Prinsip penanganan penyakit menular (erick, Novta, Saskya)
2. Syarat suatu penyakit disebut wabah (Rosa, Nindo, Dhessy) 3. Emerging infetious disease (jelaskan bahayanya) (cahya, Erick) 4. MERS-CoV a. Definisi (Yessi, Rosa) b. Epidemiologi (Edi, Mai) c. Etiologi (Mai, Saskya) d. Faktor resiko ( Yoga, Edi) Penelitian case-control di Arab Saudi menunjukkan beberapa faktor risiko independen untuk meningkatnya infeksi primer MERS- CoV, yaitu: 1. Pajanan langsung terhadap unta dalam 2 minggu sebelum onset penyakit 2. Penyakit jantung 3. Merokok 4. Kontak fisik langsung dengan unta selama 6 bulan sebelumnya Faktor risiko yang berhubungan dengan transmisi dalam rumah tangga, sebagai berikut: 1. Tidur di dalam kamar pasien terinfeksi 2. Membuang urin, feses, dan sputum pasien terinfeksi 3. Berkontak dengan secret respirasi pasien terinfeksi (Hui DS, Azhar EI, Kim YJ, Memish ZA, Oh M, Zumla A. Middle East respiratory syndrome coronavirus: risk factors and determinants of primary, household, and nosocomial transmission. Lancet Infect Dis. 2018:18(8);e217–e227.) e. Manifestasi klinis (saskya, cahya) Manifestasi infeksi MERS-CoV dapat bervariasi mulai dari asimtomatik atau gejala pernapasan ringan sampai penyakit pernapasan akut berat dan kematian. Gejala umum MERS meliputi demam, batuk, dan sesak napas. Pneumonia umum terjadi namun tidak selalu ada. Gejala gastrointestinal, termasuk diare, juga telah dilaporkan. MERS-CoV diduga menyebabkan penyakit yang lebih berat pada orang tua, pasien dengan imunokompromais, dan pasien dengan penyakit kronik seperti penyakit ginjal, kanker, penyakit paru kronik, dan diabetes. (WHO. Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) fact sheet [Internet]. 2019 [cited 2019 Apr 10]. Available from: https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/middle-east- respiratory-syndrome-coronavirus-(mers-cov).) f. Patofisiologi (Dhessy, Erick) g. Transmisi (hewan-manusia dan manusia-hewan) ( Novta, Yessi) MERS-CoV merupakan virus zoonosis yang berarti ditransmisikan antara hewan dan manusia. Penelitian telah menunjukkan manusia terinfeksi melalui kontak langsung maupun tidak langsung pada unta yang terinfeksi. Rute transmisi MERS-CoV dapat berupa sebagai berikut: Hewan ke manusia Rute transmisi ini masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi unta merupakan hospes reservoir utama untuk MERS-CoV dan sumber infeksi hewan pada manusia. Manusia ke manusia MERS-CoV sulit menular antar manusia kecuali terjadi kontak dekat, seperti memberikan perawatan pada pasien terinfekasi tanpa perlindungan. Terdapat sejumlah kasus terjadinya penularan dari manusia ke manusia pada fasilitas kesehatan, terutama ketika pencegahan dan kontrol infeksi kurang. (WHO. Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) fact sheet [Internet]. 2019 [cited 2019 Apr 10]. Available from: https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/middle-east- respiratory-syndrome-coronavirus-(mers-cov).) h. Diagnosis (Nindo, Dhessy) i. Pemeriksaan penunjang (Erick, Novta) j. Tatalaksana (Rosa, Nindo) k. Pengendalian infeksi (cahya, Yoga) Secara hirarkis pencegahan dan pengendalian infeksi menurut infection prevention and control (IPC), yaitu pengendalian administratif, pengendalian dan rekayasa lingkungan, dan penggunaan alat pelindung diri (APD). Hal yang harus dilakukan dalam pengendalian infeksi MERS-CoV: 1. Tindakan pencegahan transmisi droplet. 2. Tindakan pencegahan standar diterap-kan pada setiap pasien yang diketahui atau dicurigai memiliki infeksi pernapasan akut, termasuk pasien dengan dicurigai, probable atau terkonfirmasi MERS-CoV. 3. Pencegahan infeksi dan tindakan pengendalian harus dimulai ketika pasien masuk triase dengan gejala infeksi pernapasan akut yang disertai demam. 4. Pengaturan ruangan dan pemisahan tempat tidur minimal 1 meter antara setiap pasien ISPA dan pasien lainnya yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD). 5. Pastikan triase dan ruang tunggu berventilasi cukup. 6. Terapkan etika batuk. 7. Tindakan pencegahan airborne diguna-kan untuk prosedur yang menimbulkan penularan aerosol. Risiko penularan pada petugas kesehatan meningkat ketika dilakukan tindakan intubasi trakea. Peningkatan risiko penularan SARS juga dilaporkan saat melakukan ventilasi non invasif, trakeostomi dan bantuan ventilasi dengan ambubag sebelum intubasi. Kewaspadaan pencegahan dan pengen-dalian infeksi meliputi: 1. Kewaspadaan standar (standard precaution) yang diterapkan di semua fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi semua pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. 2. Kewaspadaan pencegahan dan pengen-dalian infeksi tambahan ketika merawat pasien ISPA yaitu semua individu termasuk pengunjung dan petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien ISPA. 3. Kewaspadaan pencegahan dan pengen-dalian infeksi pada prosedur/tindakan medik yang menimbulkan aerosol (< 5 mikron). 4. Kewaspadaan pencegahan dan pengen-dalian infeksi ketika merawat pasien probable atau konfirmasi terinfeksi MERS- CoV dengan membatasi jumlah petugas kesehatan, anggota keluarga dan pengunjung yang melakukan kontak dengan pasien suspek, probable atau konfirmasi terinfeksi MERS- CoV serta menunjuk tim petugas kesehatan terampil khusus yang akan memberi perawatan secara eksklusif kepada pasien. 5. Durasi tindakan isolasi untuk pasien harus diberlakukan selama gejala penyakit masih ada dan dilanjutkan selama 24 jam setelah gejala hilang. 6. Pengumpulan dan penanganan spesi-men laboratorium. (Rampengan NH. Middle East respiratory syndrome. JBM. 2016:8(1);17-26) l. Diagnosis banding (Yessi, Rosa) m. Pencegahan dan edukasi ( Edi, Nindo) n. Prognosis (Mai, cahya) 5. Perbedaan gejala klinis infeksi bakteri dan virus (Yoga, Novta) 6. Virus-virus yang menyerang sistem pernapasan dan penyakit yang ditimbulkan (Saskya, Mai, Yessi) 7. Virus endemi negara lain yang belum terdapat di negara Indonesia (Dhessy, Yoga, Edi)