Anda di halaman 1dari 7

BAB II

KONSEP DASAR HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsanag eksternal (dunia luar). Klien
memberi resepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidaka ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009)
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang
berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien
sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah
persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus
atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah
kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.

B. Faktor-faktor penyebab Halusinasi


1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi menurut Yosep (2009), meliputi:
a. Faktor perkembangan
Perkembangan yang terganggu misalnya rendah control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, yang menyebabkan mudah frustasi, hilang percaya diri, dan
lebih rentan terhadap stress.

3
4

b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi (
unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa, adannya
strees yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia,
seperti bufennol dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress
bekepanjangan menyebabkan teraktifasinya, neurotransmitter otak,
misanya terjadi ketidakseimbangan asetyl kolin dan dopamine.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidak mampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat
demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata kea lam khayal.
e. Faktor genetic dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu
skizofreinia cenderung mengalami skizofreinia. hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
saling berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
5

b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

C. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart Sudden, 2007, halusinasi dibagi dalam:
1. Halusinasi Pendengaran / Audiotorik (70%)
Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara terutama suara orang.
Biasanya klien mendengarkan suara orang yang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal.
2. Halusinasi Penglihatan / Visual (20%)
Karakteristik ditandai dengan stimulus visual dalam bentuk kilatan
cahaya, gambaran, geometrik, gambar kartun dan panorama yang
komplek. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidung / Alfaktari
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau
menjijikan seperti darah, urin, feses. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang, dan demensia.
4. Halusinasi Peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit. Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan stimulus yang jelas. Contohnya rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap
Karakteristik ditandai dengan rasa mengecap seperti rasa darah, urin,
feses.
6. Halusinasi Sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti rasa aliran
darah vena atau arteri, pencernaan makanan, pembentukkan urin.
6

7. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak.

D. Tahap-Tahap Halusinasi
Menurut Kusumawati, Farida (2011) tahap-tahap halusinasi, yaitu:
Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien
mengalami stres, cemas, perasaan perpisaan, rasa bersalah, kesepian yang
memuncak, dan yang tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon ferbal yang lambat jika sedang
asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat
yaitu halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada
bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengiontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf
otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi, semakin meninjol, menguasai
dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
Fase ke empat adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur
dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik:
7

halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi


klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien :
perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

E. Tanda dan Gejala Halusinasi


Adapun tanda dan gejala halusinasi menurut Direja (2011), sebagai berikut:
1. Halusinasi Pendengaran
Data objektif : bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
Data subjektif : mendengarkan suara atau kegaduhan, mendengarkan
suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang
menyuruh melakuakn sesuatu yang berbahaya.
2. Halusinasi Penglihatan
Data objektif : menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas.
Data subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster.
3. Halusinasi Penghidungan
Data objektif : menghidung seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
menutup hidung.
Data subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses,
kadang-kadang bau itu menyenangkan.
4. Halusinasi Pengecapan
Data objektif : sering meludah, muntah
Data subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
8

5. Halusinasi Perabaan
Data objektif : menggaruk-garuk permukaan kulit.
Data subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa
tersengat listrik.

F. Komplikasi dari Halusinasi


Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.

G. Mekanisme Koping
1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
2. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal. (Stuart, 2007).

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
1) Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi
akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, IM.
Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien
bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg.
2) Golongan fenotiazine : Chlorpramizine / Largactile / Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan
3x100 mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi
1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara aetificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
9

listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan


terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
Joule / detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul dengan orang
lain, penderita lain, perawat, dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk mengadakan
permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok yang diberikan pada pasien dengan halusinasi
yaitu (Keliat, 2010) :
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif / persepsi.
b. Terapi aktivitas kelompok stimulus sensori.

I. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik klien dengan gangguan halusinasi menurut Nanda-I
(2012), adalah :
1. Perubahan dalam pola perilaku
2. Perubahan dalam kemampuan menyelesaikan masalah
3. Perubahan dalam ketajaman sensori
4. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
5. Disorientasi
6. Halusinasi
7. Hambatan komunikasi
8. Iritabilitas
9. Konsentrasi buruk
10. Gelisah
11. Distorsi sensori

Anda mungkin juga menyukai