Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana

2.1.1 Pengertian KB

Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta

masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,

pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk

mewujudkan kecil, bahagia, dan sejahtera (BKKBN 2012)

Keluarga Berencana merupakan suatu usaha menjarangkan atau

merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan

kontrasepsi (Sulistyawati, 2011)

Menurut Hartanto (2009), keluarga Berencana adalah suatu tindakan yang

membantu individu atau pasangan suami istri untuk :

a) Mendapatkan objek-objek tertentu

b) Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan

c) Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan

d) Mengatur interval diantara kehamilan

e) Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami

istri

f) Menentukan jumlah anak dalam keluarga


8

2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana

Secara umum tujuan 5 tahun kedepan yang ingin dicapai dalam rangka

mewujudkan visi dan misi program KBdi muka adalah “Membangun

kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB

Nasional yang kuat dimasa mendatang sehingga visi untuk mewujudkan

keluarga berkwalitas 2015 dapat tercapai”

Tujuan lain dari program KB untuk membentuk keluarga kecil sesuai

dengan kekuatan social ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan

kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, serta pengaturan kelahiran,

pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan

keluarga (Sulistyawati,2011)

2.2 Kontrasepsi

2.2.1 Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” artinya, melawan dan “konsepsi”,

artinya pembuahan. Jadi, kontrasepsi berarti “mencegah” bertemunya

sperma dan ovum, sehingga tidak terjadi pembuahan yang mengakibatkan

kehamilan (Irianto, 2012).

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya

ini dapat bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan

menggunakan cara, alat, atau obat-obatan.


9

2.2.2 Tujuan kontrasepsi

Tujuan umum dari kontrasepsi adalah pemberian dukungan dan

pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu dihayatinya NKKBS.

Sedangkan tujuan pokok menurut Hartanto (2009), yaitu penurunan

angka kelahiran yang bermakna. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka

diambil kebijaksanaan dengan mengkategorikan menjadi 3 fase, yaitu

a. Fase menunda/mencegah kehamilan

Fase menunda kehamilan bagi PUS dengan usia istri kurang dari 20

tahun. Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral. Penggunaan kondom

kurang tepat karena pada pasangan muda frekuensi bersenggama masih

tinggi sehingga mempunyai angka kegagalan yang tinggi.Ciri-ciri

kontrasepsi yang diperlukan ialah yang memiliki reversibilitas dan

efektifitas yang tinggi.

b. Fase menjarangkan kehamilan

Periode usia istri antara 20-35 tahun, merupakan periode yang baik untuk

melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara 2-4 tahun.

Alasan menjarangkan kelahiran karena usia ibu merupakan usia yang

terbaik untuk mengandung dan melahirkan. Ciri-ciri kontrasepsi yang

diperlukan ialah reversibilitas efektivitas yang cukup tinggi, dapat

dipakai 2-4 tahun (sesuai dengan jarak kehamilan anak yang

direncanakan, tidak menghambat ASI).

c. Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan

Periode usia istri diatas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan

setelah memiliki 2 orang anak.


10

Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan ialah efektivitas yang sangat tinggi,

dapat dipakai untuk jangka panjang, dan tidak menambah kelainan yang

sudah ada .

2.2.3 Macam-Macam Kontrasepsi

Menurut Atikah (2010) dan Ari (2011), Macam-macam alat kontrasepsi

yang dapat di gunakan yaitu :

a. Kontrasepsi hormonal : Pil, Suntik,Implant.

b. Kontrasepsi Sederhana dengan alat : Kondom, barier, spermisida.

c. Kontrasepsi Mantap : MOW, MOP

d. Kontrasepsi sederhana dengan alat : Metode kalender, coitus interuptus,

Metode Pantang berkala, metode Suhu basal, metode simptotermal,

metode lender serviks

e. Kontrasepsi non Hormonal : IUD

IUD (AKDR) adalah alat kontrasepsi yang terbaik bagi sebagian besar

wanita

2.2.4 Jenis Kontrasepsi Menurut Cara Pelaksanaannya

Menurut Atikah (2010), Jenis kontrasepsi menurut cara pemakaiannya

adalah :

a. Cara Kontemporer ( spacing ) yaitu menjarangkan kelahiran selama

beberapa tahun sebelum menjadi hamil lagi.

b. Cara permanent ( kontrasepsi mantap ) yaitu mengakhiri kesuburan

dengan cara mencegah kehamilam secara permanent.


