KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini, salawat beserta salam semoga
Allah limpah curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan
umatnya sampai akhir zaman.
Berbagai cara dan upaya telah saya lakukan untuk menyelesaikan makalah tugas ini. Saya
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih kurang dari harapan mengingat kemampuan
yang dimiliki terbatas.
Maka dari itu, saya sangat membutuhkan kritik dan saran untuk kemajuan pengetahuan
serta kemampuan saya untuk kedepannya. Tak lupa, saya ucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu saya untuk mensukseskan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi saya khususnya
dan para pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
2.4 Cara Penggunaan Pemantap atau Pembenah Tanah (Soil Conditioner) ............................... 7
BAB I
PENDAHULUAN
Tanah pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelas yaitu kerikil (gravel), pasir
(sand), lanau (silt), dan lempung (clay), berdasarkan ukuran partikel yang paling dominan dari
tanah tersebut (Das, 1994). Pada uji laboratorium yang akan dilakukan, jenis tanah yang akan
diuji dan hasilnya dituliskan dalam tugas akhir ini adalah jenis tanah lempung (clay).
Stabilisasi tanah adalah suatu usaha yang dipakai untuk memperbaiki bahkan mengubah
sifat tanah dasar dengan tujuan agar tanah dasar tersebut dapat meningkat mutu dan kemampuan
daya dukungnya sehingga aman terhadap konstruksi bangunan yang akan didirikan di atasnya.
Jenis-jenis stabilisasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Mekanis
Jenis stabilisasi ini dilakukan dengan cara pemadatan (compaction) Pemadatan dapat
dilakukan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti : mesin gilas (roller), benda berat
yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur,pembekuan, pemanasan ,dan sebagainya.
2. Fisis
Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan menambah
butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna mencapai gradasi yang rapat. Hal
ini bertujuan agar tanah dasar tersebut dapat memenuhi spesifikasi yang telah disyaratkan.
Yang dimaksud dengan stabilisasi secara kimiawi ialah cara menambahkan bahan kimia
pada tanah dasar yang akan ditingkatkan mutunya. Bahan kimia ini antara lain terdiri dari adalah
Portland cement (PC), lime, bitumen, kapur, abu sekam padi, fly ash dan lain-lain.
Kerusakan tanah di Indonesia diperkirakan sudah cukup parah, karena penggunaan tanah
khususnya dibidang pertanian hanya memperhatikan hasil dari tanaman yang dibudidayakan
tampa ada pembenahan terhadap tanah yang dipakainnya. Banyaknya lahan pertanian yang
sering dimanfaatkan oleh sebagian penduduk khususnya masyarakat Indonesia tidak menutup
kemungkinan rusaknya tanah sebagai media pertanian apabila kurang terawat. Ditambah lagi
karena terkontaminasi bahan-bahan kimia dan bencana alam contohnya banjir. Penggunaan dan
pemanfaatan lahan/tanah ini juga harus diimabngi dengan perbaikan dan pencegahan sekaligus
juga melindungi supaya tidak terjadi erosi tanah.
Tampa adanya pembenahan ditambah dengan penggunaan bahan-bahan kimia yang terus
menerus menyebabkan kerusakan pada tanah dan air. Kerusakan yang dialami oleh tanah dan air
karena faktor-faktor yang merugikan, merupakan satu kesatuan oleh karena itu setiap perlakuan
yang diberikaan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan pada
tempat-tempat hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan air adalah satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan atau sangat berhubungan erat.
BAB II
PEMBAHASAN
Penggunaan fly ash disarankan antara 10 - 20 % karena penambahan fly ash lebih dari 20
% tidak memberikan pengaruh yang signifikan bahkan cenderung menimbulkan pengurangan
pada kekuatan tanahnya. Penambahan fly ash sebesar 15 % akan memiliki kekuatan
mengembang lebih kecil dibanding dengan tanah lempung campuran atau penambahan 5 % fly
ash. Hal ini disebabkan karena struktur partikelnya lebih rapat sehingga struktur partikel
lempung yang dicampur fly ash 15 % lebih berdekatan dan menghasilkan kepadatan kering lebih
tinggi serta struktur atau fibrikasi partikel yang lebih kuat. Penambahan fly ash 15 % merupakan
persen optimum fly ash sebagai bahan stabilisasi. Fenomena ini terjadi akibat hidrasi CaO akibat
reaksi penambahan fly ash dengan menghasilkan struktur kepadatan yang lebih tinggi dan harga
kepadatan kering yang lebih besar. Stabilisasi dengan berbagai macam peralatan mekanis seperti
:
- gamping / kapur
Dalam melakukan metoda konservasi tanah dan air secara kimiawi adalah menggunakan
bahan-bahan kimia untuk pembenah dan pemantap tanah (soil conditioner) sehingga terjadi
stabilitas pada agregat tanah. Bahan-bahan kimia tersebut adalah:
a) MSC, campuran dimethyldicholorosilane dan methyltricholorosilane. Berupa cairan yang
mudah menguap, gas yang terbentuk bercampur dengan air tanah. Senyawa yang terbentuk
membuat agregat tanah stabil.
b) Krilium, merupakan garam natrium dari polyacrylonitrile yang sering digunakan pada
konservasi tanah dan air.
c) Emulsi Bitumen, merupakan bahan pemantap tanah , berbentuk cairan. Bahan Emulsi
Bitumen ini terdiri dari bahan-bahan kimia lainnya, seperti:
Polimer tidak terionisasi: Polyvinyl alcohol (PVA)
Polyanion:
- Polyvinyl acetate (Pva),
- Polyacrylonitrile setengah terhidrolisa (HpPAN),
- Poly acrylic acid (PAA),
2.4 Cara Penggunaan Pemantap atau Pembenah Tanah (Soil Conditioner) pada Emulsi
Bitumen
Emulsi Bitumen (Soil Conditioner) merupakan bahan pemantap tanah, berbentuk cairan,
beberapa bahan pemantap lainnya yang berupa cairan ialah Polyurethane, Polyacrylamide,
Polyacrylacid dan lain-lain, sedangkan yang berbentuk serbuk misalnya Polysachharide,
Polyvinylalcohol dan lain-lain.
Beberapa cara penggunaan bahan pemantap tanah (Soil conditioner) dapat dilakukan
sebagai berikut:
a) Pemakaian dipermukaan tanah (surface aplikation), dimana larutan atau emulsi zat kimia
pembenah tanah yang digunakan pada pengenceran yang dikehendaki disemprotkan
langsung ke atas permukaan tanah dengan alat sprayer yang biasa digunakan untuk
membrantas hama. Cara ini dapat dilakukan untuk penelitian dilaboratorium dan lapangan.
b) Pemakaian secara dicampur (incorporation treatment), dimana larutan atau emulsi zat kimia
pemantap tanah dengan pengeceran yang dikehendaki disemprotkan kedalam tanah,
kemudian tanah tersebut dicampur dengan bahan kimia tadi sampai merata, biasanya sampai
kedalaman 0 – 25 cm. Cara ini biasanya dilakukan dalam penelitian dilaboratorium dalam
jumlah yang kecil dan juga untuk pemakaian dilapangan, dalam areal yang luas biasanya
menggunakan mesin penyemprot khusus seperti traktor.
c) Pemakaian setempat/lubang (Local/pit treatment), dimana penggunaan bahan kimia ini
disemprotkan secara setempat-setempat pada tanah atau terbatas pada lubang-lubang
Bila Semen Portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca++ dilepaskan
melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel
lempung, Butiran lempung dalam kandungan tanah berbentuk halus dan bermuatan
negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), ion kalsium (K+), serta
air yang berpolarisasi, Dari reaksi-reaksi kimia tersebut di atas, maka reaksi utama yang
berkaitan dengan kekuatan ialah hidrasi dari A-lit (3CaO. SiO2) dan B-lit
(2CaO.SiO2), sehingga membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang
mengakibatkan kekuatan tanah meningkat.
Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (AL2O3) halus yang terkandung dalam
tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan
kapur dan air. Hasil reaksi adalah terbentuknya kalsium silikat hidrat seperti:
tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat
2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa
ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan
lebih stabil.
Jadi semen yang umum digunakan untuk stabilisai tanah dengan bahan semen
adalah ordinary portland cement atau dikenal sebagai semen tipe I.
Typical
Typical Typical percentage of
ASTM percentage of
AASHTO percentage of OMC
cement
Soil Renolit
soil classification to aggregate weight
classification To aggregate
to cement weight (Approximatety)
weight
GM, GP,
A-1-b 5-8 5 6%
SM,SP
• kapur tipe I adalah kapur yang mengandung kalsium hidrat tinggi; dengan kadar
Magnesium Oksida (MgO) paling tinggi 4% berat;
• kapur tipe II adalah kapur Magnesium atau Dolomit yang mengandung Magnesium
Oksida lebih dari 4% dan paling tinggi 36% berat;
• kapur tohor (CaO) adalah hasil pembakaran batu kapur pada suhu ± 90°C,
dengan komposisi sebagian besar Kalsium Karbonat (CaCO3);
• kapur padam adalah hasil pemadaman kapur tohor dengan air, sehingga membentuk
hidrat [Ca(OH)2].
1. Adanya ikatan ion Ca, Mg dan Na yang menyebabkan bertambahnya ikatan antara
partikel tanah.
2. Adanya proses sementasi (antara kapur dan tanah sehingga kekuatan geser/daya dukung
tanah menjadi naik)
3. Stabilitas tanah dengan campuran kapur hanya efektif digunakan untuk tanah lempung
dan tidak efektif untuk tanah pasir
1. Kapur
2. Tanah
• Membuat struktur tanah jadi rapuh sehingga mudah dipadatkan dengan konsekuensi
nilai kepadatan maksimum menjadi turun
3. Air
• Air laut boleh digunakan tapi tidak boleh mengalami kontak dengan lapisan
aspal
Fly Ash dan Bottom Ash merupakan limbah padat sisa pembakaran batu bara.
Limbah cair antara lain (oily drain, aux drain, boiler cleaning, ash disposal area, coal pile
storage area, boiler blowdown, FGD blow down). Menurut ASTM C 618 Fly Ash dibagi
menjadi 2 kelas yaitu Fly Ash kelas F dan Fly Ash kelas C. Perbedaan utama dari kedua
Fly Ash tersebut adalah banyaknya unsur kalsium, silika, aluminium, dan kadar besi
dalam ash.
a. Fly Ash kelas F merupakan Fly Ash yang diproduksi dari pembakaran batu bara
antrachite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat
cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly
Ashkelas F memiliki kadar kapur yang rendah (CaO < 10%).
b. Fly Ashkelas C merupakan Fly Ashyang diproduksi dari pembakaran batu bara lignite
atau subbituminous yang mempunyai sifat pozolanic serta self cementing (kemampuan
untuk mengeras dan menambah kekuatan apabila bereaksi dengan air tanpa penambahan
kapur). Fly Ashkelas C biasanya memiliki kadar kapur (CaO) > 10%.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Stabilisasi tanah adalah suatu usaha yang dipakai untuk memperbaiki bahkan mengubah
sifat tanah dasar dengan tujuan agar tanah dasar tersebut dapat meningkat mutu dan kemampuan
daya dukungnya sehingga aman terhadap konstruksi bangunan yang akan didirikan di atasnya.
Sedangkan stabilisasi tanah secara kimiawi adalah panambahan bahan stabilisasi yang dapat
mengubah sifat-sifat kurang menguntungkan dari tanah. Sehingga cara ini dapat menguntungkan
dan memudahkan dalam pembangunan.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa tujuan stabilisasi adalah untuk meningkatkan
kinerja perkerasan. Karena kinerja perkerasan tidak semata-mata menyangkut kekuatan, maka
dalam rangka memilih cara stabilisasi yang tepat perlu diketahui alasan perlunya stabilisasi.
Adapun beberapa alasan konvensional yang melatar belakangi perlunya stabilisasi adalah:
a. Kondisi tanah dasar yang jelek. Stabilisasi tanah dasar adalah untuk meningkatkan mutunya
sehingga tebal perkerasandapat dikurangi.
b. Bahan lapis pondasi yang terbatas. Kasus nyata yang sering terjadi di lapangan adalah
tingginya platisitas bahan. Dalam haltersebut, plastisitas dapat diturunkan dengan
menambahkan kapur atau semen ke dalam bahan.
c. Pengendalian debu. Meskipun sejauh ini penggunaan bahan stabilisasi untuk mengendalikan
debu belum populer di Indonesia, namun beberapa Negara telah menggunakannya.
d. Pengendalian kadar air. Beberapa bahan kimia dapat menahan air dalam tanah sehingga pada
musim kemarau memungkinkan tanah mudah untuk dipadatkan. Pada kasus yang ekstrim,
kemungkinan tanahdalam keadaan yang sangat basah sehingga sulit dipadatkan. Untuk
mengatasi hal tersebut, dapat digunakan bahan stabilisasi yang dapat ‘mengeringkan’ tanah.
3.2 Saran
Jika ingin melakukan pembangunan di atas lahan tanah yang kurang baik, sebaiknya
sebelum melaksanakan pembangunan harus melakukan stabilisasi tanah terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
De Boodt, M. 1975. Use On Soil Conditioners Around the World, Publikasi khusus SSSA No.
71, PP 1-12.
Departemen Pertanian RI. 2006. Pengaruh Penggunaan Tanah Tegalan dengan Berbagai
Macam Tanaman Setahun Terhadap Erosi dan Run OFF. Lembaga Penelitian Tanah.
Bogor.
Kartasapoetra, G, dkk. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT. Melton Putra. Jakarta.
Saifuddin Sarief. 1980. Beberapa Masalah Pengawetan Tanah dan Air. Faperta-UNPAD.
Bandung.
Sitanala, Arsyad. 1989. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanha. IPB Bogor.
Saputra, Adi. https://www.scribd.com/doc/30078554/Stabilisasi-Tanah-Dasar
Kartasapoetra, G, dkk. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT. Melton Putra. Jakarta.