwa,
dari sudut hokum dapat dikatagorikan sebagai luka berat. Contonya trauma pada
tangan kiri pemain biola atau pada wajah seorang peragawati dapat dikatagorikan
luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat lagi menjalankan pekerjaanya
tersebut selamnya.
5) Kehilangan salah satu dari panca indera
6) Jika trauma menimbulkan kebutaan satu mata atau kehilngan pendengran satu
telinga, tdiak dapat digolongkan kehilangan ondera. Meskipun demikian tetap
digolongkan sebagai luka berat berdasarkan butir (a) di atas.
7) Cacat besar atau kudung
8) Lumpuh
9) Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan daya pikir tidak
harus berupa kehilangan kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia, disorientasi,
anxietas, depresi atau gangguan jiwa lainnya.
10) Keguguran atau kematian janin seorang perempuan
11) Keguguran ialah keluarnya janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak di
dahului oleh proses yang sebagaimana umumnya terjadi seorang wanita ketika
melahirkan. Sedang kematian janin mengandung pengertian bahwa janin tidak
lagi menunjukan tanda – tanda hidup. Tidak dipersoalkan bayi keluar atau tidak
dari perut ibunya.5

II.1.7 Konteks peristiwa penyebab luka


Latar belakang penyebab luka dapat disebabkan oleh peristiwa pembunuhan,
bunuh diri atau kecelakaan .
1. Pembunuhan
Ciri – ciri lukannya adalah :
- Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu daerah yang mematikan maupun yang
tidak mematikan
- Luka tersebut di daerah yang dapat di jangkau maupun yang tidak dpat di
jangkau oleh tangan korban
- Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata
- Dapat di temuka luka tangkisan (defensive wounds), yaitu pada korban yang
sadar ketika mengalami seranga. Luka tangkisan tersebut terjadi akibat reflek
menahan serangan sehingga letak luka tangkisan biasanya pada lengan bawah
bagian luar.
2. Bunuh diri
Ciri- ciri lukanya adalah :
- Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat.
- Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersangkutan
- Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata
- Ditemukan luka –luka percobaan ( tentative wounds )
Luka percobaan tersebut terjadi karena yang bersangkutan masih ragu – ragu atau
karena sedang memilih letak senjata yang pas sambil mengumpulkan
keberaniaanya, sehingga ciri-ciri luka percobaan adalah :
- Jumlahnya lebih dari satu
- Lokasinya disekitar luka yang mematikan
- Kualitasnya lukanya dangkal
- Tidak mematikan
3. Kecelakaaan
Jika ciri- ciri luka yang ditemukan tidak mengambarkan pembunuhan atau bunuh
diri maka kemungkinannya adalah akibat kecelekaan. Untuk lebih memastikannya
perlu di lakukan pemeriksaan ditemapt kejadian.5
II.2 Thanatologi
II.2.1 Definisi Thanatologi
Thanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian)
dan logos (ilmu). Thanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan
mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut.6
Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117 yaitu seseorang
dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung-sirkulasi dan sistem pernafasan
terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah
dapat dibuktikan. Selain itu berdasarkan PP No. 18 tahun 1981 mengenai bedah
mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat atau jaringan tubuh
manusia, diketahui bahwa definisi meninggal dunia menurut pasal 1 adalah
keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi
otak, pernapasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.6
Mati menurut Ilmu Kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi
sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya
perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan
respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi
kematian batang otak. Brain stem death is death. Mati adalah kematian batang
otak.6.7
II.2.2 Manfaat Thanatologi
Kegunaan thanatologi dalam bidang forensik adalah sebagai berikut:6.7
1. Untuk Diagnosis Kematian
Dalam penetuan kematian dapat dilakukan dengan menggunakan tanda-tanda
pasti kematian, antara lain:
 Lebam mayat
 Kaku mayat
 Pembusukan
Jika tanda-tanda kematian tidak ditemukan, maka korban harus dianggap
masih hidup sehingga perlu mendapatkan pertolongan (misalnya dengan
melakukan pernafasan bantuan) sampai menunjukkan tanda-tanda kehidupan atau
sampai munculnya tanda pasti kematian yang paling awal, yaitu lebam mayat.
2. Untuk Penentuan Saat Kematian
Perubahan eksternal maupun internal yang terjadi pada tubuh seseorang sudah
meninggal dunia dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk memperkirakan saat
terjadinya kematian meskipun sebenarnya ada beberapa variasi.Perubahan-
perubahan yang dapat dijadikan bahan kajian tesebut terdiri atas:7
a. Perubahan ekternal, antara lain:
 Penurunan suhu
 Lebam mayat
 Kaku mayat
 Pembusukan
b. Perubahan internal, antara lain:
 Kenaikan potassium pada cairan bola mata
 Kenaikan non protein nitrogen dalam darah
 Kenaikan ureum darah
 Penurunan kadar gula darah
 Kenaikan kadar dekstrose pada vena cava superior
3. Untuk Perkiraan Sebab Kematian
Perubahan tak lazim yang ditemukan pada tubuh mayat sering dapat
memberikan petunjuk tentang sebab kematiannya.7
a. Perubahan warna lebam mayat menjadi:7
 Merah cerah (cherry-red) memberi petunjuk keracunan karbon
monoksida (CO)
 Coklat memberi petunjuk keracunan potassium chlorate
 Lebih gelap member petunjuk kekurangan oksigen
b. Keluarnya urine, feses, atau vomitus memberi petunjuk ada relaksasi
sfingter akibat kerusakan otak, anoksia, atau kejang-kejang.7
4. Untuk Perkiraan Cara Kematian
Perubahan yang terjadi pada tubuh mayat juga dapat memberikan petunjuk
cara kematiannya. Distribusi lebam mayat misalnya, dapat memberikan petunjuk
apakah yang bersangkutan mati karena bunuh diri atau pembunuhan.6
Pada mayat dari orang yang mati akibat gantung diri (bunuh diri dengan
cara menggantung) biasanya didapati lebam mayat pada ujung kaki, ujung tangan
atau alat kelamin laki-laki. Jika di samping itu juga ditemukan lebih lebam mayat
di tempat lain, maka hal itu dapat dipakai sebagai petunjuk cara kematiannya
akibat pembunuhan.6

II.2.3 Perubahan Setelah Kematian


Terdapat dua fase perubahan postmortem, yaitu fase awal (early changes) dan
fase lambat (late changes). Fase awal terdiri dari dua tahap, yaitu fase cepat
(immediate changes) dan fase peralihan (not immediate changes). Pada fase cepat
(immediate changes), dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:7
 Tidak adanya gerakan.
 Tidak ada aktivitas sirkulasi (henti jantung).
 Tidak ada aktivitas respirasi (henti nafas).
 Relaksasi otot tubuh.
 Hilangnya refleks-refleks tubuh.
 Kulit tampak pucat.
 Pupil berdilatasi.
Pada fase peralihan (not immediate changes), terjadi beberapa perubahan
yang dapat dilihat satu hingga dua jam setelah kematian.
 Algor mortis, di mana suhu tubuh jenazah akan perlahan turun hingga
nantinya mencapai suhu lingkungan sekitar.
 Livor mortis (lebam mayat).
 Rigor mortis (kaku mayat).
Sedangkan pada fase lambat (late) ditemukan:8
 Pembusukan (decomposition).
o Penyabunan (adipocere).
o Mummifikasi.
 Skeletonisasi
Jika seseorang telah meninggal dunia maka pada tubuhnya akan mengalami
berbagai perubahan antara lain. Hal ini dapat menjadi tanda dari pastinya suatu
kematian. Tanda – tanda tersebut meliputi:6,8
a. Lebam Mayat (Livor Mortis / Post Mortem Hypostasis)
Nama lain dari lebam mayat adalah livor mortis , post mortum lividity , post
mortum suggilation, post mortum hypostasis atau vibices. Terjadinya hal ini
karena adanya gaya gravitasi yang menyebabkan darah mengumpul pada bagian
bagian tubuhb terendah. Mula - mula darah mengumpul pada vena-vena besar dan
kemudian pada cabang cabang sehingga mengakibatkan perubahan warna kulit
menjadi merah kebiruan. Pada awalnya warna tersebut hanya berupa bercak
setempat – setempat yang kemudian berubah menjadi lebih besar dan merata pada
bagian tubuh terendah. Kadang-kadang cabang dari vena pecah sehingga terlihat
bintik – bintik perdarahan yang disebut Tardieu spot.6,8
Mulai timbulnya lebam mayat antara 30 menit sampai 2 jam setelah mati dan
menetap pada waktu 8 – 12 jam.7 Menurut penelitian di amerika serikat awal
munculnya lebam mayat terjadi pada waktu 2-3 jam pertama dan menetap pada 6
– 7 jam setelah kematian. Pada orang yang menderita anemia atau perdarahan
timbulnya lebam mayat menjadi lebih lama, sedang pada orang yang mati akibat
sakit lama timbulnya lebam mayat menjadi lebih cepat.6,8

Grafik 1. Perbandingan livor mortis dengan metabolisme tubuh dalam 24 jam.

Lokalisasinya pada bagian terendah dari tubuh mayat kecuali bagian tubuh
yang tertekan. Pada posisi terlentang lebam mayat akan dapat ditemukan pada
leher bagian belakang, punggung, bokong, dan bagian fleksor dari anggota bawah.
Kadang - kadang ditemukan juga lebam mayat paradoksal yang terletak pada leher
bagian depan, bahu dan dada sebelah atas. Pada posisi tengkurap lebam mayat
dapat ditemukan pada pipi, dagu, dada, perut, dan bagian ekstensor dari anggota
bawah. Kadang-kadang ditemukan darah keluar dari hidung disebabkan pecahnya
pembuluh darah hidung akibat stagnansi yang hebat pada daerah tersebut. Pada
posisi menggantung lebam mayat ditemukan pada ujung - ujung dari anggota
badan dan alat kelamin laki-laki.1,3

Gambar 1. Livor Mortis

Lebam mayat juga dapat ditemukan pada organ-organ dalam, sehingga


perlu dibedakan dengan proses patologik. Lebam mayat pada paru-paru misalnya,
perlu dibedakan dengan proses patologil yaitu dengan proses perdarahan atau
pneumonia.6,8
Setelah 4 jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir – butir
darah merah juga akan rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga
menyebabkan warna lebam mayat pada daerah tersebut akan menetap sehingga
tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik. Jika
pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya maka lebam mayat
baru akan timbul pada posisi terendah karena darah sudah mengalami koagulasi.6,8
Lebam mayat lama kelamaan akan terfiksasi oleh karena adanya kaku
mayat. Pertama - tama karena ketidakmampuan darah untuk mengalir pada
pembuluh darah menyebabkan darah berada dalam posisi tubuh terendah dalam
beberapa jam setelah kematian. Kemudian saat darah sudah mulai terkumpul pada
bagian - bagian tubuh, seiring terjadi kaku mayat. Sehingga hal ini menghambat
darah kembali atau melalui pembuluh darahnya karena terfiksasi akibat adanya
kontraksi otot yang menekan pembuluh darah. Selain itu dikarenakan
bertimbunnya sel - sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah
lagi.
Biasanya lebam mayat berwarna merah keunguan. Warna ini bergantung
pada tingkat oksigenisasi sekitar beberapa saat setelah kematian. Perubahan warna
lainnya dapat mencakup:8
 Cherry pink atau merah bata (cherry red) terdapat pada keracunan oleh
carbonmonoksida atau hydrocyanic acid.
 Coklat kebiruan atau coklat kehitaman terdapat pada keracunan kalium
chlorate, potassium bichromate atau nitrobenzen, aniline, dan lain –
lain.
 Coklat tua terdapat pada keracunan fosfor.
 Tubuh mayat yang sudah didinginkan atau tenggelam maka lebam akan
berada didekat tempat yang bersuhu rendah, akan menunjukkan bercak
pink muda kemungkinan terjadi karena adanya retensi dari
oxyhemoglobin pada jaringan.
 Keracunan sianida akan memberikan warna lebam merah terang, karena
kadar oksi hemoglobin (HbO2) yang tinggi.

Perbedaan antara lebam mayat dan memar


Saat pembusukan sudah terjadi, perbedaannya akan semakin sulit karena
terjadi hemolisis darah dan difusi pigmen ke dalam jaringan sekitarnya. Saat
pembusukan berlangsung, lebam akan menjadi gelap, berubah menjadi coklat
kemudian hijau sebelum hilang seiring hancurnya sel darah.6,8
Tabel 1. Perbedaan antara lebam mayat dan luka memar
Lebam Mayat Memar
Lokasi Bagian tubuh terbawah Dimana saja

Permukaan Tidak menimbul Bisa menimbul

Batas Tegas Tidak tegas

Warna Kebiru – biruan atau merah Diawali dengan merah yang


keunguan, warna spesifik pada lama kelamaan berubah seiring
kematian karena kasus keracunan bertambahnya waktu

Penyebab Distensi kapiler – vena Ekstravasasi darah dari kapiler

Efek Bila ditekan akan memucat Tidak ada efek penekanan


penekanan

Bila dipotong Akan terlihat darah yang terjebak Terlihat perdarahan pada
antara pembuluh darah, tetesan jaringan dengan adanya
akan perlahan – lahan koagulasi atau darah cair yang
berasal dari pembuluh yang
ruptur

Mikroskopis Unsur darah ditemukan diantara Unsur darah ditemukan diluar


pembuluh darah dan tidak terdapat pembuluh darah dan tampak
peradangan bukti peradangan

Enzimatik Tidak ada perubahan Perubahan level dari enzim


pada daerah yang terlibat

Kepentingan Memperkirakan waktu kematian Memperkirakan cedera, senjata


dan posisi saat mati yang digunakan
Medikolegal

b. Rigor mortis
Rigor mortis yang sering disebut kaku mayat terjadi akibat proses
biokimiawi, yaitu pemecahan ATP menjadi ADP. Selama masih ada P berenersi
tinggi dari pemecahan glikogen otot maka ADP masih dapat diresintesis menjadi
ATP kembali. Jika persediaan glikogen otot habis maka resintesis tidak terjadi
sehingga terjadi penumpukan ADP yang menyebabkan otot kaku.6
Berdasarkan teori tersebut maka kaku mayat akan terjadi lebih awal pada otot-
otot kecil, karena pada otot - otot kecil persediaan glikogen sedikit. Lebih kurang
6 jam sesudah mati, kaku mayat akan mulai terlihat dan lebih kurang 6 jam
kemudian seluruh tubuh akan menjadi kaku. Kekakuan tersebut akan berlangsung
selama 36-48 jam. Sesudah itu, tubuh mayat akan mengalami relaksasi kembali
sebagai akibat dari regenerasi pembusukan. Relaksasi setelah mayat mengalami
kaku mayat disebut relaksasi sekunder. Urutan terjadinya relaksasis sekunder
seperti urutan terjadinya kaku mayat : yaitu dimulai dari otot - otot pada daerah
muka, leher anggota atas, dada, perut dan terakhir anggota bawah.6,8
Kekakuan pada tubuh jenazah akibat rigor mortis perlu dibedakan dengan
kekakuan akibat proses lainnya. Beberapa keadaan yang mirip dengan rigor
mortis, antara lain:
1. Cadaveric spasme atau instantaneous rigor
Kekakuan yang terjadi di sini disebabkan oleh kekakuan serombongan otot
akibat ketengangan jiwa atau ketakutan sebelum kematiannya. Keadaan seperti ini
sering ditemukan pada orang yang melakukan bunuh diri, orang - orang yang
mengalami kecelakaan atau yang mengalami ketakutan yang sangat ketika akan
dibunuh. Cadaveric spasme sebenarnya merupakan proses intravital, tidak dapat
direkayasa dan akan hilang berkenaan dengan terjadinya proses pembusukan.
2. Heat stiffening
Pada mayat yang terbakar, akan mengalami kekakuan otot yang
disebabkan karena proses koagulasi protein. Untuk membedakannya dengan
kekakuan akibat rigor mortis dilihat dari perubahan warna kulit.
3. Freezing
Kekakuan yang terjadi di sini disebabkan oleh pembekuan cairan di sendi
atau di dalam sel-sel otot atau jaringan interstitiel. Pada perabaan terasa dingin
dan bila digerakkan terasa adanya krepitasi. Freezing yang terjadi di dalam
tengkorak dapat menyebabkan sutura pada tulang tengkorak lepas karena adanya
desakan es dari dalam. Jika mayat diletakkan di suhutinggiakanterjadipelemasan
otot.6,8
Tabel 2. Perbedaan rigor mortis dengan cavareric spasme

Rigor Mortis Cadaveric Spasme

 Kelenturan otot setelah mati  Kekakuan otot yang terjadi pada


dipertahankan karena saat kematian dan menetap
metabolisme tingkat seluler
masih berjalan
 Mulai tampak 2 jam setelah  Timbul dengan intensitas yang
mati. kuat tanpa didahului relaksasi
primer

 Dimulai dari luar tubuh ke  Pada mati klinis karena emosi


dalam tubuh (sentripetal) atau kelelahan sesaat sebelum
meninggal.

 Simetris  Tempat tertentu

Sebagai suatu proses kimia, kecepatan dan durasi dari kekakuan


dipengaruhi oleh temperatur. Semakin tinggi suhu lingkungan, akan
memperlambat proses ini. Mayat yang terdapat pada daerah dingin / salju
tidak akan mengalami kekakuan bahkan sampai 1 minggu setelah
kematian, namun saat mayat tersebut dipindahkan ke tempat yang hangat,
maka dengan cepat akan mengalami kekakuan. Sebaliknya, cuaca panas
atau tropis dapat mempercepat, sehingga kekakuan akan terjadi dalam
beberapa jam atau bahkan kurang. Kekakuan total terbentuk cepat,
kemudian akan hilang semenjak hari pertama terjadinya pembusukan.8
Faktor lainnya adalah aktifitas fisik sebelum mati. Ketersediaan
glikogen dan ATP dalam otot adalah elemen terpenting dalam
terbentuknya kekakuan. Kerja otot mempengaruhi interaksi dari substansi
tersebut dan dapat mempercepat onset terjadinya kekakuan. Cadaveric
spasme, merupakan bentuk variasi dari kekakuan yang dipercepat.8
Tabel 3. Perbandingan kemunculan rigor mortis dengan keadaan suhu

Jika tubuh mayat terasa hangat dan tidak kaku, maka orang itu sudah mati
tidak sampai 3 jam. Jika tubuh mayat terasa hangat dan kaku, maka orang itu
sudah mati 3 - 8 jam lamanya. Jika tubuh mayat terasa dingin dan kaku, maka
orang itu sudah mati 8 - 36 jam lamanya. Jika tubuh mayat terasa dingin dan tidak
kaku, maka orang itu sudah mati lebih dari 36 jam.8

Grafik 2. Kurva ‘S’ Sigmoid

Faktor yang mempengaruhi onset dan durasi kaku mayat


a) Temperatur
Menurut Nysten (1811) mengatakan bahwa kekakuan bertahan lama di
dalam dingin, udara lembab dibanding udara kering. Hal ini menyebabkan kenapa
onset kekakuan berjalan lambat dan durasinya berjalan lama pada negara dingin
atau cuaca dingin sedangkan onsetnya cepat dan durasi cepat pada cuaca panas.
Hal ini dikarenakan perusakan ATP lebih cepat pada cuaca panas.6,8
b) Kondisi fisiologis sebelum mati
Berdasarkan observasi, tubuh seseorang yang kurus atau mati karena
penyakit akan melalui proses yang cepat menuju kekakuan, dimana biasanya
dengan durasi yang cepat. Pada kasus orang yang meninggal karena septicemia,
kaku mayat terlihat lebih dini sejak 3 setengah menit pertama dan hilang pada 15
menit sampai 1 jam, saat pembusukan dimulai. Pada kematian karena asfiksia,
perdarahan hebat, apoplexy, pneumonia, dan penyakit saraf dengan paralisis otot,
maka onset akan lebih lama.6,8
c) Kondisi otot sebelum mati
Onset akan berjalan lambat dan durasi berjalan lama pada kasus dimana
otot dalam kondisi sehat sebelum kondisi mati. Onset akan berjalan cepat jika otot
berada dalam kondisi kelelahan. Pada orang yang mati saat lari, kaku akan
terbentuk dengan cepat pada daerah kaki sebelum menuju ke daerah lainnya.6,8
d) Pengaruh system saraf pusat
Pada saat stres, kaku mayat terjadi karena perubahan kimia yang terjadi
pada otot setelah kematian sebagai bentuk dari aktifitas selular dan enzimatik.6,8
e) Umur
Kaku biasanya tidak terjadi pada janin yang tidak lebih dari 7 bulan, tapi
masih bisa ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Kaku bisa timbul dan
menghilang dengan sangat dini.6,8

c. Penurunan suhu Tubuh


Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga
suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium sekitarnya. Penurunan ini
disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi dan pancaran panas.6
Pada jam – jam pertama penurunannya sangat lamban karena masih adanya
produksi panas dari proses glikogenolisis tetapi sesudah itu penurunan menjadi
lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Kalau proses
penurunan tersebut digambarkan dalam bentu grafik, maka gambarannya akan
seperti sigmoid atau huruf “S” terbalik . Jika dirata-rata maka penurunan suhu
tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat celcius setiap jam , dengan catatan penurunan
suhu tersebut dimulai dari 37 derajat celcius . Pengukurannya dilakukan per rectal
dengan menggunakan termometer kimia yang panjang (long chemical
thermometer).7
Pengukuram suhu tubuh pada manusia dapat digunakan untuk memperkirakan
waktu kematian. Dari penelitian di luar diketahui dapat digunakan penentuan
waktu kematian berdasarkan suhu menggunakan sebuah normogram Hanssge.
Normogram ini membutuhkan beberapa faktor perhitungan yaitu berat badan,
suhu tubuh per rektal, suhu lingkungan, dan juga keadaan lingkungan di tempat
jenazah ditemukan. Dari faktor-faktor tersebut dapat diketahui jarak waktu
kematian jenazah. (Grafik 2)
Penurunan suhu tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:6
 Suhu tubuh saat mati
Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati, seperti misalnya pada penderita
infeksi atau perdarahan otak akan mengakibatkan tingkat penurunan suhu menjadi
lebih cepat. Sedangkan pada penderita dengan hipotermia tingkat penurunannya
akan menjadi sebaliknya.2
 Suhu Medium
Semakin rendah suhu medium tempat tubuh mayat berada akan semakin
cepat tingkat penurunannya. Dengan kata lain semakin besar perbedaan suhu
medium dengan suhu tubuh mayat, semakin besar tingkat penurunannya.
 Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal
ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Pada
udara yang terus berembus (angin), tingkat penurunannya juga semakin cepat.
 Jenis Medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor yang baik.
 Keadaan tubuh mayat
Pada mayat bayi, timgkat penurunan suhu lebih cepat dibanding mayat
orang dewasa. Hal ini disebabkan karena pada bayi, luas permukaan tubuhnya
relatif lebih besar.
 Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai, semakin cepat tingkat penurunannya.
Perlu diketahui bahwa estimasi saat kematian dengan memanfaatkan penurunan
suhu mayat hanya bisa dilakukan pada kematian kurang dari 12 jam.6
d. Pembusukan dan modifikasinya
Pada siklus kehidupan, jenazah biasanya kembali kepada komponen
semulanya, yaitu kumpulan senyawa kimia yang ada di bumi. Beberapa
komponen akan memasuki siklus ini dengan memasuki rantai makanan pada
berbagai tingkatan rantai makanan – dari semut hingga binatang buas – dan yang
lainnya akan kembali ke bahan dasar semula melalui proses autolitik secara proses
enzimatik pada lisosom masing-masing sel.7
Proses otolisa terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan
oleh sel – sel yang sudah mati. Mula mula yang terkena ialah nukleoprotein yang
terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya. Seterusnya dinding sel
akan mengalami kehancuran dan akibatnya jaringan lunak atau mencair.6
Proses otolisis tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme dan oleh sebab itu
pada mayat yang bebas hama pun, proses otolisa tetap berlangsung. Mengenai
mikroorganisme penyebab pembusukan utama adalah Clostridium welchii yang
biasanya pada usus besar. Karena pada orang-orang yang sudah mati semua
sistem pertahanan tubuh hilang, maka kuman – kuman pembusuk dapat leluasa
memasuki pembuluh darah dan menggunakan darah sebagai media untuk
berkembang biak. Kuman itu akan menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan-
bekuan darah yang terjadi sebelum atau sesudah mati, pencairan trombus atau
emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas gas pembusukkan.
Proses tersebut mulai kurang 48 jam sesudah mati.6
Tanda- tanda pembusukkan:6

 Warna kehijauan pada dinding perut sebelah kanan bawah, disebabkan


karena ada reaksi antara H2S dengan Hb menjadi sulf-met-Hb.
 Pelebaran pembuluh darah vena superficial, disebabkan oleh desakan
pembusukan yang ada didalamnya sehingga pembuluh darah tersebut
serta cabang-cabangnya nampak lebih jelas seperti pohon gundul
(Aborescent mark)
 Muka membengakak
 Perut mengembung akibat timbunan gas pembusukan
 Skrotum laki laki atau vulva membengkak
 Kulit terlihat gelembung atau melepuh
 Cairan darah keluar dari lubang hidung dan mulut
 Bola mata menjadi lunak
 Lidah dan bola mata menonjol akibat desakkan gas pembusukan
 Dinding perut atau dada pecah akibat tekanan gas
 Kuku dan rambut lepas
 Organ – organ dalam membusuk dan kemudian hancur

Organ yang paling cepat membusuk adalah otak, hati, lambung, usus
halus, limpa, rahim wanita hamil atau nifas. Organ yang lambat membusuk adalah
esofagus, jantung, paru-paru, diafragma, ginjal dan kandung kencing.7
Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi proses pembusukkan dibagi
menjadi dua faktor, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar terdiri dari:6
 Mikroorganisme
 Suhu di sekitar mayat
 Kelembaban udara
 Medium di mana mayat berada
Sedangkan dari faktor dalam terdiri dari:6
 Umur
 Sebab kematian
 Keadaan mayat
Dengan berlanjutnya proses pembusukan, hancurnya jaringan ikat, namun
prostat dan uterus biasanya lebih tahan pada pembusukan dan mungkin bisa
bertahan hingga bulanan, karena adanya tendon dan ligament. Pada akhirnya,
proses skeletalisasi akan tercapai dan kecuali tulang-tulang hancur akibat akibat
binatang yang lebih besar, tulang dapat bertahan dalam waktu yang lam, hingga
bertahun-tahun.9
Tidak ada batas waktu yang tepat untuk terjadinya pembusukan akibat dari
pengaruh lingkungan yang mungkin mempercepat atau memperlambat proses
pembusukan, dan beberapa faktor tersebut juga mungkin ada yang tidak diketahui
pada orang yang menginvestigasi mengenai kematian.9
Pada keadaan tertentu, tanda-tanda pembusukan tidak dijumpai. Yang
ditemukan adanya modifikasi, yaitu mumifikasi atau saponifikasi. Mummifikasi
dapat terjadi kalau keadaan disekitar jenazah kering, kelembabannya rendah,
suhunya tinggi, dan tidak ada kontaminasi dengan bakteri. Waktu terjadinya
adalah beberapa bulan setelah mati, dengan ditandai:7,9
 Mayat menjadi kecil
 Kering
 Mengkerut atau menciut
 Warna cokelat kehitaman
 Kulit merekat erat dengan tulang dibawahnya
 Tidak berbahu
 Keadaan anatominya masih utuh

Gambar 2. Mumifikasi

Adipocera (saponifikasi) disebut juga sebagai lilit mayat yang dipercaya


dahulu hanya orang suci saja yang dapat bertahan tubuhnya walaupun sudah
meninggal dalam waktu yang lama. Namun adiposera atau saponifikasi sendiri
adalah perubahan kimia dalam lemak tubuh, yang dihidrolisis menjadi senyawa
lilin. Proses ini paling sering terlihat di tubuh ditemukan di kondisi basah (yaitu
terendam air atau terkubur di dalam tanah basah) tapi ini tidak selalu terjadi dan
beberapa mayat dari kubah kering telah ditemukan memiliki pembentukan
adipocere, mungkin air tubuh asli yang cukup untuk memungkinkan untuk
terjadinya hidrolisis lemak. Pada tahap awal pembentukan adipocere adalah,
tengik, bahan semi-cairan berminyak pucat dengan bau yang paling tidak
menyenangkan.9
Ketika bentukan hidrolisis berlangsung, materi menjadi lebih rapuh dan
lebih putih. Adipocere adalah senyawa lilin yang mempertahankan bentuk tubuh,
berwarna abu-abu. Kecepatan terbentuknya adipocere dapat bervariasi; itu
biasanya akan memakan beberapa minggu atau bulan, tetapi dilaporkan telah
terjadi dalam waktu 3 minggu. Semua tahap pembentukan adipocere dapat hidup
berdampingan dan mereka juga dapat ditemukan dengan bidang mumifikasi dan
putrefaksi jika kondisi benar.9

Gambar 3. Pembentukan Adiposera. Setelah penguburan selama 3 tahun,


adiposera menutupi bagian skeletal pada bayi

Dari jurnal yang didapatkan, ditemukan perbedaan saat terjadinya


adiposera pada beberapa jenazah. Pada jurnal Archeological Science ditemukan
bahwa pada jenazah yang diperkirakan berusia 1600 tahun bertahan dari
pembusukan dengan terjadinya modifikasi dari pembusukan ini. Namun dilain
pihak, ditemukan pembentukan adiposera pada jenazah yang berusia 3 hari sejak
kematiannya.10 Hal ini jelas menunjukkan bahwa lamanya waktu sebuah jenazah
dikuburkan atau meninggal tidaklah harus dalam waktu yang lama ataupun yang
cepat, namun bisa kapan saja. Hal ini terjadi bergantung dari faktor-faktor yang
mendukung terjadi adiposera itu, yaiti kelembapan tinggi, suhu hangat, basah, dan
adanya lemak tubuh.
Jika pada mayat terjadi proses saponifikasi atau mumifikasi maka hal itu dapat
dimanfaatkan guna kepentingan identifikasi ataupun pemeriksaan luka-luka,
emskipun terjadinya kematian sudah lama.9

e. Perubahan Lain
Perubahan lain yang dapat ditemukan sebagai tanda kematian yang pasti
adalah:
- Perubahan Kulit Muka
Akibat berhentinya sirkulasi darah maka darah yang berada pada kapiler
dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah
sehingga warna raut muka nampak menjadi lebih pucat. Pada mayat dari orang
yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya
karbonmonoksida), warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak
cepat menjadi pucat.6
- Perubahan pada mata
Pada orang yang sudah mati pandangan matanya terlihat kososng , refleks
cahaya dan refleks kornea negatif. Vena –vena pada retina akan mengalami
kerusakan dalam waktu 10 detik sesudah mati. Jika sesudah kematiannya keadaan
mata tetap terbuka maka lapisan kornea yang paling luar akan mengalami
kekeringan. Dalam waktu 10 sampai 12 jam sesudah mati kelopak mata, baik
terbuka atau tertutup, akan berubah menjadi putih dan keruh. Perubahan lain yang
terjadi ialah penurunan tekanan bola mata dan naiknya kadar potasium pada cairan
mata.6
- Perubahan – perubahan pada darah
Sesudah mati akan terjadi penurunan pH darah sebagai akibat dari
penumpukan CO2 saat akhir kehidupannya, glikogenolisis dan glikolisis.
Penurunan pH juga dapat disebabkan oleh penumpukan asam laktat , pemecahan
asam amino dan pemecahan asam lemak.Setelah 24 jam dari kematiannya
keadaan darah mulai berubah menjadi basa sebagai akibat dari pemecahan protein
secara enzimatik . Pemecahan ini menyebabkan kenaikkan non protein nitrogen.
Proses proteolisis juga akan menyebabkan kenaikkan ureum.Kadar gula darah
dapat mengalami penurunan yang cepat pada saat mati. Tetapi kadar dektrose
darah pada vena cava inferior akan mengalami kenaikan sebagai akibat
pemecahan glikogen di dalam hati. Kenaikan kadar dextrose ini akan merembes
sampai ke jantung sebelah kanan.6
- Kematian Sel
Ketahanan hidup sel tanpa oksigen ini berbeda – beda seperti:
o Sel –sel usus mampu hidup sampai 2 jam sesudah mati
o Sel- sel otot tertentu mampu hidup 3 jam sesudah mati
o Sel –sel jantung tidak segera mati dan masih dapat berdenyut secara
lemah dan tidak sempurna
o Otot pupil masih dapat melebar jika diberi atropin
Spermatozoa dapat hidup selama beberapa jam setelah kematian

II.3 Mekanisme Kematian


II.3.1 Mati Lemas
Mekanisme Kematian Mati Lemas merupakan kematian akibat asfiksia, dapat
dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
a. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada
tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen.
Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan
demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan
yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia. Di
sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada
organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya
perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.
b. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah
dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi.
Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung,
maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini
didapati pada:
1. Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
2. Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan
korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan
menghalangi udara masuk ke paru-paru.
3. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic
asphyxia).
4. Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,
misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

Gambar 4. Patofisiologi asfiksia

1. Stadium Klinis Afiksia


Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat) Fase gejala klinis,
yaitu:
a. Fase Dispnea
Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2
dalam plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata,
sehingga gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) yang ditandai
dengan meningkatnya amplitude dan frekuensi pernapasan disertai
bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai
kebiruan, mata menonjol, denyut nadi, tekanan darah meningkat dan mulai
tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. Bila keadaan
ini berlanjut, maka masuk ke fase kejang.
b. Fase Kejang/konvulsi
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan susunan
saraf pusat sehingga terjadi kejang (konvulsi), yang mula-mula berupa
kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul
spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun,
dan tekanan darah perlahan akan ikut menurun. Efek ini berkaitan dengan
paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak, akibat kekurangan O2 dan
penderita akan mengalami kejang.
c. Fase Apnea
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot
pernapasan menjadi lemah, kesadaran menurun, tekanan darah semakin
menurun, pernafasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya berhenti
bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas
telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada fase ini bisa
dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi. Dan terjadi relaksasi
sfingter yang dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja secara
mendadak.
d. Fase Akhir
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti
setelah berkontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung
masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan terhenti. Masa dari saat
asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat
bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung
lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila
tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda
asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
II.3.2 Refleks Vagal
a. Pengaruh Refleks Vagal Pada Jantung
Efektivitas pompa jantung dikendalikan oleh saraf parasimpatis
(sarafvagus) yang sangat banyak menyuplai jantung dan saraf simpatis.
Perangsangan saraf vagus akan menyebabkan pelepasan hormone asetilkolin pada
ujung saraf vagus.
Hormon asetil kolin akan dapat menurun kan irama nodus sinus dan
menurunkan eksitabilitas serabut-serabut penghubung nodus atrio ventrikular
(NAV), sehingga akan menghambat penjalaran impuls jantung yang menuju
ventrikel. Hormon asetil kolin juga akan meningkatkan permeabilitas membrane
terhadap ion kalium, sehingga akan mempermudah terjadinya kebocoran kalium
yang cepat dari serabut-serabut konduksi yang mengakibatkan peningkatan
kenegatifan di dalam serabut (hiperpolarisasi).
Kejadian hiperpolarisasi dapat menyebabkan penurunan denyut jantung.
Peningkatan permeabilitas membrane terhadap ion kalium akan menghambat
masuknya ion kalsium, sehingga dapat menyebabkan penurunan kekuatan
kontraksi ventrikel dan denyut jantung yang disebutsebagaiinotropiknegatif.
Keadaan hiper polarisasi pada NAV menyebabkan perangsangan saraf vagus akan
menyulitkan serabut atrium mencetuskan listrik dalam jumlah yang cukup untuk
merangsang serabut nodus. Penurunan arus listrik yang sedang hanya akan
memperlambat konduksi impuls, namun penurunan yang besar akan menghambat
konduksi secara keseluruhan. Mekanisme perangsangan saraf vagus seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Mekanisme Perangsangan Oleh Saraf Vagus (Guyton dan Hall 2008)

II.3.3 Emboli
Emboli adalah sumbatan jalan napas oleh benda asing, yang
mengakibatkan hambatan udara masuk ke paru-paru. Pada gagging, sumbatan
terdapat dalam orofaring, sedangkan pada choking sumbatan terdapat lebih dalam
pada laringofaring.11,12
Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks
vagal akibat ransangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang
menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian
Cara kematian :
1. Bunuh diri ( suicide ). Hal ini jarang terjadi karena sulit untuk memasukan
benda asing ke dalam mulut sendiri disebabjan adanya refleks batuk atau muntah.
Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau tahanan.
2. Pembunuhan ( homicodal choking ). Umumnya korban adalah bayi, orang
dengan fisik lemah atau tidak berdaya.
3. Kecelakaan ( accidental choking ). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa
atau menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran
pernapasan. Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian
masuk ke dalam saluran pernapasan.
II.3.4 Mekanisme Kematian Akibat Kerusakan Organ Vital
Penyebab mati mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh,
yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, sistem
gastrointestinal, sistem haemopoietik dan sistem endokrin. Dari sistem-sistem
tersebut, yang paling banyak menjadi penyebab kematian adalah sistem
kardiovaskular, dalam hal ini penyakit jantung.
1. Sistem Kardiovaskular
Mati mendadak adalah kematian yang tidak terduga, nontraumatis, non
self inslicted fatality, yang terjadi dalam waktu 24 jam sejak awal gejala.
Berdasarkan definisi ini maka penyakit jantung (sudden cardiac death) merupakan
60 % dari keseluruhan kasus. Sudden Cardiac Death adalah kematian tidak
terduga karena penyakit jantung, yang didahului dengan gejala maupun tanpa
gejala yang terjadi 1 jam sebelumnya. Lebih dari 50% penyakit kardiovaskular
adalah penyakit jantung iskemik akibat sklerosis koroner. Urutan berikutnya
adalah miokarditis, kelainan katup, refleks viserovagal, hipersensitivitas karotid,
sinkope vasovagal, ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit.
a) Penyakit jantung iskemik.
Penyakit arteri koronaria merupakan penyebab paling banyak kematian
mendadak. Penyempitan dan oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling
sering ditemukan. Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor
makanan (lemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras, diabetes
mellitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-lain. Kematian lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada wanita. Sklerosis ini sering terjadi pada ramus descendens arteri
koronaria sisnistra, pada lengkung arteri koronaria dekstra, dan pada ramus
sirkumfleksa arteri koronaria sisnistra. Lesi tampak sebagai bercak kuning putih
(lipidosis) yang mula-mula terdapat di intima, kemudian menyebar keluar lapisan
yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai perdarahan subintima atau ke dalam
lumen. Adanya sklerosis dengan lumen menyempit hingga pin point sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis iskemik, karena pada kenyataannya tidak semua
kematian koroner disertai kelainan otot jantung. Sumbatan pada pembuluh darah
koroner merupakan awal dari munculnya berbagai penyakit kardiovaskular yang
dapat menyebabkan kematian. Kemungkinan kelanjutan dari sumbatan pembuluh
darah koroner adalah :
a. Mati mendadak yang dapat terjadi sesaat dengan sumbatan arteri atau setiap
saat sesudah terjadi.
b. Fibrilasi ventrikel yang disebabkan oleh kerusakan jaringan nodus atau
kerusakan sistem konduksi.
c. Komplikasi-komplikasi lain.
b) Infark miokard
Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat insufisiensi
aliran darah. Insufisiensi terjadi karena spasme atau sumbatan akibat sklerosis dan
thrombosis. Infark miokard adalah patologik (gejala klinisnya bervariasi, bahkan
kadang tanpa gejala apapun), sedangkan infark miokard akut adalah pengertian
klinis (dengan gejala diagnosis tertentu). Sumbatan pada ramus descendent arteria
koronaria sinistra dapat menyebabkan infark di daerah septum bilik bagian depan,
apeks, dan bagian depan pada dinding bilik kiri. Sedangkan infark pada dinding
belakang bilik kiri disebabkan oleh sumbatan bagian arteria koronaria dekstra.
Gangguan pada ramus sirkumfleksa arteria koronaria sinistra hanya menyebabkan
infark di samping belakang dinding bilik kiri. Suatu infark yang bersifat dini akan
bermanifestasi sebagai daerah yang berwarna gelap atau hemoragik. Sedangkan
infark yang lama tampak berwarna kuning padat. Kematian dapat terjadi dalam
beberapa jam awal atau hari setelah infark dan penyebab segeranya adalah
fibrilasi ventrikel. Penyebab lain dari kematian mendadak setelah onset dari infark
adalah ruptur dinding ventrikel pada daerah infark dan kematian akibat tamponade
jantung.
a) Penyakit Katup Jantung Lesi katup sering ditemukan pada kasus-kasus
kematian mendadak dan tampak pada banyak kasus dapat ditoleransi dengan baik
hingga akhir hidup. Suatu lesi katup spesifik yang terjadi pada kelompok usia
lanjut adalah stenosis aorta kalsifikasi (sklerosis anular), yang tampak sebagai
degenerasi atheromatosa daun katup dan cincinnya dan bukan suatu akibat dari
penyakit jantung rematik pada usia muda. Penyakit katup jantung biasanya
mempunyai riwayat yang panjang. Kematian mendadak dapat terjadi akibat ruptur
valvula. Kematian mendadak dapat juga terjadi pada stenosis aorta kalsifikasi
(calcific aortal stenosis), kasus ini disebabkan oleh penyakit degenerasi dan bukan
karditis reumatik. Penyakit ini lebih banyak pada pria dibanding wanita dan
timbul pada usia sekitar 60 tahun atau lebih.
b) Miokarditis. Miokarditis adalah radang pada miokardium yang ditandai dengan
adanya proses eksudasi dan bukan sel radang. Miokarditis akut dapat berupa
miokarditis akut purulenta yang merupakan komplikasi dari septikemia atau abses
miokard. Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan sering terjadi pada
dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada kematian mendadak hanya dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi. Otot jantung harus diambil
sebanyak dua puluh potongan dari dua puluh lokasi yang berbeda untuk
pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan histopatologik tampak peradangan interstisial
atau parenkim, edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot hingga miolisis.
Infiltrasi leukosit berinti tunggal, plasmosit dan histiosit tampak jelas.
c) Hipertoni Hipertoni ditegakkan dengan adanya hipertrofi otot jantung disertai
dengan tanda-tanda lain seperti pembendungan atau tanda-tanda dekompensasi,
sklerosis pembuluh perifer serebral status lakunaris pada ganglia basalis, sklerosis
arteria folikularis limpa dan asrteriosklerosis ginjal. Hipertrofi miokardium dapat
terjadi pada hipertensi, penyakit katup jantung, penyakit paru-paru yang kronik
atau oleh karena keadaan yang disebut kardiomiopati atau idiopati kardiomegali.
Satu atau kedua sisi jantung.
d) Penyakit Arteri Sebagai penyebab kematian mendadak, satu-satunya penyakit
arteri yang penting adalah yang dapat menjadi aneurisma, sehingga mudah ruptur.
Aneurisma paling sering terjadi di aorta thoracalis dan aneurisma atheromatous
pada aorta abdominalis, yang biasanya terjadi pada laki-laki berusia di atas lima
puluh tahun. Akibat dari ruptur aneurisma tergantung pada lokasi ruptur. Jika
ruptur terjadi pada aneurisma aorta ascenden, maka mungkin akan masuk ke
dalam paru-paru, rongga pleura, medistinum, bahkan trakhea, bronkus, dan
esophagus. Ruptur pada aorta thoracalis pars descendent biasanya selalu ruptur ke
cavum pleura. Pada aorta pars abdominalis ruptur biasanya terjadi sedikit di atas
bifucartio. Jika aneurisma juga melibatkan arteri-arteri iliaca, maka ruptur akan
terjadi di sekitar pembuluh darah tersebut. Perdarahan biasanya retroperitoneal
dan kolaps mendadak bisa terjadi. Ruptur mungkin ke arah rongga retroperitoneal
atau kadang-kadang sekitar kantung kencing dan diagnosis baru dapat diketahui
setelah autopsi. Selain ruptur aneurisma, mati mendadak karena kelainan aorta
juga disebabkan oleh koarktasio aorta, meskipun biasanya berakibat terjadinya
ruptur dan deseksi. Kematian terjadi beberapa jam atau hari setelah gejala muncul.
Gejala atau keluhan yang paling sering muncul pada umumnya adalah rasa sakit.
e) Kardiomiopati Alkoholik Kardiomiopati alkoholik mungkin lebih banyak
terjadi daripada kenyataan yang ada. Alkohol dapat menyebabkan mati medadak
melalui dua cara. Pertama bersama dengan obat psikotropik. Kedua efeknya
terhadap jantung. Kardiomiopati alkoholik akibat langsung dari: efek toksik
langsung pada miokard dan defisiensi nutrisi secara umum, juga vitamin.
Efek toksik langsung terhadap miokard merupakan penyebab yang paling
umum. Penyebab lainnya tidak biasa ditemukan. Ditemukannya mati mendadak
karena kardiomiopati alkoholik didukung dengan hipertrofi ventrikel, yang
biasanya terjadi pada dua ventrikel, dan arteria koronaria relatif bebas dari
atheroma serta riwayat tekanan darah normal
a) Tamponade cordis keadaan gawat darurat di mana cairan terakumulasi di
pericardium. Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya merasakan
nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang akan bertambah buruk jika
berbaring dan akan membaik jika duduk tegak. Penderita mengalami
gangguan pernapasan yang berat selama menghirup udara, vena-vena di leher
membengkak. Tamponade jantung dapat terjadi secara mendadak jika begitu
banyak cairan yang terkumpul secara cepat sehingga jantung tidak dapat
berdenyut secara normal. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
dalam jantung, dan menyebabkan ventrikel jantung tidak terisi dengan
sempurna, sehingga hasilnya adalah pemompaan darah menjadi tidak efektif,
syok, dan dapat juga menyebabkan kematian.
2. Sistem Respirasi
Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia, dan atau
pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada tuberkulosis paru, kanker paru,
bronkiektasis, abses, dan sebagainya. Sedangkan asfiksia terjadi pada pneumonia,
spasme saluran napas, asma, dan penyakit paru obstruktif kronis, aspirasi darah
atau tersedak.
a) Perdarahan saluran napas. Mati mendadak yang terjadi pada orang yang
tampak sehat akibat sistem pernapasan jarang ditemukan. Kematian dapat
terjadi disebabkan karena perdarahan yang masuk ke dalam saluran
pernapasan, misalnya akibat pecahnya pembuluh vena tuberkulosis,
neoplasma bronkus, bronkiektasis, atau abses paru-paru. Penyebab utama dari
sistem ini adalah perdarahan, yakni karena perdarahan yang cukup banyak
atau masuknya perdarahan ke dalam paru-paru. Di dalam autopsi akan
ditemukan adanya darah, trachea, bronkus, atau saluran napas yang lebih
dalam lagi. Perdarahan dapat muncul dari lesi inflamasi pada daerah
nasopharing. Beberapa kasus dapat juga berasal dari arteri carotis. Perdarahan
yang lain dapat berasal dari karsinoma di daerah esophagus atau jaringan
sekitarnya. Aneurisma aorta dapat juga ruptur ke arah bronkus atau esophagus.
b) Bronkiektasis adalah pelebaran dari lumen bronkus. Biasanya lokal dan
permanen. Ektasis terjadi akibat adanya kerusakan dinding bronkus.
Kerusakan dinding tersebut dapat disebabkan oleh penyakit paru-paru. Jadi,
bronkiektasis bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan suatu akibat dari penyakit paru-paru. Pelebaran dinding bronkus
diikuti dengan peningkatan pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah.
Ulserasi dari dinding ektasis akan menimbulkan perdarahan ke dalam lumen
bronkus yang dapat berakibat kematian. Gambaran fisik muncul akibat adanya
hipoksia dan perdarahan yang tampak pada hemoptisis. Penting untuk
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi jaringan paru-paru untuk memastikan
diagnosis adanya bronkiektasis pada kasus mati mendadak yang dicurigai
karena perdarahan paru-paru.
c) Abses paru Abses paru adalah lesi paru yang berupa supurasi dan nekrosis
jaringan. Abses dapat timbul akibat luka karena trauma paru, perluasan abses
subdiafragma, dan infark paruparu yang terinfeksi. Karena penyebab
terbanyak adalah infeksi, maka mikroorganisme yang menyebabkan abses
merupakan organisme yang terdapat di dalam mulut, hidung, dan saluran
napas. Macam-macam organisme tersebut misalnya kuman kokus
(streptococcus, staphylococcus), basil fusiform, basil anaerob dan aerob,
spyrochaeta, proteus dan lain sebagainya. Masih dalam bukunya, Gonzales
(1975) menjelaskan patologi terjadinya abses diawali dengan kuman yang
teraspirasi ke dalam saluran napas sampai di bronkus dan bronkiolus.
Kemudian infeksi menyebar ke parenkim paru. Terjadi pembentukan jaringan
granulasi yang mengelilingi lokasi infeksi. Dapat terjadi perluasan ke pleura,
sehingga pus dan jaringan nekrotik dapat keluar ke rongga pleura. Abses tanpa
pengobatan yang kuat dapat menjadi kronis.
d) Pneumothoraks Pneumothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura.
Banyak terjadi pada dewasa tua, sekitar usia 40 tahun dan lebih banyak terjadi
pada pria dibanding wanita. Penyakit dasar penyebab pneumothoraks adalah
tuberkulosis paru, emfisema, dan bronkhitis kronis. Pneumothoraks berulang
dengan menstruasi pada wanita disebabkan oleh adanya pleura endometrosis
(katamenial pneumothoraks). Spontan pneumothoraks dapat terjadi sebagai
penyebab kematian. Umunya terjadi karena ruptur daru bulla emfisema.
Pneumothoraks juga dapat terjadi akibat pecahnya kaverna sehingga berfungsi
sebagai pentil udara (ventil pneumothoraks). Penderita menderita sesak napas
yang berat, tekanan intrapleural meningkat sangat tinggi, terjadi kolaps paru
dan penekanan pada mediastinum, termasuk jantung, venous return juga
terganggu. Akibatnya selain terjadi gangguan pernapasan juga terjadi
gangguan pada sirkulasi jantung yang berakibat pada kematian.
e) Tuberkulosa Paru (TB Paru) Merupakan penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Data WHO terdapat 10-12 juta
penderita TB paru yang mampu menularkan. Angka kematian mencapai tiga
juta pertahun. Penyebaran umumnya di negara berkembang dengan sosial
ekonomi rendah. Meluasnya tuberkulosis paru dalam tubuh penderita dapat
melalui berbagai cara :
a. Penyebaran perkontinuitatum atau langsung ke jaringan sekitarnya.
b. Penyebaran melalui saluran napas.
c. Penyebaran melalui saluran limfa (pleura, tulang belakang, dan dinding
thoraks).
d. Penyebaran hematogen. Gambaran klinis paling awal dan sering adalah
batuk dahak mula-mula sedikit dan mukoid.
f) Infeksi Non TB Paru Infeksi tractus respiratorius jarang menyebabkan mati
mendadak dan kematian tidak terduga. Infeksi ini biasanya memerlukan waktu
beberapa jam atau hari dan terdapat dua macam penyakit atau lebih sebelum
terjadi kematian akibat infeksi tractus respiratorius ini, meskipun penyakit
tersebut tampak tidak serius.
g) Obstruksi Saluran Napas Obstruksi respiratori akut dari laring dapat
disebabkan oleh neoplasma, edema glotis akut yang disebabkan oleh alergi
(angioneurotic inflammatory edema), atau peradangan lokal (streptococcal
atau staphylococcal inflammatory glottis oedema), juga dapat disebabkan oleh
laryngitis difteri.
h) Asma Bronkial Mati mendadak dapat juga terjadi pada saat serangan asma
bronkial. Patogenesis dari asma bronkial yang khas adalah adanya
penyempitan sampai obstruksi dari bronkus kecil pada tahap inspirasi dan
ekspirasi. Penyempitan itu disebabkan oleh:
a. Spasme otot polos bronkus.
b. Edema mukosa bronkus.
c. Sekresi kelenjar bronkus meningkat.
Pada autopsi, penderita asma bronkial yang meninggal, didapatkan
perubahanperubahan sebagai berikut:
1. Perubahan patologis.
a. Overdistensi dari kedua paru.
b. Paru tidak kolaps waktu cavum pleura dibuka.
c. Dalam bronkus sampai bronkus terminalis didapatkan gumpalan eksudat
yang menyerupai gelatin.
2. Perubahan histopatologis.
a. Hispertrofi otot bronkus.
b. Edema mukosa bronki.
c. Kerusakan epitel permukaan mukosa.
d. Kerusakan epitel permukaan mukosa.
e. Penebalan nyata dari membran basalis.
f. Infiltrasi eosinofil dalam dinding bronkus.
Akibat lanjut dari sumbatan saluran napas pada asma bronkial adalah
menurunnya tekanan parsial oksigen di alveoli, sehingga oksigen dalam peredaran
darah juga menurun (hipoksemia). Sebaliknya terjadi resistensi karbondioksida,
sehingga kadar karbondioksida dalam peredaran darah meningkat. Hal ini
menyebabkan rangsangan pada pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi.
Dari pathogenesis terjadinya serangan asma tersebut maka kepastian mati
mendadak akibat serangan asma memerlukan pemeriksaan histologi dan biokimia
(toksikologi) dengan baik.
i) Karsinoma Bronkogenik Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas primer
yang berasal dari saluran napas. Karsinogen dalam kasus karsinoma
bronkogenik yang banyak disorot adalah rokok. Bahan aktif yang dianggap
karsinogen dalam asap rokok adalah polonium 210 dan 3,4 –benzypyrene.
Perokok dalam jangka waktu 10-20 tahun mempunyai resiko kanker ini.
Karsinogenik lain yang berhubungan dengan dengan karsinoma bronkogenik
adalah abses, kemudian bahan radioaktif. Karsinoma bronkogenik mempunyai
prognosis buruk sehingga mortalitasnya pun sangat tinggi.
3. Sistem Pencernaan
Penyakit pada esofagus dan lambung Kematian dapat cepat terjadi pada
kasus perdarahan akibat gastritis kronis atau ulkus duodeni. Perdarahan fatal
akibat tumor jarang terjadi dan jika terjadi dikarenakan karsinoma atau
leiomioma. Ruptur spontan dari lambung tidak biasa sebagai penyebab mati
mendadak Kematian mendadak juga dapat disebabkan oleh varises esophagus.
Varises esophagus sering merupakan komplikasi dari sirosis hepatis. Mekanisme
terjadinya adalah akibat dari hipertensi portal. Hipertensi portal sendiri dapat
disebabkan oleh kelainan intrahepatal (virus hepatitis, sirosis portal, sirosis bilier,
tumor primer maupun metastatic hepar, trombosis vena hepatika, amyloidosis
hepatika) menyebabkan sirkulasi portal dalam hepar terbendung sehingga tidak
lancar, dan sebagai kompensasi maka aliran portal tersebut melalui pembuluh
vena lain untuk dapat masuk ke dalam sirkulasi darah. Kelainan ekstrahepatal
dapat disebabkan oleh stenosis vena porta, kompresi pada vena, thrombosis vena,
dekompensasi kordis, perikarditis konstriktiva, dan penyebab lain yang tidak
diketahui.
Lokasi dimulainya varises adalah batas esofagogastrik merembet ke atas,
sehingga kebanyakan ditemukan pada sepertiga sebelah distal esophagus. Pada
penderita sirosis hati dekompensata terjadi hipertensi portal dan timbul varises
esophagi yang sewaktu-waktu dapat pecah sehingga timbul perdarahan masif.
Kematian terjadi akibat pecahnya varises esophagus sehingga terjadi perdarahan
ke dalam gastrointestinal. Pada pemeriksaan dalam perlu diperiksa isi lambung
dan usus serta dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan adanya
darah, juga pemeriksaan patologi anatomi esofagus dan hepar.
Ulkus peptikum bisa menyebabkan kematian mendadak. Ulkus peptikum
merupakan ulkus yang terjadi di mukosa, submukosa, bahkan kadang bisa
mencapai lapisan muskuler dari tractus gastrointestinal yang selalu berhubungan
dengan asam lambung atau asam klorida. Lokasi ulkus mulai dari bawah
esophagus, lambung, dan duodenum bagian atas. Komplikasi yang sering terjadi
adalah perdarahan, perforasi, dan obstruksi. Perdarahan yang sedikit tidak banyak
memberikan keluhan dan hanya bermanifestasi klinis menjadi anemia pernisiosa.
Namun, jika perdarahannya banyak, maka akan menimbulkan hematemesis dan
melena. Luka pada daerah lambung lebih sering menyebabkan hematemesis.
Sedangkan luka pada duodenum akan menyebabkan melena. Hematemesis dan
melena sendiri akan memicu timbulnya syok hipovolemik dan dapat berujung
pada kematian. Untuk autopsi kematian mendadak oleh karena kasus perdarahan
rongga abdomen yang tidak jelas penyebabnya perlu dilakukan pemeriksaan
lambung dan usus dengan hati-hati, untuk mencari kemungkinan disebabkan oleh
adanya perforasi akibat ulkus peptikum.
Penyakit pada usus halus, usus besar dan pankreas Setiap tahun ada
komplikasi dari peritonitis dan gangrene usus yang menyebabkan kematian.
Kondisi lain yang mungkin menyebabkan kematian seperti strangulasi hernia
inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis, dan volvulus. Gastroenteritis akut
meskipun jarang menyebabkan mati mendadak pada orang dewasa sehat, tetapi
dapat menyebabkan kematian tak terduga pada orang tua dan remaja. Kematian
mendadak juga dapat terjadi pada perforasi megakolon toksik. Megakolon toksik
adalah dilatasi semua bagian dari kolon sampai dengan diameter enam sentimeter
disertai toksisitas sistemik. Megakolon toksik merupakan komplikasi dari setiap
inflamasi berat pada kolon, seperti: colitis ulseratif, colitis granulomatosa
(Chron’s disease), colitis amubikakolitis pseudomembranosa, colitis salmonella,
tifus abdominalis, disentri basiler, kolera, enterokolitis iskemik, infiltrasi limfoma
pada kolon, colitis karena clostridium dan campylobacter.
Penyakit pada Hati sedikit sekali yang menyebabkan kematian mendadak.
Hepatitis virus yang luas dapat menyebabkan nekrosis luas dan kolaps mendadak
serta mati dalam beberapa jam kemudian. Keadaaan ini perlu diagnosis banding
dengan kasus keracunan . Perdarahan akibat ruptur tumor hepar jarang
menyebabkan kematian atau kolaps mendadak. Penyebab kematian pada
karsinoma hati adalah komplikasinya yang mengakibatkan hematemesis, melena,
maupun koma hepatikum. Hasil autopsi pada kematian karena emboli lemak
merupakan tanda bahwa telah terjadi perlemakan hati yang parah (Hadi, 2002).
Infeksi parasit pada hati yang dapat menyebabkan kolaps atau mati mendadak
adalah abses amuba dan kista hidatida yang dapat menimbulkan demam.
Rupturnya abses/kista dapat terjadi spontan atau karena trauma. Abses yang
terjadi pada lobus kiri hati dapat menyebabkan perforasi sehingga dapat masuk ke
rongga pericardium (intrakardial), bila ini terjadi maka prognosisnya jelek.
Keluhannya berupa nyeri dada bagian kiri, penderita lebih enak tidur dengan
bantal yang tinggi, tanda-tanda tamponade kordis tampak semakin jelas dan
pasien dapat meninggal mendadak oleh karena tamponade kordis
4. Sistem Hematopoietik
a. Limpa. Ruptur dari limpa dapat menyebabkan kolaps dan mati mendadak dengan
cepat. Limpa terjadi karena ruptur secara spontan atau karena trauma. Hal ini
terjadi jika limpa terlibat dalam penyakit yang cukup berat, yaitu infeksi
mononukleosa, leukemia, hemophilia, malaria, typhoid, atau leishmaniasis.
b. Darah. Kematian mendadak tak terduga dilaporkan dalam kasus megaloblastik
anemia. Infeksi ringan juga dapat muncul sebagai pemicu terjadinya kematian
pada beberapa keadaan anemia. Hal tersebut juga dapat terjadi pada pasien
leukemia. Hanya satu kelompok hemoglobinopati yang mungkin berhubungan
dengan kematian yang tak terduga dan ini biasanya disebabkan oleh sickle sel
anemia. Pasein meninggal dalam kondisi kritis karena hemolisis massif dari
eritrosit.
c. Sistem Urogenital Dalam sistem urogenital memiliki bagian tubuh yang
mempunyai fungsi vital yaitu ginjal. Ginjal adalah organ ekskresi yang bentuknya
seperti kacang. Bagian dari sistem ini bermanfaat untuk menyaring kotoran
(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk
urin. Pada umumnya terdapat sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau
abdomen. Ginjal tersebut terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati
dan limpa. Penyakit pada ginjal dan sistem urinaria yang lebih dikenal penyakit
gagal ginjal jarang menyebabkan mati mendadak. Ada beberapa kondisi yaitu
pada pasien dengan uremia fase terminal (dengan koma atau kejang) dapat terjadi
mati mendadak. Ketidakseimbangan elektrolit juga dapat menjadi penyebab mati
mendadak dengan gambaran klinis seperti kasus emboli paru.
Penyakit gagal ginjal diidentifikasikan oleh tes darah untuk kreatinin.
Tingginya tingkat kreatinin menunjukkan jatuh laju filtrasi glomerulus dan
sebagai akibat penurunan kemampuan ginjal mengekskresikan produk limbah.
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita
oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ
ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal
antara lain:
i. Penyakit tekanan darh tinggi (hypertension)
ii. Penyakit diabetes mellitus
iii. Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/stiktur)
iv. Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
v. Menderita penyakit kanker (cancer)
vi. Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ
ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
vii. Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi
atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut
sebagai glomerulonephritis.

Adapun penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi


ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah kehilangan cairan yang
banyak secara mendadak (perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti
paru , sifilis, malaria, hepatitis, preeklamsia, obat-obatan dan amiloidosis.
Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan ke arah yang semakin buruk
dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya.
5. Sistem Endokrin
Penyakit pada sistem endokrin jarang berhubungan dengan kematian
mendadak. Kalaupun ada, biasanya berhubungan dengan adanya kelainan pada
organ lain. Nekrosis akut dari kelenjar hipofisis dapat menyebabkan kolaps dan
hipotensi berat. Sebagaimana telah diketahui bahwa oksitosin dan vasopressin
adalah produk dari hipofisis yang mempunyai fungsi : kontraksi otot polos uterus,
kontraksi sel-sel mioepitel yang mengelilingi alveoli susu. Aksinya terhadap
ginjal mencegah kehilangan air berlebihan (efek anti diuretik) dan kontraksi otot
polos dalam dinding pembuluh darah (pengaruh vasopresor). Pankreas juga
seperti kelenjar endokrin yang lain jarang berhubungan dengan kasus mati
mendadak. Hipoglikemia merupakan sebab kematian dapat terjadi karena tumor
pankreas atau overdosis pemberian insulin. Tiroid hiperfungsi maupun hipofungsi
dapat menyebabkan mati mendadak karena efeknya terhadap jantung. Pasien
tirotoksikosis, lima puluh persen mati mendadak dan tidak terduga, tanpa adanya
kelainan infark miokard atau emboli pulmo. Perdarahan yang besar adenoma
tiroid dapat menyebabkan mati mendadak karena sumbatan akut dari trakea.
6. Sistem Saraf Pusat
Masalah mati mendadak yang berhubungan dengan penyakit sistem saraf
pusat biasanya akibat perdarahan yang dapat terjadi pada subarakhnoid atau
intraserebral. Perdarahan subarachnoid berhubungan dengan ruptur aneurisma.
Biasanya terletak pada sirkulus willisi tetapi kadang juga di tempat lain dari arteri
serebral. Pada umumnya ruptur arteri karena adanya kelainan congenital pada
dinding pembuluh darah, tapi ruptur biasanya akibat degenerasi atheromatous.
Pada dewasa muda kematian mendadak karena ada kelainan pada susunan saraf
pusat yaitu pecahnya aneurisma serebri, yang masih dapat diketahui lokasinya bila
pemeriksaan atas pembuluh darah otak (circulus willisi) dikerjakan dengan teliti;
di mana pemeriksaan akan ditandai dengan subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan kolaps mendadak dan
kematian yang cepat. Tanda-tanda yang muncul seperti sakit kepala, kaku kuduk
beberapa hari atau minggu sebelum ruptur yang mematikan tersebut. Pada otopsi
ditemukan jendalan darah atau lokal-lokal perdarahan pada bagian bawah otak
dan lokasi aneurisma sering sukar untuk ditemukan. Multipel aneurisma mungkin
terjadi, walaupun tidak umum. Perdarahan intraserebral dapat ditemukan pada
kapsula interna atau pada substansi otak, serebelum atau pons. Pada umumnya
perdarahan bersifat terbungkus dan jarang menyebabkan kematian dengan segera.
Kematian terjadi setelah beberapa jam, pasien tampak kembali baik kemudian
akhirnya kolaps. Kolaps mendadak berhubungan dengan ruptur dari ventrikel
lateral. Mati mendadak jarang terjadi pada infeksi, meskipun ada abses serebral
yang ruptur, dan kematian yang cepat berhubungan dengan meningitis
(pneumokokus, meningokokus, influenza, tuberkulosa). Akut poliomyelitis dan
ensefalitis dapat menyebabkan kematian cepat jika juga mengenai batang otak.
Mati mendadak atau kematian beberapa jam sejak onset gejala dapat
terjadi pada malaria. Diagnosis postmortem dapat diketahui dengan ditemukannya
pigmen malaria pada otak dan organ lain seperti ginjal, liver, dan limpa. Mati
mendadak juga dapat terjadi pada kasus epilepsi. Kematian dapat terjadi akibat
asfiksia karena sufokasi. Kematian yang berkaitan dengan fungsi otak adalah
kekacauan dari batang otak dalam mengatur jantung dan pernapasan.
Stroke merupakan salah satu manifestasi defisit neurologis. Defisit
neurologis tersebut dapat berupa hemiparesis, hemipestesia, diplegia, afasia,
disfasia, dan paestesia. Stroke adalah suatu sindroma akibat lesi vaskuler regional
yang terjadi di daerah batang otak, daerah subkortikal maupun kortikal. Lesi
vaskuler tersebut dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah (stroke iskemik)
maupun dapat karena karena pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik).
Beberapa kondisi yang perlu juga diperhatikan pada korban yang mati mendadak
dengan dugaan stroke, adalah :
a. Umur. Jika usia semakin tua lebih memungkinkan mengidap stroke.
b. Hipertensi. Merupakan faktor resiko yang dapat terjadi pada orang tua
maupun muda. Korban dengan riwayat tekanan diastolik > 90 mmHg
perlu diwaspadai.
c. Diabetes mellitus. Orang yang diobati dengan insulin lebih mempunyai
resiko untuk mengidap stroke daripada mereka yang tidak menggunakan
insulin.
d. Aterogenik. Orang yang mempunyai faktor keturunan untuk
mengembangkan ateroma (aterogemik). Misalnya orang dengan
hiperlipidemia atau orang dengan hiperurikasidemia.
e. Penyakit jantung. Stenosis/insufisiensi mitral, penyakit jantung koroner,
congestive heart failure, penyakit jantung rematik, faktor risiko ini pada
umumnya akan menimbulkan sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepaskan gumpalan darah atau sel-sel atau jaringan yang telah
mati ke dalam aliran darah.
f. Perokok. Efek merokok terhadap stroke tidak begitu nyata dibanding
terhadap penyakit jantung koroner.
g. Obat anti hamil. Merupakan faktor risiko bagi wanita.
II.3.5 Mekanisme Kematian Akibat Perdarahan Masif
Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada
fisik maupun psikisnya. Efek fisik berupa luka- luka yang kalau di periksa dengan
teliti akan dapat di ketahui jenis penyebabnya yaitu:
a. Trauma mekanik : trauma tajam, trauma tumpul
b. Trauma fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik,
antara lain: benda bersuhu tinggi, benda bersuhu rendah, sengatan listrik,
petir, tekanan (barotrauma)
c. Kombinasi benda mekanik dan fisik
Luka akibat senjata api merupakan luka yang dihasilkan oleh trauma
benda mekanik (benda tumpul) dan benda fisik (panas), yaitu anak peluru
yang jalan-nya giroskopik (berputar/mengebor).
d. Zat kimia korosif
Penyebab kematian adalah adanya perlukaan atau penyakit yang
menimbulkan kekacauan fisik pada tubuh yang menghasilkan kematian pada
seseorang. Berikut ini adalah penyebab kematian: luka tembak pada kepala, luka
tusuk pada dada, adenokarsinoma pada paru-paru, dan aterosklerosis koronaria.
Mekanisme kematian adalah kekacauan fisik yang dihasilkan oleh
penyebab kematian yang menghasilkan kematian. Jadi, jika seseorang meninggal
karena perdarahan masif, itu dapat dihasilkan dari luka tembak, luka tusuk, tumor
ganas dari paru yang masuk ke pembuluh darah dan seterusnya. Kebalikannya
adalah bahwa penyebab kematian, sebagai contoh, luka tembak pada abdomen,
dapat menghasilkan banyak kemungkinan mekanisme kematian yang terjadi,
contohnya perdarahan atau peritonitis.
Pada saat terjadi perdarahan massif, tubuh akan mengalami suatu kondisi
dimana terjadi penurunan volume intravaskular secara signifikan hal ini yang
dinamakan syok hemoragik. Hal ini diakibatkan karena perdarahan sehingga
kehilangan volume darah secara signifikan. Ketika tubuh kehilangan banyak darah
atau cairan, akan mempengaruhi pengembalian darah melalui vena ke jantung.
Pengaruh tersebut berupa terjadi penurunan volume darah yang dibawa oleh vena
menuju jantung. Ketika darah yang dibawa oleh vena mempunyai kapasitas atau
volume yang sedikit, pengisian ventrikel pun akan menjadi sedikit sehingga, akan
terjadi penurunan Stroke Volume (SV) dan mempengaruhi penurunan Cardiac
Outputserta penurunan tekanan darah
Pada kondisi syok hipovolemik, terjadi ketidakadekuatan volume darah
yang bersikulasi ke jaringan sehingga tubuh akan berusaha untuk menyesuaikan
segala perubahan yang terjadi dengan melakukan mekanisme kompensasi. Tanpa
adanya mekanisme kompensasi, maka tubuh akan kehilangan volume vaskuler
yang sangat cepat dan hal ini dapat mengakibatkan syok irreversible. Mekanisme
kompensasi syok terbagi menjadi 2 yaitu untuk mempertahankan fungsi jantung
dan mempertahankan volume darah.
Pada mekanisme kompensasi untuk mempertahankan fungsi jantung,
dipengaruhi oleh saraf simpatik di mana saraf tersebut memiliki respon yang
sangat cepat apabila terjadi penurunan perfusi. Jantung akan menjadi takikardia
akibat respon dari saraf simpatis. Selain itu, akan terjadi vasokontriksi pembuluh
darah supaya meningkatkan aliran balik vena ke jantung. Selanjutnya, untuk
mekanisme pertahanan volume darah terjadi di hypothalamus dan liver. Pada
hypothalamus, akan teraktivasi stimulasi rasa haus agar klien mempunyai
keinginan untuk memasukkan cairan ke tubuhnya. Hati akan melakukan
mekanisme kompensasi dengan melakukan vasokonstriksi agar meningkatkan
tekanan darah dari vena menuju ke jantung.Selain itu, akan teraktivasi pula
kelenjar ptiuitari untuk menstimulasi pelepasan ADH ke ginjal sehingga, terjadi
penurunan urine output.
Ginjal juga akan mengaktifkan Renin-Angiotensin-Aldosteron system
(RAAs) untuk meningkatkan tekanan darah serta volume darah. Aktivasi RAAs
diawali dari terjadinya penurunan perfusi pada ginjal sehingga ginjal akan
mengeluarkan renin yang menjadi angiotensin I dengan bantuan enzim
angiotensinogen. Selanjutnya, angiotensin I akan berubah menjadi angiotensin II
dengan bantuan enzim ACE dari paru-paru. Angiotensin II berperan sebagai
vasokonstruktor yang mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah. Selain itu,
akan terjadi pelepasan aldosteron oleh korteks adrenal yang berfungsi untuk
retensi natrium dan air sehingga, volume darah dapat meningkat dan urine output
juga dapat menurun.
Manifestasi klinis yang muncul pada pasien dengan syok dapat tergantung
pada tingkat keparahan yang terjadi. Namun pada orang dewasa, terkadang tidak
akan terlihat manifestasi klinisnya apabila klien kehilangan darah kurang dari 500
ml. Menurut Timby & Smith (2010) manifestasi klinis dari syok hipovolemik
tidak akan terlihat kecuali tubuh telah kehilangan darah sekitar 15% atau lebih
dari 30% (750 ml atau lebih dari 1000 ml). Manifestasi klinis yang muncul juga
berkaitan dengan berbagai mekanisme kompensasi yang terjadi. Pada awalnya,
manifestasi klinis yang muncul adalah takikardi dan penurunan tekanan darah
hingga kurang dari 90/40 mmHg. Selain itu, pasien akan terlihat cemas, gelisah,
pengisian kapiler juga tertunda, akral dingin, urine output kurang dari 10 ml/jam,
serta terjadi peningkatan pada laju pernapasan.
Syok Hemoragik merupakan kondisi ketika terjadi penurunan perfusi
yang tidak adekuat ke jaringan. Hal ini sangat membahayakan karena akan
berpengaruh kepada organ yang terkena. Namun pada kondisi syok, tubuh tetap
berusaha melakukan kompensasi untuk menyesuaikan dan mengembalikan
keadaan yang terjadi. Kompensasi tersebut adalah untuk mempertahankan fungsi
jantung dan mempertahankan volume darah. Mekanisme kompensasi akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis pada pasien bergantung pada tingkat
keparahan yang terjadi dan pada akhirnya jika hal tersebut terjadi berkepanjangan
dapat menyebabkan kematian.

II.4 Sebab Kematian


Sebab kematian adalah setiap luka, cedera atau penyakit yang
mengakibatkan rangkaian gangguan fisiologis tubuh yang berakhir dengan
kematian pada seseorang. Misalnya luka tembak pada kepala, luka tusuk pada
dada, intoksikasi sianida, tuberkulosis paru, adenokarsinoma pada paru dan
aterosklerosis koronaris.
Terdapat perbedaan penggunaan hubungan sebab kematian dengan
mekanisme kematian antara di klinik dan patologi forensik, dimana jika di klinik
mekanisme mati karena sebab mati (misalnya : syok hemoragik karena luka tusuk
abdomen), sedangkan di patologi forensik sebab mati berakibat mekanisme mati
(misalnya luka tusuk abdomen yang merobek aorta mengakibatkan perdarahan
hingga syok). Penulisan seperti ini sesuai dengan teori sebab akibat yang sesuai
dengan logika kedokteran, yaitu keadaan yang memulai suatu rangkaian akibat
dianggap sebagai sebab.
Dari pemeriksaan luka dapat diambil kesimpulan benda apa yang
menyebabkab, misalnya :
- Karena persentuhan benda tumpul
- Karena persentuhan benda tajam
- Karena tembakan
- Ledakan granat dan sebagainya
Ada dua jenis sebab akibat dalam hukum, yang pertama adalah penyebab
langsung (proximate cause), dan yang kedua adalah “but for test”. Penyebab
langsung adalah sebuah peristiwa yang menyebabkan suatu peristiwa, terutama
cedera karena kelalaian atau tindakan salah, dengan sengaja melakukan suatu
tindakan, misalnya, bila tidak menerobos lampu merah, maka tabrakan tidak akan
terjadi. Sedangkan sebab akibat sangat mudah untuk ditunjukkan dan bukan
merupakan suatu kelalaian (misalnya kalau tidak ada salju maka kecelakaan mobil
tidak akan terjadi).5
II.5 Otopsi
II.5.1 Definisi Otopsi
Asal kata otopsi yaitu autopsia yang diambil dari bahasa Yunani. Autopsia
terdiri dari kata Auto yang artinya sendiri dan Opsis yang artinya melihat.
Sedangkan yang dimaksud dengan otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh
jenazah secara menyeluruh, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar tubuh
maupun bagian dalam serta tambahan lainnya.5
Tujuan pemeriksaan otopsi adalah untuk mengidentifikasi jenazah,
menentukan sebab kematian, memperkirakan waktu kematian, menerangkan
hubungan diagnosis premortem, mengidentifikasi penyakit yang tidak diketahui
selama premortem, mengkonfirmasi penyakit genetik, audit terhadap teknik
pengobatan baru, mempelajari patogenesis penyakit, serta pembelajaran
mahasiswa kedokteran.5

II.5.2 Dasar Hukum Pelaksanaan Autopsi


Aspek hukum yang terkait dengan autopsi antara lain; pihak yang berhak
meminta VeR, dasar hukum autopsi forensik, barang bukti, dan menentukan saat
kematian. Pihak yang berhak meminta VeR adalah; penyidik (KUHAP I butir 1,
6, 7, 120, 133, PP RI No 27 Th 1983) yakni pejabat polisi negara RI tertentu
sekurang-kurangnya berpangkat PELDA (AIPDA) serta berpangkat bintara
dibawah PELDA (AIPDA). Selanjutnya penyidik pembantu (KUHAP I Butir
3,10, PP RI No 27 Th 1983) yaitu pejabat polisi Negara RI tertentu yang
sekurang-kurangnya berpangkat SERDA polisi ( BRIPDA). Selain itu Provos
berdasarkan UU No I Darurat Th 1958, Keputusan Pangab No Kep/04/P/II/1984.
Terakhir adalah hakim pidana (KUHAP 180).Dasar hukum autopsi forensik
adalah KUHAP 133, KUHAP 134, KUHP 222, UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70.
Dasar hukum pelaksanaan otopsi medikolegal diatur sebagai berikut:12
a. UU RI Nomor 36 tahun 2009, tentang Kesehatan pasal 122 :
1. Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat
forensik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
ahli forensik atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensik
dan perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak
dimungkinkan
3. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya
pelayanan bedah mayat forensik di wilayahnya
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensik diatur
dengan Peraturan Menteri
b. Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana pasal 133
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga Karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan secara tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat
3. Mayat yang dikirim ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap
mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan
dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian
lain badan mayat
c. Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana pasal 134
1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya
pembedahan tersebut
c. Kitab Undang – undang Hukum Pidana pasal 222
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
d. UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70
II.5.3 Jenis – jenis Autopsi
1. Autopsi anatomik
Otopsi anatomik adalah otopsi yang dilakukan untuk kepentingan
pendidikan, yaitu untuk mempelajari susunan tubuh manusia yang normal. Bahan
yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x
24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang
mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan
sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi.
Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tidak
ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah 3 tahun.12
2. Autopsi klinik
Autopsi klinik adalah otopsi yang dilakukan terhadap jenazah dari
penderita penyakit yang dirawat dan kemudian meninggal dunia di Rumah Sakit.
Otopsi klinik dilakuan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli
waris sendiri yang memintanya. Autopsi klinik dilengkapi dengan pemeriksaan
histopatologi, bakteriologi, serologi, dan lain-lain. Tujuan utama dari otopsi klinik
adalah untuk kepentingan penyelidikan penyakit, antara lain untuk mengetahui
diagnosis penyakit dari penderita yang sampai meninggalnya belum dapat
ditentukan, menilai apakah diagnosis klinik yang dibuat sebelum mati benar,
mengetahui proses perjalanan penyakit.12
3. Autopsi Forensik atau Medikolegal
Autopsi forensik adalah otopsi yang dilakukan untuk kepentingan
peradilan, yaitu membantu penegak hukum dalam rangka menemukan kebenaran
materil. Otopsi forensik atau otopsi medikolegal dilakukan terhadap jenazah
seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti
pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Untuk melakukan
autopsi forensik ini, diperlukan suatu surat permintaan pemeriksaan atau
pembuatan Visum et Repertum (VeR) dari pihak yang berwenang, dalam hal ini
pihak penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang
menghalang – halangi dilakukannya autopsi forensik, yang bersangkutan dapat
dituntut berdasarkan undang – undang yang berlaku. Kegunaan otopsi forensik
pada hakekatnya adalah membantu penegak hukum untuk menjawab persoalan –
persoalan yang dihadapinya yakni membantu menemukan cara kematian (manner
of death) yaitu pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, membantu mengungkapkan
proses terjadinya tindak pidana yang mengakibatkan kematian meliputi kapan
dilakukan, dimana dilakukan, senjata, benda atau zat kimia yang digunakan, cara
melakukan, sebab kematian, membantu mengungkapkan identitas jenazah,
membantu mengungkapkan pelaku kejahatan.12
4. Otopsi Verbal
Otopsi verbal adalah suatu metode untuk mengetahui penyebab kematian
melalui wawancara dengan anggota keluarga mengenai tanda-tanda dan gejala-
gejala yang muncul sebelum seseorang meninggal, dengan menggunakan
kuestioner yang telah terstandar. Tujuan utama otopsi verbal adalah untuk
mengidentifikasi jumlah dan penyebab kematian pada komunitas di mana tidak
terdapat atau kurangnya pencatatan angka kematian berdasar sertifikasi medik.
Selain itu otopsi verbal juga dapat memberikan data tentang karakteristik dasar
orang yang meninggal serta faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kematian,
sehingga instansi kesehatan suatu negara dapat menentukan prioritas dan
menentukan intervensi yang tepat.12

II.5.4 Persiapan Sebelum Tindakan Autopsi


Sebelum memulai autopsi, ada beberapa hal yang penting untuk
dipersiapkan yaitu sebagai berikut:13,14
1. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan Autopsi yang akan dilakukan
telah lengkap. Dalam hal Autopsi klinik, perhatikan tandatangan keluarga
terdekat dari yang bersangkutan, jenis Autopsi yang diizinkan oleh pihak
keluarga tersebut. Dalam hal Autopsi forensik, perhatikan apakah Surat
Permintaan Pemeriksaan/Pembuatan Visum et Repertum telah
ditandatangani oleh pihak penyidik yang berwenang.
2. Apakah mayat yang akan di autopsi benar-benar adalah mayat yang
dimaksudkan dalam surat-surat yang bersangkutan. Dalam hal Autopsi
klinik, pengenalan dapat dilakukan oleh pihak keluarga. Dalam hal Autopsi
forensik, perhatikanlah identifikasi berupa penyegelan dengan label polisi
yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat.
3. Kumpulkan keterangan-keterangan yang berhubungan dengan terjadinya
kematian selengkap mungkin. Pada kasus-kasus Autopsi klinik, status
riwayat penyakit dan pengobatan perlu diketahui. Pada kasus-kasus Autopsi
forensik, informasi mengenai kejadian-kejadian yang mendahului kematian,
keadaan setempat pada lokasi ditemukannya mayat.
4. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia.

a. Perlengkapan Untuk Autopsi


Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, diperlukan alat – alat sebagai berikut:15
 Kamar autopsi
 Meja autopsi
 Peralatan autopsi
 Peralatan untuk pemeriksaan tambahan
 Peralatan tulis menulis dan fotografi
b. Peralatan Autopsi
Peralatan yang harus dipersiapkan saat otopsi adalah:
 Apron tahan air, sarung tangan karet, kacamata google, sepatu boot.
 Termometer rektal, semprit dan jarum, swab steril.
 Alat - alat bedah seperti pisau, gunting, pinset, serta gergaji untuk
membuka tengkorak.
 Jarum dan benang jahit untuk menutup tubuh.
 Botol steril untuk darah dan cairan tubuh beserta cairan pengawet seperti
EDTA untuk darah, NaF untuk urin.
 Botol-botol bermulut lebar yang berisi formalin untuk sampel Histologi.
 Botol-botol bermulut lebar berisi alcohol absolut atau bahan pengawet
lainnya untuk pemeriksaan toksikologi.
 Kantong-kantong plastik atau amplop untuk menyimpan sampel kering.
 Lampu penerangan, senter.
 Kamera atau kamera video biasa dapat memperlihatkan ulang kejadian
secara instan.15
II.5.5 Cara Otopsi
1. Pemeriksaan Luar Jenazah

Gambar 10. Posisi tubuh untuk pemeriksaan luar jenazah 14

Pada jenazah dilakukan pemeriksaan luar dalam kondisi jenazah tanpa


pakaian, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan
penunjang. Dimulai dari pemeriksaan label jenazah yang biasanya diikatkan pada
ibu jari kaki jenazah, penutup jenazah pakaian jenazah, perhiasan jenazah, benda-
benda yang ada di samping jenazah perlu juga untuk dicatat.Perubahan tanatologi
diperiksa dan dicatat meliputi lebam mayat, kaku mayat, suhu rektal serta tanda-
tanda pembusukan. Keadaan khusus seperti kadaverik spasme, mumifikasi atau
adiposera bila ada perlu juga dicatat, suhu tubuh mayat.13
Pemeriksaan identifikasi jenazah meliputi pemeriksaan jenis kelamin, ras,
perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan dan berat badan.
Pemeriksaan rambut meliputi distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari
rambut. Keadaan-keadaan khusus dapat membantu penentuan identitas seperti
rajah/tattoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, kelainan bawaan dan cacat
tubuh sehingga perlu dicatat dengan teliti.16
Pemeriksaan bagian-bagian tubuh yang penting lainnya adalah
pemeriksaan mata, pemeriksaan telinga, hidung, bibir, lidah, rongga mulut, gigi
geligi pemeriksaan harus lengkap dan teliti, hal ini sangat berguna untuk
penentuan identifikasi. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda
bendungan (oedem), icterus, sianosis, bekas pengobatan, bercak lumpur atau
pengotoran lain pada tubuh.14
Alat kelamin dan lubang pelepasan juga diperiksa dan dicatat. Pada pria
telah sirkumsisi atau belum, kelainan bawaan serta adanya cairan yang keluar.
Pada wanita keadaan selaput dara dan komisura posterior, serta secret liang
senggama. Anus diperiksa adanya tanda-tanda penetrasi baik akut maupun kronis
berupa sikatrik dan laserasi disekitar anus serta keadaan linea pectinata.13
Bila terdapat luka harus dicatat lengkap, selain luka perlu mencari ada
tidaknya patah tulang baik tertutup maupun terbuka.Perlu juga diperhatikan akan
kemungkinan adanya tanda-tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru-biruan
pada kuku/ujung-ujung jari pada sianosis dan edema/sembab, tanda-tanda bekas
pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi lumbal dan lain-
lain, serta terdapatnya bercak-bercak lumpur atau pengotoran-pengotoran lain
pada tumbuh, kepingan-kepingan cat, pecahan kaca, lumuran aspal dan lain-lain.
Serta pemeriksaan terhadap patah tulang, perlu ditentukan letak patah tulang yang
ditemukan serta catat sifat/jenis masing-masing patah tulang.14
2. Pemeriksaan Dalam
a. Pembukaan Rongga Dada dan Perut
Jenazah diletakkan di atas meja otopsi dengan posisi terlentang, bahu
diganjal dengan balok kayu sehingga posisinya lebih tinggi dan kepala (posisi
ekstensi maksimal).Tiga jenis sayatan yang berbeda yang biasa digunakan untuk
membuka leher, dada dan perut yaitu taknik irisan I, Y, dan Y modifikasi.
Pada teknik pengirisan I dibuat dengan melakukan irisan dari ujung dagu ke
bawah melalui garis pertengahan tubuh sampai ke daerah umbilikus membelok ke
kiri membuat irisan setengah lingkaran mengelilingi umbilikus kemudian di
bagian bawah umbilikus kembali membuat irisan pada garis pertengahan tubuh
sampai di atas symphisis pubis, Kerugian dari sayatan ini adalah tanda jahitan
menonjol di depan leher, dada, perut dan juga struktur leher terutama di bagian
belakang leher tidak divisualisasikan.17
Teknik irisan tipe Y dibuat dari akromion kanan dan kiri kemudian
membentuk huruf V bertemu pada garis pertengahan tubuh tepat di processus
Xypoideus kemudian ke bawah sampai di atas symphisis pubis, pada teknik ini,
visualisasi struktur leher sangat buruk namun pada sayatan ini tanda jahitan di
depan leher tidak ada. Irisan Y modifikasi yaitu dari belakang telinga sampai ke
titik tengah midclavicula secara bilateral, lalu melewati clavicula sampai titik
suprasternal dari tempat sayatan lurus dibuat ke bawah sampai ke symphisis
pubis.17
Kulit leher kemudian diiris kemudian diperdalam hanya mencapai
kedalaman subkutan.Irisan kemudian diperluas, di daerah dada irisan sampai
mencapai permukaan depan dari tulang dada (os sternum), kemudian di daerah
epigastrium dibuat irisan pendek sampai menembus rongga perut (mencapai
peritoneum). Setelah dibuat irisan tersebut kemudian jari telunjuk dan jari tengah
tangan kiri dimasukkan melalui irisan. Ujung pisau dimasukkan diantara kedua
jari berfungsi sebagai pemandu agar menghindari teririsnya organ - organ dalam.
Selanjutnya irisan tersebut diperluas ke bawah mengikuti garis pemandu yang
telah dibuat sebelumnya sampai ke symphisis pubis. Maka organ dalam rongga
perut dapat dilihat (terekspos).17
Keadaan rongga perut dan dinding perut dieksplorasi ada tidaknya darah
atau cairan bebas lainnya, tebal lemak dan otot dinding perut diperiksa untuk
menilai status gizi serta hal-hal lain yang menunjukkan tanda kekerasan atau
kelainan. Selaput lendir yang normal akan tampak licin, halus berwarna kelabu
mengkilat, namun bila terdapat peritonitis akan tampak tidak rata, keruh dengan
fibrin yang melekat. Letak puncak diaphragma diperiksa dengan cara
membandingkan tinggi diaphragma terhadap sela iga pada garis midclavicula.16

Gambar 12. Pembukaan rongga dada dan abdomen dengan teknik irisan I. 14

Pembukaan rongga dada dilakukan setelah kulit dan otot dada dilepas dari
perlekatannya dengan cara memegang dinding perut bagian atas kemudian diiris
sepanjang perlekatan otot dengan dinding dada. Inisan dimulai dari otot-otot
sepanjang arcus costae ke atas setinggi tulang clavicula dan ke samping sampai
garis axilaris anterior. Kelainan yang ditemukan pada jaringan di bawah kulit,
dinding dada dan kelenjar mamae seperti resapan darah, patah tulang ataupun
tumor di periksa dan dicatat.
Kemudian sternum diangkat dengan melakukan pemotongan costae pada
kurang lebih 1 cm medial costochondral junction dengan pisau panjang. Potongan
dimulai dari costae ke-2 ke bawah sampai arkus costae. Setelah costae terpotong
dilanjutkan dengan pemisahan costa pertama, tulang clavicula terhadap
manubrium sterni, Caranya dengan meneruskan irisan pada costae kedua arah
kraniolateral menghindari manubrium sterni sehingga costae dapat dilepas.
Setelah costae pertama terpotong, maka pemotongan diteruskan ke arah
craniomedial menyusuri tepi bawah tulang clavicula untuk mencapai sendi
claviculostemal junction. Bila pada kedua sisi pemotongan ini sudah dilakukan,
maka tulang stemum dapat dilepaskan dan organ-organ rongga dada akan terlihat
(terekspos).13

Gambar 13. Pelepasan sternum14

Keadaan mediastinum dan letak kandung jantung terhadap kedua tepi paru
diperiksa dan dicatat. Pada orang dewasa yang dalam keadaan normal letak
kandung jantung adalah tiga jari di antara kedua tepi paru, bila letak kandung
jantung satu jari di antara kedua tepi paru berarti terdapat pengembangan paru
yang berlebihan. Kemudian kandung jantung dibuka dengan melakukan
penguntingan pada dinding depan mengikuti bentuk huruf Y terbalik.
Diperhatikan keadaan rongga kandung jantung ada tidaknya cairan atau darah
serta tanda-tanda kekerasan. Pada keadaan normal di dalam kandung jantung
berisi cairan berwarna kuning jernih sebanyak kurang lebih 20 cc.16
Pemeriksaan kemudian beralih pada rongga mulut, bila terdapat gigi yang
patah atau gigi palsu dilepaskan secara manual. Lidah dibebaskan bila tergigit dan
didorong masuk rongga mulut. Kemudian lidah dikeluarkan dengan cara
melakukan pengirisan otot-otot dasar mulut. Pengirisan dibuat tepat di bawah
dagu mengelilingi permukaan dalam tulang mandibula. Pengirisan ini di. lakukan
dengan hati-hati Jangan sampai memotong kelenjar parotis atau lidah yang mana
nanti harus diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya kelainan patologi.
Setelah otot-otot dasar mulut terpotong, maka dengan memasukkan jari
tengah dan jari telunjuk tangan kiri ke rongga mulut melalui daerah yang
terpotong tadi, lidah ditarik ke belakang bawah, maka palatum mole dan durum
dapat dilihat dan diperiksa. Kemudian dengan pisau dipotong di daerah perbatasan
palatum durum dan palatum mole, insan kemudian diperluas ke kanan dan kiri
sampai bagian lateral plica pharingea, kemudian melakukan pemisahan pharinx
dan bagian depan dari corpus vetebra cervicales dengan pisau sambil menarik
lidah ke bawah, maka alat-alat rongga leher dapat dikeluarkan. 16
b. Teknik Pengangkatan Organ
1. Teknik Otopsi Rokitansky
Teknik pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama in situ dissection.
Metodenya adalah dengan mengiris organ secara in situ, kemudian diperiksa
secara langsung dan diangkat untuk pemeriksaan yang lebih teliti. Teknik ini
sebenarnya jarang digunakan, biasanya digunakan pada keadaan membutuhkan
waktu yang cepat dan informasi sekilas.
Langkah-langkah yang dikerjakan adalah:
a) Memeriksa mediastinum dan cavum pleura
b) Menarik paru-paru kedepan dan mengiris masing-masing lobusnya
c) Membuka pericardium dan memotong jantung, pertama sisi kiri
d) Membuka usus halus
e)
Membuka dan memeriksa pembuluh darah besar dan cabang-
cabangnya.13

2. Teknik Otopsi Virchow


Teknik ini cukup sederhana dan simpel dengan cara mengeluarkan organ
satu per satu kemudian langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan yang
terdapat pada masing-masing organ dapat segera terlihat, namun hubungan
anatomik antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang.
Dengan demikian teknik ini kurang baik bila digunakan pada otopsi forensik,
terutama pada kasus-kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan
senjata tajam, yang memerlukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya
penetrasi yang terjadi.13

Gambar 14. Teknik pengeluaran organ (paru-paru)14

Langkah-langkah yang dikerjakan pada teknik virchow adalah:


a) Memeriksa isi abdomen.
b) Memeriksa kavum pleura.
c) Membuka perikardium dan mengangkat jantung.
d) Mengangkat paru kiri dan paru kanan.
e) Menilai pharinx, oesophagus, trachea, kelenjar parathyroid dan kelenjar
thyroid.
f) Mengangkat spleen
g) Menilai tractus biliaris.
h) Mengangkat intestinal.
i) Membuka lambung
j) Mengangkat hepar
k) Mengangkat pankreas kelenjar adrenal
l) Mengupas ginjal kiri dan kanan serta kelenjar adrenal.
m) Mencari dan mengurut ureter dengan menggunting sampai ke vesika urinaria.
n) Memotong struktur organ-organ rongga pelvis.
o) Memeriksa dan membuka pembuluh darah.

3. Teknik Otopsi Letulle


Teknik ini sering juga disebut dengan nama en masse dissection. Dengan
pengangkatan organ-organ tubuh secara en masses ini, hubungan antar organ-
organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian
teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak sulit dalam
penanganan karena "panjang” nya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan
bersama-sama ini.13

Gambar 15. Lettule block, tampak anterior. Keuntungan dari teknik ini memungkinkan
penglihatan anatomis hubungan organ hati, kolon transversal, mesenterium dan kolon.14

Langkah-langkah yang dikerjakan adalah:


a) Membuka tubuh dengan cara yang umum.
b) Pembukaan struktur leher dengan cara menarik lidah seperti umumnya.
c) Mengangkat usus dari duodenum sampai rektum.
d) Struktur pada rongga pelvis dipotong setinggi prostat atau cervix uteri.
e) Transeksi pembuluh darah iliaca.
f) Menyobek diaphragma dari dinding tubuh.
g) Membebaskan ginjal kiri, kelenjar adrenal dan ureter.
h) Melanjutkan irisan ke arah tengah untuk membebaskan spleen dan
pankreas dari jaringan lunak dibelakangnya.
i) Membebaskan hepar, ginjal kanan, kelenjar adrenal dan ureter
j) Melanjutkan irisan ke arah tengah dibelakang struktur retroperitoneal.
k) Membebaskan organ thorax dari tepi kanan dan kiri.
l) Mengidentifikasi ductus thoraxicus.
m) Membebaskan organ-organ thorax dari jaringan lunak di belakangnya.
n) Potong pembuluh darah kecil dan perlekatan dengan jaringan lunak.
o) Angkat seluruh organ ke atas meja periksa untuk dilaku kan pemotongan
dan pemeriksaan lebih lanjut.
Setelah rongga tubuh dibuka, organ-organ leher, dada, diafragma dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse). Kemudian diletakkan di atas meja dengan
permukaan posterior menghadap ke atas. Pleksus coeliacus dan kelenjar-kelenjar
para aortal di periksa. Aorta dibuka sampai arcus aorta dan aa.renalis kanan dan
kiri dibuka serta diperiksa. Aorta diputus di atas a. renalis. Rectum dipisahkan
dari sigmoid. Organ-organ urogenital dipisahkan dari organ organ lain. Bagian
proksimal jejenum diikat pada dua tempat dan kemudian diputus diantara dua
ikatan tersebut, dan usus-usus dapat dilepaskan. Oesophagus dilepaskan dari
trakhea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior
serta aorta diputus di atas diafragma dengan demikian organ-organ leher dan dada
dapat dilepas dari organ-organ perut.13

4. Teknik Otopsi Ghon


Teknik ini sering juga disebut dengan nama en block dissection. Setelah
rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, hati limpa dan organ-organ
pencernaan serta organ-organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan
organ (bloc). Teknik ini relatif lebih cepat dan lebih mudah, hubungan antar organ
penting masih dapat dipertahankan, sehingga bila ada kegagalan satu organ yang
mempengaruhi organ lain dapat diketahui.13
Langkah-langkah yang dikerjakan pada teknik Ghon adalah membagi organ
dalam tiga blok:
A.Blok pertama atau blok thorax

Gambar 16. Blok Thorax yang dikeluarkan dengan menggunakan Teknik Ghon 14

a) Pembukaan struktur leher dengan cara menarik lidah seperti umumnya.


b) Membebaskan perlekatan pleura dan mengidentifikasi ductus thoraxicus.
c) Menarik struktur leher dari perlekatan dengan jaringan lunak
dibelakangnya.
d) Mengidentifikasi oesophagus, mengikat dan menggunting.
e) Memisahkan aorta descenden.
f) Mengangkat Thoracic Pluck.

B. Blok kedua atau blok intestinal


a) Mengidentifikasi duodenojejunal junction, membuat dua ikatan dan
menggunting diantara keduanya.
b) Mengidentifikasi rectum bagian atas/sigmoid bagian bawah dan
membebaskannya dari jaringan lunak disekitar nya.
c) Memotong rectum bagian atas dan mulai memotong mesenterium dekat
dinding usus atau memulai memotong mesenterium dari ikatan di
duodenojejunal junction ke bawah.
d) Membebaskan usus halus dan usus besar dari pengantungnya
(mesenterium).
e) Mengangkat seluruh usus untuk diperiksa lebih lanjut.
C. Blok ketiga atau blok coeliac
a) Mengidentifikasi spleen dan menarik ke arah medial untuk memotong
secara posterior di depan ginjal sampai garis tengah tubuh.
b) Membebaskan hepar dan memotong secara posterior jaringan lunak
peritoneal dan retroperitoneal di depan ginjal sampai garis tengah tubuh.
c) Mengangkat organ-organ tersebut dalam satu kelompok (hepar, pancreas,
duodenum, lambung dan spleen).
d) Memeriksa aorta abdominalis dengan cara menggunting sampai ke cabang-
cabangnya yang ke bagian depan.

D. Blok keempat atau blok urogenital


a) Memotong di belakang ginjal untuk melepaskannya (termasuk kelenjar
adrenal) dari jaringan lunak disekitarnya, baik ginjal kanan maupun kiri.
Memotong jaringan retroperitoneal untuk mencari ureter dan mengurut
dengan menggunting sampai ke vesika urinaria.
b) Jaringan lunak disekitar vesika urinaria dilepaskan secara tumpul.
c) Genggam jaringan di bawah vesika urinaria dan potong setinggi prostat
atau cervix uteri.
d) Organ-organ rongga pelvis dilepaskan dari perlekatan dengan
sekelilingnya.
e) Pisahkan pembuluh darah iliaca.
f) Angkat organ-organ tersebut dalam satu kelompok untuk diperiksa lebih
lanjut.

c. Pembukaan Rongga Kepala dan Pengangkatan Otak


Scalp di insisi di mulai dari prosesus mastoideus kanan ke verteks,
kemudian ke prosesus mastoideus kiri. Irisan dibuat sampai mencapai periosteum.
Kemudian kulit di kupas dan dilipat kedepan sampai kurang lebih 1 cm diatas
margo supra orbitalis, kebelakang sampai protuberontia oksipitalis eksterna.
Jaringan scalp yang lebih dalam mungkin dikupas menggunakan traction
(alat penarik), tetapi sering di butuhkan pisau untuk melepaskannya. Lebam dicari
dan ketika luka pada kepala ada atau diperkirakan ada, scalp harus dibuka hingga
tengkuk leher, memberi perhatian khusus pada jaringan di belakang dan di bawah
tiap telinga dimana luka yang menyebabkan kerusakan arteri vertebro-basiler
terjadi.
Rongga kepala kemudian dibuka dengan cara di gergaji. Di daerah frontal
pada kurang lebih 2 cm di atas lipatan kulit melingkar kemudian disamping kanan
dan kiri setinggi 2cm diatas daun telinga setelah memotong muskulus temporalis.
Penggergajian diteruskan ke belakang dengan membentuk sudut 1200 sampai
setinggi kurang lebih 2 cm di atas protuberentia occipitalis externa.14

Gambar 17. Insisi Kulit Kepala


O’Reilly,(2007). Autopsy Procedure – Skull Accessed on
http://www.iupui.edu/~pathol/autopsy/main/14/14.html Accessed: November 18, 2017.

Calvaria kemudian dibuka dengan mencongkel setelah pemotongan lengkap


Dengan T chisel dimasukkan dibekas penggergajian kemudian diputar atau
dicongkel, maka tulang tengkorak dapat dilepas. Pemotongan pada duramater
mudah dikenali terhadap keadaan patologis yang dapat terjadi. Yang lebih penting
adalah untuk melihat permukaan duramater dan otak yang terbuka, dan
kemungkinan adanya udem, perdarahan, proses peradangan. Tempurung kepala
diperhatikan dengan baik untuk menemukan adanya fraktrur dan duramater
dilepaskan dari dalam untuk mempelajari permukaan kulit bagian dalam.13
Untuk pembukaan otak, duramater di insisi disekeliling garis dimana
tempurung kepala dibuka dan 2 jari diselipkan dibawah tiap lobus frontal. Dengan
tarikan yang pelan, lobus frontalis diangkat untuk memperlihatkan chiasma
opticum dan nervus cranialis anterior, lobus frontalis diangkat untuk
memperlihatkan chiasma opticum dan nervus cranialis anterior. Falx mungkin
harus dipotong untuk melepaskan otak, kemudian skalpel atau alat dengan titik
tumpul dilewatkan sepanjang dasar tempurung kepala untuk memisahkan saraf
cranial, arteri carotis dan tangkai pituitary sampai sudut terlepas dari tentorium
dicapai. Pemotongan dilakukan sepanjang tiap sisi dari tentorium, mengikuti garis
tulang petrosus temporal sampai ke dinding lateral dari tempurung kepala.

Gambar 18. Pembukaan Rongga Kepala


O’Reilly, (2007). Autopsy Procedure – Skull Accessed on
http://www.iupui.edu/~pathol/autopsy/main/14/14.html Accessed: November 13, 2017.

Dengan tangan kiri menyangga lobus occipitalis dan dua jari tangan kanan
(telunjuk dan jari tengah) ditempatkan dikanan dan kiri batang otak, otak
kemudian ditarik dan diluksir hingga terangkat dari rongga kepala. Otak
kemudian diletakkan pada piring skala, ditimbang dan diukur sebelum dilakukan
fiksasi atau pemotongan. Dasar dari tempurung kepala kemudian diperiksa dan
basal duramater dibuka dengan tang yang kuat untuk memperlihatkan adanya
fraktur basal. Tang gigi yang telah disingkirkan dapat dipergunakan untuk tujuan
ini. Sinus venosus diincisi untuk mencari adanya trombosis. Jika normal ( dan
selalu pada bayi ) tulang petrosus temporal terlihat, terpahat atau terpotong
dengan penjepit tulang untuk memeriksa adanya infeksi telinga tengah dan
dalam.13
Otak yang telah diangkat kemudian diperiksa selaput lunak otak
(arachnoid), bentuk gyrus dan sulcus, pembuluh darah dasar otak (a.vertebralis,
a.basilaris, circulus willisy dan cabang-cabang pembuluh darah otak), pembuluh-
pembuluh darah superfisial serta adanya perdarahan. Seluruh otak selanjutnya
ditimbang dan diukur. Otak kecil dan batang otak (cerebellum dan medulla
oblongata) dipisahkan dari otak besar (cerebrum) dengan memotong
pedunculusnya. Sebaiknya sebelum melakukan pemotongan otak untuk melihat
penampangnya, otak direndam dalam larutan formalin 10% selama kurang lebih
tiga minggu agar otak lebih padat sehingga tidak mudah hancur saat diiris.
Otak besar kemudian dipotong-potong secara serial. Potongan dapat
dilakukan mulai dari frontal secara paralel ke arah occipital, namun dapat juga
melakukan potongan secara horizontal. Bila melakukan potongan secara
horizontal, maka keadaan ventrikel dapat dibandingkan antara kanan dan kiri,
adanya midline shift akibat desakan ruang dapat terlihat dengan baik. Sedangkan
bils membuat potongan dari frontal ke occipital, maka dapat membandingkan
keadaan otak kanan dan kiri.16
Potongan secara frontal dilakukan sedemikian rupa sehingga struktur
penting dalam otak dapat terlihat. Potongan sebaiknya setipis mungkin yang dapat
dilakukan. Minimal ada tujuh potongan otak. Potongan pertama setinggi traktus
olfaktorius sehingga dapat mengevaluasi keadaan cornu frontale ventriculi serta
thalamus. Potongan kedua setinggi chiasma opticum, maka capsula interna et
eksterna, putamen serta nuklei caudati dapat dievaluasi. Potongan ketiga, setinggi
tubercinerum. Potongan keempat setinggi corpora mammilaria. Potongan kelima
setinggi pedunculus cerebri. Potongan keenam setinggi splenium corporis callosi
serta potongan ketujuh didaerah occipital.
Otak kecil dipotong dengan potongan frontal ke arah pedunculi cerbellare
rostrales, seperti membuka buku. Di evaluasi penampang otak kecil adanya
perdarahan serta kelainan yang lain. Batang otak dipotong paralel dari mulai pons,
medulla oblongata sampai medulla spinalis bagian proksimal. Bila terdapat
perdarahan di batang otak, maka akan terjadi desakan ruangan yang menimbulkan
penekanan pada pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.16

d. Pemeriksaan Organ Dalam Rongga Dada


 Jantung
Jantung dilepaskan dari pembuluh darah besar yang keluar atau masuk ke
jantung dengan jalan memegang apex jantung dan mengangkatnya serta
menggunting pembuluh tadi sejauh mungkin dari jantung. Perhatikan besarnya
jantung, bandingkan dengan kepalan tinju tangan kanan mayat. Perhatikan akan
adanya resapan darah, luka atau bitnik-bintik perdarahan.13
Gambar 19. Jantung, kantung perikardial superior, dan pangkal pembuluh darah tampak
setelah pengangkatan sternum14

Pertama-tama jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap


ke atas. Posisi ini dipertahankan terus sampai autopsy jantung selesai. Vena cava
superior dan inferior dibuka dengan jalan menggunting dinding belakang vena-
vena tersebut. Dengan gunting buka pula aurikel kanan. Perhatian akan adanya
kelainan baik pada aurikel kanan maupun atrium kanan.13
Dengan pisau panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau
menembus apeks di sisi kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral,
lakukan irisan menembus tebal otot dinding sebelah kanan. Dengan demikian,
rongga bilik jantung sebelah kanan dapat terlihat. Lakukan pengukuran lingkaran
katup trikuspidal serta memeriksa keadaan katup, apakah terdapat penebalan,
benjolan, atau kelainan lain. Tebal dinding bilik kanan diukur dengan terlebih
dahulu membuat irisan tegak lurus pada dinding belakang kanan ini, satu
sentimeter di bawah katup. Irisan pada dinding depan bilik kanan dilakukan
menggunakan gunting, mulai dari apeks, menyusuri septum pada jarak setengah
sentimeter, ke arah atas menggunting dinding depan arteria pulmonalis dan
memotong katup semilunaris pulmonal. Katup diukur lingkarannya dan keadaan
katupnya dinilai.13
Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sebagai
berikut; ukuran jantung sebesar kepalang tangan kanan mayat, berat sekitar 300
gram, ukura lingkaran katup serambi biliki kanan sekitar sebelas sentimeter, yang
kiri sekitar Sembilan koma lima sentimeter, lingkaran katup pulmonal sekitar
tujuh sentimeter dan aortal sekitar enam koma lima sentimeter. Tebal otot bilik
kanan tiga sampai lima millimeter sedangkan yang kiri sekitar empat belas
millimeter.13
Periksa dan catat hal-hal yang didapatkan pada pemeriksaan terhadap
ventrikel kiri, termasuk septum venrikel, katup aorta, apakah vegetasi atau nodul
pada katup. Hal-hal yang diperiksa pada aorta termasuk ada atau tidaknya dan
derajat keparahan penyakit atherosclerotic serta ada atau tidaknya patensi pada
arcus aorta.
 Aorta Thoracalis
Pengguntingan pada dinding belakang aorta thoracalis dapat
memperlihatkan permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya
deposit kapur, atheroma atau pembentukan aneurisma. Kadang-kadang pada aorta
dapat ditemukan tanda-tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada
kasus bunuh diri dengan cara menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, bila
korban mendarat dengan kedua kaki terlebih dahulu, seringkali ditemukan
robekan melintang pada aorta thoracalis.13
 Aorta Abdominalis
Bloc organ perut dan panggul diletakkan di atas meja potong dengan
permukaan belakang menghadap ke atas. Aorta abdominalis digunting dinding
belakangnya mulai dari tempat pemotongan aa. Iliaca communis kanan dan kiri.
Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau
atheroma.13
 Paru - Paru
Trakea dipotong 1-2 cm di kranial bifurkasi trakea, maka terlepaslah paru-
paru. Dapat juga dilakukan pengangkatan paru-paru satu per satu. Caranya:
Tangan kanan (dengan telapaknya) menelusuri bagian dorsal paru, kemudian jari
telunjuk dan jari tengah mencari dan mengait hilus paru dan diangkat kearah
ventral.13
Gambar 20. Tampak trakea, laring dan saluran napas bagian atas. 14

Pindahkan posisi ini ke tangan kiri dimana jari telunjuk dan jari tengah
tangan kiri juga diposisikan mengait hilus paru. Kemudian tangan kanan
memotong hilus paru serta semua fiksasi yang ada dengan pisau. Maka lepaslah
paru. Lakukan hal serupa pada paru sisi sebelahnya dengan cara yang sama.
Periksa paru-paru, berat normal antara 350gr-450gr, dengan ukuran rata-
rata 20cm x 15cm x 5cm, warna merah kecoklatan dengan bintik-bintik hitam
pigmen karbon, konsistensi seperti spon. Kalau terdapat abses konsistensi hanya
lunak saja. Pada keadaan kongesti, paru akan teraba kenyal, demikian juga pada
keadaan fibrosis. Periksa juga apakah ada perlekatan antar lobus, kalau ada,
mudah atau sukar dilepas. Pada paru yang mengalami radang kronis biasanya
perlekatan tersebut sukar dilepas. Tepi paru tajam, tidak berbenjol, sedangkan
pada keadaan kongesti tepi paru tumpul.13
Kemudian paru dibuka dengan pengirisan dari tepi paru ke arah hilus,
caranya: letakkan paru pada bidang datar. Telapak tangan kiri menekan
permukaan paru dengan mantap, kemudian dengan tangan kanan pangkal mata
pisau diletakkan pada bagian tepi paru. Pisau ditarik ke arah belakang dengan
sekali irisan, maka terbukalah paru. Penampang normal berwarna merah, jika
dipijat, keluar dan buih.

d. Pemeriksaan Organ Dalam Rongga Abdomen


Sistem saluran cerna memanjang dari mulut ke anus dan mencakup semua
struktur seperti kelenjar saliva, hepar, kantong empedu, dan pankreas.
 Usus Halus dan Usus Besar
Sebagian besar prosedur eviserasi (pengeluaran isi) usus (dengan atau tanpa
mesenterium) diisolasi dengan sangat sederhana, dan bagian pembedahan post
mortem ini biasanya sangat mudah. Permukaan luar harus diperiksa dari jejunum
ke rektum selama prosedur eviscerasi dan diperiksa ulang saat sudah dikeluarkan.

Gambar 21 . Teknik pengangkatan usus dari dalam rongga Abdomen


Sumber : Rao D. Autopsy Procedure Manual. Division of Anatomic Pathology, Department
of
Pathology The Miriam Hospital and Rhode Island Hospital. 2014. Avalaible on:
http://www.forensicpathologyonline.com/e-book/autopsy. Accessed on: November 18th 2017.

Pengambilan usus dimulai dari ujung pilorus yang sudah dipotong pada saat
pengambilan lambung. Sebelumnya perhatikan posisi organ- organ dalam perut,
lilitan usus, kelainan letak usus, jika posisi omentum majus menjurus ke satu arah
biasanya berhubungan dengan proses radang. Rektum diikat di dua tempat, lalu
dipotong diantara dua ikatan tadi. Kemudian angkat usus, lepaskan dari perlekatan
dengan sekitarnya. Maka lepaslah usus. Perhatikan bagian luarnya, apakah ada
hiperemi, nekrosis, ulkus, invaginasi, torsi, perforasi, tanda-tanda infeksi (tifoid,
amubiasis), tanda kekerasan dari luar. Kemudian usus dibuka sepanjang usus.
Perheparkan mukosanya, muara duktus kholedokus pada duodenum (pijat ductus
ini, jika tidak keluar empedu berarti ada sumbatan), adakah tumor? Peradangan ?
Bagian-bagian yang dicurigai diambil untuk pemeriksaan patologi anatomi.

Secara rutin, bila tidak ada gambaran patologi usus yang signifikan, bagian
internal usus diperiksa dengan membuka usus di sepanjang perbatasan
antimesenterik dengan gunting usus di bak cuci. Usus dibuka di wastafel untuk
menjaga area pembedahan tetap bersih dan memungkinkan pembuangan isi usus
dengan mudah. Bagian saluran gastrointestinal ini dapat dibuka dari sigmoid atau
rektum secara proksimal atau duodenum atau jejunum secara distal.

Gambar 22. Pemeriksaan bagian internal usus diperiksa dengan membuka usus di
sepanjang perbatasan antimesenterik dengan gunting usus di bak cuci. 18

 Hepar
Hepar normal memiliki berat sekitar 1300 sampai 1500 gram pada orang
dewasa. Jika terdapat patologi hepatik yang signifikan, ukuran hepar dapat
berubah, sesuai dengan proses kelainannya. Inflamasi, metabolik, atau neoplastik
yang sering menyebabkan hepatomegali, namun kondisi fibrotik seperti sirosis
berhubungan dengan ukuran hepar yang kecil dan berkerut. Petunjuk yang
berguna untuk mengetahui adanya deposisi tumor metastatik adalah adanya
banyak nodul di dalam hepar. Ukuran nodul bervariasi dan karena dapat tenjadi
pusat nekrotik yaitu, bagian tengah nodul lebih rendah dibanding daerah
sekitarnya.16
Hepar diambil secara hepar-hepar, jangan sampai melukai hepar lebih-
lebih jika ada kecurigaan kematian korban karena perdarahan perut. Caranya:
Potong ligamentum teres hepatis pars umbilikalis dan pars diafragmatika lalu
siangi peritoneumnya. Kemudian jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri mencari
foramen epiploicum Winslowi pada hilus hepar untuk selanjutnya mengait hilus
tersebut serta perlekatan pankreas yang ada di sebelah hepar. Kemudian potong
vasa-vasa yang menuju dan keluar dari hepar. Dengan demikian lepaslah hepar
(duodenum juga terangkat kalau belum diambil). Perheparkan warnanya (normal
merah cokelat), hematom, permukaannya (normal licin), tepinya (normal
tajam), konsistensinya (normal kenyal), dengan ukuran 23 cm x 16 cm x 12 cm.
Periksa juga apakah ada ruptur, luka. Kemudian hepar dibuka, caranya : Letakkan
hepar pada bidang datar (papan), letakkan tangan kiri dengan mantap pada
permukaan hepar kemudian dengan tangan kanan lakukan pengirisan dari tepi
hepar ke arah hilus dengan sekali iris, maka terbukalah hepar. Periksa warna
jaringannya, keadaan vena sentralis, adakah hematom, kiste, abses. Kemudian
dipijit, jika keluar darah berarti ada kongesti.13

Gambar 23. Teknik pengirisan vertikal paralel dibuat sedekat mungkin (kurang
lebih 1 sampai 2 cm) dari satu sisi hepar ke sisi lainnya. 18

Hepar merupakan salah satu organ yang paling penting dan sering untuk
dilakukan diseksi. Serangkaian irisan vertikal paralel dibuat sedekat mungkin
(kurang lebih 1 sampai 2 cm) dari satu sisi hepar ke sisi lainnya.16

 Pankreas
Pankreas adalah organ retroperitoneal dengan fungsi eksokrin dan
endokrin, pada orang dewasa memiliki berat sekitar 100 gram. Pankreas dapat
dibuka dengan beberapa cara: yakni dengan memotong saluran pankreas utama
dari zona ampula ke arah ekor dengan gunting kecil (atau sebaliknya dari ekor ke
kepala setelah mengiris distal ekor untuk melokalisasi saluran), atau dengan
membuat serangkaian irisan sagital paralel dari satu ujung ke ujung lainnya, atau
dengan membuat satu irisan tebal di depan untuk memperlihatkan parenkim. Bila
terdapat massa pankreas maka isi perut harus diangkat secara bersamaan dan
kemudian dibedah secara terperinci. Jika terdapat tanda tumor maka tumor harus
dijadikan sampel untuk histologi bersamaan dengan jaringan lokal yang disusupi
dan kelenjar getah bening yang terlibat.18
Gambar 24. Pankreas yang sudah dikeluarkan dari rongga abdomen
Diunduh dari https://www.slideshare.net/AishwaryaSinha1/autopsy-internal-examination-
forensic-medicine-postmortem-examination

Pankreas dikeluarkan dengan cara: perhatikan kaput, korpus dan kaudanya


serta bagian-bagian yang intra-peritoneal maupun yang retroperitoneal. Letaknya
antara hepar dan duodenum sehingga bila duodenum ditarik akan tampak pankreas
dengan jelas, lalu tangkainya diangkat bersama-sama dengan mesenterium dan
dipotong. Maka lepaslah pankreas. Perhatikan warnanya (normal merah muda) pada
pankreatitis merah tua, konsistensinya (normal kenyal) pada tumor keras dan
rapuh. Kemudian iris pankreas pada salah satu sisinya, maka terbukalah pankreas,
perhatikan jika ada bagian yang mengeras dan agak keputih-putihan berarti ada proses
pengapuran.18
 Lien
Lien bila tak terlalu besar akan mudah untuk diangkat. Lakukan dengan hati-
hati agar tak melukai lien, lepaskan dari fiksasi sekitarnya. Maka lepaslah lien,
perhatikan warnanya (coklat tua keabu-abuan), konsistensinya kenyal (tumor lien
sifatnya rapuh), tepinya (normal tumpul), permukaannya (nor- mal berkerut-kerut),
berat rata-rata 100 gr-150 gr, ukurannya 10 cm x 7 cm x 2 cm. Pada penderita
malaria dan dekompensasi kordis lien tampak membesar dan penuh serta
permukaannya licin. Kemudian lien dibuka dengan sekali iris dari tepi ke arah
hilus. Perhatikan jaringan lien yang menempel pada mata pisau, aliri dengan air
yang mengalir pelan. Bila jaringan yang menempel tersebut mudah lepas berarti
normal, tetapi bila sukar lepas berarti ada jaringan fibrosis akibat proses
peradangan akut yang menyangkut fungsi sistem retikulo endotelial pada tubuh.19
Gambar 23. Tampak lien yang masih terfiksasi dengan organ lain (lambung) 14

 Lambung
Lambung dapat diambil sekaligus bersama usus sampai ke rektum atau
diambil bersama-sama dengan duodenum, hepar dan pankreas atau diambil secara
tersendiri. Pengambilan lambung secara tersendiri dilakukan dengan cara : Dilakukan
pengikatan esofagus di atas diafragma pada dua tempat, lalu potong esofagus
diantara dua ikatan tersebut. Lakukan juga pengikatan pilorus di dua tempat, lalu
potong pilorus diantara dua ikatan tersebut. Kemudian lambung ditarik dan
dibebaskan dari perlekatan dengan sekitarnya (adanya perlekatan dengan organ di
sekitarnya menunjukkan adanya proses peradangan). Maka lepaslah lambung.
Perhatikan bagian luar lambung, apakah ada hematom, perlukaan akibat trauma
dari luar. Lambung kemudian dibuka dengan melakukan pengirisan mengikuti
kurvatura mayor. Lalu isi lambung dikeluarkan. Pada kasus keracunan, isi lambung
dimasukkan ke dalam alkohol 95 % untuk pemeriksaan toksikologi. Setelah
lambung dibuka, perhatikan mukosa, plika lambung, apakah ada tumor, ruptur,
ulkus dan perforasi. Pada kasus keracunan dan peradangan mukosa lambung akan
tampak hiperemis. Secara mikroskopis peradangan akan ditandai dengan
ditemukannya infiltrasi lekosit pada sub- mukosa lambung.18
Gambar 24. Teknik pengeluaran isi lambung, dengan cara melakukan insisi
sepanjang kurvatura mayor18

Kadang-kadang perlu untuk mempertahankan isi lambung untuk analisis


kimia. Metode yang paling cepat untuk mengumpulkan isi lambung adalah
dengan mencuci permukaan luar lambung dan memindahkan lambung kemudian
meletakkan jaringan atau organ ke tepi talenan sehingga kurvatura mayor
menggantung di tepinya. Kurvatura mayor harus dibuka dengan hati-hati dan
isinya dikumpul dengan hati-hati sambil dialirkan. Setiap isi yang tersisa dapat
diambil dengan memperpanjang insisi awal sepanjang kurvatura mayor dan
menyendokkan semua bahan padat dengan sendok atau bagian belakang pisau.
Jarang dilakukan pengiriman lambung lengkap ke labotatorium untuk dianalisis
untuk menilai sejumlah kecil atau trace dari suatu zat yang mungkin menempel
pada dinding lambung. Hal ini mudah dilakukan dengan mengikat kedua ujung
lambung yakni pilorus dan esofagus dengan dua ikatan masing-masing dan
kemudian memotong antara ikatan ganda untuk mengisolasi lambung.14
Pada post mortem standar, lambung biasanya dilepas karena kontinuitas
dengan esofagus bagian bawah dan duodenum dan biasanya dibuka dengan
gunting besar sepanjang kurvatura mayor settekah semua organ sekitarnya telah
dilepaskan. Jika tumor atau ulkus berukuran cukup besar diidentifikasi pada post
mortem atau disarankan dari riwayat klinis cara terbaik untuk menilainya adalah
dengan mengambil jaringan lambung untuk histologi. Jika massanya luas dan
menyerang struktur lokal maka lebih baik jika mengambil blok celiac atau
lambung, pankreas, hepar, dan jaringan yang disusupi dan mengiris melalui
jaringan sebelum atau sesudah fiksasi. Jika memang tumor lambung lebih luas dan
infiltrat jaringan lebih luas maka metode yang terakhir harus digunakan sejak
awal.
 Organ Urogenital
Anatomi Normal dari traktus urogenital itu terbagi menjadi 3 bagian yaitu
traktus urinari, traktus genitalis wanita dan traktus genitalis pria. Traktus urinari
terdiri dari Ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra. Traktus genitalis wanita
terdiri dari Vagina, serviks, uterus, tuba fallopi, dan ovarium. Traktus genitalis
pria terdiri dari Prostat, vesikel seminalis, vas deferens, dan testis.
Diseksi atau pembelahan pada traktus urogenital itu dimulai dari setelah
pengeluaran organ abdominal. Setelah organ abdominal dikeluarkan maka akan
terlihat aorta, Ginjal dan kelenjar adrenal terletak di lemak perineal di kedua sisi
aorta abdominal. Kelenjar adrenal kiri terletak di lemak perinefrik pada bagian
supramedial dari ginjal kiri, untuk memperlihatkan kelenjar adrenal kiri maka
dilakukan insisi lemak perinefrik yang erdekatan dengan aorta diantara celiac dan
arteri mesenterika superior untuk memperlihatkan kelenjar adrenal, lalu pisahkan
kelenjar adrenal dari ginjal dan lemak disekitarnya. Kelenjar adrenal kanan
terletak di lemak perinefrik pada bagian supramedial dari ginjal, setara dengan
arteri mesenterika superior, terselip dibelakang vena cava inferior. Lalu telusuri
vena cava inferior, masukkan jari ke lumen lalu putar secara lateral. Insisi lemak
perinefrik di vena cava inferior yang setara dengan arteri mesenterika superior
untuk memperlihatkan kelenjar adrenal, pisahkan kelenjar adrenal dari ginjal dan
lemak-lemak disekitarnya.18
Untuk pembukaan ginjal, insisi lemak perinefrik pada bagian lateral untuk
memperlihatkan korteks renal yang diselubungi kapsula renalis, lalu insisi kapsula
renalis bersamaan dengan bagian lateral dari ginjal, Gunakan jari atau forceps
untuk membuka lemak perinefrik dan kapsula renalis secara medial menuju hilus
renalis, lanjutkan pembukaan secara medial untuk memperlihatkan pembuluh
darah renal dan ureter secara inferior.
Pemotongan organ-organ pelvis pertama-tama dengan Masukkan tangan
yang tidak dominan ke bagian retropubic space lalu tangan yang lainnya menuju
pelvis dengan telapak tangan berada di kandung kemih bagian anterior. Kelilingi
organ pelvis dengan jari lalu lakukan tarikan ke atas dan ke anterior untuk
mengeluarkan organ pelvis dari dinding pelvis, tarik organ pelvis keatas dan
posterior untuk membuat ruang dibelakang tulang pubis. Ketika mempertahankan
tarikan organ pelvis, gunakan tangan yang dominan untuk memasukan scalpel ke
retropubic space sedalam mungkin (dibawah prostat/serviks), lalu secara hati-hati
potong bagian inferior dari organ pelvis (Uretra, Vagina, Rektum).
Ginjal dan organ traktus genitourinari lainnya sekarang bisa di keluarkan
berdasarkan teknik Virchow ataupun Rokitansky dan Testis dikeluarkan melalui
kanalis inguinalis.

f. Perawatan Mayat Setelah Autopsi


Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam
rongga tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan
otak dikembalikan ke dalam rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan
iga yang dilepaskan pada saat membuka rongga dada. Jahitlah kulit dengan rapi
menggunakan benang yang kuat mulai dari bawah dagu sampai ke daerah
simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan
menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
Bersihkanlah tubuh mayat dan darah sebelum mayat diserahkan kembali kepada
pihak keluarga.19
BAB III
LAPORAN KASUS

III.1 Visum Et Repertum

RUANG KEDOKTERAN FORENSIK


DAN PEMULASARAN JENAZAH
INSTALASI CENDRAWASIH
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG
PRO
Dr. JUSTITIA
Sutomo No. 16, Semarang. Telp. (024) 8413993

VISUM ET REPERTUM
No:
Atas permintaan tertulis dari Kepolisian Republik Indonesia Daerah Jawa Tegah Resor Kota
Besar Semarang Sektor Genuk melalui suratnya tanggal 26 Februari 2019 Nomor
B/04/II/2019/Reskrim yang ditandatangani oleh Zaenul Arifin, S.Sos, M.M., M.H., Pangkat
Komisaris Polisi, NRP 70030080 dan diterima tanggal 26 Februari 2019, maka dengan ini saya
dr. RP Uva Utomo, MH., Sp.KF., NIP 19721019 200604 1 006 sebagai dokter yang bekerja
pada Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi Semarang menerangkan bahwa pada tanggal 26
Februari 2019, Jam 11.30 WIB, di Ruang Kedokteran Forensik dan Pemulasaraan Jenazah
Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi, telah melakukan pemeriksaan luar pada jenazah dan
pada tanggal 26 Februari 2019, jam 22.00 WIB di Ruang Kedokteran Forensik dan
Pemulasaraan Jenazah Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi telah melakukan pemeriksaan
dalam pada jenazah yang berdasarkan surat permintaan di atas adalah dengan identitas, nama
Dominikus Liborius Awi, tempat/tanggal lahir Bade, 25 Mei 1995, pekerjaan
Pelajar/Mahasiswa, agama Khatolik, alamat jalan Mangga Dua Kelapa Lima RT/RW 001/001,
kelurahan/desa Kelapa Lima, Kecamatan Merauke, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua,
kewarganegaraan Indonesia. Orang tersebut meninggal dunia diduga akibat pembunuhan,
sebagaimana dimaksud dalam rumusan bunyi pasal 338 KUHP yang diketahui terjadi pada hari
Selasa tanggal 26 Februari 2019 sekitar jam 08.30 WIB dikawasan Industri Terboyo Blok D
(didepan gudang nomor 18 PT Sentral Jaya Multindo (SJM)), Kecamatan Genuk, Kota
Semarang.-----------------------------------------------------------------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN :----------------------------------------------------------------------------------


Dari pemeriksaan luar atas tubuh jenazah tersebut di atas didapatkan temuan-temuan sebagai
berikut:-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
A. TEMUAN YANG BERKAITAN DENGAN IDENTITAS JENAZAH :-----------------------
1. Identitas Umum Jenazah :-------------------------------------------------------------------------------
a. Jenis kelamin : laki-laki.--------------------------------------------------------------------------------
b. Umur : kurang lebih dua puluh tahun.----------------------------------------------------------------
c. Berat badan : tujuh puluh tujuh kilogram.-----------------------------------------------------------
d. Panjang badan : seratus enam puluh satu koma lima sentimeter.---------------------------------
e. Warna kulit : coklat kehitaman.-----------------------------------------------------------------------
f. Warna iris mata: hitam.---------------------------------------------------------------------------------
g. Ciri rambut : pendek, warna hitam , ikal, distributi merata ---------------------------------------
h. Keadaan gizi : kesan gizi lebih (indeks massa tubuh dua puluh sembilan koma tujuh puluh
tiga sentimeter).------------------------------------------------------------------------------------------
2. Identitas Khusus Jenazah :------------------------------------------------------------------------------
a. Tato : tidak ada------------------------------------------------------------------------------------------
b. Tahi lalat : terdapat beberapa tahi lalat pada beberapa bagian tubuh. Tahi lalat terbesar
pada pelipis kanan, bentuk tidak teratur, dengan ukuran panjang nol koma sembilan
sentimeter, lebar nol koma empat sentimeter, batas tidak tegas, warna kehitaman.------------
c. Jaringan parut : tidak ada.------------------------------------------------------------------------------
d. Cacat fisik : tidak ada.----------------------------------------------------------------------------------
e. Tanda lahir : tidak ada.---------------------------------------------------------------------------------
f. Pembungkus jenazah : sebuah kantung jenazah, warna jingga, bahan terpal, dengan
ukuran panjang dua ratus tiga puluh sembilan sentimeter, lebar delapan puluh delapan
sentimeter, terdapat tulisan “Palang Merah Indonesia” pada bagian atas.-----------------------
g. Penutup jenazah : tidak ada.---------------------------------------------------------------------------
h. Pakaian :--------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Sebuah celana pendek, warna coklat, bahan jeans, dengan merek “Jonathan” ukuran
“34”, terdapat empat buah kantung, dua buah kantung pada sisi kiri dan kanan, dua
buah kantung pada bagian belakang, terdapat karet pada bagian pinggang celana.--------
2) Sebuah kaos lengan pendek, warna hitam, bahan katun, merek “VOLCOM”, tanpa
ukuran, terdapat sebuah robekan pada pada baju bagian dada depan sisi atas kiri dengan
ukuran panjang tiga sentimeter, lebar dua sentimeter.------------------------------------------
i. Perhiasan :------------------------------------------------------------------------------------------------
1) sebuah anting pada telinga kiri, bentuk menyerupai salib, warna perak, bahan
menyerupai logam.----------------------------------------------------------------------------------
2) sebuah gelang, bentuk menyerupai huruf A, warna perak, bahan menyerupai logam
dengan tali warna coklat.---------------------------------------------------------------------------
j. Benda di samping jenazah.-----------------------------------------------------------------------------
k. Lain-lain : tidak ada.------------------------------------------------------------------------------------
B. TEMUAN YANG BERKAITAN DENGAN WAKTU TERJADINYA KEMATIAN :-----
1. Lebam mayat : terdapat pada tengkuk, punggung, pinggang, dan bokong, hilang dengan
penekanan.------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Kaku mayat : terdapat pada kelopak mata, rahang, anggota gerak atas dan anggota gerak
bawah, dapat dilawan. ---------------------------------------------------------------------------------
3. Pembusukan : tidak ada . ------------------------------------------------------------------------------
C. TEMUAN DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN LUAR :--------------------------------
1. Permukaan Kulit Tubuh :----------------------------------------------------------------------------
a. Kepala :-----------------------------------------------------------------------------------------------
1) Daerah berambut : tidak ada kelainan.--------------------------------------------------------
2) Wajah : --------------------------------------------------------------------------------------------
a) Dahi : tidak ada kelainan.-------------------------------------------------------------------
b) Pipi : terdapat sebuah luka terbuka pada pipi kanan, dengan sudut pertama
sepuluh sentimeter di kanan garis tengah tubuh dan delapan sentimeter di bawah
garis mendatar yang melewati kedua mata, sebelum luka dirapatkan, bentuk
menyerupai celah, dengan ukuran panjang enam sentimeter, lebar satu sentimeter,
dalam nol koma lima sentimeter, setelah luka dirapatkan, bentuk menyerupai
garis, dengan panjang enam koma lima sentimeter, batas tegas, tepi luka rata,
kedua sudut luka lancip, tebing luka rata terdiri dari kulit, jaringan lemak,
jaringan ikat, dasar luka jaringan ikat, tidak terdapat jembatan jaringan.------------
c) Dagu: terdapat sebuah luka terbuka pada dagu sisi kanan dengan sudut pertama
sebelas sentimeter di bawah garis datar yang melewati kedua mata dan tujuh
sentimeter di kanan garis tengah tubuh, sudut kedua dua belas sentimeter di
bawah garis mendatar yang kedua mata dan lima sentimeter di kanan garis tengah
tubuh, sebelum luka dirapatkan bentuk menyerupai celah, dengan ukuran
panjang satu koma tiga sentimeter, lebar nol koma lima sentimeter, dalam nol
koma lima sentimeter, setelah luka dirapatkan, bentuk menyerupai garis, dengan
ukuran panjang satu koma lima sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, tebing luka
rata terdiri dari kulit, jaringan lemak, jaringan ikat, dasar luka jaringan ikat, tidak
terdapat jembatan jaringan.-----------------------------------------------------------------
b. Leher: terdapat tiga buah luka terbuka pada leher.----------------------------------------------
1) Luka terbuka pertama pada leher belakang sisi kanan atas, ujung pertama tujuh
belas sentimeter di kanan garis tengah tubuh dan tiga koma lima sentimeter di
bawah lubang telinga kanan, ujung kedua sembilan belas koma dua di kanan garis
tengah tubuh dan tiga sentimeter di bawah lubang telinga, sebelum luka dirapatkan,
bentuk menyerupai celah, dengan ukuran dan lebar, panjang tiga sentimeter, lebar
nol koma dua sentimeter, dalam nol koma dua sentimeter, setelah luka dirapatkan,
bentuk menyerupai garis, dengan panjang tiga koma tiga sentimeter, batas tegas,
tepi luka rata, kedua sudut luka lancip, tebing luka rata, terdiri dari kulit, dasar luka
kulit, tidak terdapat jembatan jaringan.-----------------------------------------------------
2) Luka terbuka kedua pada leher depan sisi kanan atas, dengan sudut pertama dua
belas sentimeter di bawah garis datar yang melewati kedua mata dan sembilan
sentimeter di kanan garis tengah tubuh, sudut kedua dua belas koma lima
sentimeter di bawah garis datar yang melewati kedua mata dan tiga sentimeter
kanan garis tegah tubuh, bentuk tidak teratur, sebelum luka dirapatkan bentuk
menyerupai celah, dengan ukuran panjang lima koma enam sentimeter, lebar satu
sentimeter, dalam nol koma dua sentimeter, setelah luka dirapatkan bentuk
menyerupai garis, dengan ukuran panjang lima koma lima sentimeter, batas tegas,
tepi luka rata, kedua sudut luka lancip, tajam tebing luka rata, terdiri dari kulit,
jaringan lemak dan jaringan ikat, dasar luka jaringan ikat, tidak terdapat jembatan
jaringan.-----------------------------------------------------------------------------------------
3) Luka terbuka ketiga pada leher depan, dengan sudut pertama sembilan sentimeter
di kiri garis tengah tubuh dan empat belas koma lima sentimeter di bawah garis
mendatar yang melewati kedua mata, sudut kedua tujuh sentimeter di kiri garis
tengah tubuh dan sembilan belas sentimeter di bawah garis datar yang melewati
kedua mata, sudut ketiga dua belas sentimeter di kanan garis tengah tubuh dan
empat belas sentimeter di bawah lubang telingan kanan, bentuk tidak teratur,
dengan ukuran panjang dua puluh satu sentimeter, lebar lima sentimeter, dalam
empat sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, ketiga sudut luka lancip, tebing luka
rata terdiri dari kulit, jarigan lemak, jaringan ikat, pembuluh darah leher,
tenggorokan, kerongkongan, otot, tulang, dasar luka tulang, tidak terdapat
jembatan jaringan.------------------------------------------------------------------------------
c. Bahu: tidak ada kelainan.-----------------------------------------------------------------------------
d. Dada : terdapat sebuah luka terbuka pada dada sisi kiri atas, dengan sudut pertama empat
belas sentimeter di kiri garis tengah tubuh dan sepuluh koma lima di bawah puncak bahu,
sudut kedua empat belas sentimeter di kiri garis tengah tubuh dan sebelas koma lima
sentimeter di bawah puncak bahu, saat luka belum dirapatkan, bentuk menyerupai celah,
dengan ukuran panjang dua koma lima sentimeter, lebar satu sentimeter, dalam nol koma
dua sentimeter, setelah luka dirapatkan, bentuk menyerupai garis, dengan ukuran panjang
tiga sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, kedua sudut luka lancip, tebing luka rata
terdiri dari kulit, dasar luka jaringan ikat, tidak terdapat jembatan jaringan.-----------------
e. Punggung : tidak ada kelainan.----------------------------------------------------------------------
f. Pinggang : tidak ada kelainan.----------------------------------------------------------------------
g. Perut : terdapat sebuah luka memar pada perut sisi kiri atas, bentuk tidak teratur, dengan
ukuran panjang dua belas sentimeter, lebar tujuh sentimeter, batas tidak tegas, warna
kehitaman.----------------------------------------------------------------------------------------------
h. Bokong : tidak ada kelainan.-------------------------------------------------------------------------
i. Dubur : tidak ada kelainan.--------------------------------------------------------------------------
j. Anggota gerak :----------------------------------------------------------------------------------------
1) Anggota gerak atas : jaringan di bawah kuku tampak pucat.------------------------------
a) Kanan: terdapat dua buah luka lecet pada anggota gerak atas kanan.-----------------
i. Luka lecet pertama pada lengan bawah kanan sisi belakang, bentuk tidak
teratur, dengan ukuran panjang dua puluh satu sentimeter, lebar tujuh
sentimeter, batas tidak tegas, warna kemerahan.------------------------------------
ii. Luka lecet kedua pada punggung tangan kanan, bentuk tidak teratur, dengan
ukuran panjang lima belas sentimeter, lebar sembilan sentimeter, batas tidak
tegas, warna merah kehitaman.--------------------------------------------------------
b) Kiri : terdapat sebuah luka lecet pada siku kiri, bentuk tidak teratur, dengan
ukuran panjang dua sentimeter, lebar satu sentimeter, batas tidak tegas, warna
kehitaman.-------------------------------------------------------------------------------------
2) Anggota gerak bawah: jaringan di bawah kuku tampak pucat. ---------------------------
a) Kanan : tidak ada kelainan.----------------------------------------------------------------
b) Kiri : tidak ada kelainan.--------------------------------------------------------------------
k. Alat kelamin : laki-laki.---------------------------------------------------------------------------------
1) Pelir : belum disunat, tidak ada kelainan.----------------------------------------------------------
2) Kantung pelir : teraba dua buah biji pelir di dalam kantung pelir.-----------------------------
2. Bagian Tubuh Tertentu:---------------------------------------------------------------------------------
a. Mata:----------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Alis mata : warna hitam, tidak ada kelainan.--------------------------------------------------
2) Bulu mata : warna hitam, tidak ada kelainan.--------------------------------------------------
3) Kelopak mata : tidak ada kelainan.--------------------------------------------------------------
4) Selaput kelopak mata : terdapat pelebaran pembuluh darah pada kedua selaput
kelopak mata.---------------------------------------------------------------------------------------
5) Selaput biji mata : tidak ada kelainan. ---------------------------------------------------------
6) Selaput bening mata : keruh pada kedua selaput bening mata.-----------------------------
7) Pupil mata : bentuk bundar, dengan ukuran diameter pupil tiga milimeter, kanan dan
kiri sama .-------------------------------------------------------------------------------------------
8) Iris mata : warna hitam, tidak ada kelainan. --------------------------------------------------
b. Mulut : -------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Bibir atas : tampak pucat.-------------------------------------------------------------------------
2)Bibir bawah : tampak pucat.----------------------------------------------------------------------
3)Selaput lendir mulut : tampak pucat.------------------------------------------------------------
4)Langit-langit mulut : tidak ada kelainan.-------------------------------------------------------
5)Lidah : tidak ada kelainan.-----------------------------------------------------------------------
6)Gigi geligi :-----------------------------------------------------------------------------------------
a) Rahang atas :------------------------------------------------------------------------------------
i. Kanan : lengkap, jumlah delapan buah, gigi geraham belakang ketiga ada.--------
ii. Kiri : lengkap, jumlah delapan buah, gigi geraham belakang ketiga ada.----------
b) Rahang bawah : --------------------------------------------------------------------------------
i. Kanan : tidak lengkap, jumlah tujuh buah, gigi geraham belakang ketiga tidak
ada.--------------------------------------------------------------------------------------------
ii. Kiri : lengkap, jumlah delapan buah, gigi geraham belakang ketiga ada.-----------
c. Hidung :------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Bentuk hidung : tidak ada kelainan.-----------------------------------------------------------
2) Permukaan kulit hidung : tidak ada kelainan.-------------------------------------------------
3) Lubang hidung : tidak ada kelainan.------------------------------------------------------------
d. Telinga :------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Bentuk telinga : tidak ada kelainan.-------------------------------------------------------------
2) Permukaan kulit telinga : tidak ada kelainan.--------------------------------------------------
3) Lubang telinga : tidak ada kelainan.-------------------------------------------------------------
3. Tulang - Tulang :-------------------------------------------------------------------------------------------
a. Tulang tengkorak : tidak ada kelainan.---------------------------------------------------------------
b. Tulang wajah : tidak ada kelainan.-------------------------------------------------------------------
c. Tulang belakang : tidak ada kelainan. ---------------------------------------------------------------
d. Tulang-tulang dada : tidak ada kelainan. ------------------------------------------------------------
e. Tulang panggul : tidak ada kelainan. ----------------------------------------------------------------
f. Tulang anggota gerak : tidak ada kelainan.----------------------------------------------------------
D. TEMUAN DARI PEMERIKSAAN TUBUH BAGIAN DALAM :-----------------------------
1. Rongga Kepala :------------------------------------------------------------------------------------------
a. Kulit kepala bagian dalam : tampak pelebaran pembuluh darah pada kulit kepala bagian
dalam sisi belakang.-----------------------------------------------------------------------------------
b. Tulang atap tengkorak : terdapat resapan darah pada tulang atap tengkorak bagian
belakang, bentuk tidak teratur, dengan ukuran panjang tujuh sentimeter, lebar lima
sentimeter, batas tidak tegas, warna merah keunguan.--------------------------------------------
c. Selaput keras otak : terdapat resapan darah pada selaput keras otak, bentuk tidak teratur,
dengan ukuran panjang sebelas sentimeter, lebar tiga sentimeter, batas tidak tegas, warna
merah kehitaman.---------------------------------------------------------------------------------------
d. Otak besar : berat seribu gram, warna putih keabuan, permukaan licin, parit otak dalam,
dengan ukuran panjang sembilan belas sentimeter, lebar tujuh belas sentimeter, tebal lima
sentimeter pada pengirisan tidak ada kelainan.-----------------------------------------------------
e. Otak kecil : warna putih keabuan, permukaan licin, dengan ukuran panjang sebelas koma
lima sentimeter, lebar tujuh koma lima sentimeter, tebal dua koma lima sentimeter, berat
seratus sepuluh gram, pada pengirisan tidak ada kelainan.----------------------------------------
f. Batang otak : warna putih keabuan, permukaan licin, dengan ukuran tujuh sentimeter,
lebar tiga koma lima sentimeter, tebal dua sentimeter, pada pengirisan tidak ada kelainan.-
g. Dasar tengkorak : tidak ada kelainan. ---------------------------------------------------------------
2. Leher Bagian Dalam : ----------------------------------------------------------------------------------
a. Lidah : tidak ada kelainan.-----------------------------------------------------------------------------
b. Kulit leher bagian dalam : tidak ada kelainan.------------------------------------------------------
c. Otot leher : tidak ada kelainan.------------------------------------------------------------------------
d. Kelenjar getah bening : tidak ada kelainan.---------------------------------------------------------
e. Tulang pangkal lidah : tidak ada kelainan. ----------------------------------------------------------
f. Tulang rawan gondok : tidak ada kelainan.----------------------------------------------------------
g. Tulang rawan cincin: tidak ada kelainan.------------------------------------------------------------
h. Tenggorokan : terdapat dua buah luka terbuka pada tenggorokan.------------------------------
1) Luka terbuka pertama memutus tenggorokan.---------------------------------------------------
2) Luka terbuka kedua pada tenggorokan sisi depan, saat luka belum dirapatkan, bentuk
menyerupai celah, dengan ukuran panjang satu sentimeter, lebar nol koma lima
sentimeter, dalam dua sentimeter, saat luka sudah dirapatkan, bentuk menyerupai garis,
dengan ukuran panjang satu koma lima sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, kedua
sudut lancip, tebing luka rata, terdiri dari dinding tenggorokan, dasar luka dinding
tenggorokan belakang sisi dalam, tidak terdapat jembatan jaringan.-------------------------
i. Kerongkongan : terdapat sebuah luka terbuka pada kerongkongan sisi depan, saat luka
belum dirapatkan, bentuk menyerupai celah, dengan ukuran panjang satu sentimeter, lebar
satu sentimeter, dalam satu sentimeter, saat luka sudah dirapatkan, bentuk menyerupai
garis, dengan ukuran panjang satu koma lima sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, kedua
sudut lancip, tebing luka rata, terdiri dari dinding kerongkongan, dasar luka dinding
kerongkongan belakang sisi dalam, tidak terdapat jembatan jaringan.--------------------------
j. Pembuluh darah besar : --------------------------------------------------------------------------------
1) Kanan : terdapat sebuah luka terbuka yang memutus pembuluh darah besar. Pembuluh
darah besar tampak kosong.------------------------------------------------------------------------
2) Kiri : tidak ada kelainan.----------------------------------------------------------------------------
3. Rongga Dada : --------------------------------------------------------------------------------------------
a. Kulit dada bagian dalam : tidak ada kelainan.------------------------------------------------------
b. Otot dinding dada : tidak ada kelainan---------------------------------------------------------------
c. Tulang dada : tidak ada kelainan.---------------------------------------------------------------------
d. Tulang – tulang iga : tidak ada kelainan.------------------------------------------------------------
e. Otot dinding punggung : tidak ada kelainan .-------------------------------------------------------
f. Jantung : -------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Kantung jantung : terdapat cairan kantung jantung sebanyak tiga koma delapan
milliliter dengan warna merah kekuningan.------------------------------------------------------
2) Jantung : permukaan licin, warna merah kecokelatan, dengan ukuran panjang lima
belas sentimeter, lebar sebelas sentimeter, tebal lima sentimeter, berat tiga ratus lima
puluh gram, pada perabaan kenyal. ---------------------------------------------------------------
3) Jantung kanan : terdiri dari tiga buah katup, dengan ukuran panjang lingkar katup dua
belas sentimeter, tebal otot jantung kanan nol koma delapan sentimeter. Pembuluh nadi
paru terdiri dari tiga buah katup, dengan ukuran panjang lingkar delapan sentimeter.----
4) Jantung kiri : terdiri dari dua buah katup, panjang lingkar katup sepuluh sentimeter,
tebal otot jantung satu koma delapan sentimeter. Pembuluh nadi utama terdiri dari tiga
buah, dengan ukuran panjang lingkar katub tujuh sentimeter .--------------------------------
g. Paru : -----------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Paru kanan : terdiri dari tiga baga, warna merah kecoklatan, tampak pucat, dengan
ukuran panjang dua puluh tiga sentimeter, lebar delapan belas sentimeter, tebal delapan
sentimeter, berat empat ratus lima puluh gram, perabaan seperti spons, pada pengirisan
terdapat buih.-----------------------------------------------------------------------------------------
2) Paru kiri : terdiri dari dua baga, warna merah kecoklatan, tampak pucat, panjang dua
puluh dua sentimeter, lebar delapan belas sentimeter, tebal enam sentimeter, berat
empat ratus gram, perabaan seperti spons, pada pengirisan terdapat buih.------------------
4. Rongga Perut : terdapat cairan kuning kemerahan sebanyak tiga mililiter.----------------------
a. Dinding perut : tidak ada kelainan.-------------------------------------------------------------------
b. Tirai usus : tidak ada kelainan. -----------------------------------------------------------------------
c. Lambung : warna kemerahan, tampak pucat, ukuran panjang lengkung besar tiga puluh
tiga sentimeter, panjang lengkung kecil sebelas sentimeter, isi lambung tampak membubur
warna kecoklatan.---------------------------------------------------------------------------------------
d. Hati : berat seribu seratus gram, warna merah kecoklatan, tampak pucat, dengan ukuran
panjang dua puluh delapan sentimeter, lebar dua puluh sentimeter, tebal empat sentimeter,
permukaan licin, tepi tajam, perabaan kenyal, pada pengirisan tampak pucat.----------------
e. Limpa : berat seratus sembilan belas gram, warna merah kecoklatan, tampak melisut,
dengan ukuran panjang dua belas sentimeter, lebar sentimeter, tinggi satu koma lima
sentimeter, pada pengirisan .-------------------------------------------------------------------------
f. Kelenjar liur perut : berat seratus tujuh belas gram, warna kekuningan, dengan ukuran
panjang dua puluh empat sentimeter, lebar lima sentimeter, tebal satu sentimeter, pada
perabaan kenyal, pada pengirisan tidak ada kelainan.---------------------------------------------
g. Penggantung usus : tidak ada kelainan . -------------------------------------------------------------
h. Usus halus : tidak ada kelainan.-----------------------------------------------------------------------
i. Usus besar : tidak ada kelainan .---------------------------------------------------------------------
j. Ginjal : --------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Ginjal kanan : simpai ginjal mudah dilepas, berat seratus tiga puluh lima gram, warna
merah kecokletan, tampak pucat, permukaan licin, perabaan kenyal, dengan ukuran
panjang sebelas sentimeter, lebar tujuh koma lima sentimeter, tinggi dua koma lima
sentimeter, pada pengirisan tidak ada kelainan. ------------------------------------------------
2) Ginjal kiri : simpai ginjal mudah dilepas, berat seratus empat puluh empat gram,
warna merah kecoklatan, tampak pucat, permukaan licin, perabaan kenyal, dengan
ukuran panjang dua belas sentimeter, lebar tujuh sentimeter, tinggi dua koma lima
sentimeter, pada pengirisan tidak ada kelainan.-------------------------------------------------
E. TEMUAN DARI PEMERIKSAAN PENUNJANG. ----------------------------------------------
1. Telah mengambil sebagian organ untuk kepentingan sampel pemeriksaan Patologi Anatomi
berupa:------------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Kulit kepala bagian dalam sisi belakang.------------------------------------------------------------
b. Selaput keras otak .-------------------------------------------------------------------------------------
c. Otak besar.-----------------------------------------------------------------------------------------------
d. Otak kecil.------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Batang otak.----------------------------------------------------------------------------------------------
f. Kulit leher bagian dalam kiri.-------------------------------------------------------------------------
g. Kulit leher bagian luar kiri.----------------------------------------------------------------------------
h. Otot leher sisi kanan.-----------------------------------------------------------------------------------
i. Otot leher kiri kiri.--------------------------------------------------------------------------------------
j. Tenggorokan.--------------------------------------------------------------------------------------------
k. Kerongkongan.------------------------------------------------------------------------------------------
l. Jantung kiri.----------------------------------------------------------------------------------------------
m. Paru kanan.-----------------------------------------------------------------------------------------------
n. Paru kiri.--------------------------------------------------------------------------------------------------
o. Lambung.-------------------------------------------------------------------------------------------------
p. Kelenjar liur perut.--------------------------------------------------------------------------------------
q. Ginjal kiri.------------------------------------------------------------------------------------------------
r. Ginjal kanan.---------------------------------------------------------------------------------------------
s. Limpa.----------------------------------------------------------------------------------------------------
t. Hepar.-----------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Telah mengambil sebagian organ untuk kepentingan sampel pemeriksaan Toksikologi
berupa: isi lambung.--------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN :----------------------------------------------------------------------------------------------
Berdasarkan temuan-temuan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan atas jenazah tersebut maka
saya simpulkan bahwa jenazah adalah seorang laki-laki, umur kurang lebih dua puluh lima
tahun, kesan gizi lebih. Dari pemeriksaan luar dan dalam didapatkan luka akibat kekerasan
tumpul berupa luka memar pada perut, luka lecet pada anggota gerak atas kiri; didapatkan luka
akibat kekerasan tajam berupa luka iris pada wajah dan leher. Didapatkan tanda perdarahan
hebat. Sebab kematian akibat luka iris yang memotong pembuluh besar leher sehingga
mengakibatkan perdarahan hebat. Waktu kematian diperkirakan dua jam sampai empat jam
sebelum dilakukan pemeriksaan luar.-----------------------------------------------------------------------

PENUTUP:-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah keterangan tertulis ini saya buat dengan sesungguhnya, dengan mengingat sumpah
sewaktu menerima jabatan.-----------------------------------------------------------------------------------

Semarang, 27 Februari 2019


Dokter yang memeriksa,
DPJP

dr. RP Uva Utomo, MH., Sp. KF


NIP. 19721019 200604 1 006
BAB IV
ANALISIS KASUS

IV.1 Hasil pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan ditemukan lebam mayat : terdapat pada tengkuk, punggung,


pinggang, dan bokong, hilang dengan penekanan.Terjadinya hal ini karena adanya
gaya gravitasi yang menyebabkan darah mengumpul pada bagian bagian tubuh
terendah. Mula - mula darah mengumpul pada vena-vena besar dan kemudian
pada cabang cabang sehingga mengakibatkan perubahan warna kulit menjadi
merah kebiruan. Pada awalnya warna tersebut hanya berupa bercak setempat –
setempat yang kemudian berubah menjadi lebih besar dan merata pada bagian
tubuh terendah. Kadang-kadang cabang dari vena pecah sehingga terlihat bintik –
bintik perdarahan yang disebut Tardieu spot. Hilang dengan penekanan
memungkinkan jenazah meninggal kurang dari 12 jam, karena lebam mayat
belum menetap.
Selain itu ditemukan kaku mayat : terdapat pada kelopak mata, rahang, anggota
gerak atas dan anggota gerak bawah, dapat dilawan. Kaku mayat disebabkan
karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-
serabut otot (aktin-miosin) akibat penurunan ATP. terjadi perubahan pada akto-
myosin, dimana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang
sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi.
Berdasarkan teori tersebut maka kaku mayat akan terjadi lebih awal pada otot-otot
kecil, karena pada otot - otot kecil persediaan glikogen sedikit. Lebih kurang 6
jam sesudah mati, kaku mayat akan mulai terlihat dan lebih kurang 6 jam
kemudian seluruh tubuh akan menjadi kaku. Kekakuan tersebut akan berlangsung
selama 36-48 jam. Sesudah itu, tubuh mayat akan mengalami relaksasi kembali
sebagai akibat dari regenerasi pembusukan. Relaksasi setelah mayat mengalami
kaku mayat disebut relaksasi sekunder. Urutan terjadinya relaksasis sekunder
seperti urutan terjadinya kaku mayat : yaitu dimulai dari otot - otot pada daerah
muka, leher anggota atas, dada, perut dan terakhir anggota bawah. Yang artinya?
Pada jenazah tidak ditemukan tanda pembusukan karena belum terjadinya
degradasi jaringan yaitu adanya mikroorganisme dan enzim proteolitik, yang
artinya waktu kematian jenazah diperkirakan belum 24 jam.

Pada pemeriksaan kulit tubuh pada pipi terdapat sebuah luka terbuka pada pipi
kanan, dengan sudut pertama sepuluh sentimeter di kanan garis tengah tubuh dan
delapan sentimeter di bawah garis mendatar yang melewati kedua mata, sebelum
luka dirapatkan, bentuk menyerupai celah, dengan ukuran panjang enam
sentimeter, lebar satu sentimeter, dalam nol koma lima sentimeter, setelah luka
dirapatkan, bentuk menyerupai garis, dengan panjang enam koma lima sentimeter,
batas tegas, tepi luka rata, kedua sudut luka lancip, tebing luka rata terdiri dari
kulit, jaringan lemak, jaringan ikat, dasar luka jaringan ikat, tidak terdapat
jembatan jaringan.  artinya ?

Pada dagu terdapat sebuah luka terbuka pada dagu sisi kanan dengan sudut
pertama sebelas sentimeter di bawah garis datar yang melewati kedua mata dan
tujuh sentimeter di kanan garis tengah tubuh, sudut kedua dua belas sentimeter di
bawah garis mendatar yang kedua mata dan lima sentimeter di kanan garis tengah
tubuh, sebelum luka dirapatkan bentuk menyerupai celah, dengan ukuran panjang
satu koma tiga sentimeter, lebar nol koma lima sentimeter, dalam nol koma lima
sentimeter, setelah luka dirapatkan, bentuk menyerupai garis, dengan ukuran
panjang satu koma lima sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, tebing luka rata
terdiri dari kulit, jaringan lemak, jaringan ikat, dasar luka jaringan ikat, tidak
terdapat jembatan jaringan  artinya apa?

Luka terbuka pertama pada leher belakang sisi kanan atas, ujung pertama tujuh
belas sentimeter di kanan garis tengah tubuh dan tiga koma lima sentimeter di
bawah lubang telinga kanan, ujung kedua sembilan belas koma dua di kanan garis
tengah tubuh dan tiga sentimeter di bawah lubang telinga, sebelum luka
dirapatkan, bentuk menyerupai celah, dengan ukuran dan lebar, panjang tiga
sentimeter, lebar nol koma dua sentimeter, dalam nol koma dua sentimeter,
setelah luka dirapatkan, bentuk menyerupai garis, dengan panjang tiga koma tiga
sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, kedua sudut luka lancip, tebing luka rata,
terdiri dari kulit, dasar luka kulit, tidak terdapat jembatan jaringan  artinya ?
Luka terbuka kedua pada leher depan sisi kanan atas, dengan sudut pertama dua
belas sentimeter di bawah garis datar yang melewati kedua mata dan sembilan
sentimeter di kanan garis tengah tubuh, sudut kedua dua belas koma lima
sentimeter di bawah garis datar yang melewati kedua mata dan tiga sentimeter
kanan garis tegah tubuh, bentuk tidak teratur, sebelum luka dirapatkan bentuk
menyerupai celah, dengan ukuran panjang lima koma enam sentimeter, lebar satu
sentimeter, dalam nol koma dua sentimeter, setelah luka dirapatkan bentuk
menyerupai garis, dengan ukuran panjang lima koma lima sentimeter, batas tegas,
tepi luka rata, kedua sudut luka lancip, tajam tebing luka rata, terdiri dari kulit,
jaringan lemak dan jaringan ikat, dasar luka jaringan ikat, tidak terdapat jembatan
jaringan.  artinya?

Luka terbuka ketiga pada leher depan, dengan sudut pertama sembilan sentimeter
di kiri garis tengah tubuh dan empat belas koma lima sentimeter di bawah garis
mendatar yang melewati kedua mata, sudut kedua tujuh sentimeter di kiri garis
tengah tubuh dan sembilan belas sentimeter di bawah garis datar yang melewati
kedua mata, sudut ketiga dua belas sentimeter di kanan garis tengah tubuh dan
empat belas sentimeter di bawah lubang telingan kanan, bentuk tidak teratur,
dengan ukuran panjang dua puluh satu sentimeter, lebar lima sentimeter, dalam
empat sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, ketiga sudut luka lancip, tebing luka
rata terdiri dari kulit, jarigan lemak, jaringan ikat, pembuluh darah leher,
tenggorokan, kerongkongan, otot, tulang, dasar luka tulang, tidak terdapat
jembatan jaringan  artinya?

Dada : terdapat sebuah luka terbuka pada dada sisi kiri atas, dengan sudut pertama
empat belas sentimeter di kiri garis tengah tubuh dan sepuluh koma lima di bawah
puncak bahu, sudut kedua empat belas sentimeter di kiri garis tengah tubuh dan
sebelas koma lima sentimeter di bawah puncak bahu, saat luka belum dirapatkan,
bentuk menyerupai celah, dengan ukuran panjang dua koma lima sentimeter, lebar
satu sentimeter, dalam nol koma dua sentimeter, setelah luka dirapatkan, bentuk
menyerupai garis, dengan ukuran panjang tiga sentimeter, batas tegas, tepi luka
rata, kedua sudut luka lancip, tebing luka rata terdiri dari kulit, dasar luka jaringan
ikat, tidak terdapat jembatan jaringan  artinya?
Perut : terdapat sebuah luka memar pada perut sisi kiri atas, bentuk tidak teratur,
dengan ukuran panjang dua belas sentimeter, lebar tujuh sentimeter, batas tidak
tegas, warna kehitaman  artinya?

Anggota gerak atas : jaringan di bawah kuku tampak pucat.


Kanan: terdapat dua buah luka lecet pada anggota gerak atas kanan.
- Luka lecet pertama pada lengan bawah kanan sisi belakang, bentuk tidak teratur,
dengan ukuran panjang dua puluh satu sentimeter, lebar tujuh sentimeter, batas
tidak tegas, warna kemerahan.
- Luka lecet kedua pada punggung tangan kanan, bentuk tidak teratur, dengan
ukuran panjang lima belas sentimeter, lebar sembilan sentimeter, batas tidak
tegas, warna merah kehitaman.
Kiri : terdapat sebuah luka lecet pada siku kiri, bentuk tidak teratur, dengan
ukuran panjang dua sentimeter, lebar satu sentimeter, batas tidak tegas, warna
kehitaman.  artinya?

Anggota gerak bawah: jaringan di bawah kuku tampak pucat. 

Pada bagian mata, Selaput kelopak mata : terdapat pelebaran pembuluh darah
pada kedua selaput kelopak mata  artinya?

Selaput bening mata : keruh pada kedua selaput bening mata.  artinya?

Pada mulut, bibir bagian atas, bibir bagian bawah, selaput lendir mulut tampak
pucat  artinya?

IV.2 Hasil pemeriksaan dalam


Kulit kepala bagian dalam : tampak pelebaran pembuluh darah pada kulit kepala
bagian dalam sisi belakang.  artinya?
Tulang atap tengkorak : terdapat resapan darah pada tulang atap tengkorak bagian
belakang, bentuk tidak teratur, dengan ukuran panjang tujuh sentimeter, lebar lima
sentimeter, batas tidak tegas, warna merah keunguan.  artinya?

Selaput keras otak : terdapat resapan darah pada selaput keras otak, bentuk tidak
teratur, dengan ukuran panjang sebelas sentimeter, lebar tiga sentimeter, batas
tidak tegas, warna merah kehitaman.  artinya?

Tenggorokan : terdapat dua buah luka terbuka pada tenggorokan.


Luka terbuka pertama memutus tenggorokan  artinya?
Luka terbuka kedua pada tenggorokan sisi depan, saat luka belum dirapatkan,
bentuk menyerupai celah, dengan ukuran panjang satu sentimeter, lebar nol koma
lima sentimeter, dalam dua sentimeter, saat luka sudah dirapatkan, bentuk
menyerupai garis, dengan ukuran panjang satu koma lima sentimeter, batas tegas,
tepi luka rata, kedua sudut lancip, tebing luka rata, terdiri dari dinding
tenggorokan, dasar luka dinding tenggorokan belakang sisi dalam, tidak terdapat
jembatan jaringan  artinya
Kerongkongan : terdapat sebuah luka terbuka pada kerongkongan sisi depan, saat
luka belum dirapatkan, bentuk menyerupai celah, dengan ukuran panjang satu
sentimeter, lebar satu sentimeter, dalam satu sentimeter, saat luka sudah
dirapatkan, bentuk menyerupai garis, dengan ukuran panjang satu koma lima
sentimeter, batas tegas, tepi luka rata, kedua sudut lancip, tebing luka rata, terdiri
dari dinding kerongkongan, dasar luka dinding kerongkongan belakang sisi
dalam, tidak terdapat jembatan jaringan  artinya?
Pembuluh darah besar :
Kanan : terdapat sebuah luka terbuka yang memutus pembuluh darah besar.
Pembuluh darah besar tampak kosong  artinya?

Jantung. Kantung jantung : terdapat cairan kantung jantung sebanyak tiga koma
delapan milliliter dengan warna merah kekuningan  artinya?
Paru kanan : terdiri dari tiga baga, warna merah kecoklatan, tampak pucat, dengan
ukuran panjang dua puluh tiga sentimeter, lebar delapan belas sentimeter, tebal
delapan sentimeter, berat empat ratus lima puluh gram, perabaan seperti spons,
pada pengirisan terdapat buih.  artinya?
Paru kiri : terdiri dari dua baga, warna merah kecoklatan, tampak pucat, panjang
dua puluh dua sentimeter, lebar delapan belas sentimeter, tebal enam sentimeter,
berat empat ratus gram, perabaan seperti spons, pada pengirisan terdapat buih. 
artinya?

Hati : berat seribu seratus gram, warna merah kecoklatan, tampak pucat, dengan
ukuran panjang dua puluh delapan sentimeter, lebar dua puluh sentimeter, tebal
empat sentimeter, permukaan licin, tepi tajam, perabaan kenyal, pada pengirisan
tampak pucat.  artinya?

Limpa : berat seratus sembilan belas gram, warna merah kecoklatan, tampak
melisut, dengan ukuran panjang dua belas sentimeter, lebar sentimeter, tinggi satu
koma lima sentimeter, pada pengirisan  artinya?
IV.2 Hasil pemeriksaan dalam

Pada jenazah diatas, ditemukan jaringan bawah kuku yang tampak pucat,
organ-organ pucat, pembuluh darah besar yang kosong, juga limpa yang melisut.
Gejala tersebut didapatkan karena trauma tajam yang terjadi saat korban masih
hidup. Trauma tajam pada korban diatas terjadi pada saat jantung masih hidup.
Jantung yang masih hidup akan memompa darah terus menerus melalui luka
terbuka sehingga terjadi perdarahan hebat dan kekurangan darah dalam tubuh
sehingga ditemukan tanda tanda anemis (muka dan organ dalam pucat) disertai
limpa melisut, juga jantung dan nadi utama tidak berisi darah.
BAB V
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

1. Jain A., Yadav J., Kumar G., B P Dubey. 2014. Case Report Fatal Cut-Throat
Injury Labeled as Suicide after Meticulous Autopsy: Case Report. J Indian Acad
Forensic Med. Vol. 36, No. 2.
2. Solarino B, Buschmann CT, Tsokos M. 2011. Suicidal cut-throat and stab
fatalities: three case reports. Rom J Leg Med [19] 161-166.
3. Al-Yousif ZAA, Al-Qazzaz MAM. 2012. Medico-legal Study of Fatal Incised
Wounds in Baghdad. IRAQI J MED SCI. Vol. 10 (4).
4. Kaushik, Vijay Kumar. Sheikh, M. 2-17. Which is the Cause of Death? - A Case
Report. National Journal of Community Med 2017.
5. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. 67-91.
6. Dahlan S. ILMU KEDOKTERAN FORENSIK Pedoman Bagi Dokter dan
Penegak Hukum. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
2007:h.48-65.
7. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tanatologi Dalam : ILMU KEDOKTERAN FORENSIK. Balai Penerbit
FKUI.Jakarta;1997:h.49-51.
8. Idris AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Binapura Aksara :
1997.h. 54-77.
9. Poposka V, Gutevska A, Stankov A. Estimation of Time Since Death by
Using Algorithm in Early Postmortem Period. Global Journal of Medical
Research Interdisciplinary. Vol 13, Issue 3. Global Journals Inc : USA;
2013.
10. Fiedler S. Adipocere Withstand 1600 years of fluctuating groundwater
levels in soil. Journal of Archaeological Science 36 : 2009.p.1328-33.
11. Mohan K, Francis M, Prashanta B, Shankar B. Early Adipocere formation
: a case report and review of literature. Journal Forensic and Legal
Medicine 16 : 2009.p.476-7.
12. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 2006.
Peningkatan Sistem Registerasi Kematian di Indonesia. Pedoman
Pewawancara Autopsi Verbal. Jakarta : Depkes RI
13. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi
Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2010.
14. Pomara C, Karch SB, Fineschi V. Forensic Autopsy a Handbook and
Atlas. New York:CRC Press is an imprint of the Taylor & Francis Group,
an informa business.2014.
15. Prameng L.B, Yulianti K, Hardinisa A. Petunjuk Teknik Otopsi.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2009
16. Bambang L, Yulianti K, Hardinisa. Petunjuk Teknik Autopsi. Semarang :
Bagian Kedokteran Forensik FK UNDIP;2009.
17. Haloi MD, Haloi M, Patowary A. Conventional Methods of Incision and
The Cosmetic Autopsy Incision : Its Advantages. IJHRMLP.
2015;1(2):14-18
18. Michael TS, Deborah JH. Post Mortem Technique Handbook. Second
Edition. Springer-Verlag London Limited. 2005
19. J Forensic Dent Sci. Virtopsy versus autopsy in unusual case of asphyxia:
Case report I. 2013 Jul-Dec; 5(2): 146–148

1. Steven K, Kingstone R, Tracy T. Forensic Pathology of Trauma. 3rd ed.


New York: Humana Press; 2007.
2. Prahlow J, Byard R. Atlas of Forensic Pathology. 2nd ed. New York:
Humana Press; 2014.
3. Knight B. Simpson’s Forensic Medicine. Eleventh Edition. New York :
Arnold, 1997 : 105 – 20.

4. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. Legal Medicine.


Pathology and toxicology. 2ndedition. New York : Appleton century croft.
1954 :102 – 51.
5. Di Maio DJ, Di Maio VJM. Forensic Pathology. Florida : CRC Press.
2000 : 43 – 86.

6. Motozawa Y, Yokoyama T, Hitosugi M, et all. Analysis of sudden natural


deaths while driving with forensic autopsy findings. Available from :
http: www-nrd.nhtsa.dot.gov/pdf/nrd-01/esv/esv19/05-0112-W.pdf.

7. Knight B. Forensic Pathology. Second Edition. New York : Oxford


University Press. 1996 : 487 – 516.

8. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta :


Bagian Kedokteran Forensik FKUI.1997.

Anda mungkin juga menyukai