Anda di halaman 1dari 13

Efek penggunaan antibiotik oral preoperasi pada perkembangan surgical site

infection setelah reseksi kolorektal elektif: Analisis kohort retrospektif pada 90


pasien

Tujuan: Pengaruh penggunaan antibiotik oral bersama-sama dengan mechanical


bowel preparation (MBP) pada angka kejadian surgical site infection (SSI), durasi
rawat inap, dan total biaya rumah sakit pada pasien yang menjalani operasi kolorektal
elektif dievaluasi dalam penelitian ini.

Metode: Data dari 90 pasien yang menjalani reseksi kolorektal elektif antara
Oktober 2006 sampai September 2009 dianalisis secara retrospektif. Semua pasien
menerima MBP. Pasien dalam kelompok A diberi antibiotik oral (dengan total 480 mg
gentamisin, 4 gr metronidazole terbagi dalam dua dosis dan 2 mg bisacodyl PO),
sedangkan pasien dalam kelompok B tidak menerima antibiotik oral. Kriteria eksklusi
adalah tindakan operasi emergensi, operasi laparoskopi, kemoradioterapi pra operasi,
kolonoskopi intraoperatif sebelum dilakukan pembuatan anastomosis, atau riwayat
penggunaan antibiotik dalam 10 hari sebelum tindakan. SSI, durasi rawat inap dan
total biaya rumah sakit dievaluasi.

Hasil: Pasien di kedua kelompok studi, kelompok A (n = 45) dan kelompok B (n =


45), memiliki rata-rata usia, BMI, pembuatan pengalihan ileostomi, lokalisasi, dan stage
penyakit yang serupa. Pasien yang menerima antibiotik oral menunjukkan tingkat
infeksi luka yang lebih rendah (36% vs 71%, p <0,001), durasi rawat inap yang lebih
pendek (8,1 ± 2,4 hari vs 14,2 ± 10,9 hari, masing-masing, p <0,001) dan angka yang
sama dalam hal kejadian kebocoran anastomosis (2% vs 11%, p ¼ 0,20). Rata-rata
SD± total biaya rumah sakit secara signifikan lebih rendah pada Kelompok A (2,699 $
± 0,892 $) dibandingkan pada Kelompok B (4,411 $ ± 4,995 $, p = 0,029).

Kesimpulan: Penggunaan antibiotik oral sebelum operasi ditambah MBP dapat


memberikan pemulihan yang lebih cepat dengan SSI dan biaya rumah sakit yang lebih
sedikit.
Pendahuluan

Surgical site infection (SSI) akan meningkatkan biaya perawatan dan


dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas dan merupakan infeksi
nosokomial ketiga paling umum, terhitung 14%-16% dari semua infeksi nosokomial di
antara pasien yang dirawat di rumah sakit [1]. Pasien yang menjalani operasi kolorektal
beresiko untuk mengalami perkembangan dari SSI, yang mungkin mencapai 25% [2].
Surveilans SSI telah terbukti mengurangi angka kejadian SSI dan berbagai tindakan
dilakukan dalam upaya untuk menurunkan tingkat SSI yang relatif tinggi pada pasien
yang menjalani reseksi kolorektal [3]. Ketika pemberian antibiotik profilaksis IV telah
dilaporkan menguntungkan, tindakan mechanical bowel preparation (MBP) dan
antibiotic profilaksis oral masih diperdebatkan [4- 7].

Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh


penggunaan antibiotik oral bersama-sama dengan MBP pada angka kejadian surgical
site infection (SSI), lama rawat inap di rumah sakit dan total biaya rumah sakit pada
pasien yang menjalani operasi kolorektal elektif.

Metode dan Bahan

Protokol penelitian telah disetujui oleh dewan peninjau kelembagaan. Pasien


dewasa (> 18 tahun) yang dirawat di Departemen Bedah di Rumah Sakit Universitas
Ufuk dengan kanker colon atau kolitis ulseratif antara Oktober 2006 hingga September
2009 dievaluasi untuk penelitian ini. Pasien yang dimasukkan sebagai subjek
merupakan pasien telah memberikan persetujuan tertulis dan sesuai untuk penelitian
ini. Pasien dikelompokkan ke salah satu dari dua kelompok secara berurutan, sesuai
dengan urutan penerimaan mereka ke unit rawat jalan. Kriteria eksklusi adalah: operasi
emergensi, operasi laparoskopi, kemoradioterapi pra operasi, kolonoskopi intraoperatif
sebelum tindakan pembuatan anastomosis, atau riwayat penggunaan antibiotik dalam
10 hari sebelumnya.

Semua pasien dilakukan mechanical bowel preparation (MBP). Pasien dalam


kelompok A diberi antibiotik oral (total 480 mg gentamisin, 4 gr metronidazole terbagi
dalam dua dosis dan 2 mg bisacodyl PO), sedangkan pasien dalam kelompok B tidak
memiliki antibiotik oral.
Pasien dirawat inapkan satu hari sebelum operasi dan menerima diet cair bebas
selulosa setelah masuk. Hidrasi secara parenteral dimulai 8-12 jam sebelum operasi.
MBP dilakukan dengan cara pemberian oral 45 mL larutan natrium dibasic fosfat
(Phosphosoda®, Fleet Pharmaceuticals, Lynchburg, USA) dengan air dan Fleet enema
yang diberikan per rektal (Phosphosoda®, Fleet Pharmaceuticals, Lynchburg, USA).
Kedua kelompok menerima cefazolin 1 gr IV dan metronidazole 500 mg IV selama
induksi anestesi, dan obat yang sama ini dilanjutkan dengan BID selama lima hari
pasca operasi. Selain itu, pasien dalam Kelompok A menerima total 480 mg
gentamisin, 4 gr metronidazole terbagi dalam dua dosisi dan 2 mg bisacodyl PO.
Gambaran MBP pra operasi dan regimen antibiotik ditunjukkan pada Gambar. 1

Semua operasi dilakukan oleh salah satu dari dua ahli bedah konsultan senior.
Instrumentasi bedah, fasilitas ruang operasi, dan tim keperawatan sebanding untuk
kedua kelompok. Eksisi mesorektal total untuk kanker rektum atau mobilisasi fleksura
lien untuk reseksi anterior dilakukan secara rutin. Keputusan untuk menjahit atau
menjepit colon dibuat oleh ahli bedah senior pada saat operasi. Secara keseluruhan,
anastomosis di bawah promontorium dijepit dua kali. Tindakan penjepitan ini termasuk
menutup sisa bagian distal oleh TA atau Roticulator® (AutoSuture, Covidien, USA) dan
menggabungkan ujung usus menggunakan stapler Premium CEEA ™ (AutoSuture,
Covidien, USA). Jika anastomosis dilakukan dengan menggunakan tangan, maka
dilakukan juga penjahitan kontinu tunggal terbalik diikuti oleh penjahitan terputus
tunggal pada lapisan kedua. Rongga perut diirigasi dengan 2 liter saline hangat
sebelum dilakukan penutupan. Dinding perut direkatkan dengan jahitan kontinu PDS 1-
0, dan kemudian kulit ditutup dengan jahitan terputus polipropilen 3-0.

Catatan terstruktur disimpan untuk mencatat tanda-tanda atau pengobatan dari


infeksi untuk setiap pasien oleh ahli bedah yang sama selama 30 hari periode follow up
pasca operasi, yang tidak memiliki pengaruh dalam manajemen klinis pasien. SSI
diklasifikasikan sebagai insisional atau organ/ruang. SSI insisional selanjutnya dibagi
menjadi yang hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan (SSI insisional superfisial)
dan yang melibatkan jaringan lunak yang lebih dalam pada sayatan (SSI insisional
dalam). SSI Organ/ruang melibatkan bagian anatomi selain dari lapisan dinding tubuh
yang diinsisi atau dimanipulasi selama operasi. Kriteria SSI berdasarkan deskripsi
Horan TC ditunjukkan pada Tabel 1 [8]. Selain itu, kategorisasi Clavien / Dindo juga
digunakan dalam klasifikasi morbiditas pasien pada periode pasca operasi [9].
Anastomosis dehiscence didiagnosis secara klinis dan dikonfirmasi secara radiologis
atau selama operasi koreksi. Setiap pasien diikuti selama 30 hari pasca operasi melalui
kunjungan klinik mingguan di mana luka dinilai untuk mengetahui infeksi dan
kegagalan anastomosis.

Durasi rawat inap di rumah sakit dihitung mulai dari periode dari hari operasi
sampai pasien keluar rumah sakit. Kematian di rumah sakit didefinisikan sebagai
kematian karena sebab apa pun dalam 30 hari rawat inap. Biaya rumah sakit dihitung
dari total jumlah biaya untuk perawatan rumah sakit harian (biaya tempat tidur), obat-
obatan, dan persediaan medis.

Analisis Statistik

Analisis data dilakukan dengan SPSS untuk Windows, versi 11.5 (SPSS Inc.,
Chicago, USA). Usia, durasi operasi, hari buang air besar pertama, dan durasi rawat
inap dinyatakan sebagai mean ± SD. Rata- rata usia dibandingkan dengan uji t tidak
berpasangan. Selain itu, uji Mann-Whitney U digunakan untuk membandingkan durasi
operasi, stadium tumor, waktu untuk buang air besar pertama, dan durasi rawat inap.
Data kategorik dianalisis dengan uji eksak Fisher dan uji chi square. Nilai p kurang dari
0,05 dianggap signifikan secara statistik. Berdasarkan studi percontohan dan
pengalaman klinis, sampel dengan jumlah total setidaknya 86 kasus (43 untuk
antibiotik oral pra operasi, 43 tanpa antibiotik oral pra operasi) diperlukan untuk
mendeteksi setidaknya perbedaan dalam 4 hari masa rawat inap dan 30% perbedaan
pada angka kejadian infeksi luka dengan kekuatan 85% pada tingkat signifikansi 5%.

Hasil

Selama masa studi, 121 pasien dengan lesi setelah reseksi kolorektal dihadirkan
ke klinik bedah pada penelitian ini. Dari jumlah tersebut, 90 pasien (45 di Kelompok A
dan 45 di Kelompok B) dengan kanker kolorektal (n=85) dan kolitis ulserativa (n=5)
setuju untuk berpartisipasi dan sesuai untuk penelitian ini. Pasien pada Kelompok A
adalah 27 pria dan 18 wanita dengan usia rata-rata 58 ± 17 tahun (kisaran 19-85
tahun) dan pasien Kelompok B adalah 27 pria dan 18 wanita dengan usia rata-