Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur terjadinya infeksi korioamnionitis
sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi pada ibu. Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan, pada keadaan normal 8-
10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo,
2008).
Ketuban pecah dini (KPD) di Indonesia secara global menyebabkan 80%
kematian ibu. Pola penyebab langsung dimana-mana yaitu perdarahan (25%)
biasanya perdarahan pasca persalinan, sepsis (15%) hipertensi dalam kehamilan
(12%), partus macet (8%) komplikasi abortus tidak aman (13%), ketuban pecah
dini (4%) dan sebab-sebab lainnya (8%) (Wikjosastro, 2008). Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2010) menunjukkan bahwa kasus KPD di Indonesia
masih cukup tinggi yaitu sebanyak 284.838 kasus yang merupakan kasus
komplikasi terbanyak dibandingkan dengan kehamilan ektopik, preeklamsia,
eklamsia, plasenta previa, dan perdarahan pasca persalinan.
Penatalaksanaan KPD memerlukan tindakan yang rinci sehingga dapat
menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam Rahim.
Terjadinya kematian pada ibu dan anak dengan adanya masalah tersebut maka
peran perawat yaitu memberikan asuhan keperawatan pada ibu hamil dan
persalinan secara komprehensif sehingga ibu dan janin mendapatkan perawatan
yang optimal.
Oleh sebab itu persalinan dengan ketuban pecah dini memerlukan
pengawasan dan perhatian serta secara teratur dan diharapkan kerjasama antara
keluarga ibu dan penolong persalinan (bidan atau dokter). Dengan demikian akan
menurunkan atau memperkecil resiko kematian ibu dan bayinya. Dari uraian di

1
2

atas penulis merasa tertarik untuk mengambil kasus ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Ny. I G2P1A0 Gravid 27 Minggu dengan Ketuban Pecah Dini
di Ruang Ponek 1 RSUD Kota Salatiga“.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas rumusan masalah pada kasus ini adalah bagaimana
Asuhan Keperawatan Pada Ny. I G2P1A0 Gravid 27 Minggu dengan Ketuban
Pecah Dini di Ruang Ponek 1 RSUD Kota Salatiga.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan kepada Ny. I G2P1A0 Gravid 27
Minggu dengan Ketuban Pecah Dini di Ruang Ponek 1 RSUD Kota
Salatiga.
2. Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan laporan asuhan keperawatan kelompok ini adalah
mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian pada Ny. I G2P1A0 Gravid 27 Minggu dengan
Ketuban Pecah Dini
b. Merumuskan masalah dan menegakkan diagnosa keperawatan pada
Ny. I G2P1A0 Gravid 27 Minggu dengan Ketuban Pecah Dini
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pada Ny. I G2P1A0
Gravid 27 Minggu dengan Ketuban Pecah Dini
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pada Ny. I G2P1A0
Gravid 27 Minggu dengan Ketuban Pecah Dini
e. Melaksanakan evaluasi pada pada Ny. I G2P1A0 Gravid 27 Minggu
dengan Ketuban Pecah Dini
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS DENGAN


DIAGNOSA MEDIS KETUBAN PECAH DINI

A. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion
sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa
kontraksi.(mitayani,2011.buku keperawatan maternitas,hal:74). Ketuban pecah
dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8 – 10 % wanita hamil aterm
akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2010).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-
tanda persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu
kehamilan, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2010).
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas adalah ketuban pecah dini merupakan
pecah/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan,dan sebelum usia
kehamilan mencapai 37 minggu,dengan kontraksi atau tanpa kontraksi.

B. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh kurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari
vagina dan serviks. Penyebabnya juga disebabkan karena inkompetensi servik.
Polihidramnion / hidramnion, mal presentasi janin (seperti letak lintang) dan juga
infeksi vagina / serviks (Prawirohardjo, 2010).
Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah :
(Prawirohardjo, 2010)
4

1. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)


Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana korion,
amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat
menjadi sepsis. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban
maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD.
2. Serviks yang inkompeten
Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka
oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curettage).
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan
pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan
kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan
kehamilan pada trimester kedua.
Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain
seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan
akibat dari trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop
elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau
laserasi obstetrik.
3. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah
dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari
frekuensi yang ≥4 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan
penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya
ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai
infeksi.
4. Ketegangan intra uterin
Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat
dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra uterin
5

yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)


misalnya trauma, hidramnion, gamelli.
5. Kelainan letak,
Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul serta dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6. Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara
adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik
mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah dini
berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan
fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan. Selain
itu, hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir
triwulan kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan yang tidak terlalu
dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti keputihan atau infeksi
maternal.
Sedangkan multipara adalah wanita yang telah beberapa kali
mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang telah
melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada
kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat,
diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban pecah dini pada
kehamilan berikutnya.
7. Usia kehamilan
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas,
infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya KPD dan
persalinan preterm (Prawirohardjo, 2010). Pada kelahiran <37 minggu
sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila ≥47 minggu lebih sering
mengalami KPD (Manuaba, 2010).
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum
usia kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang
terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada
6

kejadian ketuban pecah dini, selain itu juga terjadinya prolapsus tali pusat.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini
preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada
ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai 100% apabila ketuban
pecah dini preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
8. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD
kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah
akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga
memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm
terutama pada pasien risiko tinggi.
Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah
mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali
antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini
sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.

C. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban . Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang dapat
meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut
menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan
kontraksi miometrium.
Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas monosit/makrofag
, yaitu sitokrin, interleukin 1 , factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet
activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang
ditemukan dalam cairan amnion , secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan
sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang
7

sel-sel disidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang


menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi . Enzim bacterial dan
atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat
menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban .Banyak flora servikoginal
komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan
kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban.Elastase leukosit
polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III papa manusia,
membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena
kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III
dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain , termasuk katepsin B , katepsin N, kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag , nampaknya melemahkan kulit ketuban . Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin , potensial , potensial menjasi penyebab ketuban
pecah dini.
8

Pathway

D. Manifestasi Klinik
Menurut Manuaba (2010), tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami
KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air
ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan
ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila duduk/berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina
9

yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda
infeksi yang terjadi.

E. Penatalaksanaan
Sebagai gambabaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat
dijabarkan sebagai berikut: (Manuaba, 2010)
1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas paru
sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat.
2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi peicu
sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
3. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin.
Kehamilan ≥47 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali. Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea. Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan (Prawirohardjo, 2010).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang bkeluar dari vagina perlu di periksa warna konsentrasi,baud
an PH nya.Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin
juga urine atu secret vagina,Sekret vagina ibu hamil pH :4,5 dengan kertas
nitrazin tidak berubah warna ,tetap kuning .1.a tes lakmus (tes
nitrazin),jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis).Ph air ketuban 7-7,5 darah dan infeksi vagina
dapat menghaslkan tes yang positif palsu .1b. mikroskop (tes pakis
),dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun psikis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
10

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam


kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamion.Walaupun
pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya ,namun
pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sederhana.(Sujiyatini,2009).

G. Komplikasi
Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada KPD yaitu peningkatan
morbiditas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan
kelahiran, dan resiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena
ketuban yang utuh merupakan penghalang penyebab infeksi (Prawirohardjo,
2010).
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko
infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD premature
sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada
korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat
terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm.
Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm.
Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD prater mini terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 23 minggu.

H. Asuhan Keperawatan Maternitas Dengan Diagnosa Medis Ketuban


Pecah Dini
1. Pengkajian
a. Identitas ibu
b. Riwayat penyakit
11

1) Riwayat kesehatan sekarang ;ibu dating dengan pecahnya ketuban


sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa
komplikasi
2) Riwayat kesehatan dahulu
a) Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
b) Sintesi ,pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual
c) Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus
d) Selaput amnion yang lemah/tipis
e) Posisi fetus tidak normal
f) Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang
pendek
g) Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
a) Mata perlu diperiksa dibagian skelra,konjungtiva
b) Hidung ,ada atau tidaknya pembebngkakan konka nasalis .Ada
/tidaknya hipersekresi mukosa
c) Mulut :gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna mukosa
gigi,
d) Leher berupa pemeriksaan JVP,KGB Dan tiroid
2) Dada
a) Troraks
Inspeksi kesimetrisan dada,jenis oernapasan torakaabdominal,dan
tidak ada retraksi dinding dada.Frekuensi pernapasan normal.
Palpasi :payudara tidak ada pembengkakan
Auskultasi:terdengar Bj 1 dan II di IC kiri/kanan,Bunyi napas
normal vesikuler
b) Abdomen
Inspeksi :ada a/tidak bekas operasi ,striae dan linea
Palpasi:TFU kontraksi ada/tidak ,Posisi ,kansung kemih
penuh/tidak
12

Auskultasi: DJJ ada/tidak.


3) Genitalia
a) Inspeksi : kebersihan ada/ tidaknya tanda-tanda REEDA(Red,
Edema, discharge, approxiamately) ; pengeluaran air ketuban
(jumlah ,warna, bau dan lendir merah muda kecoklatan .
b) Palpasi :pembukaan serviks(0-4)
4) Ekstrimitas :edema ,varises ad/tidak.
5) Pemeriksaan diagnostic
a) Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi
b) Golongan darah dan faktor Rh
c) Rasio lestin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan
maturitas janin
d) Tes ferning dan kertas nitrazine: memastikan pecah ketuban
e) Ultrasonografi ; menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan
jantung janin dan lokasi plasenta.
f) Pelvimetri ; identifikasi posisi janin

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi maternal berhubungan dengan prosedur invasif,
pemeriksaan vagina berulang, dan rupture membrane amniotic.
b. Kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan adanya
penyakit.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri
sendiri/janin.
d. Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik

3. Intervensi Keperawatan

a. Resiko tinggi infeksi maternal berhubungan dengan prosedur invasif,


pemeriksaan vagina berulang, dan rupture membrane amniotic.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan infeksi
maternal tidak terjadi
13

Kriteria hasil : ibu menyatakan/menunjukan bebas dari tanda-tanda


infeksi.

No Intervensi Rasional
1 - Lakukan pemeriksaan - Pengulangan pemeriksaan vagina
inspekulum, ulangi bila pola berperan dalam insiden infeksi
kontraksi atau perilaku ibu saluran asendens.
menandakan kemajuan.
- Gunakan teknik aseptic - Mencegah pertumbuhan bakteri dan
selama pemeriksaan vagina. kontaminasi pada vagina.
- Anjurkan perawatan - Menurunkan resiko infeksi saluran
perineum setelah eliminasi asendens.
setiap 4 jam dan sesuai
indikasi. - Pada infeksi, cairan amnion menjadi
- Pantau dan gambarkan lebih kental dan kuning pekat serta
karakter cairan amniotic. dapat terdeteksi adanya bau yang
kuat.
- Pantau suhu, nadi, - Dalam 4 jam setelah membrane
pernapasan, dan sel darah rupture, insiden korioamnionitis
putih sesuai indikasi. meningkat secara progresif sesuai
dengan waktu yang ditunjukkan
melalui TTV.
- Mengurangi perkembangan
- Tekankan pentingnya
mikroorganisme
mencuci tangan yang baik
dan benar.
14

b. Gangguan kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan


proses penyakit.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran
gas pada janin kembali normal.
Kriteria hasil:

1) Klien menunjukkan DJJ dan variabilitas denyut per denyut dalam


batas normal
2) Bebas dari efek-efek merugikan dan hipoksi selama persalinan.

No Intervensi Rasional
1 - Pantau DJJ setiap 15-30 - Takikardi atau bradikardi janin adalah
menit. indikasi dari kemungkinan penurunan
yang mungkin perlu intervensi

- Periksa DJJ dengan segera - Mendeteksi distress janin karena


bila terjadi pecah ketuban kolaps alveoli.
dan periksa 15 menit
kemudian, observasi
perineum ibu untuk
mendeteksi prolaps tali
pusat.
- Perhatikan dan catat - Pada presentasi vertex, hipoksia yang
warna serta jumlah cairan lama mengakibatkan caira amnion
amnion dan waktu berwarna seperti mekonium karena
pecahnya ketuban rangsangan fagal yang merelaksasikan
spingter anus janin.
- Catat perubahan DJJ - Mendeteksi beratnya hipoksia dan
selama kontraksi. Pantau kemungkinan penyebab janin rentan
aktivitas uterus secara terhadap potensi cedera selama
manual atau elektronik. persalinan karena menurunnya kadar
Bicara pada ibu atau oksigen
pasangan dan berikan
15

informasi tentang situasi


tersebut.
Kolaborasi
- Siapkan untuk - Dengan penurunan viabilitas mungkin
melahirkan dengan memerlukan kelahiran seksio caesarea
cara yang paling baik untuk mencegah cedera janin dan
atau dengan kematian karena hipoksia.
intervensi bedah bila
tidak terjadi
perbaikan

c. Ansietas berhubungan dengan situasi kritis, ancaman pada diri


sendiri/janin.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan
klien berkurang
Kriteria hasil : Pasien diharapkan:
a. Menggunakan teknik pernapasan dan relaksasi yang efektif.
b. Berpartisipasi aktif dalam proses persalinan

No Intervensi Rasional
- Tinjau proses penyakit - Memberikan pengetahuan dasar
dan harapan masa dimana klien dapat membuat
depan pilihan.
- Dorong periode - Agar klien tidak merasa jenuh
istirahat yang adekuat dan mempercepat proses
dengan aktifitas penyembuhan
terjadwal - Agar klien mengerti dengan
- Berikan pelayanan bahaya infeksi dan penyakitnya
kesehatan mengenai - Menunjukkan realitas situasi
penyakit nya. yang dapat membantu klien atau
- Jelaskan kepada klien orang terdekat menerima
apa yg terjadi, berikan realitas dan mulai menerima apa
16

kesempatan untuk yang terjadi.


bertanya dan berikan
jawaban yang terbuka
dan jujur

d. Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik

Tujuan : Aktivitas kembali sesuai kemampuan pasien.

Kriteria Hasil : Pasien bisa beraktivitas seperti biasa

No Intervensi Rasional
- Bantu pasien dalam - Agar kebutuhan sehari – hari
memenuhi kebutuhan klien dapat terpenuhi seperti
sehari-hari seminimal biasanya
mungkin. - Agar klien merasa nyaman dan
- Beri posisi nyaman tenang
- Kelelahan dapat menyebabkan
- Anjurkan menghemat lama nya proses penyembuhan
energy hindari klien,,jadi dengan menghindari
kegiatan yang kegiatan yang melelahkan
melelahkan. dapat membantu proses
penyembuhan

4. Evaluasi Keperawatan
a. Infeksi tidak terjadi
b. Pertukaran gas pada janin kembali normal
c. Cemas hilang
d. Kebutuhan istirahat dan tidur dapat terpenuhi. Dapat melakukan kegiatan
sehari-hari tanpa bantuan keluarga dan petugas kesehatan.
17

DAFTAR PUSTAKA

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Geri, Morgan. (2009). Obsteri dan ginekologi panduan praktik. Jakarta : EGC

Sujiyati. (2008). Asuhan patologi kebidanan. Jakarta : Numed

http://firwanintianur93.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-ketuban-
pecah-dini.html

Anda mungkin juga menyukai