2. Derajat Syok
a. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot
rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi
rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran
tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis
metabolik tidak ada atau ringan.
b. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-
organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit
dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan
asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
c. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi
untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi
vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat,
gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah
jantung menurun).
3. Etiologi
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan
volume darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik; sedangkan deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya
fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh
perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan cairan ke dalam jaringan
kontusio atau usus yang mengembang kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga
menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat kehilangan cairan berlebihan
bias juga timbul pada pasien luka bakar yang luas (john a.boswick,1998:44).
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler,
misalnya terjadi pada:
o Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar
tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
o Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah
yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan
atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
o Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
a. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
b. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
c. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran
darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam
jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan
metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah
dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke,
1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok
hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta
perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis
merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama (www.medicastore.com).
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik)
yang meliputi :
Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal
Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, na-
di cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah menca-
pai 30%.
Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.
Sistim pencernaan : mual, muntah
Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.
Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung
yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya
diraba. (www.medicastore.com)
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
a. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-
rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih
b. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek. Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi,
tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang,
dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor
kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia.
Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada
pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam
waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan
hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang
esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah
otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70
mmHg.
Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2)
Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola
mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan
oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan
celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga
berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi,
uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada
dehidrasi berat.
5. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
a. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan
seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan
aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan
peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka
filtrasi glomeruler juga menurun.
b. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi
sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri
menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian
sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler
diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa
ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati
intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya
aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan
terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan
anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan
invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar
memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga
menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya
terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
c. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal
sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia
dan hiperkapnea (www.els.co.id).
6. Komplikasi
Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia.
DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan
yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
Efek Dari Syok Seluler
Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka kemampuan
metabolisme energy pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energy pada sel-sel
tersebut akan terganggu. Metabolisme terjadi di dalam tempat nutrient secara kimiawi
dipecahkan dan disimpan dalam bentuk ATP (adenosine tripospat). Sel-sel menggunakan
simpanan energy ini untuk melakukan berbagai fungsi seperti transport aktif, kontraksi otot,
sintesa biokimia dan melakukan fungsi seluler khusus seperti konduksi impuls listrik.
Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan kekurangan
oksigen dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn energy melalui anaerob dan nutrient,
karena sel-sel harus menghasilkan energy melalui anaerob. Metabolisme ini menghasilkan
tingkat energy yang rendah dari sumber nutrient, dan lingkungan intraseluler yang bersifat
asam. Karena perubahan ini, fungsi sel menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi
lebh permiabel, sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam
sel. Pompa kalium-natrium menjadi terganggu. Struktur sel (mitokondria dan lisosom)
menjadi rusak dan terjadi kematian sel.
Respon Vaskuler
Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa ke
sel-sel tubuh melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel bergantung pada
aliran darah ke area spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah secara continue didaur
ulang kembali melalui paru-paru untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-
produk akhir metabolism seluler seperti karbondioksida. Otot jantung memberikan pompa
yang dikeluarkan untuk mengeluarkan darah segar yang dioksigenasi ke luar jaringan tubuh.
Vaskulatur dapat berdilatasi dan berkontraksi sesuai dengan mekanisme pengatur pusat dan
local. Mekanisme pengaturan pusat menyebabkan dilatasi dan konstriksi vaskuler untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Mekanisme pengaturan local, disebut sebagai
otoregulasi, menyebabkan vasodilatasi/vasokontriksi dalam berespon terhadap bahan kimia
yang dilepaskan oleh sel-sel yang mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan
nutrient.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit
mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui
kejadiannya, cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut),
Riwayat penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat
pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat).
9. Penatalaksanaan
a. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan
ventilator tambahan sesuai kebutuhan.
b. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan
mempertahankan perfusi jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan
untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan
vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari
pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume
cairan darurat.
2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer.
Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan
pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume. Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau
lebih kateter mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan
pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume. Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan
kimia, golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit. Mulai infus
IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada
kondisi klinis pasien.
3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan
ini mendekat komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan
osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah dan
pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai tambahan
terapi komponen darah.
4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat
kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan
hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan
memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.
c. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit,
volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal. Lakukan pemeriksaan
fisik cepat untuk menentukan penyebab syok. Pertahankan surveilens
keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut jantung,
pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi,
elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan.
Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan
menyatakan perbaikan atau pentimpangan pasien.
d. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan
mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada
pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu. Berikan obat
khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler. Dukung mekanisme devensif tubuh
1. Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk
menghilangkan rasa khawatir.
2. Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
3. Pertahankan suhu tubuh. Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang
merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan
meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
4. Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi
meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok.
2. Sekunder survey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan
dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage)
sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lurus dengan
empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum
poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat
memasukkan cairan terbesar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan
bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan
pembuluh darah periver, maka digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femuralis,
jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik
seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat
ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat darurat
tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena itu
bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah
atau diperbaiki. Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius
sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau
hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil. Pada anak-anak
dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum
menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur
atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya. Kalau kateter
intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch,
pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan
pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini.
Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena
jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya
pneumo atau hemotorak. Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pada
kulit, tekanan darah, status jantung, status respirasi, status mental, dan fungsi
ginjal(oliguri, anuria).
3. Tersier survey
Yang dilakukan pada tersiery survey, antara lain:
a. Riwayat Kesehatan, Riwayat trauma (perdarahan), Riwayat penyakit jantung,
Riwayat penyakit infeksi, Riwayat pemakaian obat.
b. Hasil laboratorium
c. Fungsi metabolic
d. Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septic dijumpai
alkalosis metabolic)
e. Keseimbangan asam-basa : Pada awal syok PO2 dan PCO2 menurun (penurunan
PCO2 karena takipnea, penurunan PO2 karena adanya aliran pintas ke paru).
f. Terapi awal cairan : Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal.
Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan
volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya
kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan
pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis
merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk
terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi
ginjalnya kurang baik.