Anda di halaman 1dari 65

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA LANSIA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas
II

DOSEN

Imam Abidin, S.Kep., Ners

Disusun oleh:

Kelas C

Kelompok 2

Fitri Suhaebah AK.1.16.021 Lani Ana Fauziah AK.1.16.030

Intan Rahayu. D AK.1.16.025 Rati Apriani AK.1.16.044

Lala Dwi Apriliana AK.1.16.028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2019

0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Komunitas pada Lansia” tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas pada mata kuliah Keperawatan
Komunitas II, selain itu untuk memahami dan mengetahui tentang konsep lansia
dan masalah keperawatan yang mungkin muncul.

Penyusun mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu


menyelesaikan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Untuk itu setiap pihak diharapkan dapat memberikan masukan
berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.

Bandung, April 2019

TIM

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1. Konsep Menua .................................................................................................3
2.2. Perubahan Fisik, Psikologis Dan Sosial Pada Lansia ......................................8
2.3. Kebutuhan Dasar Manusia Pada Lansia .........................................................12
2.4. Terapi Modalitas Pada Lansia ........................................................................12
2.5. Pengkajian Aspek Fisik, Psikologis Dan Spritual ..........................................20
2.6. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Lansia ....................................................33

BAB III TINJAUAN KASUS


3.1. Asuhan Keperawatan .....................................................................................41
3.2 Kasus ..............................................................................................................41

BAB IV PENUTUP

4.1.Kesimpulan .....................................................................................................62
4.2. Saran ..............................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 64

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Proses menua merupakan proses normal yang dimulai sejak
pembuahan dan berakhir pada kematian. Sepanjang hidup tubuh berada pada
keadaan dinamis, ada pembangunan dan ada perusakan.Pada saat
pertumbuhan proses pembangunan lebih banyak daripada proses perusakan.
Setelah tumbuh secara faali mencapai tingkat kedewasaan, proses perusakan
secara berangsur akan melibihi proses pembangunan. Inilah saatnya terjadi
proses menua atau aging.
Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal
yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang. Hanya
lambat cepatnya proses tersebut tergantung pada masing-masing individu yang
bersangkutan. Proses menua merupakan proses yang terjadi terus menerus
(berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada
semua makhluk hidup.
Saat menjadi tua, maka perlahan-lahan proses regenerasi jaringan akan
hilang dan diikuti menurunnya fungsi dan struktur jaringan sehingga tidak lagi
kuat menahan berbagai gangguan termasuk infeksi. Pada orang-orang usia
lanjut, degenerasi organ seperti otot, tulang, jantung, pembuluh darah, dan
sistem saraf menyebabkan penurunan keseimbangan (Yulianto, 2008)
Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat
sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur,
timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan
penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang
lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul.
Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan-kemampuan lognitif seperti
suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak
mudah menerima hal/ide baru (Maryam, 2008).

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep menua?
2. Bagaimana perubahan fisik,psikologis dan sosial yang normal pada lansia?
3. Bagaimana kebutuhan dasar manusia pada lansia?
4. Bagaimana terapi modalitas pada lansia?
5. Bagaimana pengkajian aspek fisik, psikologis dan spiritual?
6. Bangaimana asuhan keperawatan pada lansia?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat menambah wawasan
kita agar mampu memahami konsep menua dengan asuhan
keperawatannya dalam keperawatan komunitas II.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami konsep menua
b. Mengetahui dan memahami perubahan fisik,psikologis dan sosial
yang normal pada lansia
c. Mengetahui dan memahami kebutuhan dasar manusia pada lansia
d. Mengetahui dan memahami terapi modalitas pada lansia
e. Mengetahui dan memahami pengkajian aspek fisik, psikologis dan
spiritual
f. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada lansia

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Menua


2.1.1. Definisi Konsep Menua
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya,
yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis,
maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin
memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional
(Nugroho, 2008).
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami. Menua
bukanlah suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Memang harus diakui bahwa ada
berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Lanjut usia akan
selalu bergandengan dengan perubahan fisiologi maupun psikologi.
Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho
(2008) mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita.
Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan
mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini jelas
menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-
macam faktor yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi kemandirian dan
kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus/berkelanjutan secara
alamiah dan umumnya di alami oleh semua makhluk hidup, misalnya, dengan

3
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain,
hingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu
pada organ tubuh tidak akan sama. Adakalanya seseorang belum tergolong
lanjut usia/masih muda, tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok.
Adapula orang yang sudah lanjut usia, penampilannya masih sehat, segar bugar,
dan badan tegap. Walaupun demikian, harus diakui bahwa ada berbagai
penyakit yang sering dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif
akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semakin
banyak penyakit degeneratif (mis: hipertensi, arteriosklerosis, diabetes militus
dan kanker) yang akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan episode
terminal yang dramatis, misalnya stroke, infark miokard, koma asidotik, kanker
metastatis dan sebagainya.
Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling
berkaitan. Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang
proses menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan
sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif,
dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan beradaptasi terhadaplingkungan untuk dapat bertahan hidup.
Berikut akan dikemukakan bermacam-macam teori proses menua yang penting.
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologi,
psikologi dan sosial.
Lansia adalah Orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan
mencapai umur 55 tahun, tidak memiliki atau tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang
lain.
Lansia menurut UU No.13 thn 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
Pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
Secara ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas lima klasifikasi
yaitu:
1) Pralansia
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

4
3) Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa.
5) Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada kehidupan orang lain.
Memberdayakan penduduk lansia potensial dalam berbagai aktifitas
produktif merupakan salah satu upaya penunjang kemandirian lansia,
tidak saja dari aspek ekonomi tetapi sekaligus pemenuhan kebutuhan
psikologi, social, budaya, dan kesehatan.

2.1.2. Karakteristik Lansia


Menurut Bustan (2007) ada beberapa karakterisktik lansia yang perlu
diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia yaitu:

1. Jenis Kelamin
Lansia lebih banyak wanita daripada pria.
2. StatusPerkawinan
Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupu psikologi.
3. Living Arrangement
Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal
bersama anak atau keluarga lainnya.
4. Kondisi Kesehatan
Pada kondisi sehat, lansia cenderung untuk melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri. Sedangkan pada kondisi sakit menyebabkan lansia
cenderung dibantu atau tergantung kepada orang lain dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari.

5
5. Keadaan ekonomi
Pada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggi untuk
kelangsungan hidupnya, namun karena lansia tidak produktif lagi
pendapatan lansia menurun sehingga tidak semua kebutuhan lansia
dapat terpenuhi.

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Penuaan


1. Faktor Genetik
Adanya pengaruh dari penyakit bawaan yang berasal dari genetik
sehingga akan mempengaruhi proses penuaan.
2. Faktor Endogenik
Hormon: menurunnya hormon estrogen dan testosterone menyebabkan
osteoblast menurun, osteoklast meningkat sehingga terjadai resorbsi dan
remodeling tulang dan tulang alveolar menjadi berkurang.
3. Faktor Eksogenik (faktor lingkungan dan gaya hidup)
a. Diet/ asupan zat gizi
b. Vitamin dapat memperlambat proses degenerative pada lansia.
c. Defisiensi ion Zn dapat menyebabkan gangguan fungsi imun dan
pengecapan.
d. Merokok, dapat memggangu vaskularisasi rongga mulut sehingga
mempercepat penuaan rongga mulut.
e. Penyinaran Ultra Violet
f. Polusi
4. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dalam proses penuaan merupakan faktor prediposisi
dari kedua faktor sebelumnya, yaitu faktor Biologis dan faktor
Psokologis. Beberapa faktor lingkungan akan mempengaruhi kejiwaan
seseorang dan juga akan mempengaruhi fisik seseorang yang berkaitan
dengan faktor Biologis.

6
5. Faktor Biologi – Psikologi
Berbagai stres psikologi yang dialami seseorang akan berpengaruh
dengan kondisi fisik seseorang. Dalam menghadapi stres tubuh berusaha
melakukan adaptasi dengan mengeluarkan berbagai macam hormon,
substansi kimia dan reaksi kimia untuk menghadapi stressor. Berbagai
kompensasi dan adaptasi tubuh secara berkelanjutan akan
mengakibatkan tubuh kelelahan sehingga akan mempercepat penurunan
fungsi tubuh individu.
6. Faktor Biologi - Lingkungan
Berbagai macam kondisi lingkungan yang menjadi tempat hidup
seseorang akan mempengaruhi proses penuaan seseorang. Kondisi
lingkungan akan menyebabkan tubuh berusaha menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Semakin buruk kondisi lingkungan akan semakin
keras pula tubuh berusaha beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Semakin nbesar tubuh beradaptasi akan mengakibatkan tubuh cepat
mengalami kerusakan dan kemunduran fungsi.
7. Faktor Psikologi - Lingkungan
Kondisi lingkungan sebagai lingkungan tempat tinggal seseorang akan
mempengaruhi tingkat stres individu. Misalnya seseorang yang hidup di
kota besar yang sibuk, daya saing tinggi dan konsumtif biasanya akan
memiliki tingkat stres yang tinggi. Tingkat stres psikologis yang tinggi
ini akan berpengaruh terhadap kemampuan tubuh dalam beradaptasi
dengan stressor sehingga proses kemunduran fungsi tubuh seseorang
akan semakin cepat. Sangat terbaik dengan kondisi lingkungan yang
tenang, kondusif, aman dan nyaman pada lingkungan tempat tinggal
seseorang. Lingkungan yang kondusif akan menyebabkan tingkat stres
rendah sehingga tubuh cenderung akan menggunakan energinya untuk
mempertahankan fungsi optimalnya. (Suyono, Aris, 2011)

7
2.2. Perubahan Fisik, Psikologis Dan Sosial Pada Lansia

A. Perubahan Fisik pada Lansia


1. Sel
Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah,
dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan
sel, serta otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10 %
2. Sistem persarafan
Terjadi penurunan berat otak sebesar 10 hingga 20%, cepatnya
menurun hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk
bereaksi khususnya stres, mengecilnya saraf panca indra, serta kurang
sensitifnya terhadap sentuhan.
3. Sistem pendengaran
Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama
terhadap bunyi-bunyi atau nada- nada yang tinggi, suara tidak jelas,
sulit mengerti kata-kata, otosklerosis, atrofi membran timpani, serta
biasanya pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa/stres.
4. Sistem penglihatan
Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
terbentuk bola, kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem kardiovaskular
Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun,
kurangnya elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk

8
atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun,
mengakibatkab pusing mendadak, serta meningginya tekanan darah
akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
6. Sistem pengaturan
Temperatur tubuh terjadi hipotermi secara fisiologis akibat
metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak
dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun.
7. Sistem respirasi
Otot- otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, paru-
paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun,
ukuran alveoli melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang,
kemampuan untuk batuk berkurang, serta kemampuan kekuatan otot
pernapasan menurun.
8. Sistem gastrointestinal
Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi
memburuk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun,
berkurangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa manis,
asin, asam, atau pahit, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam
lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,
dan melemahnya daya absorbsi.
9. Sistem reproduksi
Terjadi penciutan ovari dan uterus, penurunan lendir vagina, serta
atrofin payudara, sedangkan pada laki-laki, testis masih dapat
memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur, keshidupan sosial dapat diupayakan sampai masa
lanjut usia asal kondisi kesehatan baik.
10. Sistem perkemihan
Terjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun sampai
50%, otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil
meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

9
11. Sistem endokrin
Terjadi penurunan produksi hormon, meliputi penurunan aktivitas
tiroid, daya pertukaran zat, produksi aldosteron, progesteron, estrogen,
dan testosteron.
12. Sistem integument
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis,
rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidubg dan telinga
menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan
vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras
dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang
berkurang jumlah dan fungsinya.
13. Sistem muskuloskletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis,
pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar
dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, serta
atrofi serabut otot.

B. Perubahan Psikologis

Perubahan psikis pada lansia adalah besarnya individual diffrent pada


lansia. Lansia memiliki kepribadian yang berbeda dari masa mudanya.
Penyesuaian diri lansia juga mengalami kesulitan karena adanya
ketidakinginan lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan ataupun
pemberian batasan untuk dapat berinteraksia.

1. Kognisi merupakan proses dimana input sensory ditransformasikan


atau disimpan dan didapatkan kembali, beberapa komponen dari proses
kognitif adalah persepsi, berfikir, dan memory, semua bisa dipengaruhi
oleh perubahan pada lansia, mitos yang terdapat lanjut usia, mereka
tidak mampu atau tidak bisa untuk bekajar, untuk mengingat, dan utuk

10
berfikir sebaik sewaktu mereka masih muda, tetapi kenyataannya
kebanyakan orang tua masih bisa untuk belajar, berfikir, dan mampu
untuk menyimpan kecerdasan mereka.
2. Moral merupakan kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup, hal ini
termasuk dalam komponen emosional dari prilaku lansia itu sendiri
sebagai gambaran dari perasaan di masa lalu, sekarang, dan masa
depan.
3. Konsep diri pada lansia dikaitkan dengan prilaku lansia, dimana akibat
dari bertambahnya umur lansia cenderung untuk menarik diri dari
lingkungannya. Lansia ingin menceritakan pengalaman hidup yang
selama ini mereka alami, tetapi keluarga selalu menganggapnya
sebagai orang yang cerewet, akibatnya lansia menjadi pendiam dan
menarik diri, proses ini membentuk persepsi seseorang terkait
tubuhnya, persepsi ini mencangkup tentang perubahan fisik psikologis
dan psikososial.

C. Perubahan Psikososial

Lansia yang mengalami pensiun, maka ia akan kehilangan finansial,


kehilangan status, jabatan, relasi, atau teman. Kehilangan pekerjaan atau
kegiatan, sehingga berpengaruh terhadap kondisi ekonomi. Setelah lansia
mengalami pensiun, lansia lebih memilih mendalami diri terkait masalah
spiritual. Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia seseorang
biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap masalah dunia,
dan lebih mementingkan dunia akhirat. Kondisi tersebut semakin erat
apabila dikaitkan dengan konsdisi fisik dan mental yang semakin
memburuk, maka mereka akan cenderung lebih berkonsentrasi pada
masalah kematian.

11
2.3. Kebutuhan Dasar Manusia pada Lansia
Menua atau menjadi tua merupakan proses yang akan dialami oleh
semua orang dan tidak dapat dihindari. Pada akhir abad yang lalu, disinyalir
usia lansia semakin banyak. Ada negara – negara yang mempunyai jumlah
lansia di atas 10% dan disebut dengan negara – negara berpopulasi lansia
(aging populated countries). Di Indonesia, kini populasi lansia rata – rata
adalah 7,5% dari jumlah total penduduk dan dalam waktu 20 tahun lagi
jumlah lansia di Indonesia akan melebihi balita (Menkokesra, 2008). Dalam
dua dekade terakhir ini, terjadi peningkatan populasi penduduk lansia di
Indonesia dari 4, 48% pada tahun 1971 (5,3 juta jiwa) menjadi 9,77% pada
tahun 2010 (23,9 juta jiwa). Bahkan pada tahun 2020 diprediksi akan akan
terjadi ledakan jumlah penduduk lansia sebesar 11, 34% atau sekitar 28,8 juta
jiwa (Makmur Sanusi, 2006). Peningkatan jumlah lansia tersebut akan
membawa dampak yang lebih besar, lebih serius, dan lebih kompleks apabila
tidak diikuti dengan pemenuhan kebutuhan dasar bagi lansia – lansia tersebut.
Oleh karena itu diperlukan ilmu dan pengetahuan mengenai kebutuhan –
kebutuhan dasar lansia agar orang – orang tua dapat terhindar dari segala
masalah – masalah fisik, psikologis, maupun sosial.
1. Kebutuhan Fisiologis (Physilogical Needs)
2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Self Security Needs)
3. Kebutuhan Mencintai dan Dicintai (Love and Belongingness Needs)
4. Kebutuhan Harga Diri
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri

2.4. Terapi Modalitas pada Lansia


Aktivitas kelompok merupakan sekumpulan individu yang mana
memiliki relasi satu sama lainnya yang berkaitan serta bersama-sama
mengikuti aturan dan norma yang sama. Theraphy aktivitas kelompok atau
TAK adalah kegiatan yang ditujukan pada sekelompok klien yang mana
memiliki tujuan untuk bisa memberikan terapi bagi seluruh anggota di dalam
kelompok tersebut.

12
Dengan adanya kelompok terapi tersebut maka dapat meningkatkan
kualitas hidup serta meningkatkan respon sosial. Terapi aktivitas kelompok ini
berupaya memfasilitasi beberapa klien yang bertujuan untuk membina
hubungan sosial sehingga nantinya dapat menolong klien untuk berhubungan
sosial dengan orang lainnya semisal mengajukan pertanyaan, menceritakan
dirinya sendiri, berdiskusi, menyapa teman kelompok, dan masih banyak
lainnya.

a. Tujuan Terapi

Ada beberapa tujuan yang didapatkan dari terapi aktivitas kelompok,


antara lain adalah:

1. Mengembangkan stimulasi persepsi

2. Mengembangkan orientasi realitas

3. Mengembangkan stimulasi sensoris

4. Mengembangkan sosialisasi.

Terapi aktivitas kelompok ini dapat dilakukan dalam segala usia,


termasuk kelompok usia lansia. yang dimaksud dengan kelompok lansia
adalah kelompok penduduk yang memiliki rentang usia 60 tahun keatas. Pada
masa lanjut usia, akan mulai terjadi proses menghilangkan kemampuan
jaringan yang digunakan untuk memperbaiki diri serta mempertahankan
fungsi normalnya dengan perlahan sehingga nantinya tidak bisa bertahan lagi
pada infeksi serta memperbaiki kerusakan yang terjadi.
Jika dilihat dari sisi biologis, kaum lansi merupakan orang yang
mengalami proses penuaan yang terjadi secara terus menerus, ditandai dengan
adanya penurunan daya tahan fisik seperti semakin renatn terhadap penyakit
yang bisa menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan adanya perubahan di
dalam struktur sel, jaringan, dan organ di dalamnya.

13
Jika dilihat dari sisi ekonomi, maka lansi dapat dipandang sebagai
sebuah beban dibandingkan sebuah sumber daya. Banyak yang beranggapa
jika kehidupan di masa tua tidak dapat memberikan banyak manfaat. Bahkan
banyak pula yang beranggapan jika kehidupan di masa tua dipersepsikan
secara negatif sebagai sebuah beban dalam sebuah keluarga dan masyarakat.
Namun jika dipandang dari segi sosial, maka lansi dapat dikatakan
sebuah kelompok sosial tersendiri. Di Negara Barat, penduduk yang masuk ke
dalam kategori lansia menduduki strata sosial yang berada di bawah kaum
muda. Hal ini dapat dipandang dari keterlibatannya dalam sumber daya
ekonomi. Namun jika di Indonesia sendiri, penduduk lanjut usia malah
menduduki kelas sosial yang paling tinggi yang mana harus diharomati oleh
kaum yang lebih muda.

b. Jenis Terapi

Berikut ini terdapat beberapa jenis terpi yang bisa diterapkan sebagai
aktivitas kelompok para lansia, diantaranya:

1. Stimulasi Sensori (Musik)

Jenis terapi ini dapat berfungsi untuk ungkapan perhatian, baik itu
bagi pendengar maupun bagi pemusik. Kualitas dari musik sendiri
memiliki andil terhadap fungsi-fungsi untuk mengungkapkan perhatian
yang mana terletak pada struktur dan ururan matematis, yang mana
mampun untuk menunjukkan pada ketidak beresan di dalam kehidupan
seseorang. Peran dan sertanya akan nampak dalam sebuah pengalaman
musikal, semisal menyanyi, menghasilkan integrasi pribadi yang dapat
mempersatukan fisik, pikiran, dan roh. Ada beberapa manfaat yang
diberikan musik di dalam proses stimulasi ini, antara lain adalah:

a. Musik memberikan banyak pengalaman yang ada di dalam


stuktur
b. Musik memberikan pengalaman untuk mengorganisasi diri

14
c. Musik memberikan kesempatan yang digunakan untuk
pertemuan kelompok yang mana di dalamnya individu telah
mengutamakan kepentingan kelompok dibanding kepentingan
individu.

2. Stimulasi Persepsi
Di dalam proses stimulasi ini klien akan dilatih mengenai cara
mempersepsikan stimulus yang telah disediakan ataupun yang sudah
pernah dialami. Kemmapuan untuk mempersepsikan inilah yang akan
dievaluasi dan ditingkatkan di dalam setiap sesinya.Tujuan dari proses
ini diharapkan respon klien menjadi lebih adaptif dalam berbagai
stimulus. Aktifitas yang akan dilakukan berupa stimulus dan persepsi.
Ada beberapa stimulus yang diberikan mulai dari membaca majalah,
menonton televisi, pengalaman dari masa lalu, dan masih banyak
lainnya.

3. Orientasi Realitas
Klien nantinya akan diorientasikan kepada kenyataan yang ada di
sekitarnya, mulai dari diri sendiri, orang lain yang ada di sekitar klien,
hingga lingkungan yang memiliki hubungan dan kaitanya dengan
klien. Hal ini juga berlaku pada orientasi waktu di saat ini, waktu yang
lalu, hingga rencana di masa depan. Aktivitas yang dilakukan dapat
berupa orientasi orang, tempat, waktu, benda, serta kondisi yang nyata.

4. Sosialisasi
Klien akan dibantu untuk bisa melakukan sosialisasi dengan
individu-individu di sekitar klien. Sosialiasi akan dilakukan secara
bertahap secara interpersonal, kelompok, maupun massa. Aktivitas
yang dapat dilakukan berupa latihan sosialisasi yang ada di dalam
kelompok.

15
5. Terapi Berkebun
Terapi berkebun memiliki tujuan untuk bisa melatih kesabaran,
kebersamaan, serta bagaimana memanfaatkan waktu luang. Ada
beberapa kegiatan yang dilakukan semisal penanaman kangkung,
lombok, bayam, dan lainnya.

6. Terapi Dengan Binatang


Terapi ini memiliki tujuan untuk bisa meningkatkan rasa kasih
sayang serta mengisi kesepian di sehari-harinya dengan cara bermain
bersama binatang. Semisal memiliki peliharaan kucing, bertenak ayam,
sapi, dan lainnya. Hal ini, merupakan cara pencegah gangguan jiwa
pada lansia yang cukup efektif.

7. Terapi Okupasi
Terapi ini memiliki tujuan untuk bisa memanfaatkan waktu luang
yang dimiliki lansia serta meningkatkan produktivitas yang nantinya
dapat dimanfaatkan untuk membuat dan menghasilkan karya dari hal-
hal yang sudah disediakan. Misalnya saja membuat kipas, membuat
sulak, membuat bunga, menjahit, merajut, dan masih banyak lainnya.

8. Terapi Kognitif
Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan untuk mencegah agar
daya ingat seseorang tidak menurun. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan adalah dengan mengadakan cerdas cermat, mengerjakan
tebak-tebakan, puzzle, mengisii TTS, dan lainnya.

9. Life Review Terapi


Terapi ini memiliki tujuan untuk bisa meningkatkan gairah hidup
serta harga diri. Proses nya dengan menceritakan berbagai
pengalaman-pengalam di dalam hidupnya. Misalnya saja menceritakan
tentang masa muda nya.

16
10. Rekreasi
Memiliki tujuan untuk bisa meningkatkan sosialiasi, gairah
hidup, menghilangkan rasa bosan, bahkan dapat melihat pandangan
yang mana digunakan sebagai cara mengatasi stres dan depresi. Ada
beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari mengikuti senam
lansia, bersepesa, posyandu lansia, rekreasi ke kebun raya,
mengunjungi saudara, dan masih banyak lainnya.

11. Terapi Keagamaan


Terapi keagamaan ini digunakan untuk tujuan kebersamaan,
memberikan rasa kenyamanan, bahkan persiapan untuk menjelang
kematian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dapat berupa
pengajian, sholat berjamaah, kebantian, dan lainnya.

12. Terapi Keluarga


Terapi keluarga ini merupakan terapi yang diberikan oleh seluruh
anggota keluarga yang mana sebagai unit penanganan. Tujuan dari
terapi keluarga ini adalah untuk mampu melaksanakan fungsi-
fungsinya sebagai keluarga. Sasaran utama dari dari terapi ini adalah
keluarga yang kondisinya mengalami disfungsi, tidak dapat
melaksanakan fungsi yang mana dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga, semua masalah yang terjadi di dalam
keluarga akan diidentifikasikan dan dikontribusikan dari masing-
masing anggota di dalam keluarga pada penyebab munculnya
masalah tersebut. Misalnya saja penyebab keluarga tidak harmonis.
Sehingga nantinya masing-masing anggota keluarga dapat lebih
mawas diri pada masalah yang terjadi dalam keluarga dan mencari
solusi yang tepat untuk mengembalikan fungsi keluarga sebagaimana
sebelumnya
Proses terapi ini memiliki 3 tahapan di dalamnya, fase pertama
adalah perjanjian, fase kedua adalah kerja, dan fase ketiga adalah

17
terminasi. Pada fase pertama, perawat dan klien akan
mengembangkan hubungan untuk saling percaya satu sama lainnya.
Isu di dalam keluarga kan diidentifikasi dan tujuan dari terapi akan
ditetapkan bersama. Fase kedua atau fase kerja merupakan fase
dimana keluarga akan dibantu dengan perawat yang dijadikan
sebagai terapis yang nantinya berusaha untuk mengubah pola
interaksi yang terjadi di dalam anggota keluarga, peraturan di dalam
keluarga, dan eksplorasi batasan di dalam keluarga.
Kemudian di dalam fase terakhir keluarga akan melihat kembali
bagiaman proses yang telah dijalani selama ini untuk bisa mencapai
tujuan terapi. Keluarga juga memiliki peran yang penting dalam
mempertahankan perawatan secara berkesinambungan.

c. Prinsip Terapi Aktivitas Kelompok

Prinsip di dalam memilih pasien yang ikut dalam terapi aktivitas


kelompok adalah dengan homogenitas, yang dijelaskan pada poin-poin
berikut ini:

1. Gejala Yang Sama

Misalnya saja dalam terapi aktivitas kelompok tersebut


dikhususkan untuk pasien penderita depresi, halusinasi, atau lainnya.
Setiap terapi aktivitas kelompok tentunya memiliki tujuan masing-
masing yang spsifik untuk anggotanya. Setiap tujuan tersebut tentunya
dapat dicapai jika pasien-pasien di dalanya memiliki gejala atau
masalah yang sama. Sehingga nantinya pasien-pasien di dalam
kelompok tersebut dapat bekerja sama dalam proses terapi.

2. Kategori Sama
Disini mengartikan jika pasien yang memiliki skor hampir sama
dari kategorisasi. Pasien yang dapat diikutkan ke dalam terapi
aktivitas kelompok merupakan pasien yang akut dengan skor rendah

18
hingga pasien pada tahap pro motion. Bila dalam sebuah terapi pasien-
pasien di dalamnya memiliki skor yang hampir sama tentu saja tujuan
dalam terapi akan tercapai dengan mudah.
3. Jenis Kelamin Sama
Pengalaman dalam terapi aktivitas kelompok yang dijalani pasien
dengan memiliki gejala yang sama, biasanya laki-laki akan
mendominasi dibandingkan dengan kaum perempuan. Sehingga akan
lebih baik jika dibedakan.
4. Kelompok Umur Hampir Sama
Tingkat perkembangan pasien yang sama nantinya akan lebih
memudahkan interaksi yang terjadi antara pasien satu sama lainnya.
5. Jumlah Anggota Yang Efektif
Jumlah anggota kelompok di dalam sebuah terapi tentunya harus
efektif. Jumlah yang efektif biasanya sekitar 7-10 orang di dalamnya.
Jika terlalu banyak pasien di dalamnya maka tujuan terapi akan terasa
sulit untuk dicapai karena kondisinya akan terlalu ramai dan kurangnya
perhatian terapis untuk pasien. Namun jika terlalu sedikit maka tentu
saja interaksi yang terjadi akan terasa sepi dan tujuan menjadi sulit
tercapai.

d. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia


Ada bebrapa manfaat yang bisa dirasakan bagi kaum lansia yang
mengikuti terapi aktivitas kelompok, antara lain adalah:

1. Agar anggota di dalam kelompok tersebut merasa diakui, dimiliki,serta


dihargai eksistensinya oleh anggota lainnya di dalam kelompok
2. Membantu agar anggota kelompok lain yang berhubungan satu sama
lainnya dan merubah sikap dan perilaku yang maladaptive dan
destrkutif

19
3. Sebagai tempat yang digunakan untuk berbagi pengalamn serta saling
memantau satu sama lainnya yang dipertuntukkan untuk menemukan
solusi menyelsaikan masalah.

2.5. Pengkajian Aspek Fisik, Psikologis dan Spiritual


Pengkajian keperawatan pada lansia merupakan proses yang kompleks
untuk menjamin pendekatan sesuai usia (Lueckenotte, 1994).
1. Interelasi antara aspek fisik dan psikososial
Bagi lansia berkurangnya kemampuan untuk berespon terhadap
stress, meningkatnya frekuensi dan rumitnya kehilangan dan perubahan
fisik berkaitan dengan penuaan normal dapat berkombinasi untuk
menempatkan seseorang pada resiko tinggi. Walaupun interaksi factor
fisik dan psikososial bias menjadi serius, perawat tidak boleh menganggap
semua lansia mempunyai tanda, gejala atau perilaku yang menggambarkan
pengurangan dan penurunan. Kekuatan dan kemampuan lansia juga harus
diidentifikasi. Pertimbangan yang hati – hati tentang interaksi antara factor
fisik dan psikososial pada setiap situasi klien merupakan hal yang esensial.

2. Pengaruh penyakit dan ketidakmampuan pada status fungsional


Penuaan tidak perlu disamakan dengan penyakit dan
ketidakmampuan. Kebanyakan lansia tetap mandiri secara fungsional
walaupun ada peningkatan prevalensi penyakit kronis pada lansia.
Bagaimanapun studi mendukung bahwa penyakit kronis meningkatkan
kerentanan lansia terhadap penurunan fungsi. Karena itu pengkajian
keperawatan tentang fungsi fisik dan psikososial merupakan hal yang
penting karena dapat memberikan petunjuk yang berharga terhadap efek
penyakit pada status fungsional.

3. Penurunan efisiensi mekanisme homeostatic


Penurunan fungsi fisiologis dan peningkatan prevalensi penyakit
adalah sebagian dari berkurangnya kemampuan untuk berespon pada

20
strees melalui homeostasis. Kurangnya kemampuan beradaptasi paling
jelas pada interaksi neuroendokrin, serta pada respon terpisah dari dua
system ini. Karena perawat harus mengkaji adanya stressor dan
manifestasi emosi serta fisik pada lansia.

4. Kurangnya standar untuk norma kesehatan dan penyakit


Norma yang terbentuk pada uji diagnostic, kondisi patologis dan
pertumbuhan serta perkembangan lansia berubah secara konstan seiring
lebih banyaknya penelitian ilmiah ang dilakukan. Tetapi karena kurangnya
penelitian pada bidang ini, perselisihan pendapat terjadi diantara ahli
tentang penuaan berkenaan dengan apa yang disebut normal (Abrams &
Berkow, 1990). Bagaimanapun kebanyakan ahli setuju bahwa lansia harus
dipandang dan diperlakukan secara individual untuk mengompensasi
kurangnya standar definitive. Kemudian perawat dapat membandingkan
pola kesehatan dan fungsi lansia sebelumnya dengan status sekarang
dalam menentukan keseluruhan rencana keperawatan.

Penyesuaian pengkajian keperawatan pada lansia


Hal – hal yang perlu dipersiapkan dalam pengkajian :
1) Posisi duduk nyaman
2) Ruang yang adekuat, terutama jika klien menggunakan alat bantu
mobilisasi
3) Ruangan cukup terang, hindari cahaya langsung
4) Dekat kamar mandi
5) Privasi yang mutlak
6) Perencanaan pengkajian dilakukan sesuai tingkat energi
7) Bersikap sabar, relaks, dan tidak tergesa – gesa
8) Beri lansia kesempatan untuk berpikir sebelum menjawab
9) Waspadai tanda – tanda keletihan

21
Penurunan dan kemunduran fungsi lansia mengakibatkan
menurunnya validitas data yang akhirnya diagnosa keperawatan tidak
tepat. Untuk mendapatkan kesimpulan data yang tepat tentang lansia maka
perlu dilaksanakan:
1) Kaji lebih dari satu kali dan pada waktu yang berbeda setiap hari
2) Gunakan kesempatan saat rutinitas lansia seperti mandi, berdandan,
makan
3) Yakinkan alat bantu sensori dan mobilitas tersedia dan berfungsi
4) Wawancarai keluarga, teman dan orang terdekat yang terlibat dalam
perawatan lansia untuk memvalidasi data
5) Gunakan bahasa tubuh, sentuhan, kontak mata dan berbicara untuk
meningkatkan tingkat partisipasi maksimum lansia
6) Sadari keadaan dan perhatian emosional klien; takut, ansietas, dan
bosan dapat menimbulkan kesimpulan pengkajian yang tidak akurat
mengenai kemampuan fungsional

A. Pengkajian
Anamnesa memberikan suatu nilai subyektif pada status kesehatan
lansia. Dalam melaksanakan pengkajian dapat dipengaruhi oleh sikap dan
stereotip perawat tentang proses penuaan.

Mitos, stereotip

Sikap, perasaan, nilai, kepercayaan

Perilaku

Keperawatan gerontologi memberi pendekatan kreatif untuk


memaksimalkan potensi klien lansia. Pengkajian menyeluruh mengharuskan
perawat untuk terikat secara aktif dengan klien dan menyediakan waktu bagi

22
klien untuk memberikan informasi tentang kesehatannya. Perawat mengkaji
perubahan pada perkembangan fisiologis, kognitif dan perilaku psikososial.
1. Perubahan Fisiologis
Persepsi kesehatan dapat menentukan kualitas hidup. Pemahaman
persepsi lansia ttg status kesehatan esensial untuk pengkajian yang akurat
dan pengembangan intervensi yang relevan secara klinis. Konsep lansia
tentang kesehatan umumnya bergantung pada persepsi pribadi terhadap
kemampuan fungsional. Karena itu lansia yang terlibat dalam ADL
biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan mereka yang aktivitasnya
terbatas karena kerusakan fisik, emosional atau social mungkin merasa
dirinya sakit. Perubahan fisiologis bervariasi setiap klien.

1) Perubahan Fisik Penuaan Normal


Sistem Temuan Normal
Integumen Warna Kulit Pigmentasi berbintik/bernoda di area yang
terpajan sinar matahari,pucat meskipun tdk
anemia
Kelembaban Kering, kondisi bersisik
Suhu Ekstermitas lebih dingin, penurunan
perspirasi
Tekstur Penurunan elastisitas, kerutan, kondisi
berlipat, kendur
Distribusi lemak Penurunan jumlah lemak pada ekstremitas,
peningkatan jumlahnya di abdomen
Rambut Penipisan, beruban
Kuku Penurunan laju pertumbuhan
Kepala dan leher Kepala Tulang nasal, wajah menajam & angular
Mata Pe ↓ ketajaman penglihatan,akomodasi,
adaptasi dalam gelap, sensitivitas thd cahaya
Telinga Pe ↓ membedakan nada, ber<nya refleks

23
ringan, pendengaran <
Mulut, faring Pe ↓ pengecapan, atropi papilla ujung lateral
lidah
Leher Kelenjar thyroid nodular
Thoraxs & paru – Pe↑ diameter antero-posterior, pe ↑ rigiditas
paru dada, pe ↑ RR dengan pe ↓ ekspansi paru,
pe ↑ resistansi jalan nafas
Sist Jantung & Pe ↑ sistolik, perubahan DJJ saat istirahat,
vascular nadi perifer mudah dipalpasi, nadi kaki >
lemah, ekstremitas bawah > dingin
Payudara Ber<nya jaringan payudara, kondisi
menggantung & kendur
Sistem Pe ↓ sekresi saliva, peristaltic, enzim digestif,
Gastrointestinal konstipasi
Sistem Reproduksi Wanita Pe ↓ estrogen, ukuran uterus, atrofi vagina
Pria Pe ↓ testosterone, jumlah sperma, testis
Sistem Perkemihan Pe ↓ filtrasi renal, nokturia, pe ↓ kapasitas
kandung kemih, inkontinensia,
Wanita Inkontinensia urgensi & strees o/k pe ↓ tonus
otot perineal
Pria Sering berkemih & retensi urine o/k BPH
Sistem Pe ↓ massa & kekuatan otot, demineralisasi
Muskoloskeletal tulang, pemendekan fosa krn penyempitan
rongga intravertebral, Pe ↓ mobilitas sendi,
rentang gerak
Sistem Neurologis Pe ↓ laju refleks, Pe ↓ kemampuan berespon
terhadap stimulus ganda, insomnia, periode
tidur > singkat

24
2) Pengkajian Status Fungsional
Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara
mandiri.Indeks Katz adalah alat yang secara luas digunakan untuk
menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan penyakit kronis.
Format ini menggambarkan tingkat fungsional klien dan mengukur efek
tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi. Indeks ini merentang
kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi : mandi, berpakaian, toileting,
berpindah, kontinen dan makan.

3) Tingkat Kemandirian Lansia :


A : kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar mandi,
berpakaian dan mandi
B : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu dari
fungsi tambahan
C : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
D : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil
G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

2. Perubahan Kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lansia muncul
akibat kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan
tetapi perubahan struktur dan fisiologis yang terjadi pada otak selama
penuaan tidak mempengaruhi kemampuan adaptif & fungsi secara nyata
(Ebersole & Hess, 1994)

25
Sel neurofisiologis berubah bervariasi pada setiap individu. Meskipun
kehilangan selular nyata, beberapa lansia tidak memperlihatkan deteorisasi
mental, bahkan beberapa klien dg kehilangan sel serebral yang signifikan
berespon baik pada penanganan psikoterapi dan farmakologis.
Adakalanya saat terjadi disfungsi serebral, tendensi perilaku yang
sebelumnya ada diperberat. Oleh karena itu seseorang yang kompulsif saat
dewasa awal & tengah menjadi lebih kompulsif saat lansia. Perubahan
kognitif terjadi pada lansia saat terjadi disfungsi atau trauma serebral.
Dimensia adalah kerusakan umum fungsi intelektual yang
mengganggu fungsi social dan okupasi. Sindrom ini dicirikan oleh adanya
disfungsi serebral ireversibel dan progresif. Dimensia senilis tipe
Alzheimer dicirikan terdapat atropi otak, timbulnya plak senile dan lilitan
neurofibril dalam hemisfer serebral. Penyebab pasti belum diketahui.
Dimensia merupakan tahap ireversibel yang ditandai dengan penurunan
fungsi intelektual, perubahan kepribadian, kerusakan penilaian dan
perubahan afek yang diakibatkan perubahan metabolisme serebral secara
permanen. Progresi penyakit Alzheimer dibagi dalam tiga tahap (Brady,
1993). Pada tahap awal gejala utama adalah hilang memori. Tahap
pertengahan meliputi kerusakan ketrampilan bahasa, aktivitas motorik dan
pengenalan benda. Inkontinensia urine dan fekal, ketidakmampuan ambulasi
& hilangnya ketrampilan bahasa secara lengkap merupakan gejala tahap
akhir.
Dimensia multi infark merupakan penyebab umum dimensia yang
kedua. Ditandai dengan periode remisi, preservasi kepribadian, pandangan,
labilitas emosi & serangan epileptoid. Penyebab pasti belum diketahui
diduga berkaitan dengan gangguan vascular dalam otak dan mungkin akibat
stroke dan hipertensi berat.
Delirium atau tingkat konfusi akut adalah sindrom otak menyerupai
dimensia ireversibel, tetapi secara klinis dibedakan oleh adanya tingkat
kesadaran tidak jelas atau lebih tepatnya perubahan perhatian dan kesadaran
(APA, 1994). Gejala lain meliputi kurang perhatian, ilusi, halusinasi,

26
kadang bicara inkoheren, gangguan siklus tidur dan disorientasi. Awitan
delirium secara khas mendadak dan terdapat fluktuasi yang cepat pada
gejala dan keparahan. Delirium dapat menyerupai dimensia ireversibel;
bagaimanapun penyebabnya dapat ditangani dan kemungkinan bisa sembuh.
Penyebab delirium dari segi fisiologis atau psikologis.
1. Penyalahgunaan zat dan kerusakan kognitif
Penelitian tentang penyalahgunaan zat pada lansia menunjukkan
bahwa menunjukkan penggunaannya bisa berlangsung lama atau baru,
sehingga sulit untuk menentukan prevalensi. Akan tetapi banyak penelitian
yang menunjukkan bahwa hal tersebut adalah masalah serius pada lansia
karena strees dan kehilangan terkait penuaan, kehilangan pasangan dan
kesepian.
Penyalahgunaan alcohol dan obat – obatan dalam waktu lama dapat
mempengaruhi fungsi kognitif. Setelah 15 sampai 20 tahun penyalahgunaan
alcohol, toleransi terhadap mabuk menurun.Penyalahgunaan yang lama
sejumlah besar alcohol menyebabkan kerusakan serebral, serebelum, sensori
dan SST. Banyak pecandu alcohol kronis juga mengalami defisiensi vitamin
B1.

2. Pengkajian Status Kognitif


a. SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan
intelektual terdiri dari 10 hal yang menilai orientasi, memori dalam
hubungan dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh dan
kemampuan matematis.

b. MMSE (Mini Mental State Exam)


Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,
perhatian,dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai
kemungkinan paling tinggi adalah 30, dengan nilai 21 atau kurang
biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan

27
penyelidikan lebih lanjut. Pemeriksaan hanya perlu beberapa menit
untuk melengkapi dan dengan mudah dapat dinilai tetapi tidak
dapat digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. Karena
pemeriksaan MMSE mengukur beratnya kerusakan kognitif dan
mendemonstrasikan perubahan kognitif, ini suatu alat yang
berguna untuk mengkaji kemajuan klien
c. Inventaris Depresi Beck
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan sikap
yang berhubungan dengan depresi. Setiap hal direntang dengan
menggunakan skala 4 poin untuk menandakan intensitas gejala.

3. Perubahan Psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada
penuaan. Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa
perubahan biasa terjadi pada mayoritas lansia.
Pensiun sering dikaitkan secara salah dengan kepasifan dan
pengasingan. Dalam kenyataannya, pension adalah tahap kehidupan yang
dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang dapat
menyebabkan stress psikososial. Stres ini meliputi perubahan peran pada
pasangan atau keluarga dan masalah isolasi social. Faktor paling kuat yang
mempengaruhi kepuasan hidup seseorang yang pensiun adalah status
kesehatan, pilihan untuk bekerja, pendapatan yang cukup (Ebersole, Hess,
1994)
a. Isolasi social
Banyak lansia mengalami isolasi social yang meningkat sesuai
pertambahan usia. Tipe isolasi social yaitu sikap, penampilan,
perilaku dan geografi.
b. Isolasi sikap
terjadi karena nilai pribadi atau budaya. Lansiaisme adalah sikap
yang berlaku yang menstigmatisasi lansia. Suatu bias yang menentang
dan menolak lansia. Karena itu isolasi social sikap terjadi ketika lansia

28
tidak secara mudah diterima dalam interaksi social karena hal tersebut.
Seiring lansia semakin ditolak harga diripun berkurang sehingga usaha
bersosialisasi berkurang.
c. Isolasi penampilan
diakibatkan oleh penampilan yang tidak dapat diterima atau factor
lain yang termasuk menampilkan diri sendiri pada orang lain. Faktor
kontribusi lain adalah citra tubuh, hygiene, tanda penyakit yang terlihat
dan kehilangan fungsi (Ebersole & Hess, 1990). Seseorang diisolasi
karena penolakan orang lain atau karena sedikit interaksi yang dapat
dilakukan akibat kesadaran diri.
d. Isolasi perilaku
diakibatkan oleh perilaku yang tidak dapat diterima pada semua
kelompok usia dan terutama pada lansia, perilaku yang tidak dapat
diterima secara social menyebabkan seseorang menarik diri. Perilaku
yang biasanya dikaitkan dengan pengisolasian pada lansia meliputi
konfusi, dimensia, alkoholisme, dan inkontinensia.
e. Isolasi geografis
terjadi karena jauh dari keluarga, kejahatan di kota dan barier
institusi. Dalam masyarakat kini yang mobilitasnya tinggi, umumnya
anak hidup jauh dari orang tua. Sehingga kesempatan untuk bertemu
dengan anak jarang. Hal ini menyebabkan isolasi lebih lanjut jika
orang tua yang mempunyai keterbatasan fisik atau mengalami
kematian pasangan.
Di daerah perkotaan angka criminal yang tinggi menghalangi
lansia bersosialisasi. Hidup di daerah angka criminal yang tinggi dapat
menyebabkan ketidakinginan untuk keluar rumah karena takut akan
terjadi kejahatan. Salah satu barier institusi adalah kurangnya
kemudahan akses bagi orang yang menggunakan kursi roda, walker
atau tongkat. Juga bila lansia memerlukan perawatan di institusi lansia
harus berpisah dengan teman – temannya. Interaksi social bergantung
pada mereka yang datang mengunjungi.

29
Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada
seluruh tingkat kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat
yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR
Keluarga. Instrument disesuaikan untuk digunakan pada klien yang
mempunyai hubungan social lebih intim dengan teman – temannya atau
dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan disfungsi keluarga sangat tinggi,
nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve
Keamanan Rumah
Perawat wajib mengobservasi lingkungan rumah lansia untuk
menjamin tidak adanya bahaya yang akan menempatkan lansia pada
resiko cidera. Faktor lingkungan yang harus diperhatikan :
 Penerangan adekuat di tangga, jalan masuk & pada malam hari
 Jalan bersih
 Pengaturan dapur dan kamar mandi tepat
 Alas kaki stabil dan anti slip
 Kain anti licin atau keset
 Pegangan kokoh pada tangga / kamar mandi
Masalah Keperawatan
 Ketegangan peran pemberi asuhan
 Gangguan interaksi social
 Kerusakan memori
 Koping individu tak efektif
 Strees relokasi
 Distress spiritual

30
 Inkontinensia fungsional
 Perubahan pola seksualitas
1. Distress spiritual
Definisi : Keadaan individu / kelompok mengalami/beresiko
mengalami gangguan dlm sistem keyakinan atau nilai yg memberikan
kekuatan, harapan & arti kehidupan
Faktor – factor yang berhubungan : penyakit terminal,kehilangan org
terdekat, keyakinan yg ditentang keluarga, hambatan dlm melaksanakan
ibadah
Mayor : mengalami suatu gangg dlm sistem keyakinan
Minor :
 mempertanyakan makna kehidupan, kematian & penderitaan
 menunjukkan keputusasaan
 tidak melaksanakan ritual keagamaan
 ragu thd keyakinan
 perasaan kekosongan spiritual
Intervensi :
1. Tunjukkan sikap tidak menghakimi
2. Nyatakan pentingnya keb spiritual
3. Berikan privasi & ketenangan
4. Selalu bersedia & berkeinginan u/ mendengarkan keluhan klien
5. Ajarkan ritual keagamaan
6. Hubungi pemuka agama

2. Perubahan pola seksualitas


Definisi Individu mengalami suatu perubahan dalam kesehatan
seksual. Kesehatan seksual merupakan integrasi aspek somatik, emosional,
intelektual dan sosial dari seksualitas dlm cara mencapai dan
meningkatkan kepribadian, komunikasi dan cinta
Faktor yg berhubungan :
• Penyakit, obat – obatan

31
• Masalah pasangan, depresi, nyeri
• Menopouse
Kriteria hasil :
• Menceritakan masalah fungsi seksual
• Mengidentifikasi stresor dalam hidup
• Mengekspresikan peningkatan kepuasan
• Melanjutkan aktivitas seksual sebelumnya
Intervensi :
• Berikan dorongan bertanya tentang seksualitas
• Gali hubungan pasien dengan pasangan
• Anjurkan ikut klub
• Ajarkan keuntungan fisik dan psikologis tentang aktivitas fisik teratur
(3x seminggu, 30’)
• Ajarkan tehnik mengurangi konsumsi oksigen, nyeri, beban berlebihan
pada jantung

3. Ketegangan peran pemberi asuhan


Definisi : Individu mengalami beban fisik, emosional, sosial dan
finansial dlm proses pemberian asuhan u/ orang lain
Batasan :
• Melaporkan ttg ketdkcukupan waktu dan energi
• Perasaan depresi, marah
• Kesulitan melakukan aktivitas pemberian asuhan yg dibutuhkan
Intervensi :
 Memberikan empati
 Bicarakan pengaruh ttg jadwal yg ada dan tanggung jawab pd kes fisik,
emosi
 Bantu mengidentifikasi bantuan aktivitas yg diperlukan
 Identifikasi sumber bantuan yang ada
 Buat jadwal pengasuhan

32
4. Kerusakan interaksi sosial
Definisi : Individu mengalami respon negatif, ketdkadekuatan,
ketidakpuasan dari interaksi
Batasan :
 Tdk mampu mempertahankan hub
 Ketdkpuasan dg jaringan social
 Isolasi sosial
 Menghindari orang lain
 Menyalahkan orla
 Perasaan ttg penolakan, tdk dimengerti
 Orla melaporkan ttg interaksi bermasalah
Intervensi menarik diri
 Berkomunikasi dengan lansia harus dengan kontak mata
 Ajak lansia untuk melakukan kegiatan sesuai kemampuan fisiknya
 Menyediakan waktu untuk berbincang dengan lansia
 Beri kesempatan lansia untuk mengekspresikan perasaannya
 Hargai pendapat lansia

2.6. Konsep Asuhan Keperawatan pada Lansia

A. Identitas/Data Biografis Pasien


Identitas meliputi nama, umur, pendidikan terakhir, agama, status
perkawinan, alamat, jenis kelamin.
1. Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama
Biasanya keluhan yang paling utama pada penderita anemia adalah
lemah atau pusing. Pandangan kabur saat jalan, kepala seperti
berputar-putar dan terkadang seperti akan jatuh
- Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan pasien sakit pasien dari timbulnya gejala hingga di bawa
ke RS

33
- Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit anemia sebelumnya

2. Riwayat Keluarga
Apakah anggota keluarga pasien memiliki riwayat penyakit
keturunan seperti diabetes militus, penyakit jantung, stroke. Tanyakan
adanya riwayat penyakit keturunan pada keluarga atau tidak baik cacat
fisik maupun mental.

3. Pola Aktivitas
Meliputi pola makan, minum, pola eliminasi, dan kebersihan diri
(mandi, gosok gigi, keramas, potong kuku), pola tidur dan istirahat.
a. Eliminasi
Pada pasien dengan anemia dapat mengalami, Gejala : riwayat
gagal ginjal, gangguan malabsorpsi, hematemasis, feses dengan
darah segar, melena, diare atau konstipasi, dan penurunan haluaran
urine.
Tanda : distensi abdomen.
b. Makanan/cairan
Dapat terjadi penurunan masukan diet, masukan diet protein
hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi. Nyeri mulut atau
lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah,
dyspepsia, anoreksia, adanya penurunan berat badan.
c. Hubungan Sosial
d. Kosep Diri
e. Sistem Nilai dan Kepercayaan
f. Psikoseksual

B. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran :
- Composmentis :

34
Yaitu kesadaran normal, sadar sepunuhnya, dapat menjawab
tentang keadaan sekelilingnya
- Apatis :
Yaitu kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengansekitarnya sikapnya acuh tak acuh
- Delirium :
Yaitu gelisah, dis orientasi (orang, tempat, waktu) memberontak,
berteriak-teriak berhalusinasi kadang berhayal.
- Somnolen :
Yaitu kesadaran menurun, responp psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang(mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal
- Stupor :
Yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri
- Koma :
Yaitu keadaan tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun.

b. Pemeriksaan GCS
Skor Keterangan

1. Eye :

4 - Spontan

3 - Dengan rangsang suara

2 - Dengan rangsanagn nyeri

1 - Tidak ada respon

35
2. Verbal :

5 - Orientasi baik

4 - Bingung, berbicara
mengacau, disorientasi
tempat dan waktu
3
- Kata-kata saja berbicara
2 tidak jelas

1 - Suara tanpa arti

- Tidak ada respon

3. Motorik :

6 - Mengikuti perintah

5 - Melokalisir nyeri
(menjangkau dan
menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)

4 - Menghindar/ menarik
ekstremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri
3
- Flexi abnormal
2
- Extensi abnormal
1
- Tidak ada respon

c. TTV ;Pada lansia dengan anemia tekanan darah terjadi


peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar;
hipotensi postural.

36
d. Integumen : pada lansia kulit teraba lebih kering, dan kuku rapuh.
e. Mata : penglihatan kabur, perdarahan retina
f. Telinga : pada lansia dapat terjadi vertigo, tinnitus atau
telinga berdenging
g. Mulut : Mukosa bibir tampak pucat, terjadi stomatitis
h. Jantung : pada lansia dapat terjadi takikardi
i. Abdomen : pada lansia mengalami penurunan bising usus bekisar 1-5
x/menit akibantnya lansia mengalami konstipasi
j. Muskuluskeletal : pada lansia dengan anemia mengalami penurunan
kekuatan otot karena lansia mengalami 5L (lemah, letih, lesu, lelah,
lalai)
kekuatan otot 4 4
4 4

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
kurangnya pemasukan dan proses penyakit anemia.
2. Nyeri akut b/d kurangnya ketidakseimbangan suplai oksigen pada
jaringan serebral.
3. Resiko jatuh b/d proses degeneratif dan intoleransi aktifitas.

D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 :
1. Kaji pola makan sebelumnya
2. Kaji makanan kesukaan klien
3. Kaji adanya alergi terhadap makanan
4. Kaji keadaan anemia klien secara laboratories secara bertahap
5. Monitor pemasukan dan pengeluaran sebelumnya makan dan minum
klien secara bertahap
6. Monitor Berat badan dan lingkar lengan klien secara bertahap
7. Lakukan pemeriksaan fisik klien yang terkait dengan masalah nutrisi

37
8. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering
9. Anjurkan klien memakan makanan selagi hangat untuk menghindari
mual.
10. Jelaskan pada klien pentingnya nutrisi bagi kesehatan
11. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang nutrisi yang baik bagi klien
12. Kolaborasi dengan timmedis dalam pemberian zat besi

Diagnosa 2
1. Kaji tingkat nyeri klien (intensitas, lokasi, frekuensi, durasi).
2. Jelaskan pada klien tentang penyakitnya, hubungkan dengan nyeri
yang dirasa
3. Ajarkan pada klien untuk melakukan tehnik relaksasi distraksi (nafas
dalam)
4. Anjurkan klien untuk istirahat dan membatasi aktifitas jika nyeri
dirasakan
5. Anjurkan klien secara rutin untuk memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan terdekat
6. Kolaborasikan pemberian anlgesik dengan tim medis

Diagnosa 3 :
1. Kaji tingkatn kemampuan fungsi klien
2. Kaji tingkat kekuatan otot dan rentang gerak klien
3. Jelaskan hubungan kejadian jatuh dengan penyakit anemianya
4. Jelaskan faktor-faktor penyebab jatuh dan cara pencegahanya
5. Anjurkan klien untuk aktifitas secara bertahap dari posisi tidur, duduk,
berdiri dan berjalan
6. Anjurkan klien untuk tidak melakukan aktifitas jika mengalami sakit
kepala dan badan terasa lemah
7. Anjurkan klien untuk menggunakan alat bantu (tongkat) dalam
berjalan jika memungkinkan.

38
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus
Perawat D, adalah perawat yang bertugas di Panti Werdha E. Hari ini ada ibu F
yang diantar oleh petugas departemen social kota. Perawat D melakukan
pengkajian pada ibu F. dari KTP yang ada pada kantongnya, ibu F berasal dari
desa yang sangat jauh dari kota. Usia ibu F 65 tahun. Hasil pengkajian dari ibu F
adalah TD 170/100 mmHg, KATZ Index A, Barthel Indeks Mandiri, Fungsi
Mental MMSE kerusakan berat, fungsi intelektual dari tes SPSMQ mengalami
kerusakan berat, Resiko jatuh sedang. Kalau tidak ditanya ibu F, diam saja. Ibu F
terlihat murung, saat ditanya masih sedih karena suaminya yang telah meninggal 5
tahun yang lalu. Perawat D akan membuat perencanaan agar ibu F dapat
merasakan healthy ageing dan active ageing di panti werdha E sesuai dengan
terapi modalitas dan kebutuhan dasar manusianya.

3.2 Asuhan Keperawatan Kasus


1. Pengkajian
A. Karakteristik Demografi
1. Identitas Diri Klien
Nama Lengkap : Ny.F
Tempat/ Tanggal Lahir/Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Agama : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Suku Bangsa : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Pendidikan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Diagnosa Medis : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Tanggal Pengkajian : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Alamat : Ny.F berasal dari desa yang

41
sangat jauh dari kota.

2. Identitas Keluarga yang dapat dihubungi


Nama : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Alamat : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
No Hp : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Hubungan dengan klien : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

3. Riwayat Pekerjaan dan Status Ekonomi


Pekerjaan Saat ini : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Pekerjaan Sebelumnya : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Sumber Pendapatan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Kecukupan Pendapatan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

4. Aktivitas Rekreasi
Hobi : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Bepergian/ wisata : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Keanggotaan Organisasi : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Lain-lain : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

5. Riwayat Keluarga
Saudara Kandung : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Riwayat Kematian (1 Thn tkhr) : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Kunjungan Keluarga : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

B. Pola Kebiasaan Sehari-hari


1. Nutrisi
Frekuensi Makan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Nafsu Makan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Jenis Makanan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Kebiasaan Makan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

42
Makanan tidak disukai : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Alergi Makanan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Pantangan Makanan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Keluhan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

2. Eliminasi
a. BAK
Frekuensi dan waktu : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Kebiasaan BAK malam hari : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Keluhan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
b. BAB
Frekuensi dan waktu : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Konsistensi : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Keluhan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Pengalaman memakai : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
pencahar

3. Personal Higiene
Mandi : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Oral Hygiene : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Cuci Rambut : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Gunting Kuku : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

4. Istirahat Tidur
Lama Tidur Malam : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Tidur Siang : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Keluhan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

5. Kebiasaan Mengisi Waktu Luang


Olahraga : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

43
Nonton TV : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Berkebun dan Memasak : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Lain-lain : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

6. Kebiasaan yang Mempengaruhi Kesehatan (Jenis, frekuensi, jumlah/


lama pakai)
Merokok : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Minuman Keras : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
Ketergantungan Obat : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

7. Uraian Kegiatan Sehari-hari (Tidak Terdapat dalam Kasus)


Jenis Kegiatan Lama Waktu untuk Setiap Kegiatan

C. Status Kesehatan
1. Status Kesehatan Saat ini
a. Keluhan Utama : Ny. F yang diantar oleh
petugas departemen sosial kota
b. Gejala yang dirasakan klien : Ny. F terlihat murung.
c. Faktor Pencetus : Sedih karena suaminya yang
telah meninggal 5 tahun yang
lalu.
d. Upaya Mengatasi Keluhan : Perawat D akan membuat
perencanaan agar Ny. F dapat
merasakan healthy aging dan
active aging di panti werdha E
sesuai dengan kebutuhan terapi
modalitas dan kebutuhan dasar
manusianya.

44
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Penyakit yang pernah diderita : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
b. Riwayat Alergi : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
c. Riwayat Kecelakaan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
d. Riwayat di rawat di RS : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
e. Riwayat Pemakaian Obat : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

3. Pengkajian/ Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum (TTV) : TD 170/100 mmHg
b. BB/TB : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
c. Rambut : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
d. Mata : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
e. Telinga : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
f. Mulut, gigi, dan bibir : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
g. Dada : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
h. Abdomen : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
i. Kulit : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
j. Ekstremitas Atas : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
k. Ekstremitas Bawah : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

D. Hasil Pengkajian Khusus


1. Masalah Kesehatan Kronis : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
2. Masalah Emosional
Pertanyaan Tahap 1
1) Apakah klien mengalami sukar tidur? (Tidak)
2) Apakah klien merasa gelisah? (Tidak)
3) Apakah klien murung atau menangis? (Ya)
4) Apakah klien sering was-was atau khawatir? (Tidak)

45
Pertanyaan tahap 2
1) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam sebulan?
(Ya, lebih dari 3 bulan)
2) Ada masalah atau banyak pikiran? sedih karena suaminya yang
telah meninggal 5 tahun yang lalu.
3) Adanya gangguan atau masalah dengan keluarga lain? (Tidak)
4) Menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter?
(Tidak)
5) Cenderung mengurung diri? (Tidak)
Masalah Emosional (+)

3. Status Fungsional
a. KATZ Indeks
1. Mandi Dapat mengerjakan sendiri
2. Berpakaian Seluruhnya tanpa bantuan
3. Pergi ke toilet Dapat mengerjakan sendiri
4. Berpindah (berjalan) Tanpa bantuan
5. BAB dan BAK Dapat mengontrol sendiri
6. Makan Tanpa bantuan
Nilai KATZ Index A. Mandiri dalam hal makan, kontinen,
berpindah, ke kamar kecil, berpakaian, dan mandi.

b. Barthel Indeks
Mandiri Ketergantungan
No Aktivitas
(Nilai 1) (Nilai 0)
1. Mandi di kamar mandi
(menggosok,
1
membersihkan,
mengeringkan badan)
2. Menyiapkan pakaian, 1

46
membuka dan
mengenakan.
3. Memakan makanan
1
yang telah disiapkan
4. Memelihara
kebersihan diri untuk
penampilan diri
(menyisir rambut, 1
mencuci rambut,
menggosok gigi,
mencukur kumis)
5. Membuang air besar
di WC (membersihkan
1
dan mengeringkan
daerah bokong)
6. Dapat mengontrol
pengeluaran feses 1
(Tinja)
7. Buang air kecil di
kamar mandi
(membersihkan dan 1
mengeringkan daerah
kemaluan)
8. Dapat mengontrol
1
pengeluaran air kemih
9. Berjalan dilingkungan
tempat tinggal atau
keluar ruangan tanpa 1
alat bantu, seperti
tongkat.

47
10. Menjalankan ibadah
sesuai agama dan
1
kepercayaan yang
dianutnya
11. Melakukan pekerjaan
rumah, seperti
merapihkan tempat
tidur, mencuci 1
pakaian, memasak dan
membersihkan
ruangan.
12. Belanja untuk
kebutuhan sendiri atau 1
kebutuhan keluarga
13. Mengelola keuangan
(menyiapkan dan
1
menggunakan uang
sendiri)
14. Menggunakan sarana
transportasi umum 1
untuk bepergian
15. Menyiapkan obat dan
minum obat sesuai
dengan aturan (takaran 1
obat dan waktu
minum obat tepat)
16. Merencanakan dan
mengambil keputusan
1
untuk kepentingan
keluarga dalam hal

48
penggunaan uang,
aktivitas sosial yang
dilakukan dan
kebutuhan akan
pelayanan kesehatan
17. Melakukan aktivitas
diwaktu luang
(kegiatan keagamaan,
1
sosial, rekreasi,
olahraga, dan
menyalurkan hobi)
Jumlah Nilai 17

Analisis Hasil: 17 yaitu Mandiri

c. SPSMQ
Benar Salah No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
06 Kapan anda lahir? (minimal tahun

lahir)
√ 07 Siapa residen Indonesia sekarang?
√ 08 Siapa residen Indonesia sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
10 Kurang 3 dari 20 dan tetap
√ pengurangan 3 dari tiap angka baru
semua secara menurun.

49
∑= ∑= 10

Interpretasi data: fungsi Intelektual dari tes SPSMQ mengalami


kerusakan berat.

d. MMSE
Aspek Nilai Nilai
No Kriteria
Kognitif Maks Klien
1. Orientasi 5 Menyebutkan dengan
benar
 Tahun
 Musim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
2. Orientasi 5 Dimana kita sekarang
berada?
 Negara Indonesia
 Provinsi Jawa
Barat
 Kota...
 PSTW...
 Wisma
3. Registrasi 3 Sebutkan nama 3
objek (oleh
pemeriksa) 1 detik
untuk mengatakan
masing-masing objek.
Kemudian tanyakan
kepada klien 3 objek

50
tadi (untuk
disebutkan)
 Objek
 Objek
 Objek
4. Perhatian dan 5 Minta klien untuk
kalkulasi memulai dari angka
100 kemudian kurangi
7 sampai 5
kali/tingkat.
 93
 86
 79
 72
 65
5. Mengingat 3 Minta klien untuk
mengulangi ketiga
objek pada no 3
registrasi tadi. Bila
benar, 1 point untuk
masing-masing objek.
6. Bahasa 9 Tunjukan pada klien
suatu benda dan
tanyakan namanya
pada klien.
 (Misalnya jam
tangan)
 (Misalnya pensil)

Minta klien untuk

51
mengulang kata
berikut, tak ada jika,
tetapi, dan atau tetapi.
Bila benar 1 point.
 Pernyataan 2 buah:
tak ada, tetapi.

Minta klien untuk


mengikuti perintah
berikut yang terdiri
dari 3 langkah
 Ambil kertas di
tangan anda
 Lipat dua
 Taruh di lantai

Perintahkan pada
klien untuk hal berikut
(bila aktivitas sesuai
perintah point 1)
 Tutup mata anda

Perintahkan pada
klien untuk menulis
satu kalimat dan
menyalin gambar.
 Tulis satu kalimat
 Menyalin gambar

Interpretasi data : Fungsi mental MMSE kerusakan berat. (≤17)

52
e. Keseimbangan
1. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Beri nilai 0 (nol) jika klien tidak menunjukan kondisi
dibawah ini, atau beri nilai 1 (satu) jika klien menunjukan
salah satu kondisi dibawah ini.
Aktivitas Nilai
a. Bangun dari kursi
Tidak bangun dari duduk dengan satu kali
gerakan, tetapi mendorong tubuhnya ke atas
dengan tangan atau bergerak ke bagian depan
kursi terlebuh dahulu. Tidak stabil pad saat
berdiri pertama kali.
b. Duduk di kursi
Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di
tengah kursi.
c. Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa
mendorong sternum perlahan-lahan sebanyak 3
kali.
Klien menggerakan kaki, memegang objek
untuk dukungan, kaki menyentuh sisi-sisinya.
d. Mata Tertutup
Lakukan pemeriksaan seperti di atas tetapi
klien disuruh menutup mata.
e. Perputaran Leher
Menggerakan kaki, menggenggam objek untuk
didukung, kaki menyentuh sisi-sisinya,
kelihatan vertigo, pusing atau keadaan tidak
stabil.
f. Gerakan Menggapai Sesuatu
Tidak mampu untuk menggapai sesuatu

53
dengan bahu fleksi sepenuhnya sementara
berdiri pada ujung-ujung kaki, tidak stabil,
memegang sesuatu untuk dukungan.
g. Membungkuk
Tidak mampu membungkuk untuk mengambil
objek-objek kecil (misal pulpen) dari lantai,
memegang objek untuk bisa berdiri lagi,
memerlukan usaha-usaha multipel untuk
bangun.

2. Komponen gaya berjalan atau gerakan


Beri nilai 0 (nol) jika klien tidak menunjukan kondisi
dibawah ini, atau beri nilai 1 (satu) jika klien menunjukan
salah satu kondisi dibawah ini.
Aktivitas Nilai
a. Minta klien untuk berjalan ke tempat yang
ditentukan
Ragu-ragu, tersandung, memegang objek untuk
dukungan.
b. Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki
saat melangkah)
Kaki tida naik dari lantai secara konsisten
(menggeser atau menyeret kaki), (mengangkat
kaki terlalu tinggi (> 5 cm).
c. Kontinuitas langkah kaki (lebih baik di
observasi dari samping klien).
Setelah langkah-langkah awal, langkah
menjadi tidak konsisten, memulai mengangkat
satu kaki sementara kaki yang lain menyentuh
lantai.

54
d. Kesimetrisan Lantai (lebih baik di observasi
dari samping klien).
Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelobang
dari sisi ke sisi.
e. Penyimpangan jalur pada saat berjalan (lebih
baik di observasi dari belakang klien).
Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelobang
dari sisi ke sisi.
f. Berbalik
Berhenti sebelum memulai berbalik, jalan
sempoyongan, bergoyang, memegang objek
untuk dukungan.

Interpretasi hasil: Resiko jatuh sedang, (6-10)

4. Status Psikologi : (Tidak terdapat dalam


kasus)
5. Dukungan Keluarga : (Tidak terdapat dalam
kasus)

E. Lingkungan Tempat Tinggal


a. Kebersihan dan kerapihan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
ruangan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
b. Penerangan : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
c. Siskulasi udara : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
d. Keadaan kamar mandi dan WC : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
e. Pembuangan air kotor : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
f. Sumber air minum : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
g. Pembuangan sampah : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
h. Sumber pencemaran : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

55
i. Penataan Halaman : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
j. Privasi : (Tidak Terdapat dalam Kasus)
k. Resiko injury : (Tidak Terdapat dalam Kasus)

F. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : - Faktor predisposisi : penuaan Gangguan
DO : ↓ Fungsi
- Penilaian Short Portable Pada otak terjadi penurunan jumlah Kognitif
Mental Status Questionnaire neuron secara bertahap yang meliputi
(SPMSQ) menunjukkan area girus temporal superior,
kerusakan berat. giruspresentralis dan area striata.
- Penilaian fungsi intelektual ↓
Mini Mental State Exam Penurunan jumlah neuron kolinergik
(MMSE) menunjukkan ↓
kerusakan berat. Gangguan kognitif dan perilaku
- Klien diam saja jika tidak
ditanya.
- Usia klien 65 th.

2. DS : - Usia : penuaan Resiko Tinggi


DO : ↓ Cedera
- Usia klien 65 th. Penurunan kekuatan ekstremitas bawah
- Klien memiliki resiko jatuh ↓
sedang. Kesulitan menjaga keseimbangan

56
3. DS: Klien merasa sedih karena Kehilangan Reaksi
ditinggal suaminya yang telah ↓ Berduka
meninggal 5 tahun yang lalu Koping individu tidak efektif

DO: Klien tampak murung, Berduka berlebihan
diam jika tidak ditanya

G. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Gangguan Fungsi Kognitif berhubungan dengan penurunan jumlah
neuron secara bertahap pada area girus temporal superior, girus
presentralis dan area striata.
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan resiko jatuh jatuh dan
tingkat ketergantungan sedang.
3. Reaksi berduka berhubungan dengan koping tidak efektif ditandai
dengan berduka dan tidak menerima ditinggal pasangan

H. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Gangguan Tujuan: Orientasi realita dan Orientasi terhadap waktu, tempat
Fungsi membantu Ny. F lingkungan dan orang yang baik akan dapat
Kognitif berfungsi di - Tulis nama petugas membantu daya ingat pasien
berhubungan lingkungan. pada kamar Ny. F yang dengan gangguan penurunan
dengan jelas, besar & terbaca. fungsi kognitif.
penurunan - Orientasikan barang
jumlah neuron pribadi.
secara - Berikan penerangan
bertahap pada yang cukup di malam
area girus hari.
temporal - Sediakan kamar Ny. F

57
superior, girus dengan jam besar,
presentralis kalender harian.
dan area Komunikasi Pendekatan dengan komunikasi
striata. - Lakukan komunikasi terapeutik dan komunikasi yang
yang jelas, ringkas, dan efektif akan membantu pasien
tdk terburu-buru agar dalam kemampuan berinteraksi.
Ny. F dapat
memahaminya.
- Sarankan Ny. F untuk
memilih topik
pembicaraan untuk
melatih keampuan
memori yang sudah
menurun.
- Berikan pertanyaan
tertutup.
- Berikan rasa empati,
hangat, dan penuh
perhatian.
Pertahankan hubungan Hubungan yang penuh perhatian
interpersonal yang positif. dengan orang lain akan
meningkatkan konsep diri yang
positif.
Bantu Ny. F dalam Pemenuhan kebutuhan dasar
pemenuhan kebutuhan merupakan hal yang sangat peting
dasar dan perawatan diri. untuk mempertahankan
kehidupan.
2. Resiko tinggi Tujuan Umum: a. Observasi cara lansia a. Mengetahui kebiasaan lansia
cedera Setelah menggunakan alat menggunakan alat bantu dan
berhubungan dilakukan bantu dan cara berjalan berjalan lansia apakah sudah

58
dengan resiko tindakan lansia. benar atau belum.
jatuh jatuh keperawatan b. Evaluasi kembali b. Mengetahui rentang kekuatan
dan tingkat selama 2x24 kekuatan otot lansia. otot.
ketergantunga jam resiko jauh c. Evaluasi kembali c. Mengetahui risiko jatuh agar
n sedang. tidak terjadi tingkat risiko jatuh dapat memberikan penangan
Tujuan Khusus: menggunakan FMS dan risiko jatuh yang tepat.
Setelah BBT.
dilakukan d. Latih lansia cara d. Berjalan yang benar
intervensi berjalan yang benar. mengurangi risiko jatuh.
diharapkan e. Latih lansia untuk e. Mengurangi risiko jatuh.
lansia mampu: berjalan dengan
1.Mempertahan berpegagan,
kan mobilitas menggunakan alat
fisik pada bantu walker dan
tingkat yang mencari tempat yang
optimal. aman.
2.Menyatakan f. Evaluasi dan pantau f. Nyeri menghambat mobilisasi
keinginan rasa sakit atau nyeri lansia.
untuk pada sendi.
berpartisipasi g. Motivasi lansia untuk g. Meningkatkan semangat untuk
dalam berpartisipasi pada latihan fisik, meningkatkan
aktivitas. latihan fisik atau senam kekuatan otot dan
3.Mempertahan yang ada di panti pengetahuan terhadap risiko
kan atau sesuai kemampuan jatuh.
meningkatkan lansia dan beri pendkes
kekuatan dan tentang risiko jatuh
fungsi yang lansia.
sakit. h. Motivasi lansia h. Mencegah kelelahan dan
4.Menunjukkan membuat jadwal mempertahankan kekuatan
perilaku untuk aktivitas untuk otot dan sendi.
melakukan memberikan periode

59
aktivitas. istirahat diantara
aktivitas atau kegiatan.
i. Tunjukkan dan latih i. Mempertahankan/meningkatk
lansia latihan rentang an fungsi sendi, kekuatan otot
gerak aktif/pasif (ROM) dan stamina umum, dan
dan latihan keseimbanagn lansia.
keseimbangan.
j. Orientasikan j. Mempertahankan lingkungan
lingkungan dan beri yang aman bagi lansia,
peringatan atau tanda menurangi risiko jatuh.
pada tempat yang
berbahaya.
k. Atur letak barang k. Memudahkan lansia
lansia dengan rapi dan mengambil benda yang
mudah dijangkau. dibutuhkan.
l. Motivasi lansia l. Menurunkan risiko jatuh.
menggunakan alas kaki
anti selip dan yang
tidak licin.
m. Bantu lansia saat m. Memenuhi kebutuhan dasar
ambulasi dan aktivitas lansia dan memudahkan
sehari-hari. ambulasi.
n. Kolaborasi dengan n. Memfasilitasi lingkungan
pihak panti dalam yang aman untuk lansia.
memodifikasi
lingkungan yang aman
untuk lansia, misalnya
memberi tanda khusus
pada lansia yang
berisiko jatuh.

60
3. Reaksi Setelah a. Dorong aktivitas sosial a. Mendistraksi hal-hal yang
berduka dilakukan komunitas. menyebabkan
berhubungan intervensi kesedihan/berduka.
dengan keperawatan b. Dorong pasien untuk b. Mengurangi perasaan
koping tidak selama 3x24 mengembangkan kehilangan.
efektif jam pasien hubungan.
ditandai secara konsisten c. Dukung pasien untuk c. Koping yang tepat dapat
dengan diharapkan menggunakan meningkatkan ketahanan
berduka dan mampu : mekanisme pertahanan seseorang dalam menghadapi
tidak 1. Mendentifika yang sesuai. suatu masalah.
menerima si pola d. Kenalkan pasien kepada d. Membantu pasien bercerita
ditinggal koping seseorang yang dan berbagi pengalaman.
pasangan. efektif. mempunyai latar
2. Mengidentifi belakang pengalaman
kasi pola yang sama.
koping yang
tidak efektif.
3. Melaporkan
penurunan
stres.
4. Beradaptasi
dengan
perubahan
perkembanga
nmenggunak
an dukungan
sosial yang
tersedia.

61
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari
satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara
biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami
kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh
yang tidak proforsional (Nugroho, 2008).
Lansia menurut UU No.13 thn 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
Pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
Secara ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas lima
klasifikasi yaitu :
1. Pralansia
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa.
2. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada kehidupan orang lain (Maryam, 2000).

62
Memberdayakan penduduk lansia potensial dalam berbagai
aktifitas produktif merupakan salah satu upaya penunjang
kemandirian lansia, tidak saja dari aspek ekonomi tetapi sekaligus
pemenuhan kebutuhan psikologi, social, budaya, dan kesehatan
(Nugroho, 2000).

4.2. Saran
Makalah ini bisa digunakan sebagai tambahan bahan untuk menambah
wawasan mengenai asuhan keperawatan komunitas khususnya lansia
diharapkan para pembaca dapat menyempurnakan makalah ini lebih baik lagi.

63
DAFTAR PUSTAKA

Jaime L. Stockslager. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta :EGC


R.Siti.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta : Salemba Medika
Darmojo Boedi & H. Hadi Martono. (2006). Geriarti (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) (Edisi 5) . Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Maryam, Siti. 2008. “Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”. Jakarta: Salemba
Medika.

Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

64

Anda mungkin juga menyukai