Disusun Oleh :
Edy Susanto
98410355
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2003
BAB I
PENDAHULUAN
Suharto, disambut oleh semua kalangan sebagai masa kebebasan dan berekpresi.
yang menumpuk pada lembaga eksekutif pada masa lalu, berubah menjadi
pada umumnya lembaga ini berfungsi dalam tiga wilayah, yaitu, Pertama,
pemerintahan.
perwakilan di Indonesia ini dapat kita lihat pada Pasal 1 ayat (2) dimana Majelis
dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan pada Pasal 20A ayat (1),
DPR sendiri memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Pasal 20A ayat (2), DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak
membekukan ataupun membubarkan DPR sebagai mana tertera pada Pasal 7C.
belum dapat berfungsi penuh sebagai mana mestinya, karna masih perlu di
main terbentuknya lembaga itu. Dan ini diharapkan tuntas setelah pemilu 2004
yang akan datang, di mana akan diadakan pemilihan langsung terhadap DPR dan
melangkah maju dengan kemudian menata kearah perpolitikan yang sehat dan
lembaga perwakilan tersebut. Peran DPR seakan di sulap dari yang tak berdaya
eksekutif.
yang dilakukan sejak Sidang Umum MPR 1999. Dengan fungsi pengawasan
sisi lain DPR menempatkan diri sebagi lembaga penentu kata-putus dalam betuk
ada di tangan DPR. Dalam hal pengangkatan duta, Peresiden harus terlebih
diindikasikan oleh frekuensi pemanggilan mentri yang menjadi lebih sering dan
Dalam pada itu kekuasaan DPR pada fungsi pengawasan terlihat pula
dalam pengangkatan Duta Besar Republik Indonesia (RI). Pasal 13 ayat (2)
tersebut diisyaratkan bahwa dalam pengangkata duta besar (dubes) tidak hanya
merupakan hak prerogratif Presiden namun juga melibatkan peran DPR untuk
pemerintah, harus terlebih dahulu melalui dengar pendapat yang dilakukan DPR.
Hal ini kemudian menjadikan hubungan antara Presiden dan DPR berkaitan
Pada waktu melakukan uji visi dan misi terhadap 27 calon dubes tanggal
27 Juni 2002 Komisi I DPR yang mengurusi hubungan luar negeri, tidak
meloloskan tujuh calon dubes yang diajukan oleh Mentri Luar Negeri (Menlu) 1.
1
Kompas, 18 Juni 2002
2
Kompas, 23 September 2002
Permasalahan demikian dapat menggangu hubungan luar negeri Indonesia, di
mana pada saat ini bangsa kita sedang meyakinkan pihak luar untuk
(politik, ekonomi, sosial, budaya) terhadap bangsa yang selama ini sedang
besar pula. Hal demikian apakah tidak mempengaruhi gerak langkah eksekutif
penumpukan kekuasaan pada DPR di satu segi baik dan positif, tetapi di
DPR cenderung meluap-luap seperti tidak dapat dikendalikan dan belum tentu
sehat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagai manakah pengaturan tentang tata cara pengangkatan duta besar RI?
3
Jimly Asshiddiqy sebagaimana di kutip Sumali, Reduksi Kekusaan Eksekutif di Bidang Peraturan
Pengganti Undang-Undang (Perpu), UMM Press, Malang, 2002, hlm 48.
2. Bagai manakah peran dan kekuasaan DPR dalam pengangkatan Duta Besar
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaturan tentang tata cara pengangkatan duta besar RI.
D. Kerangka Pemikiran
berjuta-juta umat manusia. Oleh karna itu, kekuasaan (power) sangat menarik
perhatian para ahli ilmu sosial, politik, serta ahli hukum tata negara.
difinisi yang seragam di antara para ahli. Namun demikian Menurut Mariam
sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan
4
Mariam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993,cet.Kelimabelas,
hlm 35
5
Max Waber sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2000, hlm 296-297
akan kemauan-kemauan sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap
bahwa ada satu fihak memerintah dan ada pihak yang diperintah (the rule and
the ruled); satu pihak yang memberi perintah, satu pihak yang mematuhi
kekuasaan dalam suatu masyarakat selalu berbentuk piramid. Ini terjadi karena
kenyataan bahwa kekuasaan yang satu membuktikan dirinya lebih unggul dari
pada lainnya, hal mana berarti bahwa yang satu itu lebih kuat dengan jalan
Dari sekian banyak bentuk kekuasaan yang ada, maka kekuasaan politik
mempunyai arti dan kedudukan sangat penting. Karena penting dan strategisnya
kekuasaan politik itu diwujudkan dalam bentuk negara. Oleh karena negara
negara itu dilakukan oleh kelompok orang dari kekuatan kelompok tertentu yang
kelompok atau kekuatan politik yang sedang memegang kekuasan negara inilah
6
Mariam Budiarjo, op.cit., hlm 35-36.
tertentu yang sedang memegang kekuasan dalam negara dapat menyalah
gunakan kekuasaan.7
menurut Lord Action. Oleh karena itu pembatasan kekuasaan dari sejak dulu
telah diperbicangkan oleh para ahli politik maupun ahli hukum tata negara.
kekuasaan itu perlu dibatasi dan dipisahkan, kemudian lalu di atur pada
kekuasaan mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan doktrin trias politica.
Trias politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam
7
Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta, 1993,
hlm 18
kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama
Gagasan trias politica pertama kali dikemukakan oleh John Locke( 1632-
menurut Locke kekuasan regara di bagi dalam tiga kekuasaan yaitu, kekuasaan
oleh seorang filsuf perancis Montesquieu dalam bukunya berjudul " L 'Espirit
Des Lois " (the spirit of law). Menurut Montesquieu kekuasaan pemerintah di
bagi dalam tiga jabatan, yaitu; kekuasan legislatif, kekuasan eksekutif, dan
kekuasan yudikatif. Ketiga kekuasan itu menurutnya harus terpisah sama sekali,
8
Mariam Budiarjo, op. cit., hlm. 151
9
Ibid., hlm.151,152,dan 153
10
Moh. Mafud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 1993, hlm.83
Hal ini lebih disebabkan karena kekuasaan federatif diberbagai negara sekarang
tidak diperaktekan secara murni karna tidak sesuai dengan kenyataan. Berbagai
melampaui batas kekuasaannya dan oleh sebab itu kerja sama antara
b. Dalam negara modern atau welfare state (mulai berkembang pada akhir
Terlepas dari apakah konsep trias politica itu dapat dilaksanakan secara murni
atau tidak, yang jelas pembagian kekuasaan itu dimaksudkan untuk menjamin
kemerdekaan dan menghindari penumpukan kekuasaan negara pada pihak tertentu, serta
11
E.Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Emas, Jakarta, 1982,
hlm.20
melidungi rakyat dari keserakahan penguasa. Untuk itu, dalam mengupas konsep
pemerintah di mana tugas dan fungsi masing-masing terpisah satu sama lain. Sebagai
langkah untuk menciptakan pemerintahan yang tidak korup, maka layak kiranya di
simak pendapat yang cukup moderat tentang penapsiran pemisahan kekuasaan yang
dilontarkan oleh Sir Ivan Jeninng,12 dalam bukunya yang berjudul The Law and
Constitution, menurutnya pemisahan kekuasan itu dapat di lihat dari dua sisi yaitu,
pemisahan kekuasaan dalam arti materiil dan pemisahan kekuasaan dalam arti formil.
Pemisahan dalam arti materiil berarti bahwa pembagian kekuasaan itu dipertahankan
adanya pemisahan kekuasaan itu dalam tiga bagian: legislatif, eksekutif, yudikatif.
Hal ini dikatakan sebagai Pelaksanaan dari teori trias politica Montesquieu secara
konsekwen dan pembagian seperti itu dapat di sebut sebagai pemisahan kekuasaan.
rakyat. Sumbernya berasal dari rakyat yang berdaulat. Dari majelis inilah kekuasaan
rakyat itu dibagikan secara vertikal kedalam fungsi-fungsi 5 lembaga Tinggi Negara,
12
Sir Ivan Jening sebagaimana dikutip, dalam Bintan R Saragih, Lembaga perwakilan dan Pemilihan
Umum di Indonesia, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1988, hlm.14.
