(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2 Tanaman bunga kenop (Gomphrena globosa L.); (a) Bunga kenop
putih, (b) Bunga kenop merah jambu, (c) Bunga kenop orange, dan
(d) Bunga kenop merah tua keunguan (Anonim 2006).
Bunga kenop berasal dari Amerika tropis dan dapat tumbuh pada ketinggian
1-1300 m dari permukaan laut dan termasuk kedalam tanaman semusim.
Batangnya berwarna hijau kemerahan, membesar pada ruas percabangan. Berdaun
tunggal, bertangkai pendek dengan bentuk memanjang, ujung meruncing, tepi
rata, berwarna hijau, berambut kasar yang berwarna putih di permukaan atas dan
berambut halus di permukaan bawah. Bunga tunggal dan berbentuk bulat seperti
bola dengan beberapa warna seperti putih, merah jambu, orange, dan merah tua
keunguan. Sedangkan buahnya kotak berbentuk segitiga yang dibungkus lapisan
tipis berwarna putih dan berbiji satu (Gambar 2).
Respon Imun
Respon imun merupakan sistem interaktif komplek dari beragam jenis sel
imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme
patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Semakin baik respon
imun tubuh, semakin baik status kesehatan seseorang (Roitt dan Delves 2001).
Respon imun dibedakan dalam respon imun spesifik dan nonspesifik. Respon
imun nonspesifik timbul sebagai reaksi terhadap serangan mikroorganisme patogen
dan zat asing lainnya melalui fagositosis oleh neutrofil dan monosit (makrofag),
barier kimia melalui sekresi internal dan eksternal (lisozim dalam mucus, air mata,
laktoperoksidase dalam saliva), protein darah (interferon, sistem kinin dan
komplemen) dan sel Natural Killer (NK) (Bellanti 1993).
Respon imun menjalankan tiga fungsi yaitu pertahanan (defense), homeostatis
dan pengawasan (surveillance). Fungsi pertahanan bertujuan untuk melawan invasi
mikroorganisme dan senyawa asing lainnya. Fungsi homeostatis untuk
mempertahankan dari jenis sel tertentu dan memusnahkan sel-sel yang rusak.
Sedangkan fungsi pengawasan bertujuan untuk memonitor jenis-jenis sel yang
abnormal atau sel mutan (Bellanti 1993).
Limfosit
Darah adalah suspensi yang terdiri dari sel-sel dan plasma, yaitu larutan yang
mengandung berbagai molekul organik dan anorganik. Sel-sel darah terdiri dari sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan butir pembeku (platelets) atau
trombosit. Sel darah putih atau leukosit (bahasa Yunani leuko = putih) penampakannya
bening, tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah akan tetapi
jumlahnya kecil. Bellanti (1993) menyatakan jumlah sel darah putih normal sekitar
4000-11.000 sel/µm darah manusia.
Roitt dan Delves (2001) menyatakan leukosit disebut juga sel darah putih yang
merupakan salah satu sel dalam sistem pertahanan tubuh dan apabila dibandingkan
dengan eritrosit, leukosit memiliki ukuran molekul yang lebih besar dan bergerak
bebas. Ditambahkan Baratawidjaja (2002) leukosit terdiri dari 75% sel granulosit dan
25% sel agranulosit yang terbentuk di dalam sumsum tulang belakang. Roitt dan
Delves (2001) menjelaskan yang termasuk kelompok agranulosit adalah sel limfosit
dan monosit, sedangkan basofil, neutrofil dan eosinofil termasuk dalam kelompok
yang granulosit (bergranula). Komposisi dan jumlah normal sirkulasi masing-masing
elemen seluler pada darah manusia, mencit dan tikus disajikan pada Tabel 1.
Baratawidjaja (2002) menyatakan limfosit adalah sel darah putih (leukosit)
yang berukuran kecil, berbentuk bulat (diameter 7-15 µm) dan banyak terdapat
pada organ limfoid seperti limpa, kelenjar limfe dan timus. Sel limfosit dibentuk
dalam kelenjar timus dan sum-sum tulang belakang dan tidak mempunyai
kemampuan bergerak seperti amuba. Sel ini merupakan 20% dari semua sel
leukosit yang beredar dalam darah manusia dewasa. Fungsi utama limfosit adalah
memberi respon terhadap antigen (benda asing) dengan membentuk antibodi
(immunoglobulin/Ig) yang bersirkulasi dalam darah (imunitas humoral) atau
dalam pengembangan imunitas seluler. Menurut Kresno (1991), sel limfosit
mampu mengenal setiap jenis antigen, baik antigen yang terdapat intraselular
maupun ekstra selular misalnya dalam cairan tubuh atau dalam tubuh.
Menurut Kresno (1991) sel limfosit berdiferensiasi menjadi sel T dan sel B.
Sel T berfungsi dalam imunitas seluler yang sebagian besar terdapat dalam
sirkulasi darah, yaitu berjumlah 65-85% dan berasal dari sel hematopoetik di
sumsum tulang belakang yang kemudian pindah ke timus dan menjadi dewasa.
Pada proses pendewasaannya sel ini berdifferensiasi menjadi sel T-helper (Th)
yang berfungsi untuk membantu pembentukan antibodi, sel T-supressor (Ts)
menekan pembentukan antibodi dan sel T-cytotoxic (Tc) berfungsi membunuh sel-
sel yang terinfeksi patogen intraselular. Roitt dan Delves (2001) menambahkan
bahwa sel T dapat berproliferasi menjadi sel T memori dan berbagai sel effektor
yang mensekresi berbagai limfokin. Limfokin ini berpengaruh pada aktivasi sel B,
sel Tc, sel NK dan sel lain yang terlibat dalam respon imun.
Limfosit dalam sistem imun mengikat antigen dengan menggunakan protein
membran yang bersifat antigen-spesifik, yang disebut reseptor. Reseptor pada sel
T atau TCR (T Cell Receptor) memiliki struktur serupa antibodi. Setiap TCR
mengikat sebuah epitop antigen, yang merupakan peptida dengan panjang 9-20
asam amino. Peptida ini akan berikatan dengan molekul protein pada permukaan
Antigen Presenting Cells (APC) yang bertugas mencocokkan dan
mempresentasikan antigen kepada sel T, peptida tersebut dikenal sebagai molekul
Major Histocompatibility Complex (MHC). Sel Th berikatan dengan peptida pada
MHC kelas II pada APC yang memiliki antigen ekstraselular seperti bakteri, tetapi
telah terinternalisasi ke dalam sel. Hal ini membuat sel Th teraktivasi sehingga
terjadi sekresi interleukin yang menstimulasi pembelahan dan diferensiasi sel B,
sehingga sel B mampu menghasilkan antibodi untuk melawan antigen. Sel Tc
teraktivasi oleh MHC kelas I pada membran sel berinti yang terinfeksi virus.
Dengan demikian, sel Tc akan mampu menbunuh sel yang terinfeksi tersebut
(Roitt dan Delves 2001).
Proliferasi Limfosit
Tejasari (2000) menjelaskan bahwa proliferasi limfosit merupakan fungsi
biologis mendasar limfosit, yaitu proses diferensiasi dan pembelahan (mitosis) sel.
Limfosit adalah sel tunggal yang bertahan baik saat dikultur dalam media sederhana
dan secara konsisten tetap dalam tahap diam dan tidak membelah sampai
ditambahkan mitogen, respon proliferatif kultur limfosit menggambarkan fungsi
limfosit dan status imun individu. Menurut Zakaria et al (1992) Perhitungan jumlah
limfosit pada kontrol yang hanya mengandung media dan serum janin sapi saja dan
membandingkannya dengan jumlah limfosit media yang diberi bahan uji, maka dapat
diketahui aktivitas dari senyawa pemacu proliferasi limfosit yang ada pada bahan uji.
Mitogen adalah agen yang mampu menginduksi pembelahan sel baik sel T
maupun sel B dalam persentase yang tinggi. Mitogen merupakan sumber ligan
polipeptida yang berperan pada pelepasan sinyal dari tempat yang berdekatan
parakrin dan diterima oleh reseptor membran plasma. Beberapa mitogen
merupakan faktor pertumbuhan yang mengaktivasi tirosin kinase. Sinyal
permulaan oleh mitogen mengakibatkan adanya urutan-urutan sinyal lain yang
berpengaruh terhadap berbagai faktor transkripsi dan berpengaruh terhadap
aktivitas gen di dalam sel (Decker 2001).
Menurut Baratawidjaja (2002) pada umumnya mitogen berasal dari
tumbuhan (lektin) atau merupakan gula terikat seperti concanavalin A (Con-A),
pokeweed (PWM) dan fitohemaglutinin (PHA). Mitogen ini tidak spesifik dan
mempunyai daya mengaktifkan sejumlah sel limfosit tanpa memandang reaktifitas
antigenik sel-sel yang bersangkutan. Hal ini dapat terjadi karena adanya gangguan
pada membran yang dirangsang oleh ikatan silang makromolekul sehingga dapat
merangsang limfosit untuk membelah.
Bellanti (1993) menyatakan mitogen PHA dan Con-A dapat merangsang
transformasi blast subpopulasi sel T. Ditambahkan Kresno (1991) sebanyak 50-
60% sel T mampu memberikan respon terhadap stimulasi PHA dan Con-A.
Selanjutnya Kuby (1992) menyatakan PWM dapat berikatan dengan di-N-
acetylchitobiose dan bersifat mitogenik terhadap sel T dan sel B.
Con-A berasal dari tanaman jack bean (Canavalia ensiformis), PHA berasal
dari kacang merah (Phaseolus vulgaris) dan PWM berasal dari tumbuhan
pokeweed (Phytolacca americana). Con-A adalah mitogen asal lektin legum yang
bersifat sebagai imunomodulator karena dapat merangsang proliferasi limfosit,
fungsinya pada sistem biologis adalah sebagai perekam informasi yang diikuti
dengan produksi informasi sel. Lektin fitohemaglutinin (PHA) adalah protein non
enzimatik yang berikatan dengan karbohidrat secara reversibel. Fungsi biologis
dari lektin adalah kemampuan mengenal dan berikatan dengan struktur
karbohidrat spesifik, khusus nya berikatan dengan oligosakarida. Lektin terdiri dari
enam famili yang telah dikenal antara lain lektin legum, lektin sereal, lektin jenis
P, C, S dan pentraxis (Letwin dan Quimby 1987).
Tidak semua mitogen adalah lektin. Lipopolisakarida (LPS) merupakan
komponen dinding sel bakteri gram negatif yang dapat juga berfungsi sebagai mitogen
sel B. Aktivitas mitogenik LPS berasal dari bagian lipidnya yang berinteraksi dengan
membran plasma sehingga menghasilkan aktivasi selular (Kuby 1992).
Menurut Kresno (1991) stimulasi limfosit oleh mitogen berakibat pada
serangkaian reaksi biokimia seperti fosforilasi nukleoprotein, sintesa DNA dan
RNA serta peningkatan metabolisme lemak. Perubahan yang terjadi adalah
transformasi blast yang di tunjukkan dengan pembesaran limfosit karena nukleus
juga membesar, retikulum endoplasmik menjadi kasar dan tubulus mikro jelas,
serta kecepatan sintesa DNA meningkat menuju mitosis.
Faridah (1996) melaporkan proliferasi limfosit dapat dilihat dari nilai Indeks
Stimulasi (IS) yaitu rasio count per minute (cpm) sel yang dikultur dengan
stimulan (mitogen/antigen) terhadap cpm sel yang hanya dikultur dengan medium
pertumbuhan saja (tanpa stimulan/kontrol). Nilai IS menunjukkan kemampuan
limfosit yang secara tidak langsung menggambarkan respon imunologik
seseorang. Semakin tinggi nilai IS semakin tinggi pula respon imunologiknya.
Pada kelompok remaja yang banyak mengkonsumsi makanan jajan tercemar
dengan status gizi yang rendah ternyata dapat menurunkan respon imunologik
yang ditandai dengan nilai IS limfosit yang rendah.
Zakaria et al (1992) menyatakan bila sel dikultur dengan senyawa mitogen,
maka limfosit akan berproliferasi secara tidak spesifik. Begitu juga, jika limfosit
dikultur dengan antigen spesifik, misalnya kasein susu, maka kemampuan limfosit
untuk merespon secara spesifik dapat diukur. Kresno (1991) mengatakan bahwa
respon terhadap mitogen dianggap menyerupai respon limfosit terhadap antigen,
sehingga uji proliferasi dengan rangsangan mitogen, banyak dipakai untuk
menguji fungsi limfosit. Zakaria (1996) melaporkan berbagai jenis bahan pangan
seperti jahe, kunyit, bawang putih telah diketahui dan diteliti memiliki aktivitas
imunostimulan antara lain meningkatkan kemampuan proliferasi limfosit.