11

2.2.5 Syarat-Syarat Kontrasepsi

Menurut Atikah (2010), syarat- syarat kontrasepsi adalah :

a. Aman pemakaiannya dan dipercaya

b. Tidak ada efek samping yang merugikan

c. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan

d. Tidak mengganggu hubungan persetubuhan

e. Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama

pemakaiannya

f. Cara penggunaannya sederhana atau tidak rumit

g. Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat

h. Dapat diterimaoleh pasangan suami istri (Atikah, 2010).

2.3 Kontrasepsi AKDR

2.3.1 Pengertian

Pengertian Intra Uterin Devices (IUD) /AKDR adalah suatu alat atau

benda yang dimasukkan kedalam rahim yang sangat efektif, reversibel dan

berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif

(Handayani, 2010).

2.3.2 Jenis-Jenis Intra Uterin Devices (IUD) /AKDR

Macam IUD menurut Handayani (2010) di kategorikan menjadi 2 yaitu:

a. AKDR Non Hormonal.

Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4 karena berpuluh-

puluh macam AKDR telah dikembangkan.Mulai dari generasi pertama


12

yang terbuat dari benang sutera dan logam sampai generasi plastik

(polietilen), baik yang ditambah obat atau pun tidak.

1. Menurut bentuknya AKDR di bagi menjadi 2 :

a) Bentuk terbuka (oven device) misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-

7, Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.

b) Bentuk tertutup (closed device) misalnya: Ota- Ring, Atigon, dan

Graten Berg Ring.

2. Menurut Tambahan Atau Metal

a) Medicatet IUD Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T

220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T

380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7,Nova T (daya kerja 5 tahun),

ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun).

b) Un Medicated IUD Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf- T

Coil, Antigon. Cara insersi lippes loop : Push Out.

b. IUD yang mengandung hormonal

1. Progestasert-T = Alza T

a) Panjang 36 mm,lebar 32 mm,dengan 2 lembar benang ekor warna

hitam.

b) Mengandung 38 mg progesterone dan barium sulfat, melepaskan

65 mcg progesterone per hari

c) Tabung insersinya terbentuk lengkung.

d) Teknik insersi: plunging (Modified Withdrawal).


13

2. LNG-20

a) Mengandung 46 - 60 mg Levonorgestrel, dengan pelepasan 20

mcg per hari.

b) Sedang di teliti di Finlandia.

c) Angka kegagalan/kehamilan agak terendah : <0,5 per 100 wanita

per tahun.

d) Penghentian pemakaian oleh karena persoalan-persoalan

perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainya, karena

25% mengalami amenore atau perdarahan haid yang sangat

sedikit.

2.3.3 Mekanisme Kerja

Menurut Hartanto (2009). AKDR akan berada dalam uterus, bekerja

terutama mencegah terjadinya pembuahan (fertilisasi) dengan

mengahalangi bersatunya ovum dengan sperma, mengurangi jumlah

sperma yang mencapai tubafalopi dan menginaktifasikan sperma. Ada

beberapa mekanisme cara kerja AKDR sebagai berikut :

a. Timbulnya reaksi radang lokal di dalam cavum uteri sehingga

Implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.

b. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan

terhambatnya implantasi.

c. Gangguan/terlepasnya Blastocyst yang telah berimplantasi didalam

endometrium.

d. Pergerakan ovum yang bertambah cepat didalam tuba fallopi.

e. Immobilissi spermatozoa saat melewati cavum uteri.


14

2.3.4 Efektivitas

Menurut Hartanto (2009), efektivitas pemakaian IUD adalah sebagai

berikut:

a. Efektifitas dari IUD dinyatakan pada angka kontinuitas (Continuation

rate) yaitu berapa lama IUD tetap tinggal in-uterio tanpa: Ekspulsi

spontan, terjadinya kehamilan dan pengangkatan/pengeluaran karena

alasan - alasan medis atau pribadi.

b. Efektifitas dari bermacam - macam IUD tergantung pada :

1. IUD-nya : Ukuran, Bentuk dan mengandung Cu atau progesteron.

2. Akseptor : Umur, paritas, frekuensi senggama.

c. Dari factor yang berhubungan dengan akseptor yaitu umur dan paritas,

diketahui :

1. Makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan

pengangkatan/pengeluaran IUD.

