Anda di halaman 1dari 35

TANATOLOGI

Anisa Fitria Dewi 130112160559


Leli Ulinni’mah 130112160700
Nurul Aqilah Binti Wahab 130112163524
Pan Chen En 130112163543

Perseptor : Nita Novita, dr., Sp.PA


DEFINISI TANATOLOGI
• Berasal dari THANATOS dan LOGOS
• THANATOS yang berarti berhubungan dengan kematian
• LOGOS yang berarti ilmu

• Bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari


• kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
• Faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut
JENIS – JENIS KEMATIAN
1) Mati Klinis / Somatis
 Secara Makroskopis
 Ditandai dengan tidak adanya gerakan
 Tidak berfungsinya ketiga sistem penunjang kehidupan (SSP, sistem kardiovaskular,
sistem pernafasan)
2) Mati Suri
 Dengan alat kedokteran sederhana: terhenti ketiga sistem penunjang kehidupan.
 Dengan alat kedokteran canggih: bukti bahwa ketiga sistem tersebut masih
berfungsi.
3) Mati Seluler / Molekuler
 Proses kematian sel-sel/jaringan setelah mati klinis
 Waktu kematian tiap jaringan berbeda-beda
 Terutama penting dalam hal transplantasi organ.
 Transplantasi dilakukan sebelum cellular death.
 Bila sel mati, jantung atau organ lain tidak langsung mati
4) Mati Celebral
 Kerusakan kedua Hemisfer Otak yang ireversibel
 Tidak melibat batang otak dan serebelum
 kedua sistem lainnya yaitu pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi
dengan alat bantu.
5) Mati Otak
 Terjadi kerusakan seluruh isi Neronal Intrakranial yang ireversibel
 Terlibat Batang Otak dan Serebelum.
 Secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu
dapat dihentikan.
Diagnosis Kematian
Permenkes Nomor 37 Tahun 2014 pasal 7
Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria
diagnosis;
• kematian klinis/konvensional
• kriteria diagnosis kematian mati batang otak.
1. Tanda kematian klinis/konvensional
• Berhentinya fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti secara permanen.4
2. Prosedur pemeriksaan mati batang otak dilakukan sebagai berikut:4
• tidak adanya respons terhadap cahaya;
• tidak adanya refleks kornea;
• tidak adanya refleks vestibulo-okular;
• tidak adanya respons motorik dalam distribusi saraf kranial terhadap rangsang adekuat pada
area somatik;
• tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk terhadap rangsang oleh kateter isap
yang dimasukkan ke dalam trakea.
• Pernafasan berhenti, dinilai selama > 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
Tanda Kematian Tidak Pasti
1. Pernafasan berhenti, dinilai lebih 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
2. Terhenti sirkulasi, dinilai 15 menit, missal pada karotis.
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghiang dan relaksasi. Contoh : pendataran daerah – daerah tertekan, bokong,
belikat.
5. Segmentasi pembuluh darah retina (dilihat dengan ophtalmoscope)
6. Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang dapat
dihilangkan dengan tetesan air.
7. Tidak ada refleks kornea dan cahaya
8. Tidak ada tekanan intraokular
9. Konjunctiva dan membran mukosa pucat
Tanda Kematian Pasti
1. Lebam mayat atau livor mortis (post mortem hypostasis, suggilation)
2. Kaku mayat atau rigor mortis
3. Penurunan suhu tubuh atau algor mortis
4. Pembusukan
5. Adiposera atau lilin mayat
6. Mummifikasi
7. Skeletonisasi
Lebam Mayat
• Terjadi akibat pengumpulan darah dalam pembuluh darah kecil, kapiler dan
venule, pada bagian tubuh yang terendah.- gravitasi
• Membentuk warna bercak merah ungu (livide) pada bagian bawah tubuh kecuali
bagian tubuh yang tertekan
• Mulai tampak 20 – 30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan
menjadi lengkap dan menetap setelah 8 – 12 jam.
• Penekanan
• Setelah 8 – 12 jam - Lebam tidak akan menghilang
• Sebelum 8 jam - Berpindah kalo posisi mayat diubah
• Keracunan gas karbon-monoksida, lebam mayat akan berwarna merah bata atau
cherry red, yang merupakan warna dari karboksi-hemoglobin (COHb).
• Keracunan sianida akan emberikan warna lebam merah terang, karena kadar
oksi-hemoglobin (HbO2), dalam darah vena tetap tinggi.
• Keracunan zat yang dapat menimbulkan met-hemoglobinemia, seperti pada
keracunan kalium-khlorat, kinine, anilin, asetanilid dan nitrobensen; lebam
berwarna coklat kebiruan (slaty), karena adanya methemoglobin berwarna
coklat serta adanya sianosis.
• Kasus tenggelam lebam mayat khususnya yang dekat letaknya dengan tempat
yang bersuhu rendah, akan berwarna merah terang; karena suhu yang rendah
akan mempengaruhi kurva dissosiasi dari oksi-hemoglobin
Kaku Mayat
• Tergantung suhu perubahan fisika yang terjadi dalam sel otot sebagai akibat dari
kekurangan oksigen.
• Dibuktikan dengan memeriksa persendian
• Dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal).

Kaku mayat mulai


sekitar 2 jam post Menetap selama
mortal 24 jam

Mencapai puncak Kaku mayat


setelah 10 – 12 mulai menghilang
jam post mortal setelah 24 jam
Energi tidak dapat
diperoleh dari glikogen
Adenosine (ATP) produksi
Kurangnya oksigen melalui glukosa
dari proses ini berhenti
menggunakan oksidatif
fosforilasi dan trifosfat

Dalam menghadapi ATP


Hasil dari metabolisme
Proses anoxic sekunder rendah dan keasaman
seluler kompleks ini adalah
mengambil alih untuk tinggi, aktin dan serat
perubahan otot-otot
waktu yang singkat myosin mengikat bersama-
menjadi kaku.
sama dan membentuk gel.
Faktor-faktor yang mempercepat kaku mayat
• Aktivitas fisik sebelum mati
• Suhu tubuh yang tinggi
• Bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil
• Suhu lingkungan tinggi.
Kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat

a. Cadaveric spasm atau instantaneous rigor


• Suatu keadaan terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang
seluruh otot
• Segera setelah kematian somatic dan tanpa melalui relaksasi primer.
• Dapat terjadi pada korban yang mengalami ketegangan jiwa, kepanikan atau
menderita nyeri yang hebat menjelang kematian
• Otot-otot yang bersangkutan mengalami kerja fisik atau kontraksi sebelum
korban meninggal dunia.
b. Heat stiffening
• Kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi.
• Terjadi karena adanya koagulasi protein sebagai akibat suhu yang tinggi.

c. Cold stiffening atau kekakuan


• terjadi bila korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu keliling rendah
• Cairan tubuh terutama yang terdapat pada sendi-sendi yang membeku.
• Bila kekakuan tersebut dilawan, akan terdengar derik yang disebabkan karena
pecahnya cairan yang membeku tadi.
Penurunan Suhu Tubuh
• Terjadi setelah kematian dan berlanjut sampai tercapai suatu keadaan dimana
suhu mayat sama dengan suhu lingkungan.
• Terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda lain yang
lebih dingin
• Melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan penurunan suhu mayat
1. Faktor lingkungan
• perbedaan antara suhu mayat dengan suhu lingkungan sangat besar, maka
penurunan suhu akan berlangsung dengan cepat
• Intensitas serta kualitas dari aliran atau pergerakan udara akan berpengaruh
terhadap kecepatan penurunan suhu mayat.

2. Suhu tubuh sebelum kematian


• keadaan seperti infeksi, perdarahan otak, kerusakan jaringan otak serta kematian
karena penjeratan akan didahului dengan peningkatan suhu tubuh.
• keadaan tersebut harus diperhitungkan di dalam penafsiran saat kematian.

3. Keadaan fisik tubuh


• Pakaian dan ketebalan pakaian yang menutupinya
• Tebalnya jaringan lemak dan jaringan otot
Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat pada suhu
lingkungan sebesar 70o F (21o C):
98,6𝑜 𝐹 − 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑟𝑒𝑘𝑡𝑎𝑙
𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 =
1,5

• Suhu tubuh normal adalah sebesar 98,6o F, sedangkan rata-rata penurunan suhu
perjam dimana suhu lingkungan 70o F adalah sebesar 1,5.
• Rata-rata penurunan suhu pada jam-jam pertama adalah sebesar 2o C dan 1o C
• Setelahnya sampai tercapai keseimbangan antara suhu tubuh dengan lingkungan
Dasar asumsi forensik untuk menggunakan suhu tubuh sebagai indikator
dari saat kematian

