Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

PSORIASIS VULGARIS

Disusun Oleh:
Cintya Ristimawarni
1102013064

Pembimbing:
dr. Didi Supriadi, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD KOTA SUBANG
PSORIASIS VULGARIS

1
I. DEFINISI
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomen tetesan lilin,
Auspitz, dan Köbner. Psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada
psoriasis yang lain contohnya psoriasis pustulosa. Bagi para klinisi, psoriasis
sangat penting untuk diketahui karena cukup sering ditemukan dan mempunyai
penatalaksanaan yang merawat lesi di kulit.(1,2)

II. ETIOLOGI
Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik berperan dalam
penyakit ini. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapatkan
psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya menderita psoriasis maka
resikonya mencapai 34-39%.(1)
Faktor imunologik juga berperan, defek genetik pada psoriasis dapat
diekspresikan pada salah satu dari 3 sel, yakni limfosit T, sel penyaji
antigen(dermal), atau keratinosit.(1)
Berbagai faktor pencetus juga terdapat pada psoriasis, diantaranya adalah
faktor genetik, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, stress psikis, infeksi, trauma,
endokrin, gangguan metabolik, obat (glukokortikoid sistemik, lithium, obat anti
malaria, interferon, dan beta adrenergik blocker). Stres psikis juga merupakan
faktor pencetus utama, dan faktor endokrin rupanya memiliki peranan
mempengaruhi perjalanan penyakit.(1)

III. PATOGENESIS
Psoriasis adalah penyakit kulit inflamasi kronik, dengan dasar genetik yang
kuat, terkarakterisasi oleh alterasi kompleks dalam pertumbuhan epidermal dan
diferensiasi dan berbagai biokimia, system imun, dan kelainan vaskuler, dan
hubungannya degan fungsi system saraf yang sayangnya kurang dimengerti. Asal
penyebabnya masih belum diketahui. Berdasarkan sejarah, psoriasis diakui secara
luas merupakan gangguan primer dari keratinosit. Semenjak adanya penemuan

2
bahwa imunosupresan cyclosporine A (CsA) sel T spesifik sangatlah aktif
terhadap psoriasis, penelitian mulai terfokus kepada sel T dan system imun. Tidak
hanya itu, jumlah bukti menunjukkan bahwa keratinosit adalah bagian integral
dari respon imun kutaneus di psoriasis.(4)
Kelainan pada psoriasis adalah perubahan kinetik sel keratinosit dengan
pemendekan siklus sel menjadi 31-36 jam, sedangkan normalnya 28 hari untuk
memproduksi sel-sel epidermis. Epidermis dan dermis berperan sebagai suatu
sistem yang terintegrasi, perubahan yang jelas pada lapisan germinativum
epidermis dan perubahan inflamasi dalam dermis, memicu perubahan pada
epidermis. Psoriasis juga sering dikatakan sebagai penyakit kelainan sel imun
dimana sel T menjadi aktif. Ada banyak CD8+ sel T pada lesi psoriasis di sekitar
pembuluh darah dermal atas dan spektrum sitokin merupakan respon TH1. Lesi
psoriasis dianggap sebagai respon imunautoreaktif berkelanjutan.(5)

IV. DIAGNOSIS
Terdapat 2 tipe, yang pertama yaitu; eruptif, tipe berinflamasi dengan
berbagai lesi kulit yang kecil (gutata atau nummular) dan tendensi yang lebih
besar terhadap resolusi spontan, secara relatif memang jarang ditemukan (<2.0%
dari semua psoriasis).(5)

Gambar 1. Psoriasis vulgaris; lesi primer berbatas tegas, kemerahan atau papula merah
muda-salmon berdinding kendur berbentuk lamellar. (5)

3
Kedua yaitu psoriasis stabil kronik (plak). Kebanyakan dari pasien dengan
lesi indolen kronik muncul dalam berbulan-bulan bahkan tahunan, dan berubah
secara lambat.(5)

Gambar 2. Tampak plak eritematous psoriasis dengan skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih
seperti mika.(5)

Pruritus dapat muncul dalam banyak kasus psoriasis, terutama pada kulit
kepala dan area kelamin. Lesi yang sering ditemukan pada psoriasis yang klasik
adalah papul eritema bebatas tegas dengan dinding perak-keputihan. Memiliki
bentuk lamellar, kendur dan mudah diangkat dengan menggaruknya. Apabila
dindingnya diangkat maka akan terlihat penampakan dari Auspitz sign.(5)
Pada psoriasis terdapat fenomena yang khas yaitu fenomena tetesan lilin
dimana bila lesi yang berbentuk skuama dikerok maka skuama akan berubah
warna menjadi putih yang disebabkan oleh karena perubahan indeks bias. Auspitz
sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-bintik
pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis yang memanjang
tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang
merata. Fenomena kobner ialah bila kulit penderita psoriasis terkena trauma
misalnya garukan maka akan muncul kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis.1

4
Gambar 3. Auspitz sign. Sebelum dinding diangkat(A) dan sesudah dinding diangkat(B)

Lesi psoriasis vulgaris berupa plak eritematous, berbatas tegas, simetris,


kering, tebal dengan ukuran yang beragam serta dilapisi oleh skuama tebal
berlapis-lapis dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Keluhan yang
dirasakan adalah gatal ringan. Bentuk kelainan dapat bervariasi: lentikuler,
numular atau plakat dapat berkonfluensi.(1)
Psoriasis dapat terbentuk di lokasi trauma fisik (garukan, terbakar sinar
matahari, atau operasi) yang disebut isomorfik atau fenomena Köbner. Terjadinya
pruritus sangat bervariasi, meskipun psoriasis dapat mempengaruhi semua
permukaan kulit tetapi tetap terdapat predileksi pada area tertentu dan harus
diperiksa pada semua pasien yang dicurigai mengalami psoriasis. Daerah tersebut
diantaranya siku, lutut, kulit kepala, gluteal dan kuku. Penyakit ini biasanya lebih
banyak pada bagian ekstensor daripada permukaan fleksor yang mengenai telapak
tangan, telapak kaki, dan wajah.(1,4,5)

5
Gambar 4. Predileksi lokasi psoriasis.5

Gambar 5. Fenomena Köbner.3

6
Gambar 4. Gambaran histopatologi Psoriasis vulgaris.(2)

Eritematous, dengan plak jelas dalam ukuran dan bentuk yang berbeda
adalah ciri khas dari psoriasis. Meskipun terdapat tempat predileksi tertentu
seperti siku, lutut, dan area sacral, lesi juga dapat menutupi kulit secara
keseluruhan.(2)
Gambaran histopatologi dikenal melalui penebalan epidermis,
parakeratosis, pemanjangan pembuluh darah dan infiltrate selular yang
bercampur. Sel T CD3+ (Gambar E, 3,3’-diaminobenzidine and hematoxylin) dan
sel T CD8+ (Gambar F, 3,3’-diaminobenzidine dan hematoxylin) terlihat disekitar
kapiler dermis dan di dalam epidermis. CD11c+ sel dendritic (Gambar G, 3,3’-
diaminobenzidine dan hematoxylin) banyakn ditemukan di dermis bagian atas. (2)
Tingkat mitosis dari keratinosit basal meningkat bila dibandingkan dengan
kulit normal. Hasil yang Nampak, terlihat penebalan epidermis (akantosis),
dengan rete ridge memanjang; dalam kombinasi dengan infiltrate radang dermis,

7
berperan dalam ketebalan tesi,yang menghasilkan tebal atau tipisnya plak
psoriasis. Infiltrat radang kebanyakan terdiri atas sel dendritik, makrofag, dan sel
T di dalam dermis dan neutrofil dengan beberapa sel T di epidermis. Warna
kemerahan dari lesi merupakan pengaruh dari peningkatan jumlah kapiler
melengkung yang mencapai permukaan kulit melewati epitelium yang tipis.
Terdapat pula peningkatan mitosis fibroblast, dan sel endotel.(2,5)
Pada tes serologi terlihat peningkatan titer antistreptolisin di psoriasis
gutata akut dengan infeksi streptococcus. Peningkatan psoriasis dapat dikaitkan
dengan infeksi HIV. Serum asam urat meningkat pada 50% pasien, biasanya
berhubungan dengan perkembangan penyakit; terdapat peningkatan resiko pada
artritis gout. Tingkat asam urat menurun bila terapi efektif. Pada tes kultur
tenggorokan dilakukan pada infeksi streptokokus grup A Betha-hemolitik.(5)

V. DIAGNOSIS BANDING
Karakteristik yang sudah ditentukan biasanya cukup untuk memungkinkan
diagnosis yang akan dibuat, tetapi tak diragukan mungkin timbul dalam kasus
atipikal di lokasi tertentu dimana psoriasis sulit untuk didiagnosis karena
berdampingan dengan penyakit lain.(1)

Tinea corporis
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut
(glabrous skin). Kebanyakan disebabkan oleh T.rubrum. Kelainan yang dilihat
dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong berbatas tegas terdiri atas eritema,
skuama, kadang-kadang vesikel dan papul di tepi, serta daerah tengahnya
biasanya lebih tenang. Terdapat lesi annular ‘ring worm’ atau serpiginous plaque
dengan berbatas eritema aktif. Terdapat juga tinea crporis dengan gambaran lesi
polisiklik, dimana menunjukkan beberapa plak eritema polisiklik merah dengan
batas yang meninggi. Sedangkan ada juga bentuk psoriasiform, yang mirip dengan
psoriasis. Muncul terutama pada penderita yang mengalami imunosupresif.(6,7)

8
Gambar 5. Tinea corporis. (A) Anular ‘ring worm’. (B) Polisiklik. (C) Psoriasiform. (7)

Pitiriasis Rubra Pilaris


Gejala klinis yang muncul eritema dan skuama pada wajah dan kulit
kepala umumnya terlihat lebih dahulu. Kemudian terjadi penebebalan di telapak
tangan dan kaki. Papul folikular keratotik dikelilingi oleh eritema umumnya
terdapat dibagian dorsum jari tangan, siku, dan pergelangan tangan. Kelainan
tersebut menyerang kebagian lain termasuk badan. Kelainan kuliot berbatas tegas
seling terlihat pulau-pulau kulit normal. Eritema dan skuama meluas ke seluruh
permukaan kulit. Hyperkeratosis, parakeratosis disekeliling folikel, akantosis yang
tidak teratur lapisan basal mengalami degenerasi mencair.(8)

Gambar 6. Pitiriasis rubra pilaris generalisata (A) merah-oranye, scaling dermatitis, pulau-pulau
kulit normal lebih terlihat pada gambar (B).(9)

9
Dermatitis numularis
Gambaran klinis yang khas berupa lesi berbentuk mata uang (coin) atau
agak lonjong berbatas tegas dengan efloresensi berupa papulovesikel. Biasanya
mudah pecah sehingga basah (oozing). Pada penyakit ini biasanya penderita
mengeluh sangat gatal pada lesi. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-
1,0cm) kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas ke samping,
membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam, eritematosa, sedikit
edematosa, dan berbatas tegas. Lambat laun vesikel pecahterjadi eksudasi,
kemudian mongering menjadi krusta kekuningan. Ukuran garis tengah lesi dapat
mencapai 5 cm. Penyembuhan lesi dimulai dari tengah sehingga terkesan
menyerupai dermatomikosis. Lesi lama berupa likenifikasi dan skuama.(10,11)

Dermatitis numularis cenderung hilang timbul, adapula yang terus


menerus, kecuali dalam periode pengobatan. Bila terjadi kambuhan umumnya
timbul pada tempat semula. Lesi dapat pula terjadi pada tempat yang mengalami
trauma (fenomena Kobner).(10)

Gambar 7. Dermatitis numularis menunjukkan


erosi pinpoint dan crusting.(11)

Gambar 8. Dermatitis numularis dengan


plak berkrusta.(11)

10
Dermatitis seboroik
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang
berminyak dan kekuningan atau macula kering berwarna putih, papula
denganukuran yang bervariasi (5-20mm) dan berlokasi di tempat-tempat yang
seboroik. Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama
yang berlapis-lapis berwarna putih seperti mika disertai tanda tetesan lilin dan
Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda. Dermatitis seboroik biasanya pada
alis, sudut nasolabial, telinga, daerah sternum dan fleksor. Sedangkan psoriasis
banyak terdapat pada daerah-daerah ekstensor, yaitu siku, lutut dan scalp.(1)

Gambar 9. Dermatitis seboroik, eritema dan kuning-oranye scaling anular di dahi, pipi, lipatan
nasolabial.(12)

11
VI. PENATALAKSANAAN
Topikal
Terapi-terapi topikal yang digunakan untuk penatalaksanaan psoriasis
meliputi preparat ter, kortikosteroid topikal, antralin, calcipotriol, derivat vitamin
D topikal dan analog vitamin A, imunomodulator topikal (takrolimus dan
pimekrolimus), dan keratolitik (seperti asam salisilat). Terapi-terapi tersebut
merupakan pilihan untuk penderita-penderita dengan psoriasis plak yang terbatas
atau menyerang kurang dari 20% luas permukaan tubuh.Terapi topikal digunakan
secara tunggal atau kombinasi dengan agen topikal lainnya atau dengan
fototerapi.(1)

a) Preparat ter
Obat topical yang biasa digunakan adalah preparat ter, memiliki efek
sebagai antiradang. Preparat ter dibagi menjadi 3 yaitui; fosil (misalnya iktiol),
kayu (misalnya oleum kadini dan oleum ruski), dan batubara (misalnya liantral
dan likuor karbonis detergens). Preparat fosil dinilai kurang efektif dan yang
dinilai efektif adalah preparat ter dari kayu dan batubara. Ter dari batubara lebih
efektif dibandingkan ter dari kayu dengan kemungkinan memberikan iritasi yang
lebih besar.(1)
Pada psoriasis yang menahun digunakan ter dari batubara karena lebih kuat
dan memberikan iritasi sedikit. Ter dari kayu digunakan pada psoriasis akut dan
tidak diberikan ter dari batubara karena di khawatirkan akan menjadi iritasi dan
eritriderma.(1)

b) Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal memberikan hasil yang baik. Potensi dan
vehikulum bergantung pada lokasinya. Pada scalp, muka dan daerah lipatan
digunakan krim, di tempat lain digunakan salep kortikosteroid potensi kuat. Pada
daerah muka, lipatan, dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang. Bila diberikan
potensi kuat pada muka dapat member efek samping di antaranya teleangiektasis,
sedangkan dilipatan berupa striae atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas

12
digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung lama penyakit.
Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.(1,13)

c) Antralin
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah mewarnai kulit dan
pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta, salap, atau
krim. Lama pemakaian hanya ¼-½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi.
Penyembuhan dalam 3 minggu.(1)

d) Kalsipotriol
Kalsipotriol merupakan sintetik dari vitamin D, yang mempengaruhi
proses diffensiasi keratinosit pada saat regulasi epidermal beresponsif terhadap
kalsium. Preparatnya berupa salep atau krim. Sangat efektif pada penanganan tipe
plak dan skalp psosiaris. Sedangkan kombinasi terapi dengan steroid potensi
tinggi dapat menghasilkan hasil yang lebih baik dan lebih sedikit efek
samping.(1,5)

e) Tazaroten
Tazaroten merupakan molekul retinoid asetelinik topical generasi ketiga,
efeknya menghambat proliferasi dan normalisasi dari differensiasi keratinosit dan
menghambat inflamasi. Indikasinya diberikan pada psoriasis sedang sampai berat,
dan terutama diberikan pada daerah badan. Pemikiran yang diketahui adalah untuk
mengikatkan asam retinoic ke target molekul yang sebenarnya tidak diketahui.
Tersedia gel 0,05% dan 0,1% juga krim. Bila digunakan secara monoterapi akan
muncul iritasi local. Pengobatan lebih baik bila menyertakan pengobatan dengan
glukokortikoid atau fototerapi UVB. (1,4)

f) Emolien
Efek emolien adalah melembutkan permukaan tubuh selain lipatan, juga
pada ekstremitas atas dan bawah. Biasanya digunakan salep dengan bahan dasar
vaselin, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya

13
penetrasi bahan aktif. Emolien yang lain adalah lanolin dan minyak mineral. Jadi
emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.(1)

Sistemik
a. Metotreksat
Metotreksat adalah antagonis asam folat yang menghambat dihydrofolat
reductase. Sintesis DNA terhambat setelah pemakaian metotreksat akibat
penurunan tiamin dan purin. Metotreksat menekan reproduksi sel epidermal,
sebagai anti inflamasi dan immunosupresif sehingga kontraindikasi pada pasien
dengan infeksi sistemik. Metrotreksat sangat efektif untuk pengobatan penyakit
psoriasis plak kronik dan juga mengindikasikan untuk penatalaksanaan jangka
panjang dari keadaan psoriasis yang berat, termasuk psoriasis eritroderma dan
pustular psoiriasis. Metotreksat biasanya dipakai bila pengobatan topikal dan
fototerapi tidak berhasil.(1,4)

b. Etretinat dan Asitretin


Etrinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis yang sukar
disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Cara kerjanya
belum diketahui pasti. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel
epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.(1)
Dosisnya bervariasi; pada bulan pertama diberikan 1mg/kgBB, jika belum
terjadi perbaikan dosisnya dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgBB. Efek
sampingnya sangat banyak diantaranya pada kulit; selaput lendir pada mulut,
mata, hidung kering: peninggian lipid darah; gangguan fungsi hepar; hyperostosis;
dan terotogenik.(1)
Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat utama. Efek samping dan
manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya
hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari. Dosis
penggunaan dilaporkan 25mg perhari dengan dosis penggunaan rata-rata 20-50mg
perhari.(1)

14
c. Siklosporin
Efeknya ialah imunosupresif. Dosis umumnya adalah 6 mg/kg/hari untuk
pasien dengan keadaan stabil tanpa faktor komorbid. Bersifat nefrotoksik dan
hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat
dihentikan dapat terjadi kekambuhan.(1)

Fototerapi
Seperti diketahui bahwa sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat
mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik
untuk mengobati psoriasis ialah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi sayang
tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah akan memperparah psoriasis. Karena
itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang disebut UVA.
Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri maupun dikombinasikan dengan
psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersamaan
dengan preparat ter yang dikenal dengan pengobatan cara Goeckerman.(1)
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek
yang sinergik. Mula-mula 10-20mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian
dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, diantaranya 4x
seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3-4 minggu, setelah
itu dilakukan terapi pemeliharaan (maintenance) seminggu sekali atau dijarangkan
untuk mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatic
dan psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaian yang
lama kemungkinan terjadi kanker kulit.(1)
Terdapat juga penggunaan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak,
gutata, pustular, dan eritroderma. Pada tipe plak dan gutata dikombinasi dengan
salep likuor karbonis detergens 5-7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum
disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12-23m J menurut tipe kulit, kemudian
dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis
sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan adalah
pengurangan 75% skor PASI (psoriasis area and severity index). Hasil baik yang
dicapai pada 73,3% kasus, terutama tipe plak.(1)

15
Pengobatan cara Goeckerman awalnya pada tahun 1925 menggunakan
kombinasi ter berasal dari batu bara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat
banyak modifikasi mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan
adalah crude coal tar yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4-6 minggu,
penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata ditemukan bahwa UVB lebih
efektif daripada UVA.(1,4)

VII. PROGNOSIS
Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka
kekambuhan dan perbaikan spontan tidak dapat diduga sebelumnya. Jarang
dilaporkan kematian pada kasus ini. Meskipun tidak menyebabkan kematian,
psoriasis bersifat kronis dan residif.(1,3)

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis Eritoskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah


S editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2012.p.189-95.

2. Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanisms of Disease Psoriasis. N


Engl J Med.2009;361:496-509.

3. Krueger JG, and Bowcock A. Psoriasis pathophysiology: current concepts


of pathogenesis. Ann Rheum Dis. 2005; 64: ii30-6.

4. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 8th ed. New York. McGrawHill;2012.p.309-47

5. Wolff K and Johnson RA. Psoriasis. In: Fitzpatrick's Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology.6th ed. New York. McGrawHill: 2009.
p. 53-71.

6. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: 2012.p.94-5.

7. Schieke SM, Garg A. Superficial Fungal Infection. In: Goldsmith LA,


Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York.
McGrawHill;2012.p.3254.

8. Natahusada EC. Pitiriasis Rubra Pilaris. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah


S editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2012.p.281.

9. Gerharz DB, Ruzicka T. Pityriasis Rubra Pilaris. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York.
McGrawHill;2012.p.416-19.

10. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S


editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2012.p.148-50.

11. Burgin S. Nummular Eczema, Lichen Simplex Chronicus and Prurigo


Nodularis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed.

17
New York. McGrawHill;2012.p.284-8

12. Wolff K and Johnson RA. Disorder Presenting in the Skin and Mucous
Membranes. In: Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology.6th ed. New York. McGrawHill: 2009. p. 48-50.

13. Setiawati S, Kadir D, Dewiyanti W, Sungowati NK. Psoriasis Vulgaris


Treater with Topical Corticosteroid. IJDV. 2012; 1:66-72.

18

Anda mungkin juga menyukai