Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SINUSITIS

NAMA : ZURAEDAH NASRIA, S.Kep


NIM :

( CI LAHAN ) ( CI INSTITUSI )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


KURNIA JAYA PERSADA PALOPO
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2019
1. TEORI TENTANG PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Sinus adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan
hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung dan
menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus terdiri dari 4 jenis, yaitu:
1. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis.
2. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung.
3. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung.
4. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata.

Sinusitis adalah radang sinus paranasal. Sinusitis adalah suatu peradangan


pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi virus, bakteri, maupun jamur.
Biasanya yang paling sering terkena yaitu pada sinus maxila kemudian ethmoid,
frontal, dan spenoid. Sinusitis adalah penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh
infeksi virus atau kuman.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis (Kumar dan
Clark, 2015). Lapisan mukosa dari sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa
hidung. Hidung dan sinus paranasal merupakan bagian dari sistem pernapasan.
Penyakit yang menyerang bronkus dan paru-paru juga dapat menyerang hidung dan
sinus paranasal. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan proses infeksi, seluruh
saluran nafas dengan perluasan-perluasan anatomik harus dianggap sebagai satu
kesatuan (Hueston, 2015).
B. FAKTOR PREDISPOSISI
Sinusitis lebih sering disebabkan adanya faktor predisposisi, yaitu:
a. Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik.
b. Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok,
polusi udara, atau karena panas dan kering.
c. Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti :
1) Atresia atau stenosis koana
2) Deviasi septum
3) Hipertroti konka media
4) Polip yang dapat terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik
5) Tumor atau neoplasma
6) Hipertrofi adenoid
7) Udem mukosa karena infeksi atau alergi
8) Benda asing
d. Berenang dan menyelam pada waktu sedang pilek
e. Trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
f. Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan
imunosupresi oleh obat (Tadjudin, 2016, dalam Susanto, Edi, 2016).
C. ETIOLOGI
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang)
maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun) (Susanto, Edi, 2017).
Penyebab sinusitis akut, yaitu antara lain:
a. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan
bagian atas (misalnya pilek).
b. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan
normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase
dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam
sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
c. Infeksi jamur
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan
jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem
kekebalan. Pada orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi
alergi terhadap jamur.
d. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya
pada penderita rinitis vasomotor.
e. Penyakit tertentu.
Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan dan
penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik).
f. Septum nasi yang bengkok
g. Tonsilitis yg kronik
Penyebab sinusitis kronis, yaitu antara lain:
a. Asma
b. Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika)
c. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
d. Karies dentis (gigi geraham atas)
e. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mukosa.
f. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
g. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
h. Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir
(Susanto, Edi, 2018).
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sinusitis terbagi atas:
a. Sinusitis akut
Bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
b. Sinusitis subakut
Bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan.
c. Sinusitis kronik
Bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Jika berdasarkan gejalanya, sinusitis terbagi atas:
a. Sinusitis akut
Bila terdapat tanda-tanda radang akut
b. Sinusitis subakut
Bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih
reversibel.
c. Sinusitis kronik
Bila perubahan histologik mukosa sinus ireversibel, misalnya menjadi jaringan
granulasi atau polipoid.
E. PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus
dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat
dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.
Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat
sebagai antimikroba serta mengandungi zatzat yang berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan
mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium
sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia
berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang
baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada
sinus.
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi
bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak
gigi dan sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan
pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan
mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan
berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat
meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar
membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi
silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan
akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila. Dengan ini
dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor,
yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu
dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis
F. TANDA DAN GEJALA
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama
pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala
subyektif terbagi atas gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal
yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring
(post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di
daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.
1. Gejala Subyektif
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas
(terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7
hari. Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu,
serta gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan
mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih
berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih
ke tempat lain.
a. Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi oleh karena:
1) Merupakan sinus paranasal yang terbesar
2) Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret
(drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia
3) Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris),
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila
4) Ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai
dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri, terasa di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi.
Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak,
penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu
naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul
dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang
berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.
b. Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin
ethmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu
cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita. Pada dewasa
seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap
sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan. Gejala
berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata
digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung.
c. Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus
etmoidalis anterior. Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas,
nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri
bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
d. Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih
lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi
satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.
2. Gejala Obyektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid
anterior) terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit
yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti
ada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata
bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada
sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.
Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada
sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika
ditemukan maka kita harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal
drip). Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama
kurang lebih 5 menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada
hidung, pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan
ludah dan menutup mulut dengan rapat, jika positif sinusitis maksilaris maka
akan keluar pus dari hidung.
G. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
a. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut,
namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat
menimbulkan infeksi isi orbita. Terdapat lima tahapan :
1) Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat
infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada
anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus
ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
2) Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
3) Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang
orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
4) Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi
orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang
tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga
proptosis yang makin bertambah.
5) Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui
saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu
tromboflebitis septik.
Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
a) Oftalmoplegia.
b) Kemosis konjungtiva.
c) Gangguan penglihatan yang berat.
d) Kelemahan pasien.
e) Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang
berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga
dengan otak.
b. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut
sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis,
ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan
mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan
mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah eksplorasi
sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan
memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
c. Komplikasi Intra Kranial
1) Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah
meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang
saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat
dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat
sistem sel udara ethmoidalis.
2) Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga
pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul
mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
3) Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
4) Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi,
maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase
secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran
infeksi.
d. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis
adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala
sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.
H. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG
1. Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema. Pada
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
2. Rinoskopi posterior
Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
3. Dentogen
Caries gigi (PM1, PM2, M1)
4. Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi
bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram
dibanding sisi yang normal.
5. X Foto sinus paranasalis
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan
Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan
udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di
bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien
sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama
untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi
Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai
sinus frontal, sphenoid dan etmoid
6. Pemeriksaan CT –Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan
sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan
tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada
pemeriksaan CT-Scan :
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada
pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar
membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama
makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh
massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan
sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran
perifer.
7. Pemeriksaan di setiap sinus
a. Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang
dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung
tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan
tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring. Pada pemeriksaan di kamar
gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langit-
langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di
bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang
terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan
terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat
juga kedua belah (bilateral).
b. Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema
dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.
c. Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di
kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan
tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan
kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan
radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.
I. TERAPI YANG DILAKUKAN
a. Penatalaksanaan Medis
1. Drainage
a) Dengan pemberian obat, yaitu
Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak).
Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
b) Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.
2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut)
a) Ampisilin 4 X 500 mg
b) Amoksilin 3 x 500 mg
c) Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
d) Diksisiklin 100 mg/hari.
3. Pemberian obat simtomatik
Contohnya : parasetamol , metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk sinusitis kronis bisa dengan
a) Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
b) Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
c) Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
b. Penatalaksanaan Pembedahan
1. Pencucian sinus paranasal
a) Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan
larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya
memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke
daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan
trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas
luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus,
maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada
di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang
berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk
pencucian sinus itu. Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya,
diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari
mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi,
maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi
tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus
melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah
penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air
disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang
telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk.
Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral
hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut
antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi
anastesi.
b) Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah
dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan.
Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus
menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk
ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu
sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan).
Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan
dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus.
Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan
ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus
dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak
ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali
seminggu.
J. CLINICAL PATHWAY

Infeksi virus, jamur, bakteri, peradangan menahun, septum nasal yang


bengkok, tonsillitis kronik, asma, alergi, karies dentis, tumor hidung.

Sinusitis

Peradangan Abnormalitas
Nafsu
makan sekresi mukus
menurun
Respon inflamasi
Sekret
mengental
Ketidakseim
bangan
Nyeri akut Hipertermi nutrisi Ketidakefektifan
kurang dari Gangguan
pernapasan bersihan jalan
kebutuhan
napas
tubuh

Sering
Gangguan pola
terbangun
tidur
malam hari
K. PROSES KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan pada klien dengan sinusitis meliputi:
1) Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2) Riwayat Penyakit sekarang
3) Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus,
tenggorokan.
4) Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menderita sakit gigi geraham
5) Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6) Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7) Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
c. Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek

d. Pola Persepsi dan konsep diri


Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri
menurun
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8) Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi
(mukosa merah dan bengkak).
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas jalan nafas berhubungan dengan adanya
sekret yang mengental
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan
menurun sekunder akibat peradangan pada sinus
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat
gangguan pernafasan
c. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak merasakan nyeri
atau nyeri berkurang.
Kriteria hasil:
1) Skala nyeri 0-2
2) Jalan nafas menjadi efektif setelah sekret dikeluarkan
3) Klien tidak mengeluhkan penurunan nyeri

INTERVENSI RASIONAL

1. Observasi tanda-tanda vital. 1. Perubahan frekuensi jantung atau TD


menunjukkan bahwa pasien mengalami
nyeri.
2. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0- 2. Membantu dalam mengevaluasi gejala
10 nyeri.
3. Berikan kesempatan waktu istirahat 3. Meningkatkan relaksasi dan pengalihan
bila terasa nyeri dan berikan posisi perhatian. Menghilangkan
yang nyaman Serta ajarkan tehnik ketidaknyamanan dan meningkatkan
relaksasi dan metode distraksi. efek terapiutik analgesik.
4. Kolaborasi analgesic
4. Mempertahankan kadar obat lebih
konstan menghindari puncak periode
nyeri.

b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya sekret yang


mengental.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, bersihan jalan napas klien
efektif.
Kriteria hasil:
a. Jalan napas paten
b. Bunyi napas vesikuler
c. Tidak ada sekret pada jalan napas

INTERVENSI RASIONAL

1. Auskultasi bunyi nafas. 1. Beberapa derajat spasme bronkus


terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan dapat / tak dimanifestasikan
adanya bunyi nafas.
2. Membantu untuk meminimalkan
2. Ajarkan batuk efektif. kolaps jalan nafas kecil.
3. Hidrasi membantu menurunkan
3. Tingkatkan masukan cairan kekentalan sekret.
sesuai toleransi jantung. 4. Dapat memperbaiki / mencegah
4. Beri O2 tambahan sesuai hipoksia.
indikasi. 5. Kelembapan dapat menurunkan
5. Koaborasi nebulizing dengan kekentalan sekret dan
tim medis untuk pembersihan mempermudah pengeluaran.
secret.

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan


menurun sekunder akibat peradangan pada sinus.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi klien sesuai
dengan kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil:
1) Intake nutrisi klien cukup
2) Klien tidak mual atau muntah
3) Berat badan klien ideal

INTERVENSI RASIONAL
1. Catat intake dan output 1. Mengetahui perkembangan
makanan klien. pemenuhan nutrisi klien
2. Menganjurkan untuk makan 2. Memberikan kesempatan untuk
sedikit- sedikit tapi sering. meningkatkan masukan kalori
3. Hindari makanan penghasil gas total.
dan minuman karbonat. 3. Dapat menghasilkan distensi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi abdomen yang mengganggu nafas
untuk membantu memilih abdomen dan gerakan diafragma.
makanan yang dapat memenuhi 4. Metode makan dan kebutuhan
kebutuhan gizi selama sakit. kalori didasarkan pada kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi
maksimal.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat


gangguan pernafasan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola tidur klien baik
Kriteria hasil:
1) Pola tidur klien teratur
2) Klien tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman setelah bangun tidur
3) Tidur malam klien 6-8 jam

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji kebutuhan tidur klien. 1. Mengetahui permasalahan klien


dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat atau tidur.
2. Menciptakan suasana yang 2. Suasana yang nyaman merupakan
nyaman. indikator untuk klien agar dapat
tidur dengan nyaman dan tenang.
3. Kolaborasi dengan tim medis 3. Pernafasan dapat efektif kembali
pemberian obat lewat hidung
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti dan Endang. 2015. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, edisi.
5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari
www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html [16 September 2015].
Hueston, W.J., 2016. Sinusitis. In: Hueston’s. Respiratory disorder. 3rd ed. USA:
McGraw-Hill. 83-102
Kumar, P. and Clark, M., 2015. The Special Senses. Clinical Medicine. 6th ed.
Philadelphia : Saunders Elsevier. 1153-1155
Mangunkusumo E, Soetjipto. 2017. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta: FKUI
Mangunkusumo, Endang, dkk. 2016. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Mansjoer, Arif, dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta: Penerbit Media
Ausculapius FK UI
Perhati. 2016. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia
Susanto, Edi. 2018. Sinusitis Frontalis.
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/09/sinusitis_frontalis_files_of_drsme
d.pdf [diakses tanggal 16 September 2015].
Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis [16 September
2015].
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENGINDRAAN
SINUSITIS

NAMA : ZURAEDAH NASRIA, S.Kep


NIM :

( CI LAHAN ) ( CI INSTITUSI )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


KURNIA JAYA PERSADA PALOPO
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai