Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi

Pityriasis Versicolor (PV) adalah penyakit infeksi jamur superfisial yang


kronik pada lapisan tanduk kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau
Pityrosporum Orbikulare infeksi ini bersifat menahun, ringan, dan biasanya tanpa
peradangan. PV mengenai ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan
kulit ( Hararap,Marwali,2002 ).

Pityriasis Versicolor sering ditemukan di daerah tropis (Budimulja U, 2003).


Istilah versicolor mengacu pada akibat yang ditimbulkan jamur ini yaitu perubahan
warna kulit bergantung dari kondisi kulit penderita( Hararap,Marwali,2002 ).

2.2 Etiologi

Pityriasis Versicolor disebabkan oleh organisme normal pada kulit berupa


ragi lipofilik yang dahulu disebut sebagai Pityrosporum Orbiculare dan
Pityrosporum ovale, tetapi saat ini telah diklasifikasikan dalam satu genus
Malassezia. Semula dianggap hanya satu spesies, yakni M. furfur, tetapi kemudian
analisis genetik menunjukkan berbagai spesies yang berbeda , dan dengan teknik
molekular saat ini telah diketahui 13 spesies yang bersifat memerlukan lemak (lipid
dependent) yakni M. furfur , M. sympoidalis, M.globosa, M.obtusa, M.rstricta, M.
sloffiae, M. dermatis, M. japonica, M. yamotoensis, M. caprae, M. nana, M. equine,
dan M. cuniculi ;serta satu yang bersifat kurang memerlukan lemak yakni M.
pachydermatis, yang terutama ditemukan pada binatang (Gaitanis et al, 2012).

Dibawah kondisi yang sesuai, M. furfur berubah bentuk dari bentuk


saporofit ke bentuk miselial yang bersifat lebih patogenik. Faktor-faktor yang
berperan dalam transisi miselial yaitu; lingkungan yang hangat dan lembab,
higienitas yang kurang, penggunaan kontrasepsi oral, faktor genetik, penggunaan
kortikosteroid sistemik dan antibiotik jangka lama, penyakit Cushing, terapi
imunosupresan, hiperhidrosis, dan keadaan kurang gizi (Heffernan & Janik, 2008).
2.3 Epidemiologi

Pityriasis Versicolor dijumpai diseluruh dunia, terutama di daerah tropis dan


sub tropis. Di daerah tropis dapat mencapai 40% sampai 60%, sedangkan di daerah
sub tropis atau daerah dengan empat musim prevalensi cenderung lebih rendah
hingga di bawah 1%. Pityriasis Versicolor lebih banyak dijumpai pada kelompok
usia dewasa muda baik laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki banyak
dijumpai pada usia 21-25 tahun, sedangkan pada perempuan banyak dijumpai pada
usia 26-30 tahun. Di daerah tropis, laki-laki cenderung lebih banyak menderita PVC
dibandingkan dengan perempuan, mungkin terkait jenis pekerjaan. Pityriasis
Versicolor juga banyak dijumpai pada individu immunokompromais antara lain
pasien sindrom Cushing, dan pada pasien dengan defek imunitas yang parah. Pada
pasien AIDS prevalensi meningkat hingga 80% serta muncul variasi klinis yang
sama sekali berbeda ( Hay & Ashbee, 2010).

Pada anak-anak, prevalensi PVC lebih rendah; satu survey di Afrika Barat
mendapatkan prevalensi 4,7% diantara anak sekolah. Studi lain di India pada anak
dibawah usia 14 tahun menunjukkan PVC paling banyak ditemukan pada kelompok
usia 8-12 tahun, meskipun jumlah kecil juga ditemukan pada bayi, dan penyakit
terutama muncul di musim panas (Chaudhary et al, 2012).

2.4 Patofisiologi

Trichophyton rubrum, Trichophyton rubrum dan Floccosum


pidermophyton adalah penyebab dari tinea manus et pedis. Dimana T. rubrum
menjadi penyebab paling umum di seluruh dunia. Jamur dermatofit menginvasi
jaringan keratin pada superficial kulit dengan menggunakan enzim yang disebut
kreatinases yang dapat mengurangi proliferasi keratonosit. Suhu dan faktor serum,
seperti globulin beta dan feritin, tampaknya memiliki efek penghambatan
pertumbuhan pada dermatofit, namun, patofisiologi ini tidak sepenuhnya dipahami.
Tidak adanya pengeluaran sebum di kaki juga memberikan respon infeksi kaki,
yang tidak memiliki kelenjar sebasea. Faktor host seperti istirahat di kulit dan
maserasi kulit dapat membantu dalam invasi dermatofit.
2.5 Manifestasi klinis

Kelainan kulit Pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan


terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni,
bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut
berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat
terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga adakalanya
penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut .

Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang


merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau
kemungkinan pengaruh tokis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering
dikeluhkan penderita. Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak-anak
dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang
sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan nutrisi.

Pitiriasis versikolor muncul dengan 3 bentuk:

1. Papulosquamous

• Paling sering bermanifestasi dalam gambaran bersisik, batas jelas,


banyak, makulabulat sampai oval yang tersebar pada batang tubuh, dada, leher,
ekstrimitas dan kadang pada bagian bawah perut.

• Makula cenderung untuk menyatu, membentuk area pigmentasi


irreguler. Area yang terinfeksi dapat menjadi gelap atau menjadi lebih terang dari
kulit sekitar

• Kondisi ini akan lebih terlihat pada musim panas dimana perbedaan
warna akan lebih menonjol

2. Inverse Pityriasis versicolor

• Bentuk kebalikan dari Pitiriasis versikolor pada keadaan distribusi


yang berbeda, kelainan pada regio flexural, wajah atau area tertentu pada
ekstrimitas. Bentuk ini lebih sering terlihat pada pasien yang mengalami gangguan
imunodefisiensi.
• Bentuk ini dapat dibingungkan dengan kandidiasis, dermatitis seborrhoik,
psoriasis, erythrasma dan infeksi dermatophyte( Hararap,Marwali,2002 ).

3. Folliculitis

• Bentuk ketiga dari infeksi M. furfur pada kulit melibatkan folikel


rambut. Kondisi ini biasanya terjadi pada area punggung, dada dan ekstrimitas

• Bentuk ini secara klinik sulit dibedakan dengan folikulitis bakterial.


Infeksi akibat Pityrosporum folliculitis berupa papula kemerahan atau pustula.

• Faktor predisposis diantaranya diabetes, kelembapan tinggi, terapi


steroid atau antibiotika dan terapi immunosupresan. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa M. furfur memiliki peran dalam dermatitis seborrhoik.(
Hararap,Marwali,2002 ).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan mikologis kerokan kulit

Pengambilan bahan dapat dengan kerokan biasa atau dengan


menggunakan cellotape yang ditempel pada lesi. Setelah diambil, bahan diletakkan
di atas gelas obyek lalu diteteskan larutan KOH 20% atau campuran 9 bagian KOH
20% dengan 1 bagian tinta parker blueback superchrome X akan lebih memperjelas
pembacaan karena memberi tampilan warna biru yang cerah pada elemen-elemen
jamur ( Hararap,Marwali,2002 ).

- Hasil positif:

Hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf i, v, j) dan gerombolan spora


budding yeast yang berbentuk bulat mirip seperti sphagetti with meatballs.

- Hasil negatif:

Bila tidak ada lagi hifa, maka berarti bukan pitiriasis versikolor walaupun
ada spora.
b. Lampu Wood

Untuk membantu menegakkan diagnosis dan untuk menentukan luasnya


lesi dapat dilakukan pemeriksaan dengan penyinaran lampu Wood pada seluruh
tubuh penderita dalam kamar gelap. Hasilnya positif apabila terlihat fluoresensi
berwarna kuning emas pada lesi tersebut. ( Hararap,Marwali,2002 ).

2.7 Penatalaksanaan

a) Medis

Pengobatan pityriasis versicolor dapat diterapi secara topical maupun


sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai
60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan
terapi profilaksis untuk mencegah rekurensi :

1. Pengobatan topical

2. Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan


konsisten. Obat yang dapat digunakan ialah :

a. Selenium sulfide 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu.


Obat digosokan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi.

b. Salisil spiritus 10 %

c. Turunan azol, misalnya : mikonazol, klotrimazol, isokanazol dan


ekonazol dalam bentuk topical

d. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%

e. Larutan natrium tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis mandi


selama 2 minggu (Djuanda, 2013)

3. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pityriasis versicolor yang luas


atau jika pemakaian obat topical tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan adalah :

a. Ketokonazol
Dosis : 200 mg perhari selama 10 hari

b. Flukonazol

Dosis : dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu

c. Itraconazol

Dosis : 100 mg perhari selama 2 minggu (Madani A, 2000)

4. Terapi hipopigmentasi

a. Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam

b. Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam

c. Jemur matahari kurang lebih 10 menit antara jam 10.00 – 15.00

( Hararap,Marwali,2002 ).

b) Non Medis
Terapi Sistemik. Ketokonazol termasuk kelas antijamur imidazoles.
Ketokonazol bekerja dengan memperlambat pertumbuhan jamur yang
menyebabkan infeksi. Obat ini diminum satu kali sehari. Sediaan tablet
ketokonazol adalah 200 mg. Dosis Ketokonazol 400 mg (diminum satu jam
sebelum makan). Flukonazol 400 mg. Itrakonazol 400 mg (Wolff K, Johnson
RA, Suurmond D, 2007). Adapun efek samping ketokonazol adalah nausea,
dispepsia, sakit perut, dan diare.
Profilaksis Sekunder. Sampo ketokonazol digunakan satu atau dua kali
seminggu. Selain itu juga dapat digunakan losion atau sampo selenium sulfide,
Salicylic acid/sulfur bar Pyrithione zinc ketokonazol 400 mg peroral sebulan
sekali (Wolff K, Johnson RA, Suurmond D, 2007).
Disamping pengobatan, penting juga memberikan edukasi atau nasehat
kepada penderita agar:
- memakai pakaian yang tipis
- memakai pakaian yang berbahan cotton
- tidak memakai pakaian yang terlalu ketat. ( Hararap,Marwali,2002 ).
Daftar Pustaka

Airlangga. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbe230247ae15full.pdf.

Diakses pada tanggal 6 mei 2019 pukul 14.35

Androphy, Elliot J., Rowy, Douglas R. Wart: Human Papiloma Virus, Common

Wart edited by Klaus Wolff, Lowell A. Goldsmith, etc. in Fitzpatrick’s.

Clinical Dermatology. Fifth edition. New York: McGraw-Hill, 2005. One volume.

Pages 1085, parts four, sections 33. ISBN 0-07-144019-4

Dermatology In General Medicine, 7th Ed. McGraw-Hill: New York; 2008,

p.1914-1922.

Handoko RP. 2010. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI. Hal : 110 – 118.

Marwali Harahap. 2002. Anatomi dan Fungsi Kulit. Dalam Marwali Harahap: Ilmu

Penyakit Kulit. Edisi 1. Jakarta: Hipokrates.

Nurkasanah, Siti. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kenaikan Titer Antibodi

Spesifik pityriasis versicolor. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Wolff K, Johnson RA, Suurmond D, eds. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of

Anda mungkin juga menyukai