yaitu lembaga kepresidenan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR, Mahkamah Agung,
diadakannya perubahan terhadap UUD 1945 bisa dipahami bahwa fungsi kekuasaan
yudikatiflah yang tegas ditentukan bersifat mandiri dan tidak dicampuri cabang
memiliki fungsi legislatif dan sekaligus fungsi eksekutif. Kenyataan inilah yang
menyebabkan munculnya kesimpulan bahwa UUD 1945 tidak dapat disebut menganut
Oleh karena itu, dimasa reformasi ini, berkembang aspirasi untuk lebih
Baik teori pemisahan kekuasaan maupun teori pembagian kekuasaan yang telah
presidensial. Hal ini terlihat dari pada adanya pemisahan secara tegas antara badan
persidensial. Lebih lanjut dalam Sistem ini menentukan presiden sebagai kepala negara
sekaligus sebagai kepala pemerintahan, kemudian presiden dan parlemen dipilih oleh
rakyat secara langsung, sehingga presiden dan parlemen memperoleh mandat dari
13
Jimly Asshiddiqie, “Otonomi Daerah dan Peran Legislatif Daerah”, Makalah pada Lokakarya Tentang
Peraturan Daerah dan Budget Anggota DPRD SePropinsi (Baru) Banten, Di Anyer, Banten, 20 Oktober
2000, hlm.6
rakyat secara sendiri-sendiri dan keduanya terbuka untuk di nilai oleh rakyat, serta
Hal diatas didasarkan oleh pandangan John Locke dan Montesquieu yang telah
diuraikan sebelumnva John Locke menegaskan bahwa konflik panjang antara raja
Inggris dan badan parlemen dipecahkan dengan baik melalui pemisahan raja Inggris
sebagai eksekutif dari badan parlemen sebagai legislatif. dipecahkan, dan masing-
berbeda dengan despotisme Bourbons, namun demikian pada ahirnya Inggris lebih
historis. yang diuraikan amat rinci oleh Locke dan Montesquieu sangat besar
persidensial adalah:
14
S.L. Whitman sebagaimana terdapat pada "Catatan Kamal Firdaus", Kamal firdaus, Makalah, untuk
Diskusi Panel, Urgensi Undang-Undang Kepresidenan dalam Struktur Ketatanegaraan Republik
Indonesia, FH-UII,2001. hlm 1
3. Tidak ada pertanggung jawaban bersama kepada parlemen, antara presiden
presiden di pilih melalui lembaga pemilihan bagian 4 (empat) menurut hemat penulis,
untuk mendapat ligitimasi yang setara dengan parlemen maka, presiden haruslah dipilih
secara langsung oleh rakyat. Keberadaan lembaga perwakilan sebagai Badan Pemilih
(electoral college)15 yang telah dikemukakan di atas oleh S.L. Whitman hanya bertugas
menetapkan saja presiden yang sudah terpilih oleh rakyat, hal demikian di praktekan
oleh Amerika Serikat (AS) sebagi negara yang mengaku penganut murni sistem
3. Lembaga Perwakilan
seperti pada jaman Yunani Kuno, tetapi karena luasnya wilayah suatu negara,
kenegaraan maka keinginan Rousseau tersebut tidak mungkin terealisir, maka munculah
15
Secara formal menurut Konstitusi Amerika Serikat, Presiden di pilih oleh para pemilih (electros) yang
di dalam literatur di kenal dengan electoral college, yaitu badan pemilih yang keanggotaannya di pilih
langsung oleh rakyat di setiap negara bagian dengan jumlah yang sama dengan jumlah utusan dari negara
bagian yang bersangkutan dalam keanggotaan senat dan lembaga perwakilan (House of Representative)
di congress, untuk setiap kali diadakan pemilihan Presiden. Fungsi electoral college tidak lebih sebagai
party dummies dan mereka hanya sebagai rubber stamps
sebutannya serta jenisnya tidak sama di semua negara, dan sering di sebut "parlemen"
Perkataan parlemen asalnya dari bahasa Prancis "parler" yang artinya: berbicara.
Sebelum tahun 1789 di Perancis yang dinamakan perlemen itu adalah Mahkamah
Agung. Dewasa ini yang di maksud dengan parlemen adalah Lembaga Perwakilan
1. Menentukan undang-undang;
Keuangan);
16
Padmo Wahyono sebagi mana di kutip Bintan R. Saragih, op.cit., hlm 56
17
Ibid., hlm.65-66
6. Menentukan hubungan dengan negara-negara lain, termasuk juga
tersebut dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1) di mana MPR terdiri dari DPR dan DPD.
DPR sebagai salah satu lembaga perwakilan serta lembaga legislatif memiliki fungsi
sebagai mana di atur dalam UUD 1945 setelah perubahan, sebagai berikut : 18
"Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain
"Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang Undang Dasar ini, setiap
"Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Penrwakilan Rakyat dan hak
Sedangkan dibagian lain dalam peraturan Tata Tertib DPR NO. 16/ DPR
18
Lihat UUD 1945 Pasca Amandemen
19
Lihat Tat Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 1999 - 2000
1. Pelaksanaan UU
3. Kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD 1945 dan ketetapan MPR.
maksud dalam pasal 4 ayat (1), DPR dalam pasal 10 Tata Tertib DPR mempunyai
b. Mengadakan penyelidikan
h. Memanggil seseorang
Selain dari Tata Tertib DPR NO. 16/DPR RI/I/ 1999-2000 yang lebih lanjut
mengatur tugas dan wewenang DPR, serta hak-hak yang dimiliki oleh DPR, hal serupa
juga terdapat dalam UU NO. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR,
dan DPRD, yang dapat dilihat pada Pasal 33 ayat (2), yakni sebagai berikut :20
20
Lihat UU No.4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD
c. Melaksanakan pengawasan terhadap;
1. Pelaksanaan Undang-Undang
2. Pelaksanaan APBN
MPR
perang serta pembuatan perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang
Kemudian dalam ayat (3) pada Pasal yang sama dan Undang-Undang yang sama
menyebutkan, bahwa :
(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagimana di maksud dalam ayat (20),
b. Mengadakan penyelidikan
Dengan fungsi, tugas dan wewenang serta hak yang dimiliki oleh DPR sebagai
mana diatur dalam Pasal 20A UUD 1945, Pasal 4 dan 10 peraturan Tata Tertib DPR
N0.16/DPR RI/I/1999-2000 dan pasal 33 ayat (2) dan (3) UU No.4 Tahun 1999, maka
sebagi bentuk tanggung jawab sebagai wakil rakyat, DPR yang merupakan lembaga
pemeritah.
E. Metode Penelitian
1. Obyek Penelitian
Tinjauan yuridis dan politis tentang peran dan kekuasaan DPR dalam
2. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan adalah data skunder dari bahan hukum primer
4. Metode Pendekatan
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
5. Analisa Data
Data dalam penelitian ini akan di analisa dengan metode deskriptif, yaitu data-
data yang diperoleh dari data skunder dan hasil penelitian akan diuraikan secara
sistematis dan logis menurut pola deduktif kemudian dijelaskan, dijabarkaan dan
BAB II
kehidupan komunitas, masyarakat, negara dan umat manusia. Konsep hubungan sosial
itu meliputi hubungan personal di antara dua manusia yang berinteraksi, hubungan
institusional yang bersifat hierarkis, dan hubungan subyek dengan obyek yang
dikuasai.21
hierarkis dan berjenjang, melaluai kekuasaan yang tertinggi sampai kekuasaan yang
sendiri merupakan hak kekuasaan yang mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak tergantung,
dan tak terkecuali.22 Kedaulatan menurut Jellinek adalah sesuatu kekuasaan yang tidak
mengenai kekuasaan lain diatasnya, ia sekaligus kekuasaan yang tidak tergantung pada
kekuasaan lain dan karenanya kekuasaan yang tertinggi. Sementara Jean Bodin
Lebih lanjut mengenai kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara haruslah
bersifat:24
21
Salman Luthan, Artikel, Dialektika Hukum dan Kekuasaan, Jurnal Hukum. NO. 14 Vol. 7. Agustus
2000, hlm 85-86
22
Frans Magnis Suseno dalam Salman Luthan, Ibid, hlm 93
23
Sumali, Op.Cit., hlm.17
24
C.S.T. Kansil dalam Syaiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Tata Negara, Tarsito, Bandung, 1996, hlm.57
Kedaulatan (sovereignity) sendiri merupakan ciri atau atribut hukum dari
negara-negara, dan sebagai atribut negara dia sudah lama ada, bahkan ada yang
berpendapat bahwa sovereignity itu mungkin lebih tua dari konsep negara itu sendiri.25
Sebagai teori, tidak satupun dari ajaran itu yang dapat disebut paling modern. Hanya
saja harus diakui, hampir semua negara modern dewasa ini, secara formil mengaku
Kedaulatan rakyat berarti bahwa yang berdaulat di suatu negara adalah rakyat.
Robert A. Dahl mengajukan lima kreteria bagi sebuah negara demokrasi yang
ideal, yaitu; (1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang
mengikat, (2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara
25
Dahlan Tahib, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Konstitusi, Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm 6
26
Ibid
27
Jimly Asshiddiqe dalam Dahlan Tahib, Ibid, hlm 7
28
Salman Luthan, Op Cit, hlm 94-95
dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif, (3) pembeberan kebeneraan, yaitu
adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap
jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis, (4) kontrol terahir terhadap
agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk menentuakan agenda
mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk
mendelegasikan kekuasaan itu pada orang atau lembaga yang mewakili masyarakat, dan
(5) pencakupan, yaitu terliputnya masyrakat yang tercakup semua orang dewasa dalam
kaitannya dengan hukum.29 Sementara itu Andrews dan Chapman30 dalam The Social
penting dalam rezim Demokrasi: (1) hak suara yang luas, (2) pemilihan umum yang
bebas dan terbuka, (3) kebebasan berbicara dan berkumpul, (4) rule of law, (5)
pemerintahan yang tergantung pada parlemen, dan (6) badan pengadilan yang bebas.
Tahib mengandung 2 (dua) arti : Pertama, demokrasi yang berkaitan dengan Sistem
pemerintahan, dan yang Kedua, demokrasi sebagai asas yang dipengaruhi keadaan
rakyat dan demokrasi Pancasila. Yang jelas bahwa di setiap negara dan setiap
pemerintahan modern pada akhirnya akan berbicara tentang rakyat. Dalam proses
bernegara rakyat sering dianggap hulu dan sekaligus muaranya. Rakyat adalah titik
sentral karna rakyat disuatu negara pada hakekatnya adalah pemegang kedaulatan,
29
Suharizal, Reformasi Konstitusi 1998-2002 Pergulatan Konsep dan Pemikiran Amandemen UUD 1945,
Sinar Repro, Jakarta, 2002, hlm 37
30
Sumali, Op.Cit. hlm 15-16
31
Dahlan Tahib, Op.Cit, hlm 7.
Untuk memperkaya pemahaman kita tentang demokrasi patut dikutip pendapat
Samuel Hutington,32 yang menyatakan: “sebuah Sistem politik disebut demokratis bila
para pembuat keputusan kolektif yang lebih kuat dalam Sistem itu di pilih melalui
pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas
bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa berhak
memberikan suara”.
pemahaman prinsip kedaulatan rakyat yang diartikan suatu pemerintaha oleh rakyat,
dari rakyat dan untuk rakyat (The Goverment of the People, by the People and for the
People) Rumusan tersebut memberikan gambaran bahwa pada hakekatnya negara tidak
lain adalah suatu organisasi dalam bentuk pemerintahan sebagai alat untuk mencapai
tujuan yaitu untuk melindungi dan menjaga kepentingan rakyat. 33 Dengan demikian
negara tidak berhak untuk membenarkan segala macam tindakan dengan fakta
mendapat legitimasi dari rakyat, dan segalanya harus dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam hal tindakan yang bertentangan dengan kepentingan serta melanggar hak-hak
dasar rakyat tidaklah dibenarkan. Dan bahwa negara secara hakiki berfungsi untuk
melengkapi apa yang kurang dalam masyarakat dan untuk memecahkan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi, untuk selanjutnya juga memberikan kepada rakyatnya rasa
32
Samuel Hutington dalam Sumali, Op Cit, hlm 16.
33
Dahlan Tahib, Op.Cit.hlm 8.
dengan sistem perwakilan, artinya rakyat memilih seseorang yang dipercaya untuk
mewakili dirinya. Robert Dahl34 melihat bahwa pemerintahan rakyat dalam sekala
besar (negara bangsa) hanya dapat dibentuk dengan sistem perwakilan sebagai bentuk
Sri Sumantri,35 dalam kontek yang sama berpendapat bahwa, dengan masih
menganut paham kedaulatan rakyat harus dicari suatu sistem yang sesuai untuk
yang memiliki jumlah rakyat warga negaranya besar seperti Indonesia. Adapun sistem
yang dianut di negara Republik Indonesia ialah yang diatur dalam UUD 1945.
Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat, hal ini dapat kita lihat
dalam Pancasila dan UUD 1945. Sila keempat dari Pancasila, yakni menyebutkan
rakyat.36 Sedangkan prinsip kedaulatan rakyat di dalam UUD 1945 setelah perubahan
ditegaskan pada Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa "Kedaulatan ada ditangan
rakyat dan dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar". Hal ini merupakan Perubahan
menyebutkan "Kedaulatan ada ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
kepada UUD. Dengan demikian dalam kosep teoritik, UUD sebagai hukum
sosial) sebagai pemegang kedaulatan tetang bagai mana mereka hidup dalam
Perubahan atau Amandemen UUD 1945 selain telah merubah pemahaman baru
tentang kedaulatan rakyat juga telah merubah secara mendasar bangunan Sistem
Sistem adendum terhadap UUD 1945: Amandemen ke-1 (19 Oktober 1999),
Amandemen ke-2 (18 Agustus 2000), Amandemen ke-3 (10 November 2001),
Amandemen ke-4 (10 Agustus 2002). Sedangkan UUD 1945 sebelum perubahan terdiri
16 bab dan 37 pasal. Jika dihitung dalam bagian-bagian terkecil terdiri 65 butir
termasuk didalamnya bab, pasal, ayat, dapat dikatakan UUD tersimple di dunia. Dari 37
pasal UUD 1945 yang asli hanya lima pasal yang tidak di sentuh perubahan, yakni Pasal
Kekuasaan Tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, Pasal
Dengan menganalisis dari butir-butir hasil perubahan UUD 1945 yang semula 65 butir
kini bertambah menjadi 197 butir. Dari jumlah itu 20 butir diantaranya tetap, 45 butir
37
Kompas, 1 Juli 2002
Hasil perubahan UUD 1945 yang dilakukan MPR itu sendiri terdapat beberapa
lembaga negara yang di ruduksi kekuasaannya serta ada juga yang di tambah. Di bagian
lain hasil perubahan tersebut juga mengintrodusir adanya lembaga-lembaga baru dan
ada juga lembaga yang di hapus dimana keberadaan lembaga tersebut dirasakan tidak
lagi relevan dengan tuntutan jaman dan kebutuhan demokrasi saat ini. Lembaga-
lembaga demokratis baru yang telah dilahirkan UUD 1945 dan perubahanya itu antara
lain Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Makamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
Sedangkan lembaga yang di hapus dari struktur kenegaraan kita adalah Dewan
Pretimbangan Agung (DPA), Utusan Golongan serta peran Fraksi TNI/Polri yang sejak
Demokrasi Terpimpin tahun 1959 ikut serta dalam kancah percaturan politik di
Pasal 1 ayat (2) naskah asli UUD 1945 menyebutkan Kedaulata berada ditangan
dalam penjelasan naskah asli UUD 1945 disebutkan bahwa MPR memegang kekuasaan
menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang ditetapkan oleh MPR.
Presiden di angkat oleh MPR, tunduk dan bertangguang jawab pada MPR. Presiden
Apabila kita lihat redaksi pada naskah asli dari Pasal 1 ayat (2), dapat kita
Indonesia tetap berada ditangan rakyat. Menurut Sri Sumantri,38 bahwa secara
dilakukan oleh:
Dalam hal ini MPR adalah pelaksan kedaulatan rakyat atau the legal soverign
sama dengan DPR bersama sama adalah the legal soverign yang kedua, yang
pada pasal tersebut diatas berarti MPR memegang kekuasaan tertinggi dan bulat
scmpurna. MPR adalah badan yang paling tinggi dalam Republik Indonesia. Kekuasaan
ini kemudian dibagi-bagi kepada lembaga-lembaga negara. Anggota MPR juga boleh
Perubahan UUD 1945 mengubah Pasal 1 ayat (2) itu menjadi Kedaulatan berada
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal itu ditafsirkan
oleh beberapa kalangan termasuk para ahli hukum tata negara bahwa MPR tidak lagi
sebagai lembaga tertinggi negara. Lebih lanjut bahwa MPR adalah lembaga negara yang
tingkatannya sama dengan lembaga negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, Badan
menyeimbang satu sama lain dalam mekanisme checks and balances. Bahkan apabila
kita lihat Pasal 2 ayat (1) dimana dikatakan Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri
38
Sri Sumantri dalam Dahlan Tahib, Op Cit, hlm 12-13
39
Kompas, 12 Agustus 2002
atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang
dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang. Dapat
dikatakan MPR tidak lagi menjadi lembaga tinggi negara karena telah menjadi lembaga
dua kamar (bikameral), dengan demikian tidak lebih hanya dijadikan sidang gabungan
(joint session) oleh DPR dan DPD dengan memiliki kewenangan yang lebih terbatas.40
Kewenangan MPR juga telah dibatasi dalam perubahan UUD 1945. Pada Pasal
3 disebutkan bahwa MPR hanya berwenang dalam tiga hal. Pertama, mengubah dan
menetapkan UUD. Kedua, melantik Presiden dan Wakil Presiden. Ketiga, hanya dapat
memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
Dengan pemahaman baru terhadap paham kedaulatan rakyat itu, maka semua anggota
MPR harus dipilih melalui pemilihan umum. Utusan Golongan tidak lagi memenuhi
kriteria paham kedaulatan hasil dari perubahan UUD 1945 tersebut. Utusan Daerah
sebagai perwakilan aspirasi daerah kini terakomodasi dalam DPD yang juga harus
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dalam studinya mengenai
Reposisi MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia (Semua Harus Terwakili,
PSHK, 2000) menyebutkan bahwa ada sedikitnya tiga alasan yang menyebabakan
perlunya penyesuaian terhadap susunan, kedudukan, dan kekuasaan MPR menjadi suatu
lembaga perwakilan rakyat dengan dua kamar (bikameral). Pertama, kebutuhan dalam
sistem MPR yang lama. Anggota MPR yang bukan DPR yaitu Utusan Golongan dan
Utusan Daerah tidak berfungsi efektif dan tidak jelas oreientasi keperwakilannya. MPR
mempunyai kekuasaan yang rancu dalam sistem presidensial karena dapat menjatuhkan
40
Ibid
presiden dengan mekanisme sidang istimewa. Kedua, kebutuhan untuk mengakomodasi
kepentingan masyarakat daerah secara setruktural. Artinya, dengan adanya dewan yang
Ketiga, kebutuhan bagi Indonesia pada saat ini untuk mulai menerapkan Sistem checks
demokrasi. Dengan adanya perwakiian rakyat dengan dua kamar, maka diharapkan
lembaga ini akan mampu menjalankan fungsi legislasi dan fungsi kontrolnya dengan
lebih baik.41
ini dilakukan oleh karena UUD 1945 mengandung kelemahan krusial, misalnya tidak
memberikan atribusi kewenangan yang jelas, dan tegas kepada lembaga tinggi negara,
ternyata telah mereduksi hal-ihwal yang berkaitan dengan kekuasaan Presiden dan
kekuasaan Presiden (weak president). Sebaliknya yang terjadi dengan DPR justru
Adapun adanya perubahan hubungan Presiden dengan DPR menurut UUD 1945
setelah perubahan dapat kita lihat, sebagai berikut: Perihal kekuasaan legislatif.
41
Ibid
42
Mahfud. MD dalam Sumali, Op Cit. hlm 45.
43
Ibid, hlm 46.
Presiden tidak lagi memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang (UU), menurut
tangan Presiden beralih kepada kekuasaan legislatif yang sesungguhnya yaitu DPR.
Dalam soal pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi, Presiden tidak lagi
berwenang penuh. Menurut Pasal 14 perubahan UUD 1945, untuk memberikan grasi
Selanjutnya Pasal 11 ayat (2) yang tidak ada dalam naskah asli UUD 1945, juga
menmbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-
Undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedang ketentuan lebih
lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan Undang-Undang Pasal 11 ayat (3),
ini tentunya melibatkan peran DPR juga. Demikian pula dalam pengangkatan dan
DPR. Adapun untuk penerimaan duta yang harus memperhatikan DPR banyak
UUD 1945 bahwa Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.
Namun lain halnya dengan Presiden, pada Pasal 7A diterangkan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan pada masa jabatannya oleh MPR atas usul
DPR. Hal demikian apabila Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum
berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela maupu apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagi Presiden
dengan peran dan fungsi DPR. Ada yang ditentukan harus disetujui DPR, ada yang
memberikan persetujuaan dan pertimbangan itu, antara lain (i) Presiden dalam membuat
perjanjian internasional yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat ( Pasal
11 ayat 2), (ii) peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Pasal 22 ayat 2), (iii)
pengankatan duta (Pasal 13 ayat 2), (iv) penerimaan penempatan duta negara lain (Pasal
13 ayat 3) (v) pemberian amnesti dan abolisi (Pasal 14 ayat 2) (vi) pengangkatan dan
Disamping itu untuk melaksanakan peran dan tugasnya, perubahan UUD 1945
juga memberikan DPR berbagai fungsi, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan yang tercantum pada Pasal 20A ayat (1). Sedangkan untuk
44
Ibid, hlm 48.
melaksanakan fungsinya dalam Pasal 20A ayat (2) DPR mempunyai hak interpelasi, hak
angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain itu ayat (3) dalam pasal yang sama
Dengan berbagai hak yang dimiliki DPR jelaslah bahwa secara legal formal
Perubahan UUD 1945 telah memberikan kedudukan kuat kepada DPR untuk selalu
Dengan demikian Perubahan UUD 1945 ini telah menjadikan DPR kuat dan
sejajar dengan segala kewenagannya untuk berhadapan dengan Presiden. Hal demikian
wajar karena tugas DPR sebagi lembaga perwakilan menjadi alat kontrol bagi Presiden
sebagi penggerak roda pemerintahan. Kekuasaan yang dimiliki DPR telah dicantumkan
dalam UUD 1945 yang merupakan the suprime law of the land. Artinya, apa yang
dilakukan oleh DPR telah mempunyai legitimasi konstitusional. Hal ini seharusnya
menjadikan DPR lebih berani dalam melaksanakan apa yang menjadi tugasnya.
Besarnya kekuasaan DPR hendaknya dipahami sebagi upaya untuk mewujudkan checks
Tapi harus di ingat pada sejarah supremasi di tangan eksekutif yang tanpa
pengawasan telah menghasilkan pemeritah yang sentralis dan otoriter. Hal ini
supremasi kepada DPR tampa adanya pengawasan hanya akan mengulang sejarah masa
democracy) dan ada juga demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Namun
pemerintahan dalam suatu wilyah tidak lagi seperti polis-polis di jaman Yunani kuno,
tapi sudah berkembang menjadi negara yang luas berbentuk kesatuan ataupun federal
yang terdiri dari negara bagian-bagian. Bahkan pada jaman pasca kolonial ini banyak
negara-negara bekas jajahan yang merdeka membentuk negara bangsa (nation state).
Maka kecuali Swiss yang menerapkan direct democracy, keinginan untuk menerapkan
demokrasi secara langsung sepertinya akan sulit diterapkan bahkan dapat dikatakan
mustahil.
di mana kedaulatan rakyat itu tidak dilaksanakan oleh rakyat secara langsung melainkan
adalah demokrasi dengan sistem perwakilan, artinya rakyat memilih seseorang yang
dikemukakan di atas, kita mengenal dua macam sistem lembaga perwakilan yaitu :
1. Sistem Bikameral
45
Sri Sumantri. Tentang Lembaga-Lembaga negara menurut UUD 1945, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1993, hlm 27
46
Ibid
Sistem ini pada umumnya dianut dan dilaksanakan di dalam negara-negara yang
berbentuk federal atau pemerintahanya berbentuk kerajaan antara lain Inggris, Belanda,
Kekaisaran Jepang dan Amerika Serikat. Namun di samping dianut di dalam negara-
negara yang berbentuk kerajaan dan federal, bukan berarti negar-negara yang berbentuk
kesatuan tidak menganut Sistem ini. Republik Perancis, dalam Pasal 24 Kontstitusinya
menentukan, bahwa parlemennya terdiri dari Nasional Assembly dan Senate. Apabila
umum secara langsung, sesuai dengan jumlah penduduk dan warga negaranya, maka
perwakilan di Indonesia menjadi dua kamar. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan "Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut oleh Undang-
Undang \ Dengan adanya lembaga perwakilan yang terdiri dari DPR dan DPD maka
untuk pertama kalinya di introdusir sistem bikameral dalam Sistem perwakilan politik
di Indonesia.
Namun demikian terhadap dua kamar di MPR sekarang ini masih terdapat
perbedaan penafsiran. Adapun keberadaan dua lembaga DPR dan DPD itu merupakan
konsep bikameral yang sesungguhnya diperlukan telaah lebih lanjut Beberapa kalangan
berpendapat Sistem bikameral yang kita anut adalah Sistem bikameral lunak (soft
47
Ibid, hlm.27&29
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar yang juga anggota
PAH I Badan Pekerja (BP) MPR Theo L Sambuaga, sistem MPR yang dianut adalah
sistem bikameral yang lunak (soft bicameral). Lebih lanjut dikatakan sistem perwakilan
yang selama ini dinilai agak sentralislistis supaya lebih demokratis dan desentralisasi,
maka diperlukan ada perwakilan dua kamar tetapi lunak. Dalam sistem ini fungsi
legislasi dan pengawasan DPD tidak sama dengan DPR. DPD tidak membentuk
Kemudian ada sistem checks and balances, dan lewat DPD, daerah punya kontnbusi
UUD 1945 setelah perubahan masih bukan bikameralisme murni yang menjamin
adanya keseimbangan atau checks and balances antara dua kamar di parlemen yakni
DPR dan DPD. Wewenang DPD lebih lemah dibandingkan dengan wewenang DPR.
DPD hanya memiliki hak legislasi dan pembahasan dalam hal-hal yang berkaitan
dengan otonomi daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan antara pusat dan daerah (Pasal 22D
ayat 1 dan 2). Maka untuk mempertahankan akutabilitas horizontal dan menjamin
keterwakilan suatu daerah, maka seharusnya DPD diberi kewenangan yang sejajar
dengan DPR, sehingga wakil daerah pun dapat memberikan suaranya mengenai
persoalan-persoalan nasional.
merupakan suatu kenyataan dan telah memberikan warna baru bagi Sistem perwakilan
Pengaturan tentang Dewan Perwakilan Daerah sendiri diatur dalam UUD 1945
dan perubahannya yaitu pada Pasal 22C dan 22D. Dikatakan pada Pasal 22C ayat (1)
DPD dipilih dari tiap provinsi melalui pemilihan umum. Pasal 22C ayat (2) jumlah
arggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD
tidak lebih dari sepertiga jumlah DPR. Kemudian menurut 22C ayat (3) DPD dalam
bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Dalam ayat (4) pasal yang sama susunan dan
Selanjutnya sesuai Pasal 22D ayat (1), DPD juga berwenang mengajukan
rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR yang terbatas pada hal-hal yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekarai
serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah. Pada
Pasal 22D ayat (2) DPD juga ikut membahas RUU yang terkait hal-hal diatas, serta
DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Pasal 22D ayat (3) mengatur DPD dapat melakukan pengawasan atas
hasil pengawasannya kepada DPR sebagi bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.
Kemudian yang Pasal 22D ayat (4) menjelaskan bahwa angota DPD dapat
diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-
undang.
Dengan keberadaan DPD sebagi wakil politik daerah sedangkan DPR mewakili
kepentingan politik nasional maka Sistem lembaga pervvakilan kita kira-kira mirip
dengan sistem bikameral di Amerika Serikat (AS). Parlemen AS adalah kongres yang
terdiri atas Senat yang dipilih di setiap negara bagian dan House of Representatives
dipilih melalui populasi penduduk negara Amerika Serikat. Adapun keberadan DPD
Rakyat dapat dilihat dalam Bab VII. Perubahan mendasar terjadi pada kekuasaan
Dewan Perwakilan Rakyat terutama dalam bidang legislasi dan bidang pengawasan.
Lebih lanjut mengenai pengaturan tehadap lembaga perwakilan tersebut dapat dilihat
Pasal 19 ayat (1) “Anggota Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum”.
Undang”
setahun”.
undang- undang”.
(2) “Setiap rancangan Undang-Undang dibahas Dewan Perwakilan
Pasal 20A ayat(1) “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi
menyatakan pendapat”.
hak imunitas”.
(4) “Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat
undang”.
Pasal 21 ayat (1) “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul
rancangan Undang-Undang”.
Pasal 22 ayat (1) “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
Undang”.
harus dicabut”.
Pasal 22A
Pasal 22B
Selain pada Bab VII pengaturan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat juga
terdapat pada Pasal 23 perubahan UUD 1945 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
Pasal 23 ayat (1) “Aggaran pendapatan dan belanja negara sebagi wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
Perwakilan Daerah”.
dirumuskan dalam perubahan UUD 1945, dapat di simpulkan bahwa perumusam UUD
1945 setelah perubahan banyak memberi peluang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
diharapkan dari pembuatnya juga dari rakyat, untuk berperan lebih besar di parlemen.
Tentang harapan itu tentunya agar Dewan Perwakilan Rakyat lebih mandiri, lebih
perubahan UUD 1945 tercantum dalam Pasal 7C yang menyebutkan "Presiden tidak
dapat membekukan dan atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat” Hal ini sesuai
dan lebih disempurnakan dalam perubahan UUD 1945. Presiden dan DPR dipilih
langsung oleh rakyat, sehingga keduanya memiliki legitimasi yang sama dan kuat serta
Selain ditentukan dalam UUD 1945 dan perubahannya, ketentuan fungsi dan
wewenang DPR juga diatur dalam Tata Tertib DPR NO. 16/ DPR RI/1/1999-2000
dalam Pasal 4, disebutkan Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai tugas dan wewenang
50
Lihat UUD 1945 setelah perubahan
51
Lihat Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 1999-2000
1. Pelaksanaan UU
3. Kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD 1945 dan ketetapan MPR
di maksud dalam pasal 4 ayat (1), DPR dalam pasal 10 Tata Tertib DPR
b. Mengadakan penyelidikan
h. Memanggil seseorang
Selain dari Tata Tertib DPR NO. 16/DPR RI/1/1999-2000 yang lebih lanjut
mengatur tugas dan wewenang DPR, serta hak-hak yang dimiliki oleh DPR, hal serupa
juga terdapat dalam UU NO. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR,
dan DPRD, yang dapat dilihat pada Pasal 33 ayat (2), yakni sebagai berikut :52
52
Lihat UU No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD
1. Pelaksanaan undang-undang
2. Pelaksanaan APBN
ketetapan MPR
pengawasan
Kemudian dalam ayat (3) pada Pasal yang sama dan Undang-Undang yang sama
menyebutkan, bahwa :
(3) Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagimana dimaksud dalam ayat
b. Mengadakan penyelidikan
Dengan fungsi, tugas dan wewenang serta hak yang dimiliki oleh DPR sebagai
mana diatur dalam Pasal 20A UUD 1945, Pasal 4 dan 10 peraturan Tata Tertib DPR No.
16/DPR RI/1/1999-2000 dan pasal 33 ayat (2) dan (3) UU No.4 Tahun 1999, maka
sebagai bentuk tanggung jawab sebagai wakil rakyat, DPR senantiasa dapat melakukan
Kemudian apabila kita analisis dari sekian banyak pasal-pasal dalam UUD
setelah perubahan yang menyangkut mengenai tugas pokok dari Dewan Perwakilan
Rakyat, juga dalam UU No.4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR,
DPRD, dipertegas lagi oleh Tata Tertib DPR No. 16/DPR/RI/l999-2000. dari wewenang
dan tugas DPR diatas maka dapat dirumuskan bahwa DPR mempunyai tugas pokok
sebagi berikut.
supermasi hukum. Supermasi hukum dapat terwujud apabila di dukung oleh perangkat
dibahas di DPR dapat berasal dari pemerintah dan dapat pula berasal dari DPR sebagai
RUU usul inisiatif. Untuk masa yang akan datang jumlah RUU yang berasal dari
inisiatif DPR diharapkan akan semakin banyak. Hal ini merupakan bagian penting
dari komitmen reformasi hukum nasional dan pemberian peran yang lebih besar kepada
Peningkatan peran tersebut merupakan hasil dari perubahan UUD 1945. dalam
naskah asli UUD 1945 hak membuat undang-undang berada pada Presiden "Presiden
perubahan hak tersebut bergeser dari Presiden kepada DPR dan rumusan tersebut
dituangkan dalam perubahan UUD 1945 dalam Pasal 20 ayat (1) menyebutkan "DPR
DPR Sebagian besar berasal dari pemerintah, sedangkan RUU usul inisiatif DPR sangat
lah minim sekali. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja dalam bidang legislasi
sebaiknya DPR tidak terjebak pada fungsi pengawasan saja yang pada akhirnya
diatur dalam Pasal 23 perubahan UUD 1945. Ditegaskan bahwa Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. Kedudukan
DPR dalam APBN sangatlah kuat, karena apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak
menyetujui anggaran yang diusulkan oleh pemerintah, maka pemerintah menjalankan
memprediksikan potret DPR di era reformasi ini mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Perubahan UUD 1945 telah menggeser pradigma dari exsecutive heavy
Pada dasa warsa yang lalu, peraktek ketatanegaraan lebih di dominasi oleh peran
eksekutif atau pemerintah. Terlebih dominasi kekuasaan eksekutif pada waktu itu
mendapat legitimasi secara konstitusional, hal ini terlihat pada pasal-pasal dalam UUD
1945 sebelum diadakan perubahan.54 Pada Pasal 4 ayat (1) naskah asli UUD 1945
kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan Presiden (comentration of power and
responsibility upon the president)55 Kemudian Pasal 5 ayat (1) Presiden membentuk
memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan
dengan negara lain, dengan persetujuan DPR. Sedangkan Pasal 12 disebutkan Presiden
53
Dahlan Tahib. DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Libertty, Yogyakarta, 2000, hlm 96
54
Y. Hartono, Artikel, SI: Dari Supermasi Eksekutif ke Supermasi Legislatif ?, www. google. com
55
Dahlan Thaib Pancasila Yuridis Ketatanegaraan, UUP AMP YKPN, Yogyakarta, 1990, hlm 79
dapat menyatakan keadaan bahaya menurut sarat-sarat yang ditetapkan undang-undang.
Pasal 13 Presiden mengangkat duta dan konsul, serta pada Pasal 14 Presiden memberi
grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasai. Dan Pasal 15 disebutkan Presiden memberi
gelar, tanda jasa dan lain-lain.56 Dominasi kekuasaan eksekutif semakin bertambah
Penapsiran ini menimbulkan implikasi yang sangat luas karna Presiden dapat dipilih
Dengan diadakan perubahan terhadap UUD 1945 kini peran itu mulai bergeser
dengan adanya pergeseran ini, Presiden tidak lagi mempunyai kekuasaan di bidang
legislasi, sebab kekuasan tersebut sekarang ada pada tangan DPR. Pasal 20 ayat (1)
undang saja.
dicantumkanya fungsi pengawasan sebagi the orginal power DPR dalam perubahan
UUD 1945 dan melalui berbagi perturan Perundang-undangan yang dihasilkan. Pasal
20A ayat (1) DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Kemudian untuk melaksanakan fungsinya, sebagi mana dijelaskan pada Pasal 20A ayat
(2), DPR memiliki hak anggket, hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat Serta
pada ayat (3) pasal yang sama setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan
56
Lihat Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1977, hlm 199-200
57
Y.Hartono, Op Cit
Perubahan UUD 1945 telah memberikan peran yang kuat kepada DPR dalam
yang bersamaan situasi masyarakat yang berkembang demikin cepat dan kepercayaan
kepada lembaga perwakilan, kemudian gejala demikian disambut oleh DPR sebagai
dilakukan melalui mekanisme penggunaan beberapa hak yang pada sebelumnya tidak
digunakan seperti hak interpelasi ataupun hak angket. Melalui hak interpelasi, Presiden
Perubahan UUD 1945 dan Undang-Undang lainya. Dalam hal pengangkatan duta,
Gubernur Bank Indonesia (UU No.23 Tahun 1999), pengangkatan dan pemberhentian
panglima TNI (Tap MPR No. IV/MPR/2000), pengankatan dan pemberhentian Kapolri
lanjuti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (Pasal 23E). Tugas ini merupakan
suatu bentuk sikap pro-aktif DPR untuk mendorong penyelesaian kasus-kasus penyalah
Pada akhirnaya peningkatan peran DPR dalam bidang pengawasan bagian dari
upaya untuk menerapkan mekanisme checks and balances untuk menuju pemerintahan
yang demokratik. Hal ini mengharuskan DPR untuk bekerja optimal demi
maksimal.
terlebih dahulu mendengarkan pertimbangan DPR. Hal ini diatur dalam perubahan
UUD 1945 pada Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan "Dalam pengangkatan duta,
mengangkat duta tidak semata-mata hak prerogratif Presiden. Namun juga merupakan
hak DPR dalam fungsi pengawasan untuk mempertimbangkan setiap duta yang akan
negara sahabat tertuang dalam Keputusan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI
Terlepas dari hal itu ketentuan Pasal 13 ayat (2) tersebut menimbulkan polemik
dalam tingkat penafsiran. Bagi DPR Pasal ini dijadikan dasar untuk melakukan dengar
pendapat melalui penilaian uji visi dan misi kepada calon duta besar (dubes) yang
dipilih Presiden. Namun kemudian DPR lewat Komisi I membuat kreteria untuk
penampilan calon dubes. Keempat, kemampuan calon dalam mempersentasikan visi dan
misi. Kelima, pengetahuan materi politik luar negeri dan pengetahuan tentang negara
yang dituju. Dari keteria tersebut dapat dijadikan acuan bagi lulus atau tidaknya calon
dubes. Sedangkan bagi Presiden menganggap bahwa peran DPR hanya untuk
Pengaturan lain tentang Duta Besar RI bisa dilihat dalam UU No. 37 Tahun
penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan Pelaksanaan Politik Luar Negeri berada
Sedangkan dalam Pasal 29 dalam Undang-Undang yang sama menyebutkan Duta Besar
Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di angkat dan diberhentikan oleh Presiden, dan
58
Keputusan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI Tanggal 23 Mei & 29 Agustus 2002, mengenai
Penyempurnaan Mekanisme Pemberian Pertimbangan DPR RI terhadap Pencalonan Duta Besar Negara-
negara Sahabat untuk Republik Indonesia dan Duta Besar Republik Indonesia untuk Negara-negara
Sahabat
59
Kompas, 24 Juni 2002
merupakan wakil negara dan bangsa serta menjadi wakil pribadi Presiden Republik
Indonesia.60
Dalam kontek yang lain namun masih terkait dengan keberadaan Dubes RI
sebagi wakil diplomatik dari negara serta mewakili kepentingan nasional bangsa
Indonesia. Untuk itu guna memulihkan kepercayaan pihak manca negara atas berbagai
situasi multikrisis yang dialami bangsa, ada baiknya dapat kita perhatikan pula Tap
MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2000
pada Bab IV mengenai Arah Kebijakan Hubungan Luar Negeri. Pada huruf c
mampu melakukan diplomasi pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun citra
Bertitik tolak pada Tap MPR No. IV/MPR/1999, adapun peningkatan kualitas
kinerja aperatur luar negeri dalam hal ini calon Dubes RI untuk ditempatkan disuatu
negara sangatlah perlu dan penting, guna mampu melakukan diplomasi pro-aktif dalam
segala bidang untuk mengangkat dan membangun citra Indonesia di dunia internasional.
Calon Dubes RI pun harus mempunyai kualitas diplomasi, baik pemahaman maupun
pengalaman dalam bidang diplomasi. Hal ini untuk mepercepat pemulihan ekonomi dan
60
Lihat UU No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
61
Lihat Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004
Menurut Hasjim Djalal sebagai mantan Dubes RI berpendapat bahwa Tap MPR
Luar Negeri dapat dijadikan visi dan misi diplomasi Indonesia. Sedangkan mantan
Menlu Ali Alatas pernah menggariskan kreteria bagi diplomasi Indonesia, yaitu teguh
dalam pendirian dan prinsip namun luwes dalam pendekatan, efektif dan dinamis
BAB III
PERAN DPR DALAM PROSES PENGANGKATAN DUTA BESAR RI
Perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan oleh MPR bermakna besar dan
lengkap terhadap hak asasi manusia dalam UUD, telah menjadikan identitas bangsa
Indonesia sebagi negara hukum, negara konstitusional, dan negara yang berkedaulatan
perwakilan hadir sebagi suatu keniscayaan. Keberadaan DPR sebagi salah satu lembaga
perwakilan di Indonesia merupakan komponen pokok dalam politik dan kekuasaan yang
hadir sebagi bentuk kristalisasi dari kehendak rakyat serta penyalur aspirasi rakyat,
dengan memiliki fungsi dalam tiga wilayah yakni; fungsi legislasi atau pembuatan
pemerintahan.
Dalam UUD 1945 setelah perubahan fungsi DPR tersebut semakin dipertegas
dengan lebih menguatkan peran DPR dalam fungsi legislasi dan fungsi pengawasan.
Kenyatan in terlihat dari keberadaan Presiden yang tidak lagi memegang kekuasaan
DPR. Presiden hanya mempunyai hak saja untuk mengajukan rancangan Undang-
Undang. Akan tetapi apabila mengkaji perubahan itu dengan teori trias politica dari
legislasi, maka perubahan UUD 1945 kecil artinya. Kranenburg 62 menjabarkan trias
politika dalam dua arti yaitu : functie (fungsi) dan orgaan (badan atau lembaga).
Berdasarkan pendapat itu maka, yang bergeser adalah functie-nya., sedangkan orgaan
dengan diberikan hak-hak kepada DPR guna menjalankan fungsi pengawasannya, hak-
hak tersebuat yaitu; hak angket, hak iterpelasi, dan hak menyatakan pendapat.
Kemudian bagi anggota DPR diberikan hak mengajukan pertanyaan, hak menyatakan
usul dan berpendapat serta sekaligus hak imunitas. Pengawasan DPR juga terlihat dari
berbagai kebijakan dan agenda-agenda pemerintah yang terkait dengan peran dan
fungsi DPR. Ada yang melalui persetujuan, pertimbangan serta adapula yang
duta dan penempatan duta negara sahabat, pengangkatan Gubernur BI, pengangkatan
dan pemberhentian panglima TNI serta pengangkatan dan pemberhentian Kapolri harus
62
Kranenburg dalam A. Hamid S. Attamimi, Peran Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang
Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV Desertasi Doktor, Universitas Indonesia,
1990, hlm 166.
Untuk pengangkatan duta yang akan ditempatkan pada negara sahabat Presiden
terlebih dahulu meminta pertimbangan DPR. Ketentuan demikian adalah isyarat dari
pasal 13 ayat 2 perubahan UUD 1945, dimana dalam pengangkatan duta besar tidak lagi
hak prerogratif Presiden sepenuhnya tetapi juga hak dari DPR untuk melaksanakan
pertimbangan kepada setiap calon duta besar yang diajukan oleh pemerintah. Duta besar
sebagi wakil negara guna melakukan tugas hubungan dan politik luar negeri dengan
membawa serta kepentingan bangsa yang juga kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Adapun DPR sebagi lembaga perwakilan yang dijadikan tempat untuk menyalurkan
dubes yang akan bertugas untuk menjalin hubungan dan kerjasama di negara sahabat.
Kiranya dengan kenyataan diatas dapat dikatakan perubahan UUD 1945 telah
meberikan kekuasaan yang besar kepada DPR sebagi lembaga perwakilan, terutama
dalam fungsi pengawasanya. Kcmudian perubahan juga telah menggeser pradigma dari
executive heavy menjadi legislative heavy. Hal ini dapat diperhatiakan dari reduksi
Kalau kita kaji secara seksama pasal-pasal dalam perubahan UUD 1945 yang
mengatur fungsi DPR dapat dikatakan bahwa, DPR mempunyai tugas yang penting di
anggaran. Ismail Suny63, membagi pengawasan dalam tiga bentuk, yaitu; control of
dan dalam tatib DPR-RI yang ketiga fungsi DPR tersebut dengan tugas dan wewenang
DPR.
ketentuan dalam UUD 1945, Undang-Undang No. 4 Tahun 1999, dan Tatib DPR.
Dalam dasar hukum tersebut disebutkan, fungsi utama pengawasan yang dilakukan
Presiden. Selain itu fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPR adalah menindak
lanjuti laporan dan/atau pengaduan dari perseorangan atau masyarakat atau kelompok
tertentu.
hak prerogratif Presiden. Sebelumnya hak prerogratif Presiden tidak pernah melibatkan
DPR, dan sekarang harus melibatkan DPR misalnya, harus konsultasikan terlebih
dahulu atau mendapat persetujuan atau pertimbangan dari DPR. Perubahan mendasar
yang diberikan hasil perubahan UUD 1945 dibidang pengawasan antara lain;
63
Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta, Aksara Baru, 1987, hlm 27-28
3. Dalam memberi amnesti dan abolisi.
kepada DPR dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 tentang Susduk MPR, DPR,
DPRD. Penerapan sub poena ini sangat efektif untuk melengkapi fungsi pengawasan
yang diatur dalam Tatib DPR. Fungsi pengawasan ini dapat dirinci lagi atas;
disebutkan diatas, dilakukan oleh DPR melalui serangkaian rapat dan pengawasan di
lapangan dalam betuk kunjungan kerja ketika Masa Reses DPR. Masa Reses ialah
kegiatan DPR di luar masa sidang, yang dilakuakan oleh anggota secara perorangan
atau kelompok, terutama diluar Gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja.
Rapat Kerja (Raker), Rapat Dengar Pendapat (RDP), dan Rapat Dengar Pendapat
Umum (RDPU). Serangkaian rapat tersebut dilakukan oleh DPR melalui alat
kelengkapan Dewan, seperti Komisi-komisi dan Subkomisi yang ada di DPR dan
Pansus yang dibentuk oleh DPR. Fungsi pengawasan dilakukan oleh masing-masing
Keberadaan Jumlah Komisi dan Subkomisi sendiri berikut nama dan ruang
lingkupnya tidak dimasukan secara eksplisit di dalam peraturan batang tubuh Tatib
DPR-RI, namun diatur dalam Keputusan tersendiri, sehingga apabila dikemudian hari
Departemen yang ada di lingkungan pemerintah, mitra kerja, melainkan pula pada
3. Subkomisi Penerangan.
3. Subkomisi Pertanahan.
2. Subkomisi kehutanan.
3. Subkomisi Transmigrasi.
2. Subkomisi Pariwisata.
3. Subkomisi Koprasi.
1. Subkomisi Agama.
1. Subkomisi Kependudukan.
2. Subkomisi Kesehatan.
3. Subkomisi Sosial.
1. Subkomisi RISTEK.
1. Subkomisi Keuangan.
serangkaian hak yang dimiliki oleh DPR, adapun hak-hak yang dimiliki oleh DPR
adalah :
Undang.
Fungsi pengawasan yang dilakukan baik secara aktif sebagai mana hak-hak yang
1945, hal ini secara langsung ataupun tidak langsung telah meningkatkan peran dan
fungsi serta tanggung jawab DPR. Perubahan UUD 1945 juga telah menjadikan DPR
kuat dan sejajar dengan segala kewenagannya untuk berhadapan dengan Presiden. Hal
demikian wajar karena tugas DPR sebagi lembaga perwakilan menjadi alat kontrol bagi
Presiden sebagi penggerak roda pemerintahan. Kekuasaan yang dimiliki DPR telah
dicantumkan dalam UUD 1945 yang merupakan the suprime law of the land. Artinya,
apa yang dilakukan oleh DPR telah mempunyai legitimasi konstitusional. Hal ini
seharusnya menjadikan DPR lebih berani dalam melaksanakan apa yang menjadi
tugasnya.
Perubahan UUD 1945 Pasal 13 ayat (1) dan (2) berbunyi sebagi berikut :
Dari ketentuan diataslah yang menjadi dasar bagi DPR untuk berperan dalam hal
pengangkatan duta besar berupa pemberian pertimbangan terhadap calon duta besar
yang diajuakan oleh Presiden. Kemudian DPR lewat pimpinan dewan melimpahkan
kekuasaan tersebut kepada komisi, dalam hal ini komisi yang membidangai masalah
yang bersangkutan.
luar negeri, yang selanjutnya komisi ini menentukan agenda rapat kemudian memanggil
calon duta untuk melakukan pembahasan dengan melakukan Rapat Dengar Pendapat
Umum (RDPU). Pada Pasal 86 Tata Tertib DPR RI disebutkan "Rapat Dengar Pendapat
Umum ialah rapat antara Komisi, beberapa Komisi dalam Rapat Gabungan Komisi,
atau Panitia Khusus dengan perseorangan, kelompok, organisasi atau badan swasta, baik
atas undangan Pimpinan DPR ataupun atas permintnan yang bersangkutan, yang
dipimpin oleh Pimpinan Komisi, Pimpinan Rapat Gabungan Komisi, atau Pimpinan
Panitia Khusus". Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum itulah dilakukan clarification
hearing, dengar pendapat ataupun pembahasan bersama antara DPR dengan calon Duta
Undang No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR,
DPRD. Dan juga Peraturan Tata Tertib DPR RI No.16/DPR RI/1999-2000 Pasal 171
sebagi mana disebutkan: "DPR dalam melaksanakan fungsinya dapat meminta pejabat
tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa,
4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPR,DPRD”
surat pencalonan duta besar kepada DPR untuk mendengarkan pertimbangan DPR.
untuk membahasnya secara rahasia. Dalam pembahasan tersebut atau dalam melakukan
dengar pendapat dengan calon dubes tersebut, Komisi I satu wajib memberi saran,
masukan terhadap priroritas yang harus dikerjakan, pesan titipan yang perlu
diperhatikan, catatan atau keberatan, tetapi bukan penolakan. Setelah itu Komisi I
Ada tujuh kreteria dan dasar pertimbangan yang disiapkan Komisi I untuk
memiliki kemempuan bahasa minimal bahasa Inggris dan/atau bahasa setempat. Ketiga,
memiliki latar pendidikan minimal strata satu (S1). Keempat, memiliki kemampuan
profesional dan menajerial. Kelima, tidak cacat moral dan tidak ada indikasi korupsi,
kolusi dan nepotisme. Keenam, memiliki integritas dan loyalitas tinggi terhadap bangsa
dan negara, ketujuh, memiliki pengalaman panjang terhadap profesi dalam bidangnya.
Adapun Kemudian seluruh hasil dari diskusi internal Komisi I berikut dengan
seluruh fraksi terwakili di Komisi I, maka logikanya Rapat Paripurna hanya merupakan
Apapun hasil dari pembahasan di DPR itu tentunya tidak mengikat bagi
berbagai perhitungannya Presiden dapat saja mengabaikan hasil pertimbangan DPR itu.
nama calon dubes kepada negara penerima untuk meminta persetujuan (agreement).
Dalam ukuran waktu yang tidak lama, tentunya melalui proses verfikasi, negara
peneriama menyampaikan persetujuan untuk menerima atau tidak menenma nama calon
Dengan mendapat persetujuan dari negara penerima, maka calon dubes yang
telah melewati perosedur yang telah dijelaskan diatas, sudah dapat ditempatkan, dan
dapat langsung menjalankan tugasnya secara maksimal untuk menjalin hubungan dan
kerjasama dengan negara penerima, yang tentunya membawa misi bangsa dan negara
Pada naskah asli UUD 1945 Pasal 13 ayat (1) menyebutkan "Presiden
mengangkat duta dan konsul". Untuk itu pada masa lalu pengangkatan duta merupakan
hak prerogratif Presiden sepenuhnya, dimana duta merupakan wakil dari Presiden,
diangakat dan diberhentikan Presiden serta merupakan bagian dari pemerintah berada
dibawah Departemen Luar Negeri untuk melaksanakan politik dan hubungan luar negeri
Perubahan UUD 1945 pada Pasal 13 ayat (2) menyebutkan "Dalam hal
Makna dari pasal tersebut berarti telah memberikan kewenangan kepada DPR untuk
terlibat dalam pengangkatan duta yang semula adalah hak prerogratif Presiden.
Keterlibatan peran DPR sebagai mana dikemukakan dalam pasal diatas adalah
kewenangan memberikan pertimbangan terhadap calon duta besar (dubes) yang telah
pertimbangan, terlebih dahulu kita lihat dari berbagi sudut pandang yang berbeda
namun satu sama lain dapat saling berhubungan sehingga dapat menjelaskan maksud
dari kewenangan DPR tersebut, yaitu; dari sudut politik, sudut historis, dan sudut
hukum.
merupakan komponen utama politik dan kekuasaan, disisi lain dubes yang
bertugas untuk melaksanakan hubungan dan kerjasama dengan negara lain
sebagi wakil bangsa dan negara Republik Indonesia yang berarti juga
kesejahteraan rakyat.
2. Dari sudut historis, Pada masa lalu pengangkatan duta besar merupakan ajang
diplomasi itu sangat terabaikan. Padahal duta merupakan alat negara untuk
politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Begitu pentingnya arti duta besar
bagi sebuah negara untuk kepentingan diplomasi bangsa dan agar tidak terulang
lagi pengangkatan dubes sebagi tempat buangan lawan politk, pensiunan, dan
dubes yang diajukan Presiden melibatkan juga peran DPR untuk membahas
bersama melalui proses pertimbangan. Hal ini dilakukan agar tidak lagi ada
istilah "di-dubes-kan".
3. Dari sudut hukum, Peran DPR dalam memberikan pertimbanga kepada setiap
calon dubes adalah hak yang diberikan oleh konstitusi. Hak ini diberikan sebagai
bagian dari tugas DPR dalam fungsi pengawasan terhadap setiap kebijakan dan
Untuk itu kiranya tepat bagi konstitusi Indonesia untuk melibatkan peran DPR
diharapkan di masa datang sosok duta besar RI adalah benar-benar orang yang
Dari ketiga sudut pandang tersebut peran DPR dalam memberikan pertimbangan
terhadap calon dubes ternyata sangatlah perlu dan penting serta dijamin secara
konstitusional. Hal ini guna meningkatkan peran duta besar sendiri dimata internasional
kepercayaan dari negara-negara asing. Serta sesuai dengan apa yang telah diamanatkan
dalam Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN mengenai Arah Kebijakan
Hubungan Luar Negeri, dimana perlunya peningkatkan kualitas dan kinerja aparatur
luar negeri serta meningkaatkan kulitas diplomasi agar mampu melakukan diplomasi
internasional, yang pada ahirnya dapat mempercepat pemulihan krisis ekonomi dan
Pembangunan nasional.
Diplomasi sendiri merupakan usaha meyakinkan pihak/negara lain untuk dapat
kekerasan.
Dengan memperhatikan asas hukum, lex superion derogat legi in feriori, maka
mengacu pada UUD. Kedudukan UUD sebagi hukum fudamental (grundnorm) untuk
Pelaksanaan pengangkatan Duta Besar RI pun harus merujuk pada hukum dasarnya,
Materi perubahan UUD 1945 pada Pasal 13 ayat (2) yang berkaitan dengan
DPR. Pada masa lalu pengangkatan duta merupakan hak prerogratif Presiden yang tidak
dapta dikontrol dan diawasi sehingga dalam pengangkatan duta telah mengabaikan
unsur propesional dan tidak memperhatikan makna pentingnya duta di negara sahabat.
Oleh sebab itu, kekuasaan Presiden yang mutlak itu telah direduksi dengan
duta.
merupakan sepenuhnya hak prerogratif Presiden, ini dapat kita lihat dalam UU No. 37
penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan Pelaksanaan Politik Luar Negeri berada
Sedang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di angkat dan diberhentikan oleh
Presiden, dan merupakan wakil negara dan bangsa serta menjadi wakil pribadi Presiden
Republik Indonesia.
dilakukan dengar pendapat yang sepenuhnya dilakukan oleh Komisi I. Melalui Rapat
Dengar Pendapat Umum sebagai mana diatur dalam Tatib DPR RI Pasal 86, Komisi I
melakukan clarification hearing bersama calon duta besar dengan memberikan saran,
masukan terhadap priroritas yang harus dikerjakan, titipan pesan yang perlu
Komisi I ini tidak perlu dilakukan fit and proper test terhadap calon yang akan
ditempatkan dalam suatu jabatan. Fit and proper test sediri adalah uji kelayakan ataupun
kepatutan misalnya pada calon Hakim Agung atau anggota Komisi Nasional (Komnas)
Hak Asasi Manusia (HAM) mengenai data pribadi, penjabaran terhadap visi dan misi
kerja serta pengalaman dalam berkarir. Hasil uji kelayakan itu sangat menentukan bagi
lulus atau tidaknya terhadap calon yang melakukan uji tersebut dan sifatnya mengikat.
calon dubes, maka dilakukan diskusi intern di Komisi I untuk membahas hasil dari
dengar pendapat untuk memberikan penilaian terhadap apa yang akan dijadikan
untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden secara rahasia. Adapun kemudian untuk
pendidikan minimal strata satu (S1). Kempat, memiliki kemampuan profesional dan
menajerial. Kelima, tidak cacat moral dan tidak ada indikasi korupsi, kolusi dan
nepotisme. Keenam, memiliki integritas dan loyalifas tinggi terhadap bangsa dan
Tetapi dari kreteria tersebut tidak bisa dijadikan acuan bagi lulus atau tidaknya calon
Dubes yang diajukan oleh Presiden. Kewenangan DPR hanya memberikan masukan
sebaiknya seorang calon dubes bisa diangkat atau tidak diangkat dengan aneka alasan
dan argumentasi.
DPR apakah dapat menimbulkan akibat hukum tertentu apabila tidak dilaksanakan oleh
Presiden. Menurut Satya Arinanto,64 dari sudut pandang yuridis sebuah pertimbangan
tersebut kemudian membuat pertimbangan sendiri. Lebih lanjut Satya mengatakan tidak
Kecuali itu memang pada setiap hasil dari pertimbangan DPR tersebut selalu
K.C. Wheare berpendapat bahwa konvensi merupakan suatu praktek tertentu berjalan
64
Satya Arinanto, DPR Seharusnya Hanya Beri Pertimbangan, Kompas, 19 Juni 2002
untuk jangka waktu yang lama bersifat persuasif, kemudian diterima sebagai suatu hal
yang wajib.65 Dengan demikian, suatu prektek ketataneraan yang berulang ualang dapat
menjadi suatu yang wajib dan kemudian ditaati oleh penyelenggara negara sebagai
telah diatribusikan oleh konstitusi, dan hal itu bermakna sebagai implementasi dari
fungsi pengawasan DPR terhadap Presiden. Kemudian pelaku perubahan konstitusi kita
telah melihat bahwa hak prerogratif Presiden dalam pengangkatan duta tampa adanya
pada suatu negara. Untuk itu maka sebaiknya Presiden tetap memperhatikan
pertimbangan DPR tersebut. Dalam hal lain yang perlu diperhatikan Presiden mengenai
resiko politik yang harus ditanggung, apabila misalnya calon dubes yang oleh DPR
dubes tersebut. Hal ini seandainya di tengah-tengah tugasnya dubes tersebut melakukan
kesalahan, tindakan lain yang merugikan bangsa dan negara atau telah gagal
menjalankan amanat negara, maka Presiden dapat dipertanyakan dalam hal itu, bahkan
DPR bisa saja mengunakan salah satu haknya, yaitu mengajukan hak iterpelasi Presiden
misalnya.
Presiden sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintah yang sebenarnya
lebih menentukan dalam hal pengangkatan duta besar, ini lebih dikarenakan diplomasi
merupakan wilayah eksekutif. Dan juga Presiden-lah dengan Menteri Luar Negeri
sebagi pembantu Presiden serta lewat Departemen Luar Negeri-nya yang dianggap
paling mengetahui dan mengerti tentang politik dan hubungan luar negeri suatu bangsa.
65
Ni'matul Huda, Hukum Tata Negara Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Konstitusi Indonesia, PSH.
FH. UII, Yogyakarta, 1999, hlm 180 & 182
Akan tetapi diberbagi negara seperti Amerika Serikat dalam hal pengangkatan dubes
turut juga melibatkan peran parlemen. Bagi setiap calon dubes yang akan ditempatkan
terlebih dahulu dilakukan hearing ataupun dengar pendapat dengan parlemen, walaupun
peran parlemen sebatas exchange of views tentang prioritas yang harus dijalankan dan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Golongan, dan peran Fraksi TNI/Polri adalah lembaga yang dianggap tidak relevan
dengan tuntutan jaman dan kebutuhan demokrasi sekarang ini, sehingga keberadaan
negara-pun telah bergeser dari executive heavy kepada legislative heavy, hal ini dapat
melainkan sudah berpindah tangan kepada DPR. Presiden hanya memiliki hak untuk
Sedangkan perubahan yang nampak dan berdampak pada kekuasaan dan peran
DPR adalah dalam hal Pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pemerintah, telah
diberikan serangkaian hak kepada DPR yang diberikan oleh sejumlah Peraturan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1999, serta hasil dari perubahan UUD 1945. Adapun hak
yang dimiliki oleh DPR yaitu; (i) hak meminta keterangan kepada Presiden
Besar dan penerimaan Duta negara sahabat, (vi) hak untuk memberikan pertimbangan
amnesti dan abolisi, dan (vii) hak untuk menganjurkan seseorang berdasarkan perintah
Undang-Undang.
pemerintah yang terkait dengan peran dan fungsi DPR. Ada yang melalui persetujuan,
dahulu yang tentunya melibatkan peran DPR. Perubahan UUD 1945 juga telah
tnembatasi beberapa hak prerogratif Presiden. Dimana pada sebelumnya hak prerogratif
Presiden ini tidak pernah melibatkan peran DPR, dan sekarang harus melibatkan DPR,
salah satu misalnya dapat dilihat dalam hal pengangkatan Duta Besar Rl yang akan
Pada Pasal 13 ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan menyebutkan "Dalam hal
Dari ketentuan inilah yang menjadi dasar bagi DPR untuk berperan dalam
Sebagai mana tercantum pada Pasal 86 dan 171 Tatib DPR RI N0.16/DPR
RI/1999-2000, dan juga pada Pasal 35 Undang-Undang No. 4 Tahun 1999, selanjutnya
Komisi I memanggil calon duta untuk dilakukan clarification hearing, dengar pendapat
Komisi I melakukan diskusi internal untuk melakukan penilaian terhadap apa yang akan
Kedua, memiliki kemempuan bahasa minimal bahasa Inggris dan/atau bahasa setempat.
Ketiga, memiliki latar pendidikan minimal strata satu (S1). Kempat, memiliki
kemampuan profesional dan menajerial. Kelima, tidak cacat moral dan tidak ada
indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme. Keenam, memiliki integritas dan loyalitas tinggi
terhadap bangsa dan negara. Ketujuh, memiliki pengalaman panjang terhadap profesi
dalam bidangnya. Tetapi dari kreteria tersebut tidak bisa dijadikan acuan bagi lulus atau
dalam Pasal 13 ayat (2) perubahan UUD 1945 adalah merupakan hak dari pada DPR.
Akan tetapi kewenangan DPR dalam memberikan pertimbangan apabila ditinjau secara
masukan sebaiknya seorang calon dubes bisa diangkat atau tidak diangkat dengan aneka
pertimbangan DPR tersebut. Hal ini dikarnakan kewenangan DPR yang telah
DPR terhadap Presiden (Pemerintah). Dan juga bertitik tolak dalam sejarah
pengangkatan duta besar pada masalalu dimana tidak adanya pengawasan dari DPR,
diplomasi. Hal inipun sesuai dengan apa yang telah diamanatkan dalam Tap MPR
No. IV/MPR/1999 tentang GBHN mengenai Arah Kebijakan Hubungan Luar Negeri,
dimana perlunya peningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri serta
disegala bidang agar membangun citra positif Indonesia di dunia internasional, yang
nasional.
Di samping itu aspek politik yang akan ditangguang dan akan terus menggangu
keleluasan Presiden dalam menjalankan roda pemeritahan, apabila misalnya dubes yang
dapat merugikan bangsa dan negara. Dengan hak-haknya lain tentunya DPR dapat
Kerjasama antara dua lembaga DPR dergan Presiden dalam pengangkatan Duta
Besar RI merupakan amanat dari konstitusi. Presiden mengangkat duta dan konsul,
namun dalam hal pengangkatan duta, Presiden memperhatikan pertimbangan dari DPR
Dengan adanya ketentuan tersebut diharapkan pengangkatan dubes tidak lagi sebagai
tempat buangan politik, pensiunan pejabat, dan militer yang selanjutnya menghilangkan
pandangan terhadap istilah "di-dubes-kan". Dimasa datang sosok Duta Besar RI adalah
benar-benar orang yang memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas dan peranannya
secara maksimal sebagai wakil bagsa di negara lain untuk selanjutnya memajukan
Beberapa saran yang dapat diberikan dengan melihat uraian dari skripsi ini
adalah: :
kepentingan rakyat.
2. Perubahan UUD 1945 telah meberikan kekuasaan yang besar kepada DPR
DPR telah tercantum dalam UUD 1945 yang merupakan the suprime law of
the land. Artinya, apa yang dilakukan oleh DPR telah mempunyai legitimasi
serta menjadikannya lebih berani dalam melaksanakan apa yang menjadi hak-
hak konstitusionalnya.
3. Kewenangan DPR sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) perubahan UUD 1945
duta besar harus disabut dengan baik dan positif. Pada masa lalu
terjalin kerjasama yang baik antara Presiden dan DPR dalam pengangkata
dan pentingnya diplomasi dalam suatu negara, serta supaya hubungan antara
DPR dengan Presiden tetap lerjalin dengan baik melalui mekanisme checks and
C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara, 1995. Cetakan
Kedelapan.
Dahlan Thaib, Pancasila Yuridis Ketatanegaraan, UUP AMP YKPN, Yogyakarta, 1990
Mariam Budiharjo, Dasar-Dasar ilmu politik, Gramedia pustaka utama, Jakarta, 1993,
Cetakan Kelimabelas.
Moh. Mafud MD., , Dasar dan Struktur Ketata Negaraan Indonesia, UII Press,
Yogyakarta, 1993.
Ni'matul Huda, Hukum Tata Negara Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Konstitusi
Indonesia, PSH. FH. UII, Yogyakarta, 1999.
Ramdlion Naning, Aneka Asas Ilmu Negara, Bina Ilmu, Surabaya, 1982.
Sarjono Sukanto, Sosiologi Suatu Penghantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Sri Sumantri, Tentang Lembaga-Lembaga negara menurut UUD 1945, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1993.
Suharizal, Reformasi Konstitusi 1998-2002 Pergulatan Konsep dan Pemikiran
Amandemen UUD 1945, Sinar Repro, Jakarta, 2002.
Kamal Firdaus, " Catatan kamal Firdaus", Makalah, untuk diskusi panel, Urgensi
Undang-Undang Kepresidenan dalam Struktur ketatanegaraan Republik
Indonesia, FH-UII, 2001.
Jimliy Asshiddiqie, " Otonomi Daerah dan Peran Legislatif Daerah", Makalah, Pada
Lokakarya Tentang Peraturan Daerah dan Budget bagi Anggota DPRD Se-
Propinsi (Baru) Banten, Di Anyer, Banten, 20 Oktober 2000.
Hasjim Djalal, Artikel, DPR dan Calon Dubes RI, Harian Kompas, 24 Juni 2002
Salman Luthan, Artikel, Dialektika Hukum dan Kekuasaan, Jurnal Hukum. NO. 14 Vol.
7 Agustus 2000.
Koran
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD.
Undang-Undang No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Keputusan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI Tanggal 23 Mei & 29 Agustus
2002, mengenai Penyempurnaan Mekanisme Pemberian Pertimbangan DPR RI
terhadap Pencalonan Duta Besar Negara-negara Sahabat untuk Republik
Indonesia dan Duta Besar Republik Indonesia untuk Negara-negara Sahabat.