1. Suhu tubuh adalah 37 ° C pada saat kematian.


• Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh dalam hidup
-variasi sepanjang periode 24 jam, olahraga, infeksi dan siklus menstruasi.
2. Mungkin untuk mengambil satu/ beberapa, pembacaan suhu tubuh post-
mortem dan/dengan menggunakan rumus matematika
3. Tubuh telah berbaring di lingkungan termal statis
• umumnya tidak terjadi, mungkin berada pada variasi harian dari sistem pemanas sentral
• variasi dikenakan pada tubuh tergeletak luar yang berpotensi sangat besar sehingga tidak
masuk akal
Pembusukan
• Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan
kerja bakteri.
• Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan tubuh yang terjadi dalam
kondisi steril, tanpa pengaruh bakteri (adanya aktivitas enzimatik dari sel itu
sendiri yang dilepaskan setelah kematian). 2,3
• Awalnya kehijauan pada perut kanan bawah  seluruh perut  dada  seluruh
tubuh kehijauan dan merah-ungu (akhir minggu pertama).2
Pembusukan
• Minggu kedua, terbentuk gelembung-gelembung dan gas pembusukan. 2,3
• Akibatnya, perut menggelembung dan dinding tegang, krepitasi, dan pugilistic
attitude. 2,3
• Minggu ketiga atau empat, rambut mudah tercabut, kuku terlepas, wajah
menggembung ungu kehijauan. 2,3
• Kecepatan pembusukan udara : air : tanah = 1 : 2 : 8 minggu2
Adiposera atau Lilin Mayat
• Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi didalam jaringan pasca mati.
• Mayat mengalami hidrolisis dan hidrogenasi pada jaringan lemaknya, karena
terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh klostridium welchii.
• Adiposera terbentuk di lemak tubuh bahkan sampai hati tetapi lemak superfisial
(bokong, payudara, ekstrimitas) pertama kali terkena.
• Keuntungan adanya adiposera, tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap
bertahan.
Mummifikasi
• Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jeringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan.3
• Pengeringan akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh, sehingga
tubuh akan menjadi lebih kecil dan ringan. 2
• Untuk dapat terjadi mummifikasi dibutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa
minggu sampai beberapa bulan. 2
Skeletonisasi
• Secara umum, dalam tubuh yang
dikubur, jaringan lunak akan hilang
dalam 2 tahun
• Pada sekitar 5 tahun, tulang akan
telanjang dan disartikulasi, meskipun
fragmen tulang rawan articular dapat
diidentifikasi selama bertahun-tahun
dan untuk beberapa tahun tulang akan
menjadi sedikit berminyak.1
PERKIRAAN SAAT KEMATIAN
1. Perubahan Mata
Bila terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan berwarna
kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea
(taches noires sclerotiques) 3

a. Perubahan Kornea
6 jam : lapis demi lapis dari luar (dapat dihilangkan dengan air)
10-12 jam : tetap keruh dan fundus tidak jelas.
PERKIRAAN SAAT KEMATIAN
b. Perubahan Retina
30 menit pasca mati : kekeruhan makula dan diskus optikus memucat
1 jam : makula lebih pucat dan tepi tidak tajam
2 jam : retina pucat dan diskus menguning
3 jam : pola kabur
5 jam : homogen dan lebih pucat
6 jam : diskus kabur dan segmentasi pembuluh besar
7-10 jam : batas retina dan sikus sangat kabur
12 jam : diskus hanya dikenali dengan konvergensi pembuluh darah
15 jam : hanya terlihat makula yang coklat gelap
PERKIRAAN SAAT KEMATIAN
2. Perubahan dalam lambung
• Mengetahui makanan yang dimakan sebelum meninggal, tapi tidak
• menjadi petunjuk pasti

3. Perubahan rambut
• Kecepatan tumbuh 0,4 mm/hari  memperkiraan saat kematian

4. Pertumbuhan kuku (Kecepatan 0,1 mm/hari)

5. Perubahan CSF
• N asam amino < 14 mg%  kematian < 10 jam
• N non protein < 80 mg%  kematian < 24 jam
• Cr < 5 mg%  kematian < 10 jam
• Cr < 10 mg%  kematian < 30 jam
PERKIRAAN SAAT KEMATIAN
6. Cairan vitreus
Kadar kalium  kematian antara 24-100 jam

7. Analisis darah tidak menggambarkan saat kematian

8. Reaksi Supravital (reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama
seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup)
a. Rangsang listrik menimbulkan kontraksi pada 90-120 menit pasca mati, dan sekresi
kelenjar pada 60-90 menit pasca mati
b. Perdarahan bawah kulit akibat trauma masih ada pada 1 jam pasca mati3
DAFTAR PUSTAKA
1. Payne. James, Jason, et al. Simpson’s Forensic Medicine 13 th Edition. London. Hodder Arnold, 2011
2. Idries, Abdul Mun’im. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997
3. Arif Budiyanton dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1997
4. Menkes RI. Permenkes Nomor 37 tahun 2014 Tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor.
Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2014
5. Sharma, R K.Concise Textbook of Forensic Medicine & Toxicology 3rd Ed. Global Education Consultants, India.
2011.
6. Vij, Krishan. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology, Fifth Edition. Elsevier : 2011.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai