Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI

SISTEM ENDOKRIN, REPRODUKSI, DAN SIRKULASI


(DEF4274T)
SEMESTER GENAP

DISUSUN OLEH KELOMPOK A1


ANGGOTA:

Fitria Mukti H. (165070500111003)


Putri Sal Sabilah I. (165070500111007)
Putu Dewi Pradnya P. (165070500111009)
Aninda Rizki A. (165070500111013)
Novia Ariani (165070501111001)
Ade Yulia Ningsih (165070501111005)
Filia Pradiva S. (165070501111013)
Alifia Rahmi N. (165070501111021)
Novera Nurdiana (165070507111007)
Fransiska Dewi Arjasa (165070507111009)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2018/2019
SINDROMA KORONER AKUT

1. DEFINISI
Sindroma koroner akut (SKA), termasuk unstable angina (UA) dan
infark miokard (MI), adalah bentuk penyakit jantung koroner (PJK) yang
merupakan penyebab paling umum dari kematian akibat penyakit
kardiovaskular (CVD) yang menggambarkan suatu kondisi dilama aliran darah
menuju ke jantung berkurang secara drastis. Penyebab SKA adalah adanya
ruptur plak aterosklerotik dengan adanya kepatuhan platelet, aktivasi, agregasi,
dan aktivasi kaskade pembekuan. Pada akhirnya, terbentuk gumpalan dan
terdiri dari fibrin dan trombosit. Gejala dari adanya SKA ini dapat berupa nyeri
dada berat yang dapat menjalar ke lengan kiri disertai dengan mual muntah.
(Dipiro et al., 2009).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, SKA dibagi
menjadi: (PERKI, 2018)
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST
segment elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan STEMI merupakan indikator kejadian oklusi
total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard, baik
itu secara medikamentosa (menggunakan agen fibrinolitik) atau secara
mekanis (intervensi koroner perkutan primer). Diagnosis STEMI ditegakkan
jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana ini tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung. Sementara itu, untuk
diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI
dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan
peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah
Troponin I/T atau CK-MB. (PERKI, 2018).

2. EPIDEMIOLOGI
Sindrom koroner akut atau infark miokard akut merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari)
pada SKA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum
pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30%
dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada
perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah infark miokard akut.
Sindrom koroner akut merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas
di seluruh dunia berdasarkan data epidemiologi. Data WHO menunjukkan
akibat penyakit kardiovaskular, terjadi 4 juta kematian setiap tahunnya pada
49 negara di benua Eropa dan Asia Utara. Data yang dikeluarkan
oleh American Heart Association (AHA) pada tahun 2016 menyebutkan 15,5
juta warga Amerika memiliki penyakit kardiovaskular. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan bahwa secara nasional terdapat 0,5%
prevalensi penyakit jantung koroner yang didiagnosis dokter. Prevalensi
tersebut paling tinggi di provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, DKI
Jakarta dan Aceh. Data menurut Global Registry of Acute Coronary Events
(GRACE) dari 11.543 pasien di 14 negara, didapatkan 30% dengan STEMI,
25% non-STEMI, dan 38% dengan UAP (Steg,dkk., 2012).Angka mortalitas
dalam rawatan di rumah sakit pada IMA-STE dibanding IMA non STE adalah
7% dibandingkan 4%, tetapi pada jangka panjang (4 tahun), angka kematian
pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih tinggi dibanding pasien IMA-STE
(Rationale and design of GRACE, 2001).

3. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya sindroma koroner akut adalah karena adanya
deposit atheroma di jaringan subintima pada arteri coroner besar dan sedang
atau yang disebut aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri merupakan kondisi
kronis yang progresif dengan karakteristik berupa penumpukan lemak, elemen,
fibrosa, dan molekul inflamasi pada dinding arteri koroner. Proses awal
aterosklerosis –disfungsi endotel– induksi dan / atau represi beberapa gen
terjadi sebagai respons terhadap tekanan darah yang mengalir di atas plak
aterosklerotik pada lapisan endotel arteri. Menanggapi induksi gen dan represi,
sel-sel endotel mengurangi sintesis oksida nitrat, meningkatkan oksidasi
lipoprotein dan memfasilitasi mereka masuk ke dinding arteri, meningkatkan
kepatuhan monosit ke dinding pembuluh darah dan deposisi matriks
ekstraseluler, menyebabkan proliferasi sel otot polos, dan melepaskan zat
vasokonstriktor dan prothrombotik lokal ke dalam darah. Secara bersama-
sama, semua faktor ini berkontribusi pada evolusi disfungsi endotel pada
pembentukan lapisan lemak di arteri koroner dan akhirnya pada terbentuk plak
aterosklerotik. Adanya aterosklerosis ini akan berubah menjadi faktor resiko
dari penyakit jantung koroner. Secara keseluruhan, penyebab sindroma
koroner akut adalah (Dipiro et.al, 2009):
1. Thrombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penurunan perfusi miokard akibat penyempitan arteri koroner sebagai
akibat dari thrombus yang ada pada plak aterosklerosis yang pecah dan
biasanya tidak sampai menyumbat. Pada kebanyakan pasien, mikroemboli dari
agrefasi trombosit beserta komponennya dari plak yang rupture akan
mengakibatkan infark kecil di distal adalah pertanda kerusakan miokard.
2. Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
Adanya spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner
epicardium. Spasme ini diakibatkan oleh hiperkontraktilitas otot polos
pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel dan bisa akibat konstiksi
abnormal pada pembuluh darah yang kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Diakibatkan karena penyempitan yang bukan karena spasme, namun
terjadi karena aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI)
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Berhubungan dengan infeksi yang mengakibatkan penyempitan arteri,
destabilisasi plak, rupture, dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di
dinding plak dapat mengakibatkan penipisan dan rupture plak sehingga terjadi
SKA.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Merupakan faktor sekunder yang diakibatkan terbatasnya perfusi
miokard dan biasanya terjadi pada pasien angina stabil

4. PATOFISIOLOGI
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi
kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah
koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya
lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque
disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor
‘faktor jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor
VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab
terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan
agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase
acute thrombosis ‘trombosis akut’.
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T
limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta
trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap
destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan
menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam
monosit sehingga menyebabkan ruptur plak.
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang
memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika
mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan
sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan
meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen
reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine
dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase
(eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia,
diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan
disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,
tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit
oksid dan prostasiklin).
Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi
sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan
sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat
agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner,
menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.
SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi
plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi
plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti
lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik
(Jeremias,A.,2010)

5. TERAPI NON-FARMAKOLOGI
 Pasien dengan STE ACS, baik fibrinolisis atau PCI primer (dengan ballon
angioplasty atau penempatan stent) adalah pengobatan pilihan untuk
membangun kembali aliran darah arteri koroner ketika pasien datang dalam 3
jam setelah onset gejala. PCI primer dapat dikaitkan dengan angka kematian
yang lebih rendah daripada fibrinolisis, mungkin karena PCI membuka lebih
dari 90% arteri koroner dibandingkan dengan kurang dari 60% yang dibuka
dengan fibrinolitik. Risiko perdarahan intrakranial (ICH) dan perdarahan
mayor juga lebih rendah pada PCI dibandingkan dengan fibrinolisis. PCI
primer umumnya lebih disukai jika lembaga memiliki ahli jantung yang
terampil dan fasilitas lain yang diperlukan, pada pasien dengan syok
kardiogenik, pada pasien dengan kontraindikasi terhadap fibrinolitik, dan pada
pasien yang mengalami onset gejala lebih dari 3 jam sebelumnya.
 Pada pasien dengan NSTE ACS, pedoman praktik klinis merekomendasikan
PCI atau bypass arteri koroner by grafting revaskularisasi sebagai pengobatan
awal untuk pasien berisiko tinggi, dan pendekatan seperti itu juga
dipertimbangkan untuk pasien risiko sedang. Pendekatan invasif awal
menghasilkan MI lebih sedikit, lebih sedikit kebutuhan untuk prosedur
revaskularisasi selama tahun berikutnya setelah rawat inap, dan biaya lebih
rendah daripada pendekatan stabilisasi medis konservatif (Dipiro etal,2009).
 Modifikasi factor resiko:
- Berhenti merokok, pasien yang menghentikan rokonya, menurunkan angka
kematian dan juga miokard infark sebesar 1%. Merokok dapat
menyebabkan terjadinya thrombosis dengan cara memproduksi stress
oksidatif, disfungsi endotel, dan aktivasi platelet yang juga dalam waktu
lama akan akan menyebabkan aterosklerosis dan thrombosis.
- Berat Badan, diusahakan pasien agar menjaga berat badannya tetap normal,
supaya tidak terbentuk sumbatan oleh lemak ditubuh.
- Diet, diusahakan pasien agar mengkonsumsi makanan rendah kolesterol
atau berserah seperti buah dan sayur
- Kopi, diusahakan agar pasien mengurangi atau menghentikan kopi, karena
kopi dapat menyebabkan disfungsi endotel.
- Control kolesterol dengan obat penurun kolesterol, control tekanan darah
untuk hipertensi, serta control kadar gula darah untuk pasien yang diabetes
melitus.

6. TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi farmakologi untuk Acute Coronary Syndrome (ACS) terbagi atas
beberapa golongan, yaitu :
6.1.Anti Iskemia
Antiiskemia sendiri terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
 Beta Blocker
Terapi beta blocker memiliki keuntungan utama yaitu efeknya
terhadap reseptor beta-1 mengakibatkan adanya penurunan konsumsi
oksigen miokardium. Terapi ini sebaiknya tidak diberikan kepada
penderita yang memiliki masalah pada konduksi atrio-ventrikuler,
asma bronkial, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Sebagian besar fakta
lapangan, sediaan oral cukup memadai dibandingkan injeksi. Beta
blocker direkomendasikan untuk penderita UAP atau NSTEMI,
terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak
terdapat indikasi kontra. Beta blocker oral hendaknya diberikan dalam
24 jam pertama. Beta blocker juga diindikasikan untuk smeua penderita
dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra.
 Channel Blockers (CCBs)
Nifedipin dan amlodipin mempunyai efek vasodilator arteri
dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node.
Sebaliknya verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA
Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri.
Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang
seimbang. Oleh karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin,
merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi
menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya
memperlihatkan hasil yang seimbang dengan beta blocker dalam
mengatasi keluhan angina (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, 2015).

 Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek
lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang
normal maupun yang mengalami aterosklerosis. Nitrat tidak diberikan
pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30 mmHg
di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia
tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan. Nitrat tidak
boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor
fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu
yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat
ditentukan (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
2015).

6.2.Anti Platelet
Golongan antiplatelet ini merupakan golongan yang paling umum dan
terkadang menyebabkan kesalahpahaman sehingga perlu adanya ketelitian
dalam pemberiannya. Golongan antiplatelet ini terdiri atas :
 Aspirin
Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam
trombosit dan protasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan
menghambat secara ireversibel enzim siklooksigenase (akan tetapi
sikoloogsigenase dapat di bentuk kembali oleh sel endotel).
Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin
mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan
pembentukan tromboxan A2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan
agregasi trombosit. Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320
mg per hari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama
pendarahan), juga menjadi kurang efrektif karena selain menghambat
tromboxan A2 juga menghambat pembentukan protasiklin (Universitas
Sumatera Utara, 2011).
Pada infark miokard akut aspirin bermanfaat untuk mencegah
kambuhnya miokard infark yang fatal maupun nonfatal (Universitas
Sumatera Utara, 2011).

 Tiklodipin
Tiklodipin menghambat agregasi trombosit yang di induksi
oleh ADP. Inhibisi maksimal agregasi trombosit baru terlihat
setelah 8-11 hari terapi, berbeda dari aspirin, tiklodipin tidak
mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinis secara
acak di laporkan adanya manfaat dari tiklodipin untuk pencegahan
kejadian vaskular pada pasien TIA, stroke dan angina pektoris tidak
stabil (Universitas Sumatera Utara, 2011).
Resorpsinya dari usus sekitar 80%, protein plasma kurang lebih
98%, waktu paruh nya kurang lebih 8 jam (setelah 1 dosis) dan
96jam setelah di gunakan 14 hari (Universitas Sumatera Utara,
2011).
Dosis tiklodipin umumnya 250mg 2 kali sehari. Agar mula
kerja lebih cepat ada yang mengunakan dosis muat 500 mg.
Tiklodipin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat
mentoleransi aspirin. Karena tiklodipin mempunyai kerja yang
berbeda dari aspirin, maka kombinasi kedua obat di harapkan dapat
memberikan efek aditif atau sinergistik (Universitas Sumatera
Utara, 2011).
 Klopidogrel
Derivat-piridin ini adalah pro-drug, yang di dalam hati di ubah
untuk kurang lebih 15% menjadi metabolit thiolnya yang aktif. Zat aktif
ini setelah diresopsi meningkat dengan pesat dan irreversibel dengan
reseptor trombosit dan menghambat penggumpalanya, yang di induksi
oleh adenosindifosfate (ADP). Resorpsinya minimal 50%, Protein
plasmanya 98%. Eksresi melalui kemih dan tinja (Universitas Sumatera
Utara, 2011).
Indikasi pada pasien SKA
Pada pasien angina tak stabil klopidogrel dianjurkan untuk pasien
yang tidak tahan aspirin. Tapi dalam pedoman american college of
cardiology (ACC) dan america heart association (AHA) klopidogrel
juga diberikan bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan.
Dosis klopidogrel dimulai 300mg per hari dan selanjutnya 75 mg per
hari (Universitas Sumatera Utara, 2011).
Klopidogrel 75mg/hari per oral harus diberikan bersama aspirin
pada pasien STEMI tanpa melihat apakah pasien tersebut menjalani
reperfusi dengan terapi fibrinolitik atau tidak. Terapi di lanjutkan
sekurang-kurangnya 14 hari (Universitas Sumatera Utara, 2011).
Pada semua pasien NSTEMI, direkomendasikan klopidogrel dosis
loading 30 mg/hari, di lanjutkan klopidogrel 75 mg/hari. Klopidogrel
di lanjutkan sampai 12 bulan kecuali ada resiko pendarahan hebat
(Universitas Sumatera Utara, 2011).
6.3.Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor
glikoprotein dan antikoagulan dibuat berdasarkan resiko kejadian iskemik
dan perdarahan. Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa
dapat diberikan pada pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT dengan
risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin, trombus yang terlihat)
apabila risiko perdarahan rendah. Agen ini tidak disarankan diberikan
secara rutin sebelum angiografi atau pada pasien yang mendapatkan DAPT
yang diterapi secara konservatif (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, 2015).
Glikoprotein IIb/IIIa merupakan integrin permukaan trombosit, yang
merupakan reseptor untuk fibrinogen dan faktor von willebrand, yang
menyebabkan melekatnya trombosit pada permukaan asing dan antar
trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit (Universitas Sumatera
Utara, 2011).
 Integilin
Merupakan suatu peptida sintetik yang mempunyai afinitas tinggi
terhadap reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Integrilin digunakan untuk
pengobatan angina tidak stabil dan untuk angioplasti koroner. Dosis
diberikan secara bolus 135-180 Ug/kgBB diikuti dengan 0,5-3,0
g/kgBB/menit untuk sampai 72 jam. Efek samping antara lain
pendarahan dan trombositopenia (Universitas Sumatera Utara, 2011).
6.4.Anti Koagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet
secepat mungkin (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2015).
 Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet.
 Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan resiko perdarahan dan
iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.
 Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan
berbanding resiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5
mg setiap hari secara subkutan.
 Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks,
penambahan bolud UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU
untuk mereka yang mendapatkan penghambat reseptor GP perlu
diberikan saat IKP.
 Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan
resiko perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.
 Crossover heparin (UFH dan LMWH) tidak disarankan.
6.5.Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan
 Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel
meningkatkan resiko perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau
ketat.
 Kombinasi aspirin, clopidogrel, dan antagonis vitamin K jika terdapat
indikasi dapat diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat
mungkin dan dipilih targen INR terendah yang masih efektif.
 Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama
pada penderita tua atau yang resiko tinggi perdarahan, target INR 2-2,5
lebih terpilih (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2015).
6.6.Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam
mengurangi remodelling dan menurunkan angka kematian penderita
pascainfark-miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung,
dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada
pasien dengan karakteristik tersebut, walaupun pada penderita dengan
faktor resiko PJK atau yang telah terbukti menderita PJK, beberapa
penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik Inhibitor ACE
diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali ada indikasi
kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% dan pasien
dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK).
Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain
seperti di atas. Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah
direkomendasikan berdasarkan penelitian yang ada. (Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).

6.7.Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-
coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semua penderita
UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi
revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi statin dosis
tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan
sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/dL.
Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk
dicapai (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).
6.8.Antitrombotik/Fibrinolitik
Berkhasiat melarutkan trombus dengan cara mengubah plasminogen
menjadi plasmin, suatu enzim yang dapat menguraikan fibrin. Fibrin ini
merupakan zat pengikat dari gumpalan darah. Terutama digunakan pada
infark jantung akut untuk melarutkan trombi yang telah menyubat arteri
koroner. Bila di berikan tepat pada waktunya, yakni dalam jam pertama
setelah timbulnya gejala, obat-obat ini dapat membatasi luasnya infark
dan kerusakan otot jantung, sehingga memperbaiki prognosa penyakit
(Universitas Sumatera Utara, 2011).
Efek samping yang serius dari obat ini adalah meningkat nya
kecendrungan perdarahan, terutama perdarahan otak, khususnya pada
manula. Juga harus waspada pada pasien yang condong mengalami
perdarahan (Universitas Sumatera Utara, 2011).
Dapat digolongkan menjadi 2 kelompok trombolitika yakni:
(Universitas Sumatera Utara, 2011).
• Fibrinolysin (plasmin) adalah enzim protease (fibrinolitis) yang
langsung merombak jaringan fibrin dari trombus dan protein plasma
lainya, seperti fibrinogen, faktor beku 5 dan 8. Penggunaan secara dermal
untuk melarutkan jaringan mati di bekas luka.
• Zat-zat aktivator plasminogen: streptokinase, alteplase, urokinase, dan
reteplase. Obat-obat ini bekerja tak langsung dengan jalan menstimulir
pengubahan plasminogen menjadi plasm
7. KASUS FARMAKOTERAPI

DOKUMEN FARMASI PASIEN


No. Rekam Medis: 11-21-XY Keluhan Utama: Nyeri ulu hati sejak pagi ± jam 07.30, pasien juga Alergi: -
MRS: 15/4/2015 mengeluh sesak. Sesak yang dirasakan sejak ± Merokok: sejak SMU, sehari 1 bungkus
KRS: 21/4/2015 1 bulan yang lalu. Batuk (-), nyeri dada lebih dan kebiasaan minum kopi 4 kali sehari
Initial Pasien: Tn. RD disangkal, dan muntah. Alkohol: -
Umur/BB/Tinggi: 49 thn/-/- Diagnosa: IMA inferior Obat Tradisional: -
Alamat: Kendal Payak – Malang Riwayat Penyakit: DM dan HT disangkal OTC: -
Riwayat Sosial: - Riwayat Obat: Parasetamol dan Amoxicillin tiap kali demam
Kepatuhan : -
PROFIL PENGOBATAN PADA SAAT MRS
JENIS OBAT Tanggal Pemberian Obat (Mulai MRS)
No. Regimen Dosis
Nama Dagang / Generik 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4 21/4
1. O2 nasal 3 lpm √ //
2. Infus NS Life line √ //
3. Pepsol® i.v 1 x 40 mg √ //
4. Aspilet 80 mg 2 tab √ //
5. Clopidogrel 75 mg 4 tab √ //
6. Streptokinase 1,5 jt IU/1jam -
√ //
dalam NS 100 cc
7. ISDN 3 x 5 mg √ √ √ √ √ √ √
8. Simvastatin 0 – 0 – 10 mg √ √ √ √ √ √ √
9. Bisoprolol 1 x 5 mg √ √ √ √ √ √ √
10. Arixtra® i.v 1 x 1 amp √ √ √ √ √ √ √
11. Infus RL Life line √ //
12. Ceftriakson i.v 1 x 1 gram √ √ √ √ √ √
13. Parasetamol 3 x 500 mg (k/p) √ //
14. ASA 80 mg – 0 – 0 √ √ √

No. Data Klinik Normal 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4 21/4
1. Kondisi umum Lemah Lemah Lemah Cukup Cukup Baik Baik
2. Suhu 36 37 36 37,8 36 36,5 36,5
3. RR 20 20 25 22 22 20 20
4. Nadi 80 96 76 88 80 80 80
5. Tekanan darah 118/76 120/90 115/79 100/70 120/80
6. GCS 456 456 456 456 456 456 456
7. Sesak + + + + - - -
8. Nyeri dada ++ + + - - - -
9. Nyeri ulu hati + + - - - - -
10. Panas - - - + - - -
11. Mual/muntah -/+ -/- -/- -/- -/- -/- -/-

Komentar:
...........................................................
Hasil EKG:
 ST II-III AVF
 Bradikardi
 CTR 54%
Data Lab Normal 15/4 Komentar
GDA < 200 mg/dL 125
BUN 10 – 24 mg/dL 15,7
Scr 0,5 – 1,5 mg/dL 0,88
WBC 4 – 10x103/mm3 11x103
RBC 4 – 6x106 µL 4,76 x106
Hb 13 – 17/g% 14,3
Hct 40 – 54% 38,5
PLT 150 – 400x103/mm3 250x103
Na+ 135 – 145 mmol 137,2
K+ 3,5 – 5,0 mmol 4,04
-
Cl 95 – 108 mmol 105,1
Troponin I - +
PROFIL PENGOBATAN
PROFIL PENGOBATAN PADA SAAT MRS
Pemantauan
Indikasi obat Komentar dan alasan
Mulai Jenis obat Rute Dosis Frekuensi Berhenti kefarmasian
pada pasien

ASUHAN KEFARMASIAN

Termasuk:
1. Masalah aktual & potensial terkait obat 3. Pemantauan efek obat 5. Pemilihan obat 7. Efek samping obat
2. Masalah obat jangka panjang 4. Kepatuhan penderita 6. Penghentian obat 8. Interaksi obat

TINDAKAN
OBAT PROBLEM
(USULAN PADA KLINISI, PERAWAT, PASIEN)
MONITORING PASIEN
No. Parameter Tujuan Monitoring

KONSELING
Obat Materi Konseling

TUGAS MAHASISWA
Kerjakan/lengkapi soal di atas dan klasifikasikan menggunakan format SOAP
(Subjective, Objective, Assessment, Plan)!
8. PEMBAHASAN KASUS
8.1. SUBJEKTIF

Identitas pasien
No.Rekam Medis: 11-21-XY
MRS: 15/4/2015
KRS: 21/4/2015
Initial Pasien: Tn. RD
Umur/BB/Tinggi: 49 thn/-/-
Alamat: Kendal Payak – Malang
 Keluhan utama yaitu nyeri ulu hati sejak pagi ± jam 07.30, pasien juga
mengeluh sesak. Sesak yang dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu. Batuk
(-), nyeri dada disangkal, dan muntah.
 Diagnosa dokter adalah IMA inferior. Gejala yang biasa dialami ACS
adalah :
o Rasa tidak nyaman dan nyeri pada bagian anterior dada.
o Rasa nyeri pada lengan, punggung dan rahang.
o Mual dan muntah
o Sesak nafas
Gejala-gejala tersebut biasanya terjadi pada pasien manula, diabetes
dan wanita. Gejala yang dialami pasien adalah gejala-gejala yang umumnya
terjadi pada ACS. Jika lama gejala nyeri dada lebih dari 20 menit harus
dipikirkan kemungkinan infark miokard akut. Nyeri dada pada pasien
disebabkan kondisi iskemi pada jantung yang dapat meningkatkan
metabolism anaerob dan menghasilkan banyak asam laktat yang dapat
menyebabkan nyeri. Nyeri juga dapat terjadi karena adanya kematian sel
miokard jantung.
Sesak terjadi karena terjadi penurunan kontraktilitas miokard,
sehingga volume akhir diastoilik ventrikel kiri meningkat dan
meningkatkan tekanan pada atrium kiri jantung. Peningkatan tersebut
menyebabkan tekanan vena pulmonalis meningkat dan terjadi hipertensi
kapiler paru yang menyebabkan oedema pada paru dan sesak pada pasien.
Selain itu sesak juga dapat terjadi karena pasien kekurangan oksigen karena
gangguan kontraktilitas pada jantung.
Pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis.
Stimulasi syaraf parasimpatis merangsang peningkatan aktifitas vagal yang
yang menyebabkan pasien mengalami mual dan muntah. Sehingga gejala
yang dialami pasien mendukung diagnose dari dokter yaitu IMA inferior.
Riwayat Penyakit
DM dan HT disangkal
Riwayat pengobatan
 Parasetamol dan amoxicillin tiap kali demam.
 Tidak mengonsumsi obat OTC dan tradisional
 Riwayat pengobatan dari pasien tidak berhubungan dengan IMA, namun
pasien perlu diedukasi mengenai penggunaan amoxicillin pada keadaan
demam tidak benar.
Riwayat Sosial
Merokok sejak SMU, sehari 1 bungkus lebih dan kebiasaan minum
kopi 4 kali sehari, namun tidak mengkonsumsi alkohol Merokok
merupakan salah satu factor resiko PJK. Efek langsung rokok yang dapat
dialami pasien adalah:
• Peningkatan denyut jantung dant ekanan darah karena nikotins ehingga
memperberat kerja jantung
• Adanya carboxy hemoglobin yang dihasilkan inhalasi CO2 rokok dapat
menyebabkan kurangnya oksigen otot jantung.
• Efek negative terhadap inotropikj antung yang disebabkan carboxy
hemoglobin.
• Menginduksi agregasi platelet
• Mengganggu fungsi endothelial (Dipiroet al, 2012).
Kopi mengandung kafein. Menurut Medscape kafein memiliki efek
samping takikardi. Peningkatan denyut jantung dapat menyebabkan
meningkatnya kebutuhan oksigen jantung sehingga memperparah nyeri
dada yang dialami pasien.
Pasien merokok sejak SMU, sehari 1 bungkus lebih dan kebiasaan
minum kopi 4 kali sehari. Sehingga kebiasaan gaya hidupnya dapat memicu
terjadinya IMA.

8.2. OBJEKTIF

Data Klinik Normal 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4 21/4
No
1. Kondisi umum Lemah Lemah Lemah Cukup Cukup Baik Baik
2. Suhu 36-37 36 37 36 37,8 36 36,5 36,5
3. RR 18-20 20 20 25 22 22 20 20
4. Nadi 80-100 80 96 76 88 80 80 80
5. Tekanan darah <140/90 118/76 120/90 115/79 100/70 120/80
6. GCS 456 456 456 456 456 456 456 456
7. Sesak + + + + - - -
8. Nyeri dada ++ + + - - - -
9. Nyeri ulu hati + + - - - - -
10. Panas - - - + - - -
11. Mual/muntah -/+ -/- -/- -/- -/- -/- -/-
Hasil EKG
 ST II-III AVF
 Bradikardi
 CTR 54%
Komentar :

 Pasien lemah dikarenakan pasien juga mengalami muntah


 RR pasien diatas normal, sebab pasien mengalami sesak
 GCS (Glasgow Coma Scale) adalah skala yang dipakai untuk
menentukan atau menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar
sepenuhnya sampai koma. Nilai 3 menunjukkan pasien membuka
mata dengan adanya rangsangan suara; nilai 4 menunjukkan pasien
bicara tidak jelas, bicara mengacau, dan diorientasi waktu; dan nilai
5 menjukkan pasien melokalisir bagian nyeri (menjauhkan stimulus
saat diberi rangsangan nyeri)
 Pasien sesak, sesak terjadi karena terjadi penurunan kontraktilitas
miokard, sehingga meningkatkan tekanan pada atrium kiri jantung.
Peningkatan tersebut menyebabkan tekanan vena pulmonalis
meningkat yang menyebabkan sesak pada pasien. Selain itu sesak
juga dapat terjadi karena pasien kekurangan oksigen karena
gangguan kontraktilitas pada jantung.
 Pasien nyeri dada, gejala nyeri dada lebih dari 20 menit harus
dipikirkan kemungkinan infark miokard akut. Nyeri dada pada
pasien disebabkan kondisi iskemi pada jantung yang dapat
meningkatkan metabolism anaerob dan menghasilkan banyak asam
laktat yang dapat menyebabkan nyeri. Nyeri juga dapat terjadi
karena adanya kematian sel miokard jantung maupun karena adanya
sumbatan aliran darah ke otot jantung
 Pasien nyeri ulu hati, dimungkinkan karena pasien memiliki
kebiasaan merokok sehari lebih dari 1 bungkus dan minum kopi 4
kali sehari, yang dapat dimungkinkan pasien gastritis

 ST II-III AVF, karena pasien mengalami nyeri maka dilakukan


pemeriksaan EKG untuk memastikan penyakit yang diderita pasien.
Dipastikan pasien mengalama infark miokard akut inferior sebab
pemeriksaan data menunjukkan ST II-III AVF

IMA dengan STEMI umumnya terjadi pada aliran darah koroner


yang mengalami penurunan secara mendadak setelah oklusi trombus
pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi
jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskular.
 Bradikardi, kondisi dimana jantung berdetak lebih lambat dari
biasanya, hal ini ditandai pasien mengalami sesak dan nyeri dada.
Hal ini disebabkan adanya gangguan aktivitas listrik pada jantung
yang berperan sebagai pengatur detak jantung
 CTR 54%, menunjukkan pasien mengalami kardiomegali
(pembesaran jantung) yaitu kelainan struktur anatomis jantung
dimana ukuran jantung lebih besar dari normalnya (terjadi
remodelling jantung).

Data Lab Normal 15/4 Komentar


GDA < 200 mg/dL 125
- WBC pasien tinggi  wbc disini
BUN 10 – 24 mg/dL 15,7 bukan karena adanya tanda tanda
Scr 0,5 – 1,5 mg/dL 0,88 SIRS, namun pada kondisi ACS
WBC 4 – 10x103/mm3 11x103 terdapat kondisi inflamasi sistemik
6 6
RBC 4 – 6x10 µL 4,76 x10 sehingga disini nilai WBC pasien
Hb 13 – 17/g% 14,3 tinggi.
Hct 40 – 54% 38,5 - Hct pasien rendah, Hct merupakan
PLT 150 – 400x103/mm3 250x103 nilai presentase sel darah merah
Na+ 135 – 145 mmol 137,2 dalam volume darah total.
K+ 3,5 – 5,0 mmol 4,04 Menurunnya nilai Hct dikarenakan
Cl- 95 – 108 mmol 105,1 pasien mengalami dehidrasi
Troponin I + - Troponin I positif, munculnya
Troponin I pada serum darah
menunjukkan adanya nekrosis pada
miokardial jantung. Namun kadar
- troponin ini bertahan dalam darah
dalam waktu 10 hari mulai setelah
serangan, sehingga untuk
mendeteksi apakah terdapat
serangan infark yang baru adalah
dengan menggunakan serum
CKMB, karena CKMB berada pada
darah selama 48 jam setelah
serangan.
8.3. ASSASMENT dan PLAN

PROFIL PENGOBATAN PADA SAAT MRS Pemantauan


Komentar dan alasan
Indikasi obat kefarmasian
Mulai Jenis obat Rute Dosis Frekuensi Berhenti
pada pasien
15/4 O2 nasal Nasal 3 lpm 16/4 Untuk Efikasi:
meredakan gejala sesak
gejala sesak pada pasien Pemberian terapi sudah tepat
pasien dan dilanjutkan
ESO: Tidak
potensial
15/4 Infus NS Intra Life 16/4 Untuk Efikasi: Pemberian terapi sudah tepat
vena Line meredakan rasa gejala mual dan dilanjutkan karena setelah
mual dan dan muntah pemberian, gejala mual dan
muntah yang muntah yang dialami oleh
dialami pasien ESO: kadar pasien mulai berkurang
elektrolit
15/4 Pepsol Intra 40 1 dd 1 16/4 Untuk stress Efikasi:
Pemberian terapi sudah tepat
vena mg ulcer yang gejala nyeri
dan dilanjutkan karena setelah
diderita pasien ulu hati
pemberian, gejala nyeri ulu hati
yang dialami oleh pasien mulai
ESO: tidak
berkurang
potensial
15/4 Aspilet Oral 80 3 dd 2 16/4 Untuk anti Efikasi: re Pemberian terapi aspirin sudah
mg agregasi infark tepat pada pasien ini namun
platelet waktu pemberiannya salah
ESO: karena seharusnya digunakan
bleeding seumur hdup untuk agregasi
platelet
15/4 Clopidogrel Oral 75 3 dd 4 16/4 Inhibitor ADP Efikasi: re Pemberian terapi aspirin sudah
mg yang infark tepat pada pasien ini namun
menginduksi waktu pemberiannya salah
ESO: karena seharusnya digunakan
bleeding seumur hdup untuk agregasi
minor platelet
(seperti
mimisan,
gusi
berdarah)
15/4 Streptokinase Intra 1,5 jt 16/4 Agen Efikasi: re-
vena IU fibrinolitik infark
untuk reperfusi
pasien ESO:
Pemberian terapi sudah tepat
bleeding
dan dilanjutkan
mayor, hati
hati pada
pasien stroke
hemorrhage
15/4 ISDN Oral 5 mg 3 dd 1 KRS Agen Efikasi:
vasodilator dan gejala sesak
relaksasi otot dan re
Pemberian terapi sudah tepat
polos infark
dan dilanjutkan

ESO: tidak
potensial
15/4 Simvastatin Oral 10 1 dd 1 KRS Inhibisi HMG Efikasi: Pemberian terapi sudah tepat
mg CoA reduktase kadar LDL dan dilanjutkan
sehingga
menurunkan ESO: tidak
biosintesis potensial
kolesterol
15/4 Bisoprolol po 5 mg 1 dd 1 21/4 Anti angina, Efikasi:
antiremodelling, dipantau HR, Tetap digunakan, beta blocker juga
inotropik dan EKG, EPO, dan diindikasikan untuk semua pasien
kronotropik negatif nyeri dada dengan disfungsi ventrikel kiri.
pasien penggunaannya kombinasi dengan
ISDN untuk memperbaik kondisi
ESO: hipertensi, pasien dengan cepat.
bradikardi
15/4 Arixtra iv 1x1 1 dd 1 21/4 antikoagulan Efikasi: Tetap digunakan, karena mengandung
amp dipantau kondisi fondaparinmux Na sebagai
reinfark, nyeri antikoagulan
dada dan sesak

ESO: mayor
bleeding
16/4 Infus RL iv 1 dd 1 17/4 Mengembalikan Efikasi:
keseimbangan dipantau kondisi
elektrolit pada pasien lemah Tetap digunakan karena infus RL
dehidrasi dan atau membaik berfungsi menyediakan kebutuhan
menambah glukosa dan kadar laktat dan menurunkan kematian sel
untuk energi elektrolit akibat iskemia, tidak dapat diganti
dengan infus NS
ESO:
hiperkalemia
16/4 Ceftriaxon iv 1x1g 1 dd 1 21/4 Antibiotik yang Efikasi: tidak Tidak digunakan, dikarenakan tidak
disebabkan oleh ada terdapat indikasi infeksi pada pasien
bakteri gram positif
ESO: diare, rash
maupun gram
negative
18/4 Paracetamol po 500 mg 3 dd 1 19/4 antipiretik Efikasi: Tetap digunakan karena pada tanggal
dipantau kondisi 18 diketahui suhu tubuh pasien
suhu tubuh meningkat dan pasien positif panas
pada uji klinik.dan tanggal 19
ESO: tidak ada penggunaannya sudah dihentikan
yang potensial dikarenakan suhu tubuh pasien sudah
turun dan pada uji klinik pasien sudah
tidak mengalami panas
19/4 ASA po 80 mg 1 dd 1 22/4 Antiagregasi Efikasi:
platelet dipantau kondisi
nyeri dada
Tetap digunakan, sebagai dosis
ESO: nyeri penjagaan untuk antiagregasi platelet
lambung,
perdarahan
seperti melena
ASUHAN KEFARMASIAN
Termasuk:
1. Masalah aktual & potensial terkait obat 3. Pemantauan efek obat 5. Pemilihan obat 7. Efek samping obat
2. Masalah obat jangka panjang 4. Kepatuhan penderita 6. Penghentian obat 8. Interaksi obat

TINDAKAN
OBAT PROBLEM
(USULAN PADA KLINISI, PERAWAT, PASIEN)
Aspirin Salah dalam waktu pemberian yang seharusnya Konsultasi kembali kepada dokter
diberikan seumur hidup untuk mencegah re infark
Clopidogrel Salah dalam waktu pemberian yang seharusnya Konsultasi kembali kepada dokter
diberikan seumur hidup untuk mencegah re infark
Streptokinase Efek samping yang potensial mengenai Monitoring yang ketat untuk perdarahan sistemik
perdarahan mayor
Bisoprolol Dapat menurunkan tekanan darah Hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama
Arixtra Sebaiknya melakukan tes EKG untuk mengetahui
Penggunaan bersama aspirin meningkatkan
apakah pasien membutuhkan kombinasi antiplatelet dan
resiko pendarahan
antikoagulan
Ceftriaxon iv Pasien tidak memiliki indikasi terjadinya infeksi Penggunaan sebaiknya tidak digunakan
ASA Meningkatkan efek samping pada GIT Diminum setelah makan
MONITORING PASIEN
No. Parameter Tujuan Monitoring
1 Tekanan Darah Melihat TD apakah ada efek hipotensi karena
efek samping obat. TD yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan resiko gejala MIA.
2 Troponin dan CKMB Melihat adanya reinfark.
3 EKG Melihat adanya miokard iskemik.
4 INR Melihat terapi antikoagulan berhasil atau
tidak dan tidak adanya thrombus; melihat
interaksi obat yang dapat meningkatkan INR.
5 Kadar Kolesterol Total, Melihat kondisi lipid pasien, apabila pasien
HDL, LDL dan TG hiperlipidemi megakibatkan resiko
keparahan aterosklerosis.
6 Perdarahan, INR pasien Monitoring efek samping dari streptokinase,
aspirin dan clopidogrel
7 Serum potasium Bisoprolol dan aspirin meningkatkan kalium
serum.
8 Nyeri Ulu Hati Melihat keluhan pasien terkait gastritis
apakah sudah teratasi atau belum.
9 Sesak Melihat keberhasilan terapi O2 nasal yang
dapat menurunkan sesak pasien

KONSELING
Obat Materi Konseling
ISDN Hanya digunakan saat terjadi serangan akut berupa nyeri
dada.
Penggunaan membutuhkan periode bebas nitrat selama 10-
12 jam. Apabila seranga pada pagi hari, maka periode
bebas nitratnya pada malam hari.
Saat meminum tablet, diletakkan di bawah lidah dan
dibiarkan melarut, tidak boleh dihancurkan atau dibelah
sebelum menggunakan. Setelah penggunaan ISDN terdapat
rasa terbakar dalam mulut merupakan hal yang biasa.
Dikonsumsi dalam kondisi duduk karena dapat mengurangi
rasa sakit dan mencegah hipertensi postural (perasaan
pusing pada perubahan posisi). Ketika peralihan posisi
tidur ke berdiri dilakukan secara perlahan dengan duduk
terlebih dulu.
Digunakan hanya 1 tablet. Namun apabila tidak terjadi
pengurangan rasa sakit, bisa dikonsumsi tablet kedua dan
ketiga dengan interval pemberian 5 menit. Apabila rasa
sakit tidak berkurang, pasien harus mencari tim medis.
Tablet ISDN tidak menyebabkan kecanduan; tidak ada
batas penggunaan banyaknya tablet yang diminum perhari
tetapi harus dikonsultasikan dulu dengan dokter jika
penggunaan obat berlebih daripada biasanya.
Sangat penting untuk memperhatikan penyimpanan tablet
ISDN, yaitu disimpan di tempat tertutup, terhindar dari
matahari, dan sejuk dalam botol baru, tidak boleh dipindah
ke wadah lain. Tidak boleh ditambahkan sumbat kapas
katun atau tablet maupun kapsul lain ke dalam botol. Tablet
harus tetap handy setiap saat.
Sebaiknya penderita diberitahu bahwa tablet ISDN bisa
dibeli di apotek tanpa resep.
Bisoprolol Digunakan sehari sekali. Biasanya digunakan saat kondisi
bebas nitrat. Penggunaan bisoprolol sendiri disesuaikan
dengan waktu kekambuhan serangan dan penggunaan
ISDN dari pasien itu sendiri. Apabila serangan terjadi pada
pagi hari, pasien menggunakan ISDN dan pada malam hari
pasien menggunakan bisoprolol.
Pantoprazole Sebaiknya pasien diberikan obat jenis PPI untuk mengatasi
PUD bila sewaktu-waktu gejalanya muncul. Selain itu,
sebaiknya konsumsi kopi dan rokok dikurangi bahkan
dihentikan.
Clopidogrel Perhatian untuk pemakaian clopidogrel terkait resiko
perdarahan, apabila gejala perdarahan muncul, pasien dapat
menghubungi dokter.
Bisoprolol, ISDN Harus diminum dengan rutin, agar tekanan darah terkontrol
Untuk monitoring efikasi obat sebaiknya diperiksa tekanan
darah rutin setiap hari
Aspirin Harus diminum rutin agar mengurangi jumlah trombus
pada arteri, didukung dengan mengurangi konsumsi
makanan berlemak.
ASA dan Arixtra® Arixtra® (fondaparinux) dihentikan dan ASA tetap
(fondaparinux) dilanjutkan karena kondisi pasien sudah membaik, tidak ada
mual, muntah, nyeri, sesak.
Simvastatin Diminum malam hari pada jam 8 ke atas. Diminum malam
hari karena sintesis kolesterol hepatic paling tinggi terjadi
pada waktu malam. Waktu paruh simvastatin juga sangat
pendek, yakni 2 jam sehingga ditargetkan simvastatin
mencapai target langsung pada waktu sintesis kolesterol.
Untuk monitoring efikasi obat sebaiknya diperiksa kadar
kolesterol secara rutin.
ISDN, bisprolol, Monitoring efikasi obat dengan diperiksa keparahan dan
simvastatin, dan frekuensi sesak, nyeri dada, mual.
ASA
Gaya Hidup Materi Konseling
Diet Dilakukan diet rendah lemak dan garam
Rokok Pasien diharapkan menghentikan kebiasaan rokoknya
Gaya hidup Pasien diharapkan melakukan olah raga ringan seperti jalan
sehat di pagi hari agar otot jantung terlatih dan dapat
menurunkan lemak
Kopi Pasien diminta untuk mengurangi mengkonsumsi kopi
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:


Balitbang
Kemenkes RI.
Dipiro, Joseph T., Barbara G Wells., Terry L.S., and Cecily V. Dipiro. 2009.
Pharmacotherapy
Handbook seventh edition. Mc Graw Hill Company: New york.
Jeremias A, Brown DL. Cardiac Intensive Care. Chapter 7. Dalam : Coronary
Physiology and
Pathophysiology. Saunders. Edisi 2. Philadelphia. 2010. Hal 69-71
PERKI. 2018. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut, Edisi Keempat. Jurnal
Kardiologi Indonesia
Steg G, James S, Atar G, Badano L, dkk. ESC Guidelines for the Management of
Acute
Myocardial Infarction in Patients Presenting With ST-Segment Elevation.
European Heart
Journal (2012) 33, 2569–2619.
WHO. 2013. About Cardiovascular diseases. World Health Organization. Geneva.

Anda mungkin juga menyukai