2. Makin muda usia, terutama pada nulligravid, maka tinggi angka

ekspulsi dan pengangkatan/pengeluar an IUD.

d. Use-effectiveness dari IUD tergantung pada variabel administratife,

pasien dan medis, termasuk kemudahan insersi, pengalaman pemasang,

kemungkinan ekspulsi dari pihak akseptor, kemampuan akseptor untuk

mengetahui terjadinya ekspulsi dan kemudahan akseptor untuk

mendapatkan pertolongan medis.

2.3.5 Keuntungan

a. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.


15

b. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak

perlu diganti).

c. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.

d. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.

e. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk

hamil.

f. Tidak ada efeksamping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380 A)

g. Tidak mempengaruhi kualitas ASI.

h. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus

(Apabila tidak terjadi infeksi).

i. Dapat digunakan sampai menoupose (1 tahun atau lebih setelah haid

terakhir).

j. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan.

k. Membantu mencegah terjadinya kehamilan ektopik.

2.3.6 Kerugian

Efek samping yang akan terjadi antara lain sebagai berikut:

a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 8 bulan pertama dan akan

berkurang setelah 3 bulan).

b. Haid lebih lama dan banyak.

c. Perdarahan atau (spooting) antar menstruasi.

d. Saat haid lebih sakit.

e. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.

f. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan

yang sering ganti-ganti pasangan.


16

g. Penyakit radang panggul terjadi. Seorang perempuan dengan IMS

memakai AKDR, PRP dapat memicu infertilitas.

h. Prosedur medis,termasuk pemeriksaan pelvic diperlukan dalam

pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut Selama pemasangan.

i. Sedikit nyeri perdarahan (spooting) terjadi segera setelah pemasangan

AKDR.Biasanya menghilang dalam 1 - 2 hari.

j. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas

kesehatan terlatih yang harus melakukanya.

k. Mungkin AKDR keluar lagi dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi

apabila AKDR di pasang setelah melahirkan).

l. Perempuan harus memeriksakan posisi benang dari waktu

kewaktu,untuk melakukan ini perempuan harus bisa memasukkan

jarinya kedalam vagina. Sebagian perempuan ini tidak mau

melakukanya. (Handayani, 2010).

2.3.7 Indikasi

Menurut Saifudin (2010), terdapat beberapa indikasi antara lain sebagai

berikut:

a. Usia reproduktif.

b. Keadaan nulipara.

c. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.

d. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.

e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.

f. Setelah mengalami abortus dantidak terlihat adanya adanya infeksi.

g. Resiko rendah IMS.


17

h. Tidak menghendaki metode hormonal.

i. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.

2.3.8 Kontraindikasi

Menurut Saifudin (2010), terdapat beberapa kontraindikasi antara lain

sebagai berikut:

a. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil).

b. Perdarahan vagina yang tidak diketahui.

c. Sedang menderita infeksi alat genital.

d. Tiga bulan terakhir sedang mengalami abortus.

e. Kelainan bawaan uterus y ang abnormal atau tumor jinak rahim yang

dapat mempengaruhi kavum uteri.

f. Penyakit trofoblas yang ganas.

g. Diketahui menderiata TBC pelvic.

h. Kanker alat genital.

i. Ukuran rahim yang kurang 5 cm.

2.3.9 Hal Yang Harus Diketahui Oleh Akseptor IUD

a. Cara memeriksa sendiri benang ekor IUD.

b. Efek samping yang sering timbul misalnya perdarahan haid yang

bertambah banyak/lama, rasa sakit/kram.

c. Segera mencari pertolongan medis bila timbul gejala - gejala infeksi.

d. Macam IUD yang dipakinya.

e. Saat untuk mengganti IUD nya.


18

f. Bila mengalami keterlambatan haid, segera periksakan diri kepetugas

medis.

g. Sebaiknya tunggu tiga bulan untuk hamil kembali setelah IUD

dikeluarkan dan gunakan metode kontrasepsi lain selama waktu

tersebut.

h. Bila berobat karena alasan apapun, selalu beritahu dokter bahwa

akseptor menggunakan IUD.

i. IUD tidak memberi perlindungan terhadap transmisi virus penyebab

AIDS.

2.3.10 Prosedur Pemasangan

Menurut varney’s, prosedur pemasangan meliputi sebagai berikut:

a. Informed Consent.

b. Pastikan bahwa wanita yang menginginkan pemasangan AKDR tidak

sedang hamil.

c. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

d. Lakukan pemeriksaan bimanual.

e. Pasang speculum dan sesuaikan untuk mendapatkan ruang pandang

terluas sehingga memudahkan pemasangan AKDR.

f. Membersihkan Serviks secara menyeluruh dengan antiseptic .

g. Memasukkan tenakulum dan jepit porsio kearah jam 11.00 atau 13.00.

h. Mengukur kedalaman uterus dengan menggunakan sonde uterus.

i. Memasukkan IUD sesuai dengan macam alatnya. Lepaskan IUD dalam

bidang transverse dari kavum uteri pada posisi setinggi mungkin

difundus uteri.
19

j. Keluarkan tabung inseternya.

k. Periksa dan gunting benang ekor IUD sampai 2-3 cm dari ostiumuteri

eksternum.

l. Lepaskan tenakulum dan spekulumk. Waktu pemasangan menurut

Everett (2012, p.203). AKDR biasanya dipasang pada akhir menstruasi

karena serviks terbuka pada waktu ini, yang membuat pemasangan

menjadi lebih mudah. AKDR dapat dipasang sampai 5 hari setelah hari

ovulasi paling awal yang diperhitungkan, sebagai kontrasepsi pasca

koitus. Setelah kelahiran bayi, wanita dapat dipasang AKDR 6 minggu

postnatal. Setelah keguguran atau terminasi kehmilan.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Status kesehatan menurut bloom dipengaruhi oleh 4 komponen yaitu perilaku,

lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan. Dari keempat komponen ini,

berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, perilaku

merupakan faktor utama yang mempengaruhi status kesehatan, menurut

Lawrence green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa

perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

a. Faktor Predisposisi (Predisposing factor)

Merupakan faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi

terjadinya perilaku seseorangyang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nila-nilai, dan sebagainya.


20

b. Faktor Pendukung (Enabling Faktor)

Merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku, yang

terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-

fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,

alat-alat kontrasepsi dan sebagainya.

c. Faktor Pendorong (Reinforcement Faktors)

Merupakan faktor yang mendorong perilaku yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, atau yang

merupakan kelompok refrensi dari perilaku masyarakat.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Metode Kontrasepsi

AKDR

Faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan metode kontrasepsi

berdasarkan teori perilaku L.Green dalam Notoatmodjo (2012), yang

mengidentifikasi tiga faktor yang memengaruhi perilaku individu atau

kelompok, yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin

(enabling factor), dan faktor penguat (reinforcing factor).

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Merupakan faktor-faktor yang mendahului perilaku, dimana faktor tersebut

memberikan alasan atau motivasi untuk terjadinya suatu perilaku. Faktor-

faktor ini mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-

nilai yang dianut, kepercayaan pada diri sendiri, dan persepsi terhadap

kebutuhan dan kemampuan yang berhubungan dengan motivasi individu

atau kelompok untuk berperilaku.


21

1. Pengetahuan

Menurut Bloom, Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan

ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,

yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman

penelitian tertulis bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoadmojo, 2012).

Salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaaan alat kontrasepsi

AKDR adalah kurangnya pengetahuan tentang metode AKDR.

Wachidanijah (2007) menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan

makin tinggi pengetahuan seseorang semakin baik perilaku dalam

hubungan dengan penggunaan AKDR

2. Sikap

Menurut Gordon Allpor dalam Hartono Sastro Wijoyo (2005), sikap

adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan pada

suatu obyek baik disenangi maupun tidak disenangi secara konsisten.

Melalui tindakan dan proses pembelajaran, orang akan mendapat

kepercayaan dan sikap yang kemudian akan mempengaruhi prilaku.

Suatu sikap menjelaskan suatu organisasi dari motivasi, perasaan


22

emosional, perspsi, dan proses kognitif kepada suatu aspek. Lebih

lanjut sikap adalah cara kita berfikir, merasakan bertindak melalui

aspek di lingkungan seperti took retai, program televisi, atau produk.

Sikap menuntun orang untuk berperilaku relative konsisten terhadap

obyek yang sama.

3. Kepercayaan

Kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki

seseorang tentang sesuatu. Misalnya, pemikiran orang-orang di

sekitar yang mengatakan penggunaan metode AKDR memberikan

rasa tidak nyaman saat melakukan hubungan seksual.

4. Keyakinan

Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek.

Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan

tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

5. Nilai-nilai

Tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau

menghambat individu untuk melakukan inovasi yang ditawarkan.

b. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi

terjadinya sebuah perilaku. Faktor pemungkin digambarkan sebagai

faktor-faktor yang memungkinkan (membuat lebih mudah) individu untuk

merubah perilaku atau lingkungan mereka. Faktor pemungkin meliputi:


23

1. Lingkungan

Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan

fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan

tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.

2. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan

prasarana pendukung, misalnya Puskesmas, Polindes, bidan praktek

ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.

3. Jarak ke Pelayanan Kesehatan

Keterjangkauan, dan kemampuan, fasilitas pelayanan kesehatan

serta sumber daya yang tersedia di masyarakat, kondisi kehidupan,

dukungan sosial, jarak dan keterampilan- keterampilan yang

memudahkan untuk terjadinya suatu perilaku. Untuk menggunakan

alat kontrasepsi AKDR, seorang istri memerlukan sarana dan

prasarana pendukung, misalnya untuk meyakinkan kelompok sasaran

(akseptor KB) agar mau menggunakan metode AKDR tidak cukup

dengan kelompok sasaran tersebut tahu dan sadar manfaat dari

penggunaan metode AKDR saja, melainkan kelompok sasaran

tersebut harus dengan mudah menjangkau sarana dan prasarana.

Jarak adalah seberapa jauh lintasan yang di tempuh responden menuju

tempat pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas,

posyandu, dan lainnya. Seseorang yang tidak datang pelayanan


24

kesehatan dapat disebabkan karena orang tersebut tidak tahu atau

belum tahu manfaat pelayanan kesehatan, tetapi barang kali juga

karena rumahnya terlalu jauh dengan pelayanan kesehatan. Jarak

dikaakan terjangkau apabila < 1 Km, dan tidak terjangkau apabila

jarak ≥ 1 Km (Notoatmodjo, 2012).

c. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Merupakan konsekuensi dari perilaku yang ditentukan apakah pelaku

menerima umpan balik positif (atau negatif) dan mendapatkan

dukungan sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat meliputi:

1. Sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan petugas kesehatan.

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya

perlu berpengetahuan dan bersikap positif, dan dukungan fasilitas saja,

melainkan juga perlu perilaku contoh (acuan) dari para tokoh

masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan. Disamping itu

undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku tersebut.

2. Dukungan Suami

Dukungan secara harfiah yaitu gendongan, sokongan, bantuan. Suami

adalah pria yang menjadi pasangan hidup seorang istri atau

perempuan (Poerwadarminta, 2010).

Landasan teori mengenai dukungan suami didasarkan pada teori teori

dukungan sosial, dikarenakan dukungan sosial dapat bersumber dari

mana saja, terutama orang terdekat secara emosi. Gold Berger dan

Breznit (Aristianti, 2010) menyatakan dukungan sosial dapat


25

bersumber antara lain, suami, orangtua, kerabat, anak, saudara

kandung, rekan kerja,tetangga dan lain lain.

Johnson & johnson (Rama, 2010) menyatakan dukungan sosial

sebagai keberadaan orang lain yang diandalkan untuk dimintai

bantuan,dorongan dan penerimaan apabila individu mengalami

kesulitan. Sarason (Rohman,dkk, 2007) menyimpulkan dukungan

sosial sebagai keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh

dari orang lain yang dapat dipercaya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan suami

adalah tindakan yang diberikan suami pada istri dimana suami dapat

memberikan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang

diterima istri dari suami, dalam bentuk dukungan emosional,

penghargaan, instrumental, dan informasi.

Menurut Sarafino (2009), dukungan sosial dapat dilihat dari empat

aspek, antara lain sebagai berikut:

1) Dukungan emosional, misalnya ekspresi rasa empati, perduli, dan

fokus pada orang tersebut. Memberikan seseorang tersebut rasa

nyaman, dilindungi, dimiliki, dan dicintai.

2) Dukungan penghargaan, misalnya penilaian positif pada

seseorang, setuju dengan ide dan perasaan seseorang tersebut,

umpan balik dari individu.


26

3) Dukungan instrumental

Bantuan benda, waktu, untuk meringankan beban seseorang.

kontribusi nyata berupa bantuan atau tindakan fisik dalam

menyelesaikan tugas.

4) Dukungan informasi

Pemberian saran, perintah, nasehat, atau bimbingan yang

berhubungan dengan kemungkinan penyelesaian suatu masalah.

Dukungan suami dalam menghadapi penggunaan alat kontrasepsi

adalah dimana suami dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada

istri, sehingga mentalnya cukup kuat dalam menghadapi

pemasangan alat kontrasepsi. Membantu istri dalam menyiapkan

semua kebutuhan, memperhatikan secara detail kebutuhan istri

dan menumbuhkan rasa percaya diri serta rasa aman. Selain itu

suami dapat bekerjasama dengan anggota keluarga dan teman

terdekat memberikan dukungan yang positif (Narulita, 2012).

Dalam penelitian ini, peneliti mengkategorikan dukungan

keluarga menjadi:

1. Mendukung, jika skor > mean

2. Tidak Mendukung, jika skor < mean (Aziz, 2008).

2.6 Penelitian Terkait

Berdasarkan hasil penelitian Siti Widiyawati (2013), tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan pemakaian AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam

Rahim) di Wilayah Kerja Puskesmas Batuah Kutai Karta Negara. Hasil tiap
27

variabel menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan

dengan pemakaian AKDR (P value= 0,001), dukungan suami dengan

pemakaian AKDR (P value= 0,006), dan pengetahuan dengan pemakaian

AKDR (P value= 0,007).

Menurut penelitian Pramesti Ranaswati (2013), tentang faktor yang

membedakan pemilihan alat kontrasepsi intra uterine devices ( IUD) dan pil

pada wanita usia subur di wilayah kerja kecamatan baki kabupaten sukoharjo.

Penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pendapatan (p=0,002),

pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,000), akses ke pelayanan kesehatan

(p=0,000), dan dukungan petugas kesehatan (p=0,000) dalam pemilihan alat

kontrasepsi IUD dan Pil pada wanita usia subur.

.
2.7 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk

mengidentifikasikan variabel-variabel yang akan diteliti yang berkaitan

dengan konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan

kerangka konsep dalam melakakukan dalam penelitian (Notoatmodjo,

2012). Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan kerangka kerja

sebagai berikut:
28

Gambar 2.1
Kerangka Teori

Faktor penentu Keturunan


- Pengetahuan Usia
- Sikap Pendidikan
- Kepercayaan
PROGRAM - Nilai-nilai
KESEHATAN - Persepsi

Strategi Faktor-faktor penguat


Komunikasi tidak
Pendidikan Sikap dan perilaku Perilaku
langsung melalui
Kesehatan petugas kesehatan dan individu
pelatihan petugas,
petugas lainnya, kawan kelompok
supervisi, konsultasi
dan umpan balik sebaya, orang tua, suami atau
masyarakat

Faktor-faktor pendukung
- Ketersediaan sumber
- Kebijakan daya
- Regulasi - Aksesibilitas Faktor-faktor
- Organisasi - Sistem rujukan lingkungan
- Jaminan hukum - Fisik
- Keterampilan - Sosial
- Perancangan /rekayasa - Ekonomi

Sumber: Lawrence Green (2005)

2.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka yang berhubungan

antara konsep-konsep yang akan diteliti atau diukur melalui peneliti yang

akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini, peneliti akan

menggambarkan kerangka kerja sebagai berikut :

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel Dependen

Dukungan Suami
Penggunaan Alat
Kontrasepsi AKDR
Jarak Pelayanan
29

2.9 Hipotesis Penelitian

Perumusan jawaban sementara terhadap suatu soal yang dimaksud dalam

ketentuan sementara dalam penelitian untuk mencari jawaban yang

sebenarnya atau hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara

terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang

terkumpul (Arikunto, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan dukungan suami dengan penggunaan metode kontrasepsi

AKDR Di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Raya Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2015.

2. Ada hubungan jarak pelayanan dengan penggunaan metode kontrasepsi

AKDR Di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Raya Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai