Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH

MANDIRI II
PENERAPAN KUNJUNGAN ANC DIPUSKESMAS

OLEH
JENI IMELDA GHAWA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKES KEMENKES KUPANG
JURUSAN DIII KEBIDANAN
KELAS RPL
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
yang berjudul “PENERAPAN KUNJUNGAN ANC

DIPUSKESMAS”, dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.


Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.

.........,.................................

............................
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Rumusan Masalah ............................................................................................ 7
Tujuan .............................................................................................................. 7
Manfaat ............................................................................................................ 8
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 9
Analisis ........................................................................................................... 9
Pelaksanaan Program Antenatal Terpadu di Puskesmas ................................ 28
Komponen Input ............................................................................................. 47
Komponen Proses ............................................................................................ 48
Komponen Output ........................................................................................... 49
Hambatan Dan Kelemahan Penelitian ............................................................. 50
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 51
Kesimpulan ...................................................................................................... 51
Saran ................................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Puskesmas dalam menjalankan fungsinya sebagai

pelayanan kesehatan masyarakat, bertanggung jawab

menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya

kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem

kesehatan nasional yang merupakan pelayanan kesehatan tingkat

pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua

yakni Upaya Kesehatan Wajib dan juga

Upaya Kesehatan Pengembangan. Salah satu dari enam upaya kesehatan wajib
Puskesmas yaitu upaya kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

(KIA/KB) (Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan data MDGs tahun 2011, Indonesia masih

memiliki masalah dalam mencapai tujuan MDGs yang kelima

yaitu meningkatkan kesehatan ibu, khususnya pada target

menurunkan angka kematian ibu. Indonesia hanya baru dapat

menekankan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup

(tahun 2007), yang mana target pada tahun 2015 yang sudah

ditetapkan yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan

data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2012 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia sebesar 359 per

100.000 kelahiran hidup. Hal ini akan menjadi masalah tentunya

dibidang kesehatan, sehingga timbul beberapa pertanyaan mengapa

tujuan tersebut masih belum tercapai.

Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu salah

satunya melalui program pelayanan antenatal terpadu. Antenatal


terpadu merupakan pelayanan antenatal komprehensif dan

berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil.

Setiap kehamilan dalam perkembangannya mempunyai

risiko mengalami penyulit atau komplikasi, oleh karena itu

pelayanan antenatal harus dilakukan secara rutin, terpadu, dan

sesuai standar pelayanan antenatal yang berkualitas (Kemenkes RI,

2013).

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan

harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan

standar yang terdiri dari 10T (Timbang berat badan dan ukut tinggi

badan, Ukur tekanan darah, Nilai status gizi/ukur lingkar lengan

atas (LiLA), Ukur tinggi fundus uteri, Tentukan presentasi janin

dan denyut jantung janin (DJJ), Skrining status imunisasi TT,

Tablet tambah darah, Pemeriksaan laboratorium,

Tatalaksana/penanganan kasus, Temu wicara/konseling)

(Kemenkes RI, 2013).

Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan oleh

semua ibu hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin dan

kesehatan ibu. Hampir seluruh ibu hamil di Indonesia (95,4%)

sudah melakukan pemeriksaan kehamilan (K1) dengan frekuensi

minimal 4 kali selama masa kehamilannya adalah 83,5%. Adapun

untuk cakupan pemeriksaan kehamilan pertama pada trimester

pertama adalah 81,6% dan frekuensi ANC 1-1-2 atau K4 (minimal

1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua

dan minimal 2 kali pada trimester 3) sebesar 70,4%. Tenaga yang

paling banyak memberikan pelayanan ANC adalah bidan (88%)


dan tempat pelayanan ANC paling banyak diberikan di praktek

bidan (52,5%).

Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Kota

Semarang didapatkan jumlah kunjungan K1 di seluruh Puskesmas

yang ada di Kota Semarang pada tahun 2014 sebesar 102,16%

lebih kecil dari tahun 2013 yaitu 104,27%. Hal ini menunjukan

adanya penurunan cakupan meskipun pencapaian ini sudah diatas

target SPM tahun 2015 (95%) dan target tahun 2014 (94%).

Sedangkan, kunjungan K4 pada tahun 2014 sebesar 97.21% tidak

mengalami perubahan atau sama dengan tahun 2013 yaitu sebesar

97,21%, sudah mencapai target SPM 2015 yaitu 95% tetapi angka

kematian ibu masih tinggi (Profil Dinkes Kota Semarang 2014).

Kematian Ibu merupakan indikator derajat kesehatan dan

menjadi tujuan MDGs. Berdasarkan data profil kesehatan Dinas

Kesehatan Kota Semarang mengalami peningkatan dari tahun-

tahun sebelumnya, yaitu tahun 2014 sebesar 122,25/100.000 KH

lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 107,95/100.000 KH, pada

tahun 2012 yaitu 80,06/100.000 KH dan tahun 2011 sebesar

119,9/100.000 KH.

Dilihat dari jumlah kematian ibu pada peningkatan dari tahun 2013 yaitu
sebesar
29 kasus menjadi 33 kasus pada tahun 2014 menjadi 35 kasus pada

tahun 2015. Namun untuk peringkat kematian ibu di Jawa Tengah,

Kota Semarang menurun, yaitu dari peringkat 5 pada tahun 2013

menjadi peringkat 7 pada tahun 2014 dan meningkat lagi menjadi

peringkat 2 tahun 2015 (Profil Dinkes Kota Semarang 2014).

Jadi berdasarkan data diatas bahwa cakupan kunjungan K1

dan K4 di Kota Semarang setiap tahunnya sudah mencapai target


dan sudah mencapai capaian yang baik tetapi angka kematian ibu

di Kota Semarang masih tinggi. Hal ini akan menjadi masalah

tentunya dibidang kesehatan karena angka kematian ibu termasuk

dalam kategori MDGs yang nomor 5 yaitu meningkatkan

kesehatan ibu khususnya pada target menurunkan angka kematian

ibu.

Pada tahun 2015, Angka Kematian Ibu di Kota Semarang

terdapat 35 kasus meningkat dari tahun 2014 sebanyak 33 kasus

dan pada tahun 2013 yang hanya 29 kasus. Kematian ibu

disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari faktor masyarakat,

pelayanan dasar maupun pelayanan rujukan. Kematian ibu

tertinggi disebabkan karena eklampsia (48,48%), penyebab lainnya

adalah karena pendarahan (24,24%), disebabkan karena penyakit

sebesar 18,18%, infeksi sebesar 3,03% dan lain-lain sebesar 6,06%

(Profil Dinkes Kota Semarang 2014).

Puskesmas Bandarharjo merupakan salah satu Puskesmas

yang telah melaksanakan program antenatal terpadu. Puskesmas ini

salah satu Puskesmas yang mendapatkan pelatihan dari Dinas

Kesehatan Kota dari 36 puskesmas lain yang pernah dilatih.

Namun berdasarkan data kematian ibu tahun 2014, di Puskesmas

Bandarharjo masih ditemukan 3 kasus kematian ibu dan tahun

2015 mengalami peningkatan dimana ditemukan data sebanyak 5

kasus kematian ibu penyebab terjadinya Pre Eklampsia Berat

(PEB), pendarahan, obesitas, dan keracunan makanan yang

seharusnya dapat terdeteksi dan mendapatkan penanganan segera

melalui pelayanan program antenatal terpadu.


Berdasarkan data dari laporan Tahun 2014 Puskesmas

Bandarharjo, didapatkan data pelayanan K1 mencapai 94,60%.

Sedangkan data pelayanan K4 mencapai 86,34%. Pada Tahun 2015

data pelayanan K1 mencapai 80,32%. Sedangkan data pelayanan

K4 mencapai 90,76%. Berdasarkan data angka cakupan K1 dan K4

belum mencapai target SPM tahun 2015 (95%). Padahal di

Puskesmas ini angka cakupan K1 dan K4 sebagai salah satu

indikator keberhasilan pelaksanaan program antenatal.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pencapaian

pelayanan K4 dan K1 masih jauh dari target yang sudah ditetapkan

dan adanya komplikasi penyakit sehingga perlu upaya yang

dilakukan untuk meningkatkan pelayanan antenatal terpadu yang

sesuai standar pelayanan antenatal dengan 10T.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Erna selaku

petugas pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) pada tanggal 03

Februari 2016 menyatakan bahwa sumber daya manusia di

Puskesmas Bandar Harjo masih kurang. Jumlah bidan di

Puskesmas Bandarharjo sebanyak 3 orang dan tidak memiliki

dokter spesialis kandungan, sehingga tidak bisa memantau

keseluruhan ibu hamil yang berjumlah 1382 dari 4 (empat)

kelurahan. Dari jumlah ibu hamil tersebut, sebanyak 1382

memiliki resiko tinggi pada kehamilan yaitu 1052 (70%). Selain

jumlah bidan yang sedikit pegawai laboratorium hanya 1 orang

padahal sesuai dengan standar 10T pemeriksaan laboratorium

dilakukan secara rutin dan khusus. Dalam segi sarana dan

prasarana adanya keterbatasan ruangan antara pelayanan ibu dan

pelayanan anak dijadikan satu ruangan di Puskesmas Bandarharjo.


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan peneliti

menganggap perlu dilakukan penelitian mengenai “Analisis

Pelaksanaan Program Antenatal Terpadu di Puskemas Bandarharjo

Kota Semarang” melalui pendekatan sistem mulai dari komponen

input, proses, output dan dampak yang diperoleh.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Rumusan Masalah Umum
Berdasarkan uraian latar belakang terdapat masalah dengan
belum tercapainya target pelayanan antenatal K4 dan K1 yang ada
didalam program KIA Puskesmas Bandarharjo, dan bahkan
terjadinya komplikasi penyakit yang seharusnya dapat terdeteksi
dan mendapatkan penanganan segera melalui pelayanan program
antenatal terpadu dengan 10T. Oleh karena itu, untuk mengetahui
gambaran pelaksanaan program antenatal terpadu di Puskesmas ?
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus
1. Bagaimana gambaran input dalam pelaksanaan program
antenatal terpadu di Puskesmas?
2. Bagaimana gambaran proses dalam pelaksanaan program
antenatal terpadu di Puskesmas?
3. Bagaimana gambaran output dalam pelaksanaan program
antenatal terpadu di Puskesmas?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan program antenatal terpadu di Puskesmas
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran input dalam pelaksanaan program

antenatal terpadu di Puskesmas.

2. Untuk mengetahui gambaran proses dalam pelaksanaan program

antenatal terpadu di Puskesmas.

3. Untuk mengetahui gambaran output dalam pelaksanaan program

antenatal terpadu di Puskesmas.


1.4 Manfaat Penelitian
1.4.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi

mahasiswa dan dosen mengenai sistem pelaksanaan program antenatal

terpadu.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain


Sebagai referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan

rujukan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang

berhubungan dengan pelaksanaan program antenatal terpadu.


BAB II
PEMBAHASAN

Analisis
Defenisi Analisis
Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulai dengan hipotesis

(dugaan) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa kepastian dengan

pengamatan, percobaan, dan sebagainya (Aji Reno, 2012). Menurut Solichin

(2008) analisis merupakan penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian,

penelaan bagian-bagian tersebut dan hubungan antar bagian untuk

mendapatkan pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan.

Menurut Aristoteles, 1991 yang dikutip solichin, 2008 mengatakan analisis

adalah suatu proses merinci suatu objek dengan alat tertentu ke dalam

beberapa komponen yang saling berhubungan dan menilai urgensi,

dukungan dan berkaitannya terhadap terjadinya sesuatu. Analisis adalah

suatu kegiatan ilmiah untuk mencari kebenaran. Sedangkan analisis

manajemen adalah suatu proses merinci (mendetailkan) dan menilai

keadaan lingkungan organisasi guna memperoleh informasi kemampuan

dan sumber daya yang berpengaruh kuat terhadap keberhasilan organisasi

meraih visi, misi dan dasar menentukan tujuan, sasaran yang rasional, dan

logis dicapai.

2.1.2 Puskesmas
2.1.2.1 Defenisi Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas adalah fasilitas pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya

kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya

promotif, preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggitingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No. 75 Tahun 2014).

Menurut Muninjaya (2004), Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab untuk


menyelenggarakan pembangunan kesehatan disatu atau sebagian wilayah

kecamatan yang mempunyai fungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan

masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan

tingkat pertama dalam rangka pencapaian keberhasilan fungsi puskesmas

sebagai ujung tombak pembangunan bidang kesehatan (Arsita, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2003), Puskesmas memiliki fungsi dalam

mewujudkan 4 (empat) misi pembangunan kesehatan yaitu menggerakkan

pembangunan kecamatan yang berwawasan pembangunan, mendorong

kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat, memelihara dan

meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau

serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, kelompok dan

masyarakat serta lingkungannya (Arsita, 2012).

2.1.2.2 Peran Puskesmas


Puskesmas memiliki peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksanaan

teknis. Puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan

jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran

tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan puskesmas dalam

menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan

realitas, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan

pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut

berperan dalam memanfaatkan teknologi informasi terkait upaya

peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Effendi

dan Mahfudli, 2009:277).

2.1.2.3 Fungsi Puskesmas


Menurut Arsita (2012) Puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan
tingkat primer memiliki fungsi utama sebagai berikut:
2.1.2.3.1 Pusat Penggerak dan Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Puskesmas memantau dan menggerakkan penyelenggaraan pembangunan

lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha yang ada di wilayah
kerjanya, sehingga masyarakat akan memiliki wawasan yang luas dan

mendukung pembangunan kesehatan (Arsita 2012:24).

2.1.2.3.2 Pusat Pemberdayaan Masyarakat


Puskesmas berupaya agar setiap individu masyarakat, pemuka masyarakat,

dan keluarga memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk

bertanggung jawab terhadap kesehatan. Puskesmas juga berupaya agar

masyarakat aktif dalam program-program kesehatan yang diadakan oleh

Puskesmas guna meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Puskesmas

memberi petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan

menggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.

2.1.2.3.3 Pusat Kesehatan Srata Pertama


Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama

(primer) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (countinue)

mencakup pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan

masyarakat (Arsita, 2012:25).

2.1.2.4 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas


Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan memiliki prinsip dalam

penyelenggaraannya. Prinsip tersebut antara lain:

1. Paradigma sehat
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk

berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko

kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat.

2. Pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap

pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

3. Kemandirian masyarakat
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat.

4. Pemerataan
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat

diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya


secara adil dan merata tanpa membedakan status sosial, ekonomi,

agama, budaya, dan kepercayaan.

5. Teknologi tepat guna


Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan

memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan

pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk pada

lingkungan.

6. Keterpaduan dan kesinambungan


Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan

penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat lintas

program dan lintas sektor serta melakukan sistem rujukan yang

didukung dengan manajemen puskesmas (Permenkes No. 75 Tahun

2014).

2.1.2.5 Upaya Kesehatan Esensial Puskesmas


Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama

dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, upaya kesehatan

masyarakat tingkat pertama tersebut meliputi upaya kesehatan masyarakat

esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan (Permenkes No.75

Tahun 2014).

Upaya kesehatan masyarakat esensial tersebut meliputi:


1. Pelayanan promosi kesehatan.
2. Pelayanan kesehatan lingkungan.
3. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.
4. Pelayanan gizi.
5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
2.1.2.6 Pembinaan dan Pengawasan Puskesmas
Menurut PERMENKES No. 75 Tahun 2014, pengawasan dan pembinaan
penyelenggaraan Puskesmas dilakukan sesuai tugas dan fungsi masing-masing

oleh pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam

proses pengawasan dan pembinaan puskesmas, pemerintah kota/daerah dan

provinsi juga berhak menggunakan organisasi profesi untuk membantu

melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Puskesmas.


Pembinaan dan pengawasan puskesmas lebih mengarah kepada

peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat, fasilitas, konsultasi,

pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.

2.1.2.7 Pembangunan Sarana dan Prasarana Puskesmas


Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan tingkat dasar memiliki

standar sarana dan prasarana yang harus dipenuhi guna meningkatkan

kualitas pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan peraturan Menteri

Kesehatan No 75. Tahun 2014, pembangunan puskesmas harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut: persyaratan administratif, persyaratan

keselamatan kerja, persyaratan teknis bangunan, bersifat permanen dan

terpisah dari bangunan lain, dan menyediakan fungsi keselamatan,

kesehatan dan kenyamanan. Sarana standar yang ada di Puskesmas juga

telah diatur dalam Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2014, diantaranya

puskesmas harus memiliki sarana ventilasi, pencahayaan, sanitasi,

kelistrikan, komunikasi, gas medik, proteksi petir, proteksi kebakaran,

pengendalian kebisingan, sistem transportasi vertikal (untuk bangunan lantai

2 atau lebih), puskesmas keliling dan kendaraan ambulan.

2.1.3 Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam Tujuan Pembangunan
Millenium Development Goals (MDGs), tepatnya pada tujuan empat dan tujuan

lima yaitu menurunkan Angka Kematian Anak dan Meningkatkan Kesehatan

Ibu. Program kesehatan Ibu dan Anak menjadi sangat penting pembangunan,

hal ini mengandung pengertian bahwa dari seorang ibu akan dilahirkan calon-

calon penerus bangsa yaitu anak. Untuk mendapatkan calon penerus bangsa

yang dapat memberikan manfaat bagi bangsa maka harus diupayakan kondisi

ibu dan anak yang sehat (Arsita, 2012).

Kesehatan wanita dalam siklus kehidupan dipengaruhi oleh faktor

biologi, budaya, perilaku, dan sosial. Mortalitas dan morbiditas pada wanita
lebih banyak dipengaruhi oleh faktor biologis. Salah satu peran faktor

biologis adalah hormon. Dalam siklus kehidupan dan reproduksi, peran

hormon tersebut mempengaruhi kondisi kesehatan wanita. Wanita dalam

usia reproduksi, yaitu usia 15-45 tahun dari pubertas sampai menopause

tidak terlepas dari peran hormon estrogen. Hormon estrogen akan

mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Dampak dari

penurunan hormon ini mempengaruhi kesehatan wanita. Kesehatan dan

kematian ibu dan anak dapat terjadi dalam setiap tahap pertumbuhan dan

perkembangan, dari masa bayi sampai dengan masa usia lanjut (Arsita,

2012).

2.1.3.1 Usaha Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


Usaha Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah upaya di bidang kesehatan
yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, bersalin, ibu

menyusui, bayi dan balita, serta anak prasekolah (Arsita, 2012)

2.1.3.2 Tujuan Usaha Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


Tujuan usaha kesehatan Ibu dan Anak (KIA) antar lain adalah:
1. Untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu-ibu secara teratur

dan terus-menerus pada waktu sakit dan sembuh pada masa antepartum,

intrapartum, postpartum, dan masa menyusui serta pemeliharaan anak-

anak dari mulai lahir sampai masa prasekolah.

2. KB diberikan pada ibu-ibu atau suami-suami yang membutuhkannya.


3. Usaha KIA mengadakan integrase ke dalam “general health services”

(pelayanan kesehatan menyeluruh) dan mengadakan kerja sama serta

koordinasi dengan lain-lain dinas kesehatan.

4. Usaha KIA mencari dan mengumpulkan masalah-masalah mengenai

ibu, bayi, anak untuk dicari penyelesaiannya (Arsita, 2012).

2.1.4 Pelayanan Antenatal Terpadu


2.1.4.1 Defenisi Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional

(dokter, spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan

perawat bidan) untuk ibu selama kehamilannya (Depkes RI, 2005).


Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional

untuk ibu selama masa kehamilan, yang dilaksanakan sesuai dengan standar

pelayanan antenatal yang ditetapkan (Wijono, Djoko, 2008).

Kualitas pelayanan sangat erat dengan hubungannya pada penerapan.

Pelayanan yang diberikan harus mengacuh pada standar yang telah

ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan. Penerapan standar sangat

berguna untuk melindungi masyarakat karena proses kegiatan yang

dilakukan mempunyai dasar yang jelas. Standar pelayanan antenatal

tersebut ditentukan untuk menjamin mutu pelayanan, khususnya untuk

memberikan kesempatan yang cukup dalam menangani kasus resiko tinggi

(Depkes RI, 2005)

2.1.4.2. Defenisi Pelayanan Antenatal Terpadu


Pelayanan Antenatal Terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan

berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil. Setiap kehamilan dalam

perkembangannya mempunyai risiko mengalami penyulit atau komplikasi,

oleh karena itu pelayanan antenatal harus dilakukan secara rutin, terpadu,

dan sesuai standar pelayanan antenatal yang berkualitas (Kemenkes RI,

2010).

Pelayanan antenatal terpadu merupakan pelayanan antenatal rutin dengan

beberapa program lain yang sasarannya adalah ibu hamil, sesuai prioritas

Departemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitas

pelayanan antenatal (Depkes, 2009). Pelayanan antenatal terpadu dan

berkualitas secara keseluruhan meliputi hal-hal sebagai berikut: (1)

memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi agar

kehamilan berlangsung sehat; (2) melakukan deteksi dini masalah, penyakit

dan penyulit/komplikasi kehamilan; (3) menyiapkan persalinan yang bersih

dan aman; (4) merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan
rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi; (5) melakukan penatalaksanaan

kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila diperlukan; (6) melibatkan

ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu

hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi

penyulit/komplikasi (Kemenkes RI, 2013).

2.1.4.3.Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Antenatal Terpadu


Tujuan antenatal terpadu adalah untuk memenuhi hak setiap ibu

hamil memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu

menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan

bayi yang sehat (Kemenkes RI, 2010).

Menurut KEMENKES RI (2013), tujuan khusus antenatal terpadu meliputi:


1. Menyediakan pelayanan antenatal terpadu, komprehensif dan

berkualitas, termasuk konseling kesehatan dan gizi ibu hamil, konseling

KB dan pemberian ASI.

2. Menghilangkan “missed opportunity” pada ibu hamil dalam


mendapatkan
pelayanan antenatal terpadu, komprehensif, dan berkualitas.
3. Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita ibu
hamil.
4. Melakukan intervensi terhadap kelaianan/penyakit/gangguan pada ibu

hamil sedini mungkin.

5. Melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan

sistem rujukan yang ada.

Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya

berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini sehingga dapat

diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah pertolongan persalinan.

2.1.4.4. Standar Pelayanan Antenatal terpadu


Menurut Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu (Kemenkes RI,

2013) Penerapan operasional dikenal dengan standar 10T, dalam melakukan


pemeriksaan antenatal tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang

berkualitas sesuai dengan standar terdiri dari:

2.1.4.4.1 Timbang berat badan dan ukur tinggi badan


Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.

Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan

atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan

pertumbuhan janin. Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan

dilakukan untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan

ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan resiko untuk terjadinya CPD

(Cephalo Pelvic Disproportion).

2.1.4.4.2 Ukur tekanan darah


Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90

mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah

dan atau tungkai bawah dan atau proteinuria).

2.1.4.4.3 Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas/ LiLA)


Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk

skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi

kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan

telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari

23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir

rendah (BBLR).

2.1.4.4.4 Ukur tinggi fundus uteri


Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal

dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan

umur kehamilan.
Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan

adanya gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan

pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.

2.1.4.4.5 Presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)


Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan

selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksud untuk

mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan

kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak,

panggul sempit atau ada masalah lain. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir

trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat

kurang dari 120kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160kali/menit

menunjukkan adanya gawat janin.

2.1.4.4.6 Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus

Toksoid (TT)

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus

mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining

status imunisasi TTnya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai

dengan status imunisasi ibu saat ini. Ibu hamil minimal memiliki status

imunisasi T2 agar mendapatkan perlindungan terhadap infeksi tetanus. Ibu

hamil dengan status imunisasi T5 (TT

Long Life) tidak perlu diberikan imunisasi TT lagi.


2.1.4.4.6 Beri tablet tambah darah (tablet besi)
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus

mendapatkan tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan

sejak kontak pertama.

2.1.4.4.7 Periksa laboratorium (rutin dan khusus)


Pemerikasaan laboratorium yang dilakukan pada saat antenatal meliputi:
1. Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk

mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk

mempersiapkan calon donor darah yang sewaktu-waktu diperlukan

apabila terjadi situasi gawat darurat.

2. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)


Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal

sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga.

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut

menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi

anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam

kandungan.

3. Pemeriksaan protein dalam urin


Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada

trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan

untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria

merupakan salah satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu

hamil.

4. Pemeriksaan kadar gula darah


Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus

dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilan minimal

sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan

sekali pada trimester ketiga

(terutama pada akhir trimester ketiga).

5. Pemeriksaan malaria
Semua ibu hamil didaerah endemis malaria dilakukan pemeriksaan

darah malaria dalam rangka skrining kontak pertama. Ibu hamil di

daerah non endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria

apabila ada
indikasi.
6. Pemeriksaan tes sifilis
Pemeriksaan tes sifilis dilakukan dengan resiko tinggi dan ibu

hamil yang diduga sifilia. Pemeriksaan sifilis sebaiknya dilakukan

sedini mungkin pada kehamilan.

7. Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan resiko tinggi

kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil

setelah menjalani konseling kemudian diberikan kesempatan untuk

menetapkan sendiri keputusan untuk menjalani tes HIV.

8. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai

menderita Tuberculosis sebagai pencegah agar infeksi Tuberculosis

tidak mempengaruhi kesehatan janin.

2.1.4.4.8 Tatalaksana/penanganan kasus


Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal diatas dan hasil

pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil

harus sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Sedangkan

kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem

rujukan.

2.1.4.4.9 Temu Wicara (konseling)


Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan

antenatal yang meliputi: (1) kesehatan ibu; (2) perilaku hidup bersih dan

sehat; (3) peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan

persalinan; (4) tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta

kesiapan mengahadapi komplikasi; (5) asupan gizi seimbang; (6) gejala

penyakit menular dan tidak menular; (7) penawaran untuk melaksanakan tes

HIV dan konseling di daerah Epidemi meluas dan terkonsentrasi atau ibu

hamil dengan IMS dan TB di daerah Epidemi rendah; (8) inisiasi menyusu
dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif; (9) KB paska persalinan; (10)

Imunisasi; (11) peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan

(Brain booster).
2.1.4.5 Jenis Pelayanan Antenatal Terpadu
Pelayanan antenatal terpadu diberikan oleh tenaga kesehatan yang

kompeten yaitu dokter, bidan dan perawat terlatih, sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Pelayanan antenatal terpadu terdiri dari:

2.1.4.5.1 Anamnesa
Dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesa, yaitu: menanyakan

keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini; menanyakan tanda-

tanda penting yang terkait dengan masalah kehamilan dan penyakit yang

kemungkinan diderita ibu hamil: mual muntah, pusing, sakit kepala,

pendarahan, nyeri perut yang hebat, demam, batuk lama, berdebar-debar,

cepat lelah, sesak nafas atau sukar bernafas, keputihan yang berbau, gerakan

janin, perilaku berubah selama hamil, riwayat Kekerasana Terhadap

Perempuan (KTP) selama kehamilan; menanyakan status kunjungan;

menanyakan status imunisasi tetanus ibu hamil; menanyakan jumlah tablet

tambah darah (Fe) yang dikonsumsi, menanyakan obat-obat yang

dikonsumsi; di daerah endemis malaria, tanyakan gejala malaria dan riwayat

pemakaian obat malaria; di daerah resiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS

dan riwayat penyakit pada pasangannya; menanyakan pola makan selama

ibu hamil yang meliputi jumlah, frekuensi, dan kualitas asupan makanan

terkait dengan kandungan gizinya; menanyakan kesiapan mengahadapi

persalinan dan menyikapi kemungkinan terjadinya komplikasi dalam

kehamilan.

Informasi anamnesa biasa diperoleh dari ibu sendiri, suami, keluarga,

kader ataupun sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya. Setiap ibu
hamil, pada kunjungan pertama perlu diinformasikan bahwa pelayanan

antenatal selama kehamilan minimal 4 kali dan minimal 1 kali kunjungan

diantar suami (Kemenkes, 2013).

2.1.4.5.2 Pemeriksaan
Pemeriksaan dalam pelayanan antenatal terpadu, meliputi berbagai

jenis pemeriksaan termasuk menilai keadaan umum (fisik) dan psikologis

(kejiwaan) ibu hamil. Apabila di fasilitas tidak tersedia, maka tenaga

kesehatan harus merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan yang

lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium/penunjang dikerjakan sesuai tabel:

Tabel 2.1. Jenis Pemeriksaan Pelayanan Antenatal Terpadu


No Jenis Pemeriksaan Trimester Trimester Trimester Keterangan
I II III

1 Keadaan Umum √ √ Rutin


2 Suhu Tubuh √ √ Rutin
3 Tekanan Darah √ √ Rutin
4 Berat Badan √ √ Rutin
5 LiLa √ Rutin
6 TFU √ √ Rutin
7 Presentasi Janin √ √ Rutin
8 DJJ √ √ Rutin
9 Pemeriksaan Hb √ √ Rutin
10 Golongan Darah √ Rutin
11 Protein Urin * * * Atas indikasi
12 Gula darah * * * Atas indikasi
13 Darah malaria * * * Atas indikasi
14 BTA * * * Atas indikasi
15 IMS/Sifilis * * * Atas indikasi
16 Serologi HIV * * * Atas indikasi
17 USG * * * Atas indikasi
2.1.4.5.3 Penanganan dan Tindak Lanjut Kasus
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium/penunjang lainnya, dokter menegakkan diagnosa kerja atau

diagnosa banding, sedangkan bidan atau perawat dapat mengenali keadaan

normal dan keadaan bermasalah atau tidak pada hamil (Kemenkes RI, 2013).

2.1.4.5.4 Pencatatan hasil pemeriksaan antenatal terpadu


Pencatatan hasil pemeriksaan merupakan bagian dari standar

pelayanan antenatal terpadu yang berkualitas. Setiap kali pemeriksaan,

tenaga kesehatan wajib mencatat hasilnya pada rekam medis, kartu ibu dan

buku KIA. Pada saat ini pencatatan hasil pemeriksaan antenatal masih

sangat lemah, sehingga data-datanya tidak dapat dianalisa untuk peningkatan

kualitas pelayanan antenatal. Penerapan pencatatan sebagai bagian dari

standar pelayanan, kualitas pelayanan antenatal dapat ditingkatkan

(Kemenkes RI, 2013).

2.1.4.5.5 Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang efektif


KIE yang efektif termasuk konseling merupakan bagian dari

pelayanan antenatal terpadu yang diberikan sejak kontak pertama untuk

membantu ibu hamil dalam mengatasi masalahnya (Kemenkes RI, 2013).

2.1.4.6 Kebijakan Program Pelayanan Antenatal


Pelayanan antenatal yang bermutu pada hakekatnya merupakan

suatu pelayanan medik dasar yang sangat stratregis dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan ibu hami dan janin dikandungnya.

Disamping itu kualitas pelayanan yang diberikan harus selalu dijaga,

sehingga meningkatkan kesinambungan pemeriksaan antenatal yang pada

gilirannya dapat terpelihara derajat kesehatan kehamilan (Dekpes RI, 2007).

Kebijakan Departemen kesehatan dalam upaya mempercepat

penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe


Motherhood” (keluarga berencana, ANC, persalinan bersih dan aman,

pelayanan obstetric essensial).

Pendekatan pelayanan obstetric dan neonatal kepada ibu hamil ini sesuai

dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3

(tiga) pesan kunci

(Depkes RI, 2007) yaitu:


1. Setiap persalinan obstetrik ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat.
3. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan

penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan

komplikasi keguguran.

Kebijakan program pelayanan antenatal selain menetapkan frekuensi

kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali

selama kehamilan, dengan ketentuan waktu, yaitu minimal 1 (satu) kali pada

trimester pertama, 1 (satu) kali pada trimester kedua dan minimal 2 (dua)

kali pada trimester ketiga (Depkes RI, 2007).

Kebijakan teknis pelayanan antenatal yaitu, setiap saat kehamilan

dapat berkembang menjadi masalah atau mengalami penyulit/komplikasi.

Oleh karena itu diperlukan pemantauan kesehatan ibu hamil selama

kehamilannya (Depkes RI,

2007).
2.1.4.7 Faktor-Faktor Penunjang Kualitas Pelayanan Antenatal
2.1.4.7.1 Kompetensi teknis
Kompetensi teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, dan

penampilan atau kinerja pemberi pelayanan kesehatan. Kompetensi teknis

berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti

standar layanan kesehatan yang telah disepakati. Tidak dipenuhinya

kompetensi teknis dapat mengakibatkan barbagai hal, mulai dari


penyimpangan terhadap standar layanan kesehatan sampai kesalahan fatal

yang dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan.

2.1.4.7.2 Prosedur / Standar


Aplikasi program jaminan mutu di puksesmas adalah dalam bentuk

penerapan standar dan prosedur tetap pelayanan, agar hasil tetap terjaga

kualitasnya, meskipun kondisi lingkungan dan petugas yang

berbeda/bergantian. Standar adalah spesifikasi dari fungsi dan tujuan yang

harus dipenuhi oleh suatu saran pelayanan agar pemakai jasa pelayanan

dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang

diselenggarakan. Standar yang diterapkan pada setiap pelayanan akan

menjadi pelayanan yang diberikan menjadi lebih bermutu serta akan

semakin tercapai standar yang ditetapkan.

2.1.4.7.3 Fasilitas / Alat


Fasilitas/Alat adalah salah satu faktor yang mendukung dalam

melaksanakan tindakan. Lingkungan yang mendukung yaitu ruangan tempat

pelayanan yang memenuhi standar kesehatan, dan fasilitas, alat, serta sarana

untuk mendukung pada saat melaksanakan kegiatan seperti pencatatan,

pelaporan.

2.1.5 Defenisi Sistem


Sistem merupakan gabungan dari elemen-elemen yang saling

terhubung dan mempengaruhi satu sama lain. Sistem memiliki unsur-unsur

tersendiri yang dapat dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu:

1. Masukan (Input)
Masukan atau input adalah bagian yang ada didalam sistem dan

diperlukan agar sistem dapat berjalan. Dalam proses pembangunan

kesehatan, unsur yang diperlukan adalah sumber daya manusia dan

sarana prasarana, hal ini menunjukkan jika unsur-unsur input tidak


memenuhi standar akan menghambat proses pembangunan kesehatan

(Notoatmodjo, 2011: 101).

2. Proses (Process)
Proses merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah

masukan sehingga menghasilkan suatu keluaran yang direncanakan

dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Proses merupakan

elemen yang penting dalam sebuah sistem karena menentukan hasil dari

keluar berdasarkan masukan yang ada (Notoatmodjo, 2011: 101).

3. Keluaran (Output)
Keluaran atau output merupakan hasil akhir dari program yang

telah dilaksanakan, biasanya berupa indikator-indikator keberhasilan

(Notoatmodjo,

2011: 101).
4. Umpan Balik (feedback)
Umpan balik atau feedback merupakan elemen dari sistem yang

berupa hasil antara dan hasil akhir dari sebuah sistem (Notoatmodjo,

2011: 101).

5. Dampak (impact)
Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem

setelah beberapa waktu lamanya (Notoatmodjo, 2011: 101).

6. Lingkungan (Environtment)
Lingkungan (environtment) merupakan bagian luar sistem tetapi

memiliki pengaruh terhadap berjalannya sebuah sistem (Notoatmodjo,

2011:

101)
2.1.5.1 Teori Sistem
Teori ini menjelaskan bahwa masukan dan keluaran merupakan

energi yang saling berhubungan antar manusia dan lingkungan. Proses

dimana energi, informasi dan zat dari keluaran akan memberikan timbal
balik ke masukan, yang dapat digunakan sebagai bahan koreksi atau evaluasi

(Haryanto, 2007:7).

Sedangkan menurut Azman (1996) dalam Elvira (2014) mengatakan

bahwa untuk terbentuknya sebuah sistem, maka diperlukan rangkaian unsur-

unsur yang menjadi satu kesatuan guna mencapai suatu tujuan.

2.1.5.2 Analisis Sistem


Analisis sistem merupakan penguaraian operasional dari sistem yang

berupa upaya identifikasi tujuan, kegiatan, situasi dan informasi yang

diperlukan oleh sistem saat saat pelaksanaannya (Sulaeman, 2011 dalam

Elvira, 2014). Langkahlangkah analisis sistem dibedakan atas enam macam,

yaitu:

1. Lakukan penguraian sistem sehingga bagian-bagian yang dimiliki

saling berhubungan antara satu dan lainnya.

2. Perumusan masalah yang dihadapi oleh bagian-bagian sistem

dilanjutkan secara keseluruhan.

3. Lakukan pengumpulan data untuk lebih menjelaskan masalah yang

ditemukan serta untuk merumuskan kemungkinan jalan keluarnya.

4. Kembangkan model-model sistem berdasarkan informasi yang


dimiliki.
5. Lakukan uji coba, dan jika diperlukan lakukan perbaikan serta

dicatat setiap hasil yang diperoleh. Dari catatan yang ada dapat

dipilih model paling menguntungkan.

6. Melakukan pemantauan dan penilaian secara berkala berdasarkan


penerapan model sistem yang telah dipilih.
2.1.5.3 Ruang lingkup penilaian terhadap sistem
Secara sederhana ruang lingkup penilaian sistem dapat dibedakan menjadi

empat kelompok, yaitu:

1. Penilaian terhadap masukan


Penilaian terhadap masukan yang menyangkut pemanfaatan sebagai

sumber daya, baik tenaga, dana maupun sarana dan prasarana.


2. Penilaian terhadap proses
Pelaksanaan program merupakan titik berat dalam penilaian terhadap

proses, apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Proses yang

dimaksud mencakup semua tahap administrasi, mulai dari tahap

perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan.

3. Penilaian terhadap keluaran


Penilaian terhadap keluaran (output) adalah penilaian terhadap hasil

yang didapatkan dari pelaksanaan program.

4. Penilaian terhadap dampak


Penilaian terhadap dampak program mencakup pengaruh yang

ditimbulkan dari pelaksanaan program.

2.1.5.4 Pendekatan Sistem


Pendekatan sistem merupakan jenis pendekatan analisis organisatoris

yang menggunakan kompenen sistem sebagai media analisis. Manajeman

analisis yang digunakan untuk memfokuskan analisis kepada komponen-

komponen sistem yang dalam penerapan nanti akan mempengaruhi

keberhasilan sistem. Pendekatan sistem merupakan hasil penerapan sistem

ilmiah yang diterapkan dalam ilmu manajemen. Dengan menggunakan

pendekatan sistem maka dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan dan perilaku suatu organisasi.

2.1.6 Pelaksanaan Program Antenatal Terpadu di Puskesmas


Pelaksanaan program ini akan peneliti jelaskan dengan pendekatan

sistem, yang terdiri dari input (sumber daya manusia, sarana dan prasarana,

sumber dana, kebijakan dan SOP), proses (proses pelaksanaan program

antenatal terpadu sesuai dengan standar 10T dan masalah/kendala yang

dihadapi dalam pelaksanaan 10T, perencanaan dan pengorganisasian),

output (cakupan kunjungan ibu hamil ke pelayanan kesehatan dan

penanganan komplikasi), dampak (keberhasilan cakupan K1 dan K4 dan


penanganan komplikasi (PK) dalam proses pelaksanaan program antenatal

terpadu)

2.1.6.1 Input
Input (masukan) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang

terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem

tersebut (Azwar, 2010). Menurut Griffin (2002), input adalah sumber daya

material, manusia, finansial, dan informasi yang diperoleh organisasi dari

lingkungannya.

Input dalam penelitian ini antara lain: Sumber Daya Manusia (SDM),
sarana/prasarana, sumber dana, serta kebijakan dan SOP.
1. Sumber Daya Manusia (SDM)
M.T.E Hariandja (2002), Sumber Daya Manusia merupakan

salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan

disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh karena itu SDM

harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan

efisiensi organisasi. Menurut Hasibuan (2003) Pengertian Sumber

Daya Manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya

fisik yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh

keturunan dan lingkungan, sedangkan prestasi kerjanya

dimotivasikan oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.

2. Fasilitas/ Sarana dan prasarana


Menurut Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2014, fasilitas

Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,

baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan

oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

Menurut Moekijat (2001), fasilitas adalah suatu sarana fisik

yang dapat memproses suatu masukan (input) menuju keluaran

(output) yang diinginkan. Selanjutnya menurut Buchari (2001),


fasilitas adalah penyedia perlengkapan-perlengkapan fisik untuk

memberikan kemudahan kepada penggunanya, sehingga kebutuhan-

kebutuhan dari pengguna fasilitas tersebut terpenuhi.

3. Sumber Dana
Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 pada bab XV

dan pasal 170 yang mana sumber pembiayaan kesehatan berasal dari

pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat/swasta dan sumber lain,

yang mana berasal dari pemerintah yaitu APBN, sedangkan yang

berasal dari pemerintah daerah sering disebut dengan APBD, dan

juga yang berasal dari masyarakat/swasta yaitu seperti halnya suatu

pemberian dari masyarakat itu sendiri dengan seikhlasnya ataupun

seperti bahan penyelenggara asuransi, sedangkan yang bersumber

lain itu seperti halnya bantuan biaya dari luar negeri.

Pemerintah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) adalah suatu daftar yang memuat rincian pendapatan dan

pengeluaran negara untuk waktu tertentu, biasanya dalam waktu satu

tahun. Di dalam UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengatur

besar anggaran kesehatan pusat adalah 5% dari APBN diluar gaji,

sedangkan APBD Propinsi dan Kab/Kota 10% diluar gaji, namun

pada kenyataannya anggaran untuk kesehatan cuma mendapat angka

2,37%.

Pemerintah daerah (APBD) merupakan suatu gambaran atau

tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan

potensi perekonomian daerah. Artinya jika perekonomian daerah

mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap

peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya penerimaan

pajak-pajak daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana

keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan

dengan peraturan daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun

2002 menyatakan bahwa anggaran pendapatan dan belanja daerah disusun

berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu sistem anggaran yang mengutakan upaya

pencapaian hasil kerja atau output dari pelaksanaan alokasi biaya atau input

yang ditetapkan. Keputusan didalam UU No 36 tahun 2009 yang menyatakan

bahwa salah satu sumber dana pada sektor kesehatan yaitu dari APBD provinsi

dan kabupaten/kota, yang mana untuk sektor kesehatan dikeluarkan dana yaitu

sebesar 10% dari APBD.

4. Kebijakan dan SOP


Kebijakan adalah suatu kecermatan, ketelitian, dan langkah

yang diambil untuk mengatasi suatu masalah. Kebijakan publik

adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau

tidak dilakukan (Solichin, 2008). Menurut Aam (2006) menyatakan

kebijakan merupakan sebuah konsep, bukan fenomena spesifik

maupun konkrit, sehingga pendifinisiannya akan menghadapi banyak

kendala atau tidak mudah.

Melihat pengertian mengenai kebijakan publik diatas,

defenisi tersebut dapat diaplikasikan untuk memahami pengertian

kebijakan kesehatan. Kebijakan publik yang bertransformasi menjadi

kebijakan kesehatan ketika pedoman yang ditetapkan bertujuan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Solichin, 2008).

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman atau

acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan

alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-

indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata


kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang

bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai

apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintah untuk

mewujudkan good governance.

Standar Operasional Prosedur (SOP) berfungsi membentuk

sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat

dipertanggung jawabkan; 1) menggambarkan bagaimana tujuan

pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang

berlaku, 2) menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan

berlangsung, 3) sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan dan

pengadministrsian pekerjaan harian sebagaimana metode yang

ditetapkan dan menetapkan hubungan timbal

balik antar satuan kerja.


2.1.6.2 Proses
Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang

direncanakan (Azwar, 2010). Biasanya, aktifitas ini akan secara otomatis

mengklasifikasikan, mengonversasikan, menganalisis, serta memperoleh

kembali data atau informasi yang dibutuhkan.

Proses pelayanan kesehatan pada Unit KIA dimulai saat pasien

datang ke unit pelayanan pendaftaran untuk dilakukan pendaftaran,

kemudian petugas mencari kartu status pasien berdasarkan nomor indeks

pasien.

Konsep alur pelayanan antenatal terpadu di puskesmas dapat dilihat pada

gambar dibawah ini:


Pulang Rujuk RSU
Rawat Inap

Apotik

Malaria,
Ibu Balai TB, HIV,
LOKET Poli KIA
Hamil Pengobatan IMS,
Anemia,
KEK

Laboratoriu
Rujukan:
m
Polindes
Poskesdes
BPS

Gambar 2.1 Alur Pelayanan Antenatal Terpadu


2.1.6.2.1 Perencanaan
Perencanaan dapat diartikan sebagai persiapan atau menentukan

terlebih dahulu apa yang akan dilakukan kemudian hari berdasarkan jangka

waktu yang sudah ditentukan. Menurut Gde Muninjaya (2002) Perencanaan

di dalam bidang kesehatan dapat diartikan sebuah proses untuk merumuskan

masalah-masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan menentukan

kebutuhan sumber daya yang ada, menetapkan tujuan program yang paling

utama, dan menyusun langkahlangkah yang akan digunakan agar tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai. Perencanaan memiliki

manfaat yang dapat digunakan untuk mengetahui tujuan dan bagaimana cara

mencapainya, struktur atau bentuk organisasi yang diinginkan, jenis dan

uraian tugas dari karyawan yang dibutuhkan, mengetahui efektifitas

kepemimpinan, dan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan.


Perencanaan merupakan salah satu aspek yang ada di dalam sistem

yang berperan didalam proses, sehingga perencanaan memiliki langkah-

langkah yang perlu dilakukan untuk menjalankan fungsi perencanaan di

dalam organisasi yang

terdiri dari:
1. Analisis situasi
Analisis situasi bertujuan mengumpulkan fakta atau data yang diambil

dari berbagai sudut pandang keilmuan seperti manajemen, ekonomi,

demografi.

2. Mengidentifikasi masalah
Mengidentifikasi masalah berdasarkan data-data yang didapatkan dari

analisis situasi yang kemudian dapat dikerucutkan menjadi sebuah

prioritas masalah.

3. Merumuskan tujuan program dan besarnya target yang ingin dicapai

Merumuskan tujuan dan menentukan besaran target hanya dapat

dilakukan saat analisis situasi dan identifikasi masalah sudah selesai

dilakukan.

4. Mengkaji adanya kendala atau hambatan


Kajian ini dapat diambil dari hambatan yang bersumber dari dalam

organisasi dan bersumber dari lingkungan masyarakat.

5. Menyusun rencana kerja operasional


Penyusunan rencana kerja operasional dapat dilakukan jika 4 (empat)

langkah sebelumnya sudah terlaksana.

2.1.6.2.2 Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah salah satu fungsi manajemen yang

merupakan sebuah langkah untuk mengelompokkan, menetapkan, mengatur

kegiatan penetapan tugas dan wewenang seseorang dan pendelegasiaan

wewenang untuk mencapai tujuan organisasi yang sudah dibuat.

Pengorganisasian merupakan sebuah alat untuk menyelaraskan kegiatan


yang memiliki aspek-aspek personal, finansial, dan metode untuk mencapai

sebuah tujuan dari organisasi. Pengorganisasian dalam manajemen memiliki

beragam manfaat seperti berikut: mengetahui pembagian tugas bagi individu

maupun kelompok, melakukan pendelegasian wewenang, melakukan

pemanfaatan pegawai dan sarana prasana dengan efektif (Gde Muninjaya,

2002).

Pengorganisasian merupakan salah satu aspek yang ada dalam

sistem yang berperan didalam proses, sehingga perencanaan memiliki

langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menjalankan fungsi

perencanaan didalam organisasian yang

terdiri dari:
1. Tujuan organisasi harus diketahui oleh dan dipahami oleh
pegawai.
2. Pembagian pekerjaan kedalam langkah-langkah secara merata.
3. Menggolongkan kegiatan-kegiatan kedalam elemen kegiatan.
4. Menetapkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh

pegawai dan menyiapkan fasilitas yang pegawai perlukan.

5. Memilih pegawai yang profesional yang mampu melaksanakan

tugas yang akan dibebankan.

6. Melakukan pendelegesian wewenang.


2.1.6.3 Output
Output (keluaran) adalah kemampuan bagian atau elemen yang

dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem (Azwar, 2010).

Menurut Hatry yang dikutip dalam Tjandra (2006), output adalah jumlah

barang atau jasa yang berhasil diserahkan kepada konsumen (diselesaikan)

selama periode pelaporan. Output yang akan dibahas pada penelitian ini

adalah cakupan kunjungan ibu hamil ke pelayanan kesehatan dan

penanganan komplikasi (PK) (Kemenkes, 2013).

4.1.6.3.1 Pengertian K1
Menurut Marmi yang dikutip dalam inayah (2013), dalam rangka

pelayanan kesehatan ibu dan anak mencegah tingginya AKI dilakukan

pelayanan ANC/pemeriksaan ibu hamil dan dilakukan dengan pelayanan

antenatal terpadu di puskesmas atau rumah sakit. Cakupan pelayanan

antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1)

untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling

sedikit empat kali (K4) dengan distribusi sekali pada triwulan pertama,

sekali pada triwulan dua, dan dua kali pada triwulan ketiga.

Seperti yang tertera pada pedoman pelayanan antenatal terpadu

(2013), K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang

mempunyai kompetensi, untuk melakukan pelayanan terpadu dan

komprehensif sesuai standar.

Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada trisemester pertama,

sebaiknya sebelum minggu ke 8 (Kemenkes, 2013).

4.1.6.3.2 Pengertian K4
K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang

keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar

ditetapkan (Rahmawati, 2013). K4 menurut pedoman pelayanan antenatal

terpadu (2013) yaitu ibu hami dengan kontak 4 kali atau lebih dengan tenaga

kesehatan yang mempunyai koompetensi, untuk mendapatkan pelayanan

terpadu dan komprehensif sesuai standar. Kontak 4 kali dilakukan sebagai

berikut: sekali pada trimester I (kehamilan hingga 12 minggu) dan trimester

ke 2 (>12 – 24 minggu), minimal 2 kali kontak pada trimester ke 3

dilakukan setelah minggu ke 24 sampai dengan minggu ke 36. Kunjungan

antenatal bias lebih dari 4 kali sesuai kebutuhan dan jika ada keluhan,

penyakit atau gangguan kehamilan. Kunjungan ini termasuk dalam K4.

4.1.6.3.3 Penanganan Komplikasi (PK)


Penanganan Komplikasi adalah penanganan komplikasi kebidanan,
penyakit menular maupun tidak menular serta masalah gizi yang terjadi pada

waktu hamil, bersalin dan nifas. Pelayanan ini diberikan oleh tenaga

kesehatan yang mempunya kompetensi. Komplikasi kebidanan, penyakit

dan masalah gizi yang sering terjadi adalah: perdarahan,

preeklampsia/eclampsia, persalinan macet, infeksi, abortus, malaria,

HIV/AIDS, sifilis, TB, hipertensi, diabetes mellitus,

Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kurang Energi Kronis (Kemenkes RI, 2013).

2.1.6.4 Dampak (impact)


Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem setelah

waktu lamanya (Notoatmodjo, 2011). Dampak (impact) pada penelitian ini,

keberhasilan cakupan K1 dan K4 terhadap pelaksanaan program antenatal

terpadu di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang.

2.2. Kerangka Teori


Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan teori pendekatan sistem. Muerdick dan Ross (1993)

mendefenisikan sistem sebagai seperangkat elemen yang digabungkan satu

dengan yang lainnya untuk suatu tujuan bersama. Menurut Mc. Leod (1995),

mendefenisikan sistem sebagai sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi

dengan maksud yang sama untuk mencapai tujuan. Pendekatan sistem

adalah penerapan dari cara berfikir yang sistematis dan logis dalam

membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah keadaan yang

dihadapi (Azwar, 2010).

Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan

dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian sub sistem tidak

berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi bagian yang lain.

Pendekatan sistem akan mengkaji berjalannya suatu sistem dengan cara

mengelompokkan sesuai dengan komponen sistem, yang terdiri dari:

masukan (input), proses (process), keluaran (output), dampak (impact).


Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu

hamil selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang

mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan kebidanan, pemeriksaan

laboratorium atas indikasi tertentu serta indikasi dasar dan khusus. Pelayanan

antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang

diberikan kepada semua ibu hamil. Setiap kehamilan dalam perkembangannya

mempunyai risiko mengalami penyulit atau komplikasi, oleh karena itu pelayanan

antenatal harus dilakukan secara rutin, terpadu, dan sesuai standar pelayanan

antenatal yang berkualitas (Kemenkes RI, 2010).

Tujuan pelayanan antenatal terpadu adalah untuk memenuhi hak setiap ibu

hamil memperoleh palayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu

menjalani kehamilan yang sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi

yang sehat. Pelayanan antenatal sebaiknya dilakukan rutin oleh ibu hamil minimal

4 kali selama masa kehamilan yakni 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada

trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga oleh tenaga kesehatan yang

profesional (Kemenkes RI, 2010).

Salah satu unsur yang harus ada dalam pelayanan antenatal terpadu adalah

tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan dalam pelayanan antenatal terpadu di

85
Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang di bantu oleh bidan. Bidan adalah seorang

perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan (Kemenkes RI, 2010). Bidan yang ada

di Puskesmas Bandarharjo berjumlah tiga orang. Hal ini belum sesuai dengan

peraturan menteri kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa

jumlah bidan yang ada di Puskesmas daerah perkotaan harus berjumlah empat

orang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, informan triangulasi

dan data dokumen dapat diambil kesimpulan bahwa Puskesmas Bandarharjo sejak

tiga tahun kebelakang ini masih merasa kekurangan SDM terutama bidan untuk

melayani pelayanan ibu hamil dan pelayanan lain yang membutuhkan tenaga

bidan, sedangkan dari pihak Dinas Kesehatan Kota Semarang menyatakan sumber

daya manusia terutama bidan memang sangat kurang dan terbatas sekali dan tidak

ada patokan untuk jumlah bidan yang melayani ibu hamil hanya menyesuaikan

keadaan puskesmas masing-masing, yang terpenting adalah harus adanya

seseorang yang berperan sebagai pemegang program untuk pelayanan antenatal

terpadu pada kunjungan ibu hamil.

Bidan pemegang program antenatal terpadu yang ada di Puskesmas

Bandarharjo Kota Semarang tersebut berpendidikan terakhir DIII Kebidanan dan

telah bekerja di Puskesmas tersebut selama bertahun-tahun. Begitu juga dengan

bidan pemegang program kesehatan anak yang juga ikut melaksanakan

pemeriksaan antenatal terpadu apabila bidan pemegang program antenatal tersebut

berhalangan hadir juga memiliki pendidikan terkahir dari DIII Kebidanan dan

telah menjadi bidan di Puskesmas Bandarharjo selama bertahun-tahun. Menurut

hasil penelitian yang dilakukan oleh Abu dkk (2015) menyatakan bahwa masa

kerja seorang bidan berpengaruh signifikan terhadap mutu pelayanan antenatal,

hal ini dikarenakan dengan semakin lama masa kerja seseorang maka akan

semakin berpengalaman dalam melakukan tugasnya sehingga lamanya bidan

bekerja dapat diidentikkan dengan banyaknya pengalaman yang dimiliki.

Sumber daya manusia menurut Mahirot Tua Effendi (2007) adalah salah

satu komponen utama di dalam sebuah organisasi, hal itu dikarenakan manusia

menjadi salah satu sumber untuk bersaing. Menurut Hasibuan (2003) Sumber daya

manusia merupakan salah satu elemen yang menentukan kegagalan atau

keberhasilan organisasi mencapai tujuan, organisasi yang tidak memiliki sumber


daya manusia yang cukup dan berkualitas akan menemui kegagalan dalam

mencapai sasaran, visi dan misi yang sudah ditetapkan.

5.1.1.1.2 Pengembangan Sumber Daya Manusia


Berdasarkan hasil wawancara informan utama, informan triangulasi dan data

dari data dokumen dapat ditarik kesimpulan, bahwa Dinas Kesehatan Kota

Semarang aktif melakukan pelatihan dan seminar yang biasanya dilakukan

beberapa kali dalam setahun yang ditujukan untuk bidan atau pegawai

puskesmaspuskesmas di kota semarang termasuk Puskesmas Bandarharjo. Dengan

adanya pelatihan pelayanan antenatal terpadu diharapkan bidan akan mampu

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan pelayanan

antenatal. Dalam pelatihan ini bidan akan dilatih bagaimana memberikan

pelayanan antenatal terpadu pada ibu hamil sesuai dengan standar 10T yang

berlaku. Apabila kompetensi bidan tidak ditingkatkan dapat mengakibatkan

berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar pelayanan

kesehatan, sampai kepada kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu pelayanan

kesehatan dan membahayakan jiwa pasien. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Elvira (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pelatihan dengan kualitas pelayanan yang diberikan. Menurut

Sulistyarini dalam Elvira (2012) pelatihan adalah proses belajar dengan

menggunakan teknik dan metode tertentu. Secara konsepsional dapat dikatakan

bahwa latihan yang dimaksud untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau

sekelompok orang yang sudah bekerja pada suatu organisasi yang efisiensi,

efektifitas dan produktivitas kerjanya dirasakan perlu untuk ditargetkan secara

terarah.

Adanya pelatihan tersebut juga dibenarkan oleh Kepala Puskesmas

Bandarharjo (Informan Triangulasi 2) yang menyatakan bahwa pelatihan memang

ada namun tidak diselenggarakan dari internal puskesmas, namun dari Dinas
Kesehatan Kota Semarang. Hal tersebut juga sama dengan pernyataan pihak Dinas

Kesehatan Kota Semarang dalam hal ini disampaikan oleh Kepala sie. Kesehatan

Ibu dan Lansia bagian Kesehatan Keluarga (Kesga). Pelatihan untuk bidan ini

waktunya tidak tetap, setahun bisa 3 sampai 6 kali. Biasanya Dinas Kesehatan

Kota Semarang bekerja sama dengan pihak lain untuk melakukan pelatihan

tersebut.

Puskesmas Bandarharjo juga aktif untuk mendelegasikan anggotanya untuk

mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Kota

Semarang, hal tersebut terbukti dari arsip surat masuk Puskesmas Bandarharjo

yang berisi surat undangan dari Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk mengikuti

pelatihan atau seminar.

Pengembangan sumber daya manusia merupakan hal yang harus dilakukan

oleh suatu organisasi tak terkecuali puskesmas. Pengembangan sumber daya

manusia merupakan guna meningkatkan kemampuan, keterampilan dan

pengetahuan mereka, sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan

(Kadarisman, 2012:5). Pengembangan sumber daya manusia bertujuan untuk

mengatasi dan memperbaiki kesalahan agar pekerjaan dapat berjalan lebih baik

lagi. Pengembangan sumber daya manusia atau pegawai adalah kepentingan atau

investasi jangka panjang, melalui pengembangan sumber daya manusia, organisasi

dapat terbatas dari ketergantungan terhadap sumber daya manusia ahli diluar

organisasi. Pelatihan yang diberikan kepada pegawai dimaksudkan untuk

memperbaiki penguasaan keterampilan tertentu yang dibutuhkan pegawai untuk

menyelesaikan pekerjaannya (Kadarisman, 2012:12).

5.1.1.2 Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana kegiatan merupakan hal yang diperlukan untuk

mendukung sebuah program pelayanan antenatal. Ketersediaan sarana dan

prasarana yang cukup sangat mendukung dalam pelayanan antenatal terpadu.


Berdasarkan hasil wawancara dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti,

sarana dan prasarana yang telah sesuai dengan Pedoman Pelayanan Antenatal

Terpadu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 dan Lampiran

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas. Sarana

dan prasarana yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi alat-alat yang

digunakan untuk kegiatan pelayanan antenatal terpadu dan bangunan fisik dari

Puskesmas tersebut yang digunakan untuk melakukan kegiatan layanan antenatal.

Berdasarkan hasil wawancara, dengan informan utama (bidan) Puskesmas

Bandarharjo tersebut menyatakan bahwa sejak tiga tahun terakhir ini sudah

lengkap dan terpenuhi, semua peralatan dalam keadaan layak pakai dan baik

digunakan.

Ditinjau dari ketersediaan sarana dan prasarana, sarana daan prasarana yang ada di

Puskesmas Bandarharjo dikatakan memadai hal ini sesuai dengan pengamatan

yang dilakukan dengan bantuan check list observasi, hal ini meliputi ketersediaan

alat sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil wawancara, dengan informan utama dan data dari data

dokumen dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi ruangan KIA dan MTBS di

Puskesmas Bandarharjo yang digunakan untuk melayani kunjungan ibu hamil

dalam pelayanan ibu hamil dalam kondisi baik dan baru saja dilakukan renovasi

atau perluasan ruangan mulai tahun 2015. Renovasi juga dilakukan pada

sektorsektor penunjang pelayanan lainnya seperti tempat parkir.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama (ibu hamil) yang

menjadi pengguna layanan antenatal terpadu di Puskesmas Bandarharjo, dari

semuanya menyatakan bahwa fasilitas yang ada cukup memadai dan menunjang.

Hal ini menjadikan pengguna layanan merasa nyaman melakukan pemeriksaan

antenatal terpadu di Puskesmas Bandarharo Kota Semarang. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa fasilitas atau sarana prasarana yang ada di Pukesmas


Bandarharjo tersebut sudah lengkap hal ini menunjukan bahwa kualitas dari

pelayanan antenatal yang ada di Puskesmas tersebut juga dapat dikatakan

berkualitas. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Demny

2012 yang menyatakan bahwa semakin lengkap fasilitas peralatan antenatal

semakin meningkat mutu pelayanan antenatal.

Menurut Buchari Zainun (2000) yang dikutip oleh Nur Jiatmiko (2005)

sebuah organisasi kerja yang produktif hendaknya didukung oleh sarana dan

prasarana yang lengkap dan dalam kondisi yang baik agar aktivitas yang

dilakukan tidak mendapatkan hambatan yang berarti. Organisasi yang baik

haruslah didukung oleh lingkungan kerja yang baik pula agar mendapatkan kinerja

yang maksimal dari para pegawainya. Menurut Sri Mulyani (2010) sarana dan

prasarana merupakan salah satu komponen utama agar proses dapat berjalan

dengan baik.

5.1.1.3 Pendanaan
Komponen pendanaan merupakan salah satu unsur yang dapat menunjang

berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan. Sumber dana untuk pelaksanaan

antenatal di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang berasal dari berbagai sumber

yakni BOK, APBD dan pihak lain seperti Bapermas dan JKN. Dana JKN ini

sekarang diwujudkan dalam bentuk BPJS yang sekarang ini ada dana untuk

peningkatan program dan belanja prasarana. Dana APBD berasal dari pemerintah

Kota Semarang yang disalurkan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang biasanya

dari Dinas berupa anggaran untuk belanja peralatan.

5.1.1.4 Kebijakan dan SOP


Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, informan triangulasi

dan data dokumen dapat disimpulkan bahwa sudah menerapkan kebijakan dan

SOP

(Standar Operasional Prosedur) terkait dengan pelayanan antenatal terpadu.


Menurut keterangan informan utama dan informan triangulasi tersebut SOP yang

ada dibuat oleh Puskesmas Bandarharjo dengan menyesuaikan kebutuhan, dan

mengacu pada standar pelayanan kebidanan juga sesuai dengan pedoman

antenatal terpadu yang direkomendasikan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Hal ini juga dibenarkan oleh kepala sie. Kesehatan Ibu dan Lansia bagian

Kesehatan Keluarga (Kesga) Dinas Kesehatan Kota Semarang yang menyatakan

bahwa untuk SOP pelayanan antenatal juga diawasi oleh pihak dinas kesehatan

kota yang disesuaikan dengan standar yang ada.

5.1.2 Komponen Proses


Proses adalah semua kegiatan atau aktivitas dari seluruh karyawan dan

tenaga profesi dalam interaksinya dengan pelanggan, baik pelanggan internal

maupun pelanggan eksternal. Proses juga merupakan kumpulan bagian atau

elemen yang terdapat dalam sistem yang berfungsi untuk mengubah masukan

menjadi keluaran yang direncanakan (Azwar, 2010).

5.1.2.1 Pelaksanaan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar 10T


Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama bahwa proses
pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu berkualitas sesuai dengan satandar 10T

di Puskesmas Bandarharjo dilaksanakan pada hari selasa dan hari kamis mulai

pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Proses pelaksanaan tersebut

dimulai dengan pasien mendaftarkan diri diloket pendaftaran untuk dicatat data

dirinya oleh petugas dan mendapatkan nomor antrian pada setiap poli yang dituju

termasuk poli

KIA.
Pemeriksaan anamnesa dilakukan sesuai dengan SOP yang ada, yakni

menanyakan riwayat perkawinan, riwayat penyakit yang lalu/operasi, riwayat

penyakit keluarga, riwayat ginekologi, riwayat keluarga berencana, riwayat

menstruasi dan menanyakan hari pertama haid terakhirnya, pola nutrisinya, serta

menanyakan keluhan. Juga dilakukan pemeriksaan HB, HIV dan Hepatitis B.

Selanjut pemeriksaan fisik adalah suatu cara untuk memperoleh data obyektif
yang nanti akan digunakan untuk merumuskan masalah sesuai dengan keadaan ibu

hamil serta bertujuan untuk menentukan pelayanan yang efektif, mencegah

kehamilan tanpa penyulit, mendeteksi pertumbuhan janin dan kelainan-kelainan

pada ibu hamil. Pemeriksaan fisik ini ada yang dilakukan pada awal pemeriksaan

saja dan ada dilakukan oleh bidan setiap kali ibu berkunjung untuk memeriksakan

kehamilannya.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan utama (bidan)

menyatakan bahwa pelayanan antenatal terpadu yang ada di Puskesmas

Bandarharjo telah melakukan pelayanan sesuai standar 10T yang telah ditetapkan

oleh Kemenkes RI. Namun pemeriksaan dengan 10T ini dilakukan untuk ibu

hamil pertama kali pemeriksaan vital seperti ukur tekanan darah, timbang berat

badan, ukur tinggi fundus uterus, pemeriksaan DJJ (Detak Jantung Janin),

presentasi janin, pemberian tablet besi dan konseling hanya pada masalah yang

diprioritaskan. Selanjutnya, Pelayanan Konseling atau temu wicara merupakan

bagian dari pelayanan antenatal terpadu yang diberikan sejak kontak pertama

untuk membantu ibu hamil dalam mengatasi masalahnya. Konseling atau temu

wicara idealnya dilakukan pada setiap kali kunjungan antenatal. Materi yang

diberikan saat konseling biasanya ialah seputar kesehatan ibu, perilaku hidup

bersih dan sehat, peran suami atau keluarga dan perencanaan persalinan, tanda

bahaya kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan menghadapi komplikasi,

asupan gizi seimbang, gejala penyakit menular dan tidak menular, Inisiasi

Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif, KB pasca persalinan,

imunisasi, dan peningkatan kesehatan intelegasi pada kehamilan (Brain booster).

Selain itu sekarang diwilayah kerja Puskesmas Bandarharjo juga dilakukan

kelas ibu hamil yang dilaksanakan pada setip RW dilakukan minggu. Hal ini

dijadikan sebagai sarana proses konseling untuk ibu hamil di wilayah kerja

Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang.


5.1.2.2 Perencanaan
5.1.2.2.1 Perencanaan Capaian Target
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama dan informan

triangulasi diperoleh kesimpulan sebagai berikut, Dinas Kesehatan Kota Semarang

dan Puskesmas Bandarharjo sama-sama menggunakan SPM (standar pelayanan

minimal) untuk menentukan capaian target suatu program, termasuk program ibu

pada pelayanan antenatal terpadu.

Sasaran yang tidak jelas dan tidak menjelaskan bagaimana cara

mencapainya, tidak akan menjadi motivasi pegawai untuk mencapai sasaran

tersebut, oleh karena itu sebuah sasaran harus jelas dan terukur. Sasaran atau

target memiliki batas waktu yang berarti sebuah target atau sasaran harus

ditentukan dengan jelas. Sasaran atau target erat kaitannya dengan motivasi kerja

pegawai, sasaran yang jelas dan terukur akan meningkatkan kemungkinan untuk

tercapai (Mahirot Tua Effendi, 2007).

5.1.2.2.2 Perencanaan Sumber Daya Manusia


Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, informan triangulasi

dan data dokumen dapat disimpulkan bahwa, Puskesmas Bandarharjo Kota

Semarang dalam kurun tiga tahun kebelakang telah merasakan kekurangan tenaga

bidan, Puskesmas Bandarharjo juga sudah melakukan analisis beban kerja dan

jabatan. Puskesmas Bandarharjo juga mengajukan berkas permohonan

penambahan tenaga kerja bidan berdasarkan analisis beban kerja yang sudah

dibuat ke Dinas Kesehatan Kota Semarang. Dinas Kesehatan Kota Semarang juga

membenarkan bahwa alur untuk mengajukan dan mendapatkan sumber daya

manusia tambahan melalui mereka, tetapi dari pihak Dinas Kesehatan Kota

Semarang juga tidak bisa serta merta dapat langsung melakukan penambahan

SDM karena banyak faktor yang mempengaruhinya.

Menurut Sjafri Manguprawira (2011) Perencanaan sumber daya manusia

merupakan keterkaitan antara manajemen sumber daya manusia dengan


perencanaan strategis, perencanaan SDM adalah sebuah proses yang berfungsi

untuk melakukan suatu gambaran dari sebuah perusahaan untuk memperoleh atau

memanfaatkan sumber daya manusia. Perencanaan SDM lebih menitik beratkan

pada tujuan dari perusahaan atau organisasi. Tujuan perusahaan dan kebutuhan

sumber daya manusia akan dianalisis guna memberikan gambaran peran serta

SDM dalam mencapai target organisasi.

5.1.2.2.3 Perencanaan Sarana dan Prasarana


Berdasarkan hasil wawancara informan utama, informan triangulasi dan data

dokumen dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut, Puskesmas Bandarharjo

tidak mengalami kendala dalam pengadaan sarana dan prasarana hal ini di

karenakan sarana dan prasarana yang ada hingga saat ini sudah sesuai dengan

standar dan dalam kondisi baik.

Menurut Buchari Zainun (2000) yang dikutip oleh Nur Jiatmiko (2005)

sebuah organisasi kerja yang produktif hendaknya didukung oleh sarana dan

prasarana yang lengkap dan dalam kondisi yang baik agar aktivitas yang

dilakukan tidak mendapatkan hambatan. Organisasi yang baik haruslah didukung

oleh lingkunyan kerja yang baik agar mendapatkan kinerja yang maksimal dari

para pegawainya. Menurut Sri Mulyani (2010) sarana dan prasarana merupakan

salah satu komponen utama agar proses dapat berjalan dengan baik.

5.1.2.3 Pengorganisasian
Pengorganisasian menjadi hal yang penting dalam pengorganisasian, dengan

adanya pengorganisasian, setiap pihak yang terlibat dalam sebuah organisasi jadi

lebih terkoordinir dan saling melakukan evaluasi, untuk terus memacu organisasi

mencapai target dan tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil wawancara

informan utama dan informan triangulasi dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut, Dinas Kesehatan Kota Semarang telah melakukan monitoring secara

berkala setiap tahunnya terhadap pelaksanaan program-program yang ada di

Puskesmas di Kota Semarang, termasuk Puskesmas Bandarharjo. Puskesmas


Bandarharjo sendiri juga melakukan monitoring dan evaluasi internal terhadap

pelaksanaan programprogram yang telah dan sedang dijalankan, monitoring dan

evaluasi tersebut dilakukan dilakukan setiap minggu dan tahunan. Kekurangan

sumber daya manusia mengakibatkan terkendalanya pengorganisasian sumber

daya manusia terutama pada pembagian tugas kerja, hal ini mengakibatkan job

desk menjadi tumpang tindih dan kurang jelas.

Pengorganisasian merupakan proses pengumpulan dan mengkoordinir

sumber daya manusia, untuk mencapai tujuan atau sasaran dari sebuah organisasi.

Pengorganisasian diperlukan untuk menciptakan organisasi yang dinamis dengan

cara melakukan pembangunan hubungan atar sumber daya manusia, pelaporan

hasil pelaksanaan program, pengorganisasian membuat organisasi menjadi lebih

fleksibel dan responsif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi

(Thomas S Baterman, 2008).


5.1.3 Komponen Output
Output atau hasil yang dimaksud disini adalah tindak lanjut dari hasil

keluaran berupa hasil akhir dari kegiatan dan tindakan tenaga profesi serta seluruh

karyawan terhadap pelanggan. Hasil yang diharapkan dapat berupa perubahan

yang terjadi pada pelanggan. Harapannya adalah jika masukan telah tersedia

sesuai dengan rencana, maka proses akan bisa dilaksanakan. Apabila proses

dilaksanakan sesuai yang direncanakan berdasarkan standar yang ada maka hasil

akan tercapai dengan baik (Bustami, 2011).

Pelayanan kesehatan ibu hamil tidak dapat dipisahkan dengan pelayanan

antenatal terpadu. Indikator untuk menggambarkan tingkat perlindungan terhadap

ibu hamil adalah cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 dan K4 merupakan gambaran

kunjungan ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan ataupun tenaga kesehatan yang

profesional sesuai dengan proporsinya.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukkan bahwa

angka kematian ibu yang tertinggi di Kota Semarang yaitu Puskesmas


Bandarharjo. Data cakupan K1 di Puskesmas Bandarharjo pada tahun 2014

mencapai 94,60% menurun menjadi 80,32% pada tahun 2015 sedangkan target

SPM tahun 2015 yaitu 95%. Sedangkan untuk data cakupan K4 di Puskesmas

Bandarharjo tahun 2014 mencapai 86,34% meningkat pada tahun 2015 mencapai

90,76% tetapi masih jauh dari target SPM.

Hal tersebut dibenarkan oleh informan utama bahwa Puskesmas

Bandarharjo pernah mendapatkan cakupan K1 dan K4 yang sedemikian. Menurut

informan utama penyebab dari cakupan K1 dan K4 mengalami perubahan naik

turun yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo tersebut adalah sumber

daya bidan yang ada tidak memungkinkan untuk melakukan pendataan kerumah-

rumah warga dikarenakan keterbatasan sumber daya manusianya.

5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian


5.2.1 Hambatan Penelitian
Pada saat pelaksanaan penelitian, terdapat hambatan yang mempengaruhi

kelancaran penelitian baik sebelum, setelah, maupun saat penelitian berlangsung.

Hambatan-hambatan tersebut antara lain:

1. Peneliti cukup kesulitan untuk menemui informan dikarenakan kesibukan

masing-masing informan. Pelaksanaan penelitian harus menyesuaikan jam

kerja puskesmas, dan lingkungan puskesmas, agar tidak mengganggu

pelayanan yang sedang berlangsung.

2. Pengulangan pertanyaan agar informasi lebih paham mengenai yang

ditanyakan oleh peneliti. Selain itu, peneliti belum bisa membatasi jawaban

informan untuk tetap dalam konteks atau topik.

3. Beberapa dokumen yang diinginkan peneliti tidak tersedia di tempat

penelitian sehingga analisis data hanya berdasarkan pada hasil wawancara

dan observasi.
5.2.2 Kelemahan Penelitian
Penelitian kualitatif identik dengan wawancara mendalam terhadap

informan penelitian. Pertanyaan yang diajukan secara umum bertujuan untuk

menggambarkan, mengungkapkan, menjelaskan, menguji, dan menemukan

jawaban dari informan secara riil. Seseorang akan lebih sensitif apabila

dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan terkait kinerja dan pecapaian, sehingga

jawaban para informan lebih menonjolkan sisi-sisi positif saja yang membuat

jawaban dari informan lebih bersifat subjektif. Jawaban dari informan juga akan

dipengaruhi oleh perubahan perilaku informan, hal inilah yang membuat

penelitian kualitatif memiliki subjektifitas tinggi.


49

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk membantu seorang ibu melalui kehamilan dan persalinan yang
sehat, bidan harus :
1. Menbantu ibu dan keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran dan
kedaruratan yang mungkin terjadi.
2. Mendeteksi dan mengobati komplikasi-komplikasi yang timbul selama
kehamilan, baik yang bersifat medis, bedah atau obstetric.
3. Memelihara peningkatan fisik, mental dan sosial ibu serta bayi dengan
memberikan pendidikan, suplemen immunisasi.
4. Membantu mempersiapkan ibu untuk menyusuai, melalui masa nifas
yang normal, serta menjaga kesehatan anak secara fisik, psikologi dan
sosial.

B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah
ilmu pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis
kepada pembaca semua agar sudi kiranya memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun.
50

DAFTAR PUSTAKA
Sakinah. 2005. Antenatal Care. http://www.info-wikipedia.com. Diakses
tanggal 29 Maret 2011
http://www.kti-skripsi.com/2010/05/kti-kebidanan-tentang-anc.html
Pranoto. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai