A. Definisi
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau menurunnya kesadaran
tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2002).
Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak ada
kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi
(Mansjoer, 2000).
Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran sementara (Corwin, 2000)
Jadi cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang
dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunya kesadaran
sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya.
B. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, dan cedera
olah raga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab terbesar kematian dan kecacatan utama
pada usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di
samping penanganan dilokasi kejadian dan transportasi korban ke rumah sakit,
penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan
dan prognosis selanjutnya (Corwin, 2000).
C. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari trauma, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda
keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala (Gennarelli, 1996).
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera
primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah
sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan
akan terjadi lesi yang disebut contrecoup (Perdosi, 2007).
Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak
dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi
solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat
dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(contrecoup) (Hickey, 2003).
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema
otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan
perubahan neurokimiawi.
D. Klasifikasi
Konkusio otak setelah cidera kepala adalah kehilangan fungsi neurologis sementara
tanpa adanya kerusakan struktural, umumnya terjadi periode ketidaksadaran yang
bersangsung beberapa detik sampai beberapa menit. Getaran otak mungkin sangat
ringan sehingga hanya manyababakan pusing dan mata berkunang-kunang. Jika
mengenai lobus frontalis pasien mungkin menunjukkan perilaku kacau (bizare)
irasional. Jika terkena lobus temporalis, pasien akan menunjukkan amnesia temporee
atau disorientasi (Baughman & Hackley, 2000).
Pada cidera kepala ringan terdapat tanda dan gejala yang mungkin muncul, antara lain
(Muttaqin, 2008) :
a) Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembal
b) Hilang kesadaran sementara, krang lebih 10-20 menit, beberapa literatur
menyebutkan sampai 30 menit
c) Nteri kepala
d) Pusing
e) Muntah
f) Disorientasi sementara
g) Tidak ada gejala sisa
F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul dari COR yaitu dapat menyebabkan kemunduran pada
kondisi pasien karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral progressif dan
herniasi otak. Edema serebral adalah penyebab paling umum dari peningkatan
tekanan intrakranial pada pasien yang mendapat cedera kepala.
Komplikasi lain yaitu defisit neurologi dan psikologi (tidak dapat mencium bau-bauan,
abnormalitas gerakan mata, afasia, defek memori dan epilepsi) (Brunner & Suddarth,
2002).
G. Pathway
Trauma langsung (jatuh,
kecelakaan)
Cidera kepala
Perdarahan intrakranial
hematoma
Peningkatan TIK
Aliran darah ke otak
Rangsangan saraf simpatis terganggu
ketegangan
Herniasi ulkus
Mesensefalon terktekan
-
H. Penatalaksanaan
Jika pasien mengalami cidera otak ringan, maka perhatikan hal-hal berikut :
1. Periksa kesadarannya.
2. Periksa ABC (airway, breathing, circulation) atau jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi.
a. Jalan nafas (Air way)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa
muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa
nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan.
b. Pernapasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medulla oblongata, pernafasan
cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer
adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari
gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan
pemberian oksigen kemudian cari dan atasi faktor penyebab dan kalau perlu
memakai ventilator.
c. Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan
sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh
faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur
alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok
septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi
jantung danmengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau
darah.
d. Pemeriksaan fisik
Setalah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil,
defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini
dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu
komponen diatas bisa diartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus
segera dicari dan menanggulangi penyebabnya.
3. Jangan memindahkan penderita kecuali memang diperlukan.
4. Periksa kesadaran mentalnya.
5. Periksa matanya.
6. Perhatikan bila terjadi muntah.
7. Biarkan penderita terjaga selama beberapa waktu untuk melihat apakah kondisinya
semakin memburuk.
8. Perlu diketahui bahwa keluhan yang telah hilang dapat muncul kembali di
kemudian hari bahkan dengan keluhan yang lebih parah.
9. Perlu diketahui bahwa gegar otak pada anak-anak bisa memburuk dengan sangat
cepat.
Perawatan untuk cedera kepala
Perawatan untuk cedera kepala di rumah sakit biasanya meliputi :
1. Observasi.
2. Obat penghilang rasa sakit untuk mengatasi sakit kepala.
3. Tidak boleh makan dan minum sampai diizinkan dokter.
4. Obat anti muntah untuk setiap kali mual atau muntah.
5. Jika penderita mengalami sakit pada leher, pemeriksaan leher dengan X-ray
mungkin akan dilakukan.
6. CT-Scan mungkin juga diperlukan.
7. Untuk kasus cedera kepala ringan, biasanya penderita tidak memerlukan rawat
inap.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan : untuk mengidentifikasi adanya SOL hemografi, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan.
2. Angiografiserebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti kelainan
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.
3. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya petologis.
4. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur)
5. BAER ( Brain Auditori Evoker Respon ) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
6. PET ( Position Emission Yomography ) menunjukan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak.
7. Fungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perubahan sub araknoid.
8. Kimia atau elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan status mental.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI CIDERA OTAK RINGAN
A. Pengkajian Primer
Airway
Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
Breathing
Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan
dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.
Circulation
Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
Disability
Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
Exposure
Suhu, lokasi luka.
B. Pengkajian Sekunder
Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis
kelamin (banyak laki-laki, karena ngebut-ngebutan dengan motor tanpa pengaman
helm), pedidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan
tingkat kesadaran.
Riwayat Alergi
Apakah pasien mempunyai riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.
D. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan: serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma)
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya laserasi pada kepala
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
akibat cedera kepala.
E. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan: serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam pasien akan dapat
Mempertahankan tingkat kesadarannya, kognisi, dan fungsi motorik/sensoriknya.
Kriteria Hasil:
Tanda-tanda vital stabil
Tidak ada tanda peningkatan TIK
Intervensi Rasional
Tentukan faktor-faktor Penurunan tanda/gejala neurologis atau
yg menyebabkan koma/penurunan kegagalan dalam pemulihannya setelah
perfusi jaringan otak dan potensial serangan awal, menunjukkan perlunya
peningkatan TIK. pasien dirawat di perawatan intensif.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi okulomotor (III) berguna untuk
terhadap cahaya. menentukan apakah batang otak masih
baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan
oleh keseimbangan antara persarafan
simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan fungsi
yang terkombinasi dari saraf kranial
optikus (II) dan okulomotor (III).
Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
Berikan oksigen tambahan sesuai masalah hipotermia atau pelebaran
indikasi. pembuluh darah yang akhirnya akan
berpengaruh negatif terhadap tekanan
serebral.
Ajarkan teknik pengalihan nyeri sesuai Mengatasi nyeri dengan terapi non
dengan kebutuhan farmakologi.
kaji out put dan in put cairan untuk mengetahui keseimbangan cairan
pasien, dan mengetahui intake yang
diperlukan
Anjurkan pada pasien untuk minum pengganti cairan yang hilang, dan
setiap setelah muntah memenuhi kebutuhan cairan pasien
F. Implementasi Keperawatan.
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang
optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki
dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun
secara khusus pada klien gagal jantung. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan
fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh
perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya
Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama
dengan profesi / disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan
kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat
berdasarkan atas pesan orang lain.
G. Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi merupakan proses keperawatan dimana tahap keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan yang ditetapkan. Evaluasi dalam proses keperawatan terbagi menjadi dua
yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang
dibuat setelah beberapa tujuan dan masalah yang ada pada klien tercapai atau teratasi.
Sedangkan evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan secara terus-menerus
untuk menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, Engram. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa
suharyati samba. Jakarta: EGC
Baticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klian Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Bauhgman, Diane C., & Hackley. Joann C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku Saku
Untuk Brunner Dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth, 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salmeba Medika.
Gennarelli TA, Meaney DF. 1996. Mechanism of Primary Head Injury. Dalam: Neurosurgery
2nd edition. New York : McGraw Hill.