Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

GLAUKOMA KRONIS

Pembimbing: dr. Abraham, Sp.M

Disusun oleh:

Evan Kurniawan Gianto - 1215119

Ajeng Miranti - 1215178

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

RUMAH SAKIT IMMANUEL 2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optic kronik yang ditandai oleh pencekungan (cupping)
diskuks optikus dan pengecilan lapang pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan
intraocular. Glaukoma sudut terbuka primer adalah bentuk glaukoma yang paling sering terjadi
pada ras kulit hitam dan putih. Di Amerika Serikat, 1,29-2% orang yang berusia lebih dari 40
tahun, meningkat hingga 4,7% pada orang yang berusia lebih dari 75 tahun, diperkirakan mengidap
glaukoma sudut terbuka primer. Penyakit ini empat kali lebih umum dan enam kali lebih sering
menimbulkan kebutaan pada orang berkulit hitam. Pada glaukoma sudut terbuka primer,
didapatkan kecenderungan familial yang kuat dan kerabat dekat pasien dianjurkan menjadi
pemeriksaan skrining secara teratur. (Salmon, 2010)

Sekitar 70 juta orang di seluruh dunia menderita glaukoma, 8,4 juta diantaranya mengalami
kebutaan. Hal ini menjadikan glaukoma sebagai penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia
berdasarkan World Health Organization. Di Indonesia, prevalensi glaukoma berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah sebesar 0,5%.

Onset glaukoma sudut terbuka biasanya tidak jelas, progresif lambat, dan tidak nyeri,
sehingga jarang timbul keluhan. Oleh karena tidak adanya gejala yang signifikan pada glaukoma
primer sudut terbuka kecuali jika sudah sampai tahap yang lanjut, maka penegakan diagnosis
sedini mungkin sebaiknya dilakukan agar dapat mencegah kebutaan dan komplikasi lainnya yang
tidak diinginkan. Dengan demikian, glaukoma primer sudut terbuka menjadi penting untuk dibahas
karena semakin dini diagnosis ditegakkan, maka penatalaksaan pun dapat diberikan sedini
mungkin, hingga komplikasi yang tidak diinginkan dapat dicegah.

2
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................4

2.1 Anatomi Bilik Mata Anterior .......................................................................................4


2.2 Fisiologi ..........................................................................................................................6
2.2.1 Komposisi Aqueous ....................................................................................................6
2.2.2 Produksi Aqueous .....................................................................................................7
2.2.3 Ekskresi Aqueous ......................................................................................................7
2.2.4 Tekanan Intraokuler (TIO) .......................................................................................9
2.3 Glaukoma Sudut Terbuka (OAG) ..............................................................................10
2.5.1 Definisi ........................................................................................................................10
2.5.2 Faktor Risiko ..............................................................................................................11
2.5.3 Patogenesis...................................................................................................................12
2.5.4 Gejala Klinik ..............................................................................................................13
2.5.5 Diagnosis......................................................................................................................14
2.5.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................14
2.5.7 Penatalaksanaan .........................................................................................................17
2.5.9 Prognosis .....................................................................................................................19
BAB III KESIMPULAN......................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................21

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Bilik Mata Depan

Bilik mata depan (Camera Oculi Anterior / COA) adalah sebuah area yang berada tepat di
posterior dari kornea dan anterior dari iris. Pada bagian lateral, COA dibatasi oleh sudut
iridokorneal. COA dan COP (Camera Oculi Posterior / Bilik mata belakang) merupakan ruangan
yang menyambung melalui celah pupil dan berisikan aqueous humor yang disekresikan dari COP
dan mengalir ke COA melalui pupil, dan di serap ke kanal Schlemm yang merupakan kanal vena
sirkular pada daerah limbus. (Grays Anatomy 2nd edition, 2009)

Gambar 2.1 Anatomi COA (www.netterimages.com)

4
Pada perbatasan antara kornea dan iris, terbentuk sebuah sudut yang terdiri dari garis
Schwalbe, kanalis Schlemm dan anyaman trabekular, scleral spur, serta batas anterior badan siliar.
Anyaman trabekulum ini memiliki tiga komponen, yaitu:

 Uveal meshwork adalah komponen yang paling dalam, terdiri dari cord-like endothelial cell-
covered strands yang muncul dari iris dan stroma badan silier. Ruang intertrabekularnya cukup
besar dan hanya memiliki sedikit resistensi pada aliran aqueous humor.
 Corneoscleral meshwork terletak lebih luar dari uveal meshwork untuk membentuk bagian
tertebal dari trabekulum. Terbentuk dari lapisan jaringan ikat dengan sel yang menyerupai
endotelial di atasnya. Ruang intertrabekular lebih kecil sehingga resistensi aliran aqueous
humor nya lebih besar. 

 Juxtacanalicular (kribriform) meshwork adalah bagian terluar dari trabekulum, dan
menghubungkan corneoscleral meshwork dengan endotelium dari dinding dalam kanalis
Schlemm. Terdiri dari sel yang tertanam padat pada matriks ekstraselular dengan ruang
interselular yang sempit, berperan sebagai proporsi besar resistensi normal dari aliran keluar
aqueous humor (Bowling, 2016). 
 Canalis Schlemm adalah saluran yang terdapat di dalam
sklera perilimbal. Dinding dalamnya tersusun oleh irregular spindle-shaped endothelial cells
yang memiliki lipatan ke dalam (giant vacuoles) yang diperkirakan menyalurkan aqueous
humor melalui formasi pori-pori transelular. Dinding luarnya tersusun oleh smooth flat cells
dan berisi pembukaan dari saluran pengumpul, yang menyebabkan kanal berada pada posisi
oblik dan terhubung secara langsung maupun tidak langsung dengan vena episklera (Bowling,
2016). 
 Sulkus sklera interna mengakomodasi kanalis Schlemm di sebelah luar dan anyaman
trabekular di sebelah dalam. Sulkus ini dibatasi oleh scleral spur di sisi posterior, garis
Schwalbe di sisi anterior (Jason & Michael, 2015). Sudut bilik mata depan terletak pada
pertautan antara pangkal iris dan kornea perifer. Ciri utama anatomis sudut ini adalah garis
Schwalbe, anyaman trabekular, dan scleral spur. Garis Schwalbe merupakan bagian perifer
membrana descement dan menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekular tersusun
atas lembar berlubang yang terdiri dari jaringan kolagen dan elastik dan membentuk suatu filter
berpori yang semakin kecil ketika mendekati kanalis Schlemm, disebut sebagai anyaman
korneoskleral. Serat longitudinal muskulus siliaris yang berinsersi pada scleral spur menyisip
ke dalam anyaman trabekular tersebut. Hal ini menyebabkan kontraksi otot tersebut membuka
anyaman trabekular dan memperlancar aliran aqueous humor. Saluran efferen kanalis
Schlemm berhubungan dengan vena episklera (Jason & Michael, 2015). 


5
Gambar 2.2 Anatomi Trabekular Meshwork (www.aao.org)

Orang dewasa normal emetrop memiliki bilik mata anterior dengan kedalaman sekitar 3
mm pada bagian tengah dan mencapai titik tersempit sedikit sebelah sentral dari sudut bilik serta
memiliki volume bilik mata anterior sekitar 200μL. Kedalaman bilik mata anterior bervariasi, lebih
dalam pada afakia, pseudofakia, maupun miopia, sedangkan lebih dangkal pada hiperopia (Jason
& Michael, 2015).

2.2. Fisiologi


2.2.1. Komposisi Aqueous Humor

Aqueous humor merupakan suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata anterior dan
posterior. Volume adalah sekitar 250μL dan kecepatan pembentukannya yang memiliki variasi
diurnal 2,5 μL/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan plasma.

6
Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
(Riordan-Eva & Cunningham Jr, 2011)

2.2.2. Produksi Aqueous Humor

Aqueous humour diproduksi dari plasma oleh epitel siliaris di badan siliaris pars plicata,
dengan menggunakan kombinasi antara sekresi aktif dan pasif. Filtrat tinggi protein melewati pori-
pori kapiler (ultrafiltrasi) ke dalam stroma processus siliaris, dimana transport aktif terjadi di antara
dua lapis epitel siliaris (berpigmen dan tak berpigmen). Gradien osmotik di tempat tersebut
kemudian memfasilitasi aliran pasif dari air ke dalam COP. Sekresi terjadi tergantung pengaruh
system saraf simpatis dengan diperantarai reseptor beta-2 (meningkatkan sekresi) dan reseptor
alfa-2 (menurunkan sekresi). Kerja enzim juga penting, yang paling vital adalah karbonik
anhidrase. (Bowling, 2016)

2.2.3. Ekskresi Aqueous Humor

Aqueous humor mengalir keluar dari COP melalu pupil, kemudian ke COA. Terdapat 3 rute
aliran aqueous humor:

 Trabecular drainage (90%): aqueous humor mengalir melewati trabecular meshwork ke


kanalis Schlemm dan kemudian ke vena episclera. Rute ini sensitive terhadap TIO sehingga
adanya peningkatan TIO akan diimbangi dengan peningkatan ekskresi melalui rute ini, 

 Uveoscleral drainage (10%): aqueous humor melewati facies badan siliaris dan masuk ke
suprachoroidal space dan kemudian didrainase oleh sistem vena dari badan siliaris,
choroid, dan sclera. 

 Iris: sebagian kecil aqueous humor juga keluar melalui iris. (Bowling, 2016)

7
Gambar 2.3 Produksi dan Ekskresi Aqueous Humor (www.d.umn.edu)

8
Gambar 2.4 Aliran Aqueous Humor (www.slideshare.net)

2.2.4. Tekanan Intraokuler (TIO)

TIO ditentukan dengan keseimbangan antara tingkat produksi dan ekskresi dari aqueous
humor. Tingkat resistensi pada trabecular meshwork dan besar tekanan vena episklera termasuk
faktor yang menentukan tingkat ekskresi dari aqueous humor. (Bowling, 2016)

TIO normal rata-rata adalah 16 mmHg pada tonometri aplanasi, atau berkisar antara 11-21
mmHg. Walaupun demikian, beberapa pasien mengalami kerusakan glaukomatous dengan TIO
yang kurang dari 21 mmHg dan beberapa juga tidak mengalami kerusakan sama sekali dengan
TIO lebih dari 21 mmHg. Walaupun pengurangan TIO merupakan kunci untuk semua jenis
glaukoma. (Bowling, 2016)

TIO normal bervariasi seiring waktu (variasi diurnal), detak jantung, tekanan darah, dan
respirasi. Pola diurnal bervariasi, dengan kecenderungan untuk lebih tinggi pada pagi hari dan
lebih rendah saat siang hingga malam hari disebabkan karena produksi aqueous yang lebih sedikit

9
saat malam hari. Mata glaukomatous menghasilkan fluktuasi TIO yang lebih besar dari normal,
yang dapat menyebabkan kelainan lapang pandang progresif. (Bowling, 2016)

2.3 Open Angle Glaukoma

2.3.1 Definisi

Glaukoma sudut terbuka primer (POAG) digambarkan dengan jelas sebagai neuropati
optik multifaktorial yang kronis, progresif, dan ireversibel, dengan hilangnya serat optik yang
diakibatkan karakteristiknya. Kelainan tersebut berkembang dengan adanya sudut ruang anterior
terbuka, kelainan bidang visual yang khas, dan tekanan intraokular yang terlalu tinggi untuk
kesehatan mata secara terus menerus. Penyakit ini dimanifestasikan dengan cupping dari diskus
optikus tanpa adanya penyebab penyakit lain yang diketahui. (Biggerstaff, 2017)

Karakteristik dari POAG adalah sebagai berikut:

 TIO lebih dari 21 mmHg


 Bilateral
 Neuropati optic glaukomatous
 Sudut COA yang terbuka
 Gangguan lapang pandang seiring progresivitas kerusakan
 Tak ada sebab sekunder atau sebab non-glaukoma dari kerusakan n. opticus
(Bowling, 2016)

Gambar 2.5 Kerusakan glaukomatosa lanjut dengan peningkatan cupping dan kepucatan
substansial dari kepala saraf optik (Medscape.com)

10
Glaukoma sudut terbuka primer adalah bentuk glaukoma yang paling sering terjadi pada
ras kulit hitam dan putih. Di Amerika Serikat, 1,29-2% orang yang berusia lebih dari 40 tahun,
meningkat hingga 4,7% pada orang yang berusia lebih dari 75 tahun, diperkirakan mengidap
glaukoma sudut terbuka primer. Penyakit ini empat kali lebih umum dan enam kali lebih sering
menimbulkan kebutaan pada orang berkulit hitam. Pada glaukoma sudut terbuka primer,
didapatkan kecenderungan familial yang kuat dan kerabat dekat pasien dianjurkan menjadi
pemeriksaan skrining secara teratur. (Salmon, 2010)

2.3.2 Faktor Risiko

Anamnesis awal dengan pasien sangat penting dalam evaluasi POAG atau penyakit mata
lainnya yang menyebabkan tekanan intraokular yang tinggi. Karena sifat diam dari glaukoma,
pasien biasanya tidak akan datang dengan gejala atau keluhan penglihatan sampai penyakit sudah
lanjut, terutama dengan POAG. Namun, glaukoma sudut sempit / tertutup dan glaukoma sekunder
dapat menyebabkan penutupan jahitan trabekula dengan cepat, dengan kenaikan TIO yang sama
cepatnya, yang biasanya bergejala, terutama bila TIO sama dengan atau lebih besar dari 35 mmHg.

Perhatian yang signifikan harus diberikan pada riwayat okular masa lalu pasien dan faktor
lainnya. Riwayat okuler sebelumnya meliputi:

 Sejarah sakit mata atau kemerahan


 Halo berwarna-warni
 Sakit kepala
 Penyakit okular sebelumnya, termasuk katarak
 Uveitis
 Retinopati diabetik
 Oklusi vaskular

Faktor lainnya adalah sebagai berikut:

 Operasi okular sebelumnya, termasuk prosedur fotokoagulasi atau refraksi


 Trauma ocular/kepala
 Riwayat kesehatan masa lalu - Setiap operasi atau penyakit sistemik vaskular yang sesuai
 Pengobatan saat ini, termasuk obat hipertensi (yang secara tidak langsung dapat
menyebabkan fluktuasi TIO) atau kortikosteroid topikal / sistemik.

11
Faktor risiko pada neuropati glaukomatosa optik, implikasi yang kuat adalah sebagai berikut:

 Sejarah TIO yang tinggi; Usia lanjut, terutama setelah 50 tahun; Keturunan Afrika-
Amerika; Riwayat keluarga positif glaukoma (tingkat pertama relatif, terutama berkorelasi
jika ada pada saudara kandung; risiko relatif 3,7 kali lipat lebih tinggi daripada jika tidak
ada riwayat keluarga glaukoma); miopia
 Jadilah spesifik saat menanyakan riwayat keluarga (anggota keluarga mana? Apakah ada
kehilangan visual yang sebenarnya dari glaukoma atau penyebab kehilangan bidang visual
lainnya? Apakah mereka terkendali dengan satu atau lebih macam obat? Apakah mereka
memerlukan pembedahan untuk kontrol yang memadai?)

Implikasi yang mungkin adalah sebagai berikut:

 Penyakit kardiovaskular sistemik


 Diabetes mellitus
 Sakit kepala sebelah
 Hipertensi sistemik
 Vasospasme

Faktor risiko lainnya adalah sebagai berikut:

 Kegemukan
 Merokok
 Konsumsi alkohol
 Riwayat stres
 Kegelisahan
 Apnea saat tidur (Biggerstaff, 2017)

2.3.3 Patogenesis Glaukomatous Optic Neuropathy (GON)

Kematian sel ganglion retina pada glaukoma terjadi paling banyak dengan apoptosis
(kematian sel yang terprogram) daripada nekrosis. Masuknya ion kalsium ke dalam badan sel dan
peningkatan radikal bebas intrasel (NO) menyertai metabolism glutamine dan menyebabkan jejas.
Jejas tersebut akan menimbulkan proliferasi astrosit dan sel glial sehingga menyebabkan kelainan
pada matriks ekstraseluler lamina cribosa dan remodeling dari nervus opticus. Beberapa faktor
yang mungkin dapat menyebabkannya, tetapi mekanismenya masih belum jelas. Mekanisme yang
dapat terjadi:

12
 Kerusakan mekanis langsung pada serat-serat syaraf pada retina di daerah nervus opticus
akibat TIO yang tinggi saat melewati lamina cribosa yang mengalami deformitas.
 Kerusakan iskemik, kemungkinan karena kompresi pembuluh darah yang mensuplai
daerah nervus optikus yang berhubungan dengan buruknya perfusi okuler yang merupakan
faktor risiko glaukoma.
 Kedua mekanisme di atas dapat menyebabkan aliran axoplasmic berkurang, hambatan
pengiriman nutrisi, kekurangan neuronal growth faktor, jejas oksidatif, dan inisiasi
kerusakan yang diperantarai sistem imun. (Bowling, 2016)

2.3.4 Gejala Klinis

Onset glaukoma sudut terbuka biasanya tidak jelas, progresif lambat, dan tidak nyeri,
sehingga jarang timbul keluhan. Gejala lain yang timbul berupa peningkatan tekanan okuler,
dimana hal ini sering mendahului kelainan diskus optikus dan lapangan pandang selama bertahun-
tahun. Walaupun terdapat hubungan yang jelas antara besarnya tekanan intraokuler dan keparahan
penurunan penglihatan, efek yang ditimbulkan peningkatan tekanan pada nervus optikus sangat
bervariasi antar individu. Sebagian orang dapat mentoleransi peningkatan tekanan tersebut tanpa
mengalami kelainan diskus atau lapangan pandang, sedangkan yang lain memperlihatkan
kelainan-kelainan glaukomatosa pada tekanan intra okuler yang normal. Walau demikian,tekanan
intraokular yang lebih tinggi berkaitan dengan kehilangan lapangan pandang yang lebih berat.

Gejala klinis glaukoma sudut terbuka:

 Menahun, sukar untuk menemui gejala dini karena perjalanan penyakit yang perlahan-
lahan dan progresif (“a silent killer”).
 Hampir selalu penderita datang berobat dalam keadaan penyakit yang sudah berat.
 Sifat glaukoma ini adalah bilateral, tetapi biasanya mulai pada satu mata terlebih dahulu.
Kebanyakan ditemui pada penderita umur 40 tahun ke atas.
 Tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau lebih dari 20 mmHg. Akibat tekanan yang tinggi
akan terbentuk atrofi papil disertai ekskavasio glaukomatosa apabila glaukoma sudah
berlangsung lama.
 Lapangan pandang perifer akan mengecil atau menghilang. Keadaan ini dinamakan tunnel
vision (penglihatan terowongan).
 Pada gonioskopi akan ditemukan sudut bilik mata depan yang lebar. (Salmon, 2010;
Sidharta, 2007; Skuta, 2011)

13
2.3.5 Diagnosis

Diagnosis glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan kelainan-kelainan


glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang yang disertai dengan peningkatan TIO,
sudut bilik mata depan terbuka dan tampak normal, dan tidak terdapat sebab lain yang
menyebabkan peningkatan TIO. Sedikitnya sepertiga pasien glaukoma sudut terbuka primer
memiliki TIO yang normal sewaktu pertama kali diperiksa, jadi untuk menegakkan diagnosis
mungkin diperlukan pemeriksaan tonometri berulang.

Gambar 2.6 Algoritma evaluasi suspek glaukoma

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang

2.3.6.1 Tonometri

Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang menggunakan alat


berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada
ketebalan kornea masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler
yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien tekanan
intraokuler bola mata juga rendah. Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz
karena cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan tanpa
komponen elektrik. (Salmon, 2010; Skuta, 2011)

Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia lanjut rentang

14
tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50%
pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler yang normal pada saat pertama kali diperiksa.
(Salmon, 2010; Skuta, 2011)

Gambar 2.7 Tonometer Schiotz

Gambar 2.8 Cara menggunakan Tonometer Schiotz

2.3.6.2 Slit Lamp

Temuan dapat mencakup hal berikut:

 Kornea - Tanda edema mikroskopik (hanya ditemukan dengan elevasi akut TIO); Endapan
keratin, pigmen pada endothelium (Krukenberg spindle); Anomali kongenital
 Bilik anterior - Cell atau flare, uveitis, hyphema, angle closure
 Iris - Defek transiluminasi, atrofi iris, sinekia, rubeosis, ectropion uveae, iris bombe,
15
perbedaan pewarnaan iris secara bilateral (misalnya pada Fuchs heterochromic
iridocyclitis), materi pseudoexfoliation (PXF)
 Lensa - Perkembangan katarak (yaitu tanda glaukoma vakomorfik, pseudoexfoliation,
glaukoma phacolytic dengan katarak Morgagnian)
 Lapisan serat saraf/saraf optik - Pemeriksaan secara stereokosta untuk mengetahui
kerusakan glaukomatosa, termasuk yang berikut ini: rasio cup-to-disc pada meridian
horizontal dan vertikal (jelaskan dengan warna dan kemiringan, dan diagram, jika perlu);
Penampilan cakram; Pembesaran cup secara progresif; Bukti kerusakan lapisan serat saraf
dengan filter bebas merah; penipisan margin disc, terutama pada pilar superior dan inferior
(karena serabut saraf pada tiang superior dan inferior diskus seringkali dapat terpengaruh
terlebih dahulu); Adanya perdarahan (paling umum inferotemporal); Asimetri antar
cakram; Atrofi parapapilik (kemungkinan berhubungan dengan perkembangan glaukoma);
Atau kelainan saraf bawaan. (Biggerstaff, 2017)

2.3.6.3 Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada pasien
glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga tidak dapat terlihat saraf
pada bagian tepinya. (Salmon, 2010; Skuta, 2011)

2.3.6.4 Pemeriksaan Lapangan Pandang

Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat lapangan pandang
bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat menggunakan automated perimeter.
(Salmon, 2010; Skuta, 2011)

2.3.6.5 Gonioskopi

Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa khusus untuk
melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu
mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut camera okuli anterior. (Salmon,
2010; Skuta, 2011)

16
Gambar 2.9 Gonioskopi

2.3.7 Penatalaksanaan

2.3.7.1 Medikamentosa

Tujuannya untuk menurunkan tekanan intraocular dengan:

 Supresi produksi humor aqueus


 Memperbaiki aliran keluar humor aqueus
 Mencegah kerusakan nervus optikus
 Mencegah terbentuknya sinekia anterior dan posterior (Salmon, 2010; Skuta, 2011)

Obat-obat yang dapat diberikan kepada penderita glaukoma salah satunya adalah:

 Prostaglandin analog
 β-Adrenergic antagonist (β-blocker)
 Adrenergic agonist
 β2-Adrenergik agonist
 Parasympatomimetic (miotic) agents
 Carbonicanhidrase inhibitor
 Hiperosmotic agents (Salmon, 2010; Skuta, 2011)

2.3.7.2 Operatif

Indikasi dilakukan operasi pada glaukoma sudut terbuka:

 Target penurunan tekanan intraokular tidak tercapai dengan obat.


 Kerusakan jaringan saraf dan penurunan fungsi penglihatan yang progresif meski telah
diberi dosis maksimal obat yang bisa ditoleransi ataupun telah dilakukan laser terapi.
 Adanya variasi tekanan diurnal yang signifikan pada pasien dengan kerusakan diskus yang
berat. (Salmon,2010) (Skuta,2011)

17
Operasi yang dapat dilakukan dalam penatalaksaan glaukoma sudut terbuka adalah:

2.3.7.2.1 Laser trabekuloplasti

Laser trabekuloplasti (LTP) adalah teknik yang menggunakan energy laser yang dijatuhkan
pada anyaman trabekula pada titik yang berbeda. Ada berbagai cara yang tersedia, diantaranya
argon laser trabekuloplasti (ALT), diodor laser trabeculoplasty dan selektif laser trabeculoplasty
(SLT).

LTP diindikasikan pada pasien glaukoma yang telah mendapat dosis maksimal obat yang
bisa ditoleransi dimana dengan gonioskopi merupakan glaukoma sudut terbuka dan menuntut
penurunan TIO. Selain efektif pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka, LTP juga efektif pada
pasien dengan pigmentasi glaukoma. LTP tidak efektif untuk mengobati glaukoma tekanan rendah
dan glaukoma sekunder seperti uveitis galukoma. LTP dapat menurunkan sekitar 2025% TIO awal
pasien.

Kontraindikasi LTP adalah pasien dengan inflamasi glaukoma, iridokorneal endothelial


(ICE), glaukoma neovaskularisasi atau sinekia sudut tertutup pada pasien dengan glaukoma yang
progresif.

2.3.7.2.2 Trabekulektomi

Trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang
ada dan sering dilakukan pada glaukoma sudut terbuka.

Cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau
salurannya diperluas. Tujuannnya agar cairan mata bisa melewati anyaman trabekula menuju
ruang subkonjungtiva dimana pada saat bersamaan tekanan intraokuler optimal tetap
dipertahankan (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah) sebagaimana mempertahankan bentuk
bulat mata (mencegah pendangkalan bilik mata depan) (Salmon, 2010 ; Skuta, 2011)

18
Gambar 2.10 Trabekulotomi

2.3.8 Prognosis

Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan hingga
akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan
intraocular mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosisnya akan baik
(walau penurunan lapang pandang dapat terus berlanjut pada TIO yang telah normal). Apabila
proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan
baik secara medis. Trabekulotomi merupakan pilihan yang baik bagi pasien yang mengalami
perburukan meskipun telah menjalani terapi medis. (Salmon, 2010)

19
BAB III

KESIMPULAN

Glaukoma sudut terbuka primer (POAG) digambarkan dengan jelas sebagai neuropati
optik multifaktorial yang kronis, progresif, dan ireversibel, dengan hilangnya serat optik yang
diakibatkan karakteristiknya. Namun, dengan obat-obatan dan terapi yang adekuat, perjalanan
penyakit glaukoma sudut terbuka dapat dikontrol. Oleh karena itu, diagnosis dini dari penyakit ini
sangat penting untuk menghindari komplikasi lebih lanjut dan mendapatkan prognosis yang baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

Drake, Richard; Vogl, A. Wayne; Mitchell, Adam W. M. Gray's Anatomy for Students E-Book.
London: Churchill Livingstone; 2009.

Fingeret, M., Mancil, G. L., Bailey, I. L., Brookman, K. E., Campbell, J. B., Cho, M. H., et al.
(2011). Optometric Clinical Practice Guidlines: Care of The Patient with Open Angle Glaucoma.
Missouri: AOA.

Available from: https://www.aao.org/eyenet/article/glaucoma-pipeline-drugs-targeting-


trabecular-meshw

Available from: https://www.netterimages.com/anterior-and-posterior-chambers-of-the-eye-


labeled-hansen-fc-3e-ophthalmology-frank-h-netter-47712.html

Bowling, B. (2016). Kanski Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach (8th ed.). New
York: Elsevier.

Jason, M. J., & Michael, J. H. 2015. Basic Clinical Science Course: Glaucoma. New York:
American Academy of Ophthalmology.

Riordan-Eva, P., & Cunningham Jr, E. T. (2011). Vaughan & Asbury's General Ophthalmology
(18th Ed.). New York: Appleton & Lange.


Weinreb, R. N., Aung, T., & Medeiros, F. A. (2014, May 14). The Pathophysiology and
Treatment of Glaucoma: A Review. JAMA, 311(18), 1901-1911.

Quigley, H. A. (2011, March 30). Glaucoma. The Lancet, 377(9774), 1367-1377.


Available from:
http://www.d.umn.edu/~jfitzake/Lectures/DMED/Vision/Optics/AqueousHumor.html

https://www.slideshare.net/RohitRao2/physiology-of-aqueous-humor

Biggerstaff, Kristin Schmid. 2017. Primary Open Angle Glaukoma. Retrieved from Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/1206147-overview

21
Salmon JF, 2008. Glaukoma. Dalam: Vaughan dan Ashbury Oftalmologi Umum, Edisi 17. Jakarta:
EGC. 2010; h.212-28.

Sidarta I, 2007. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007; h.200-11.

22

Anda mungkin juga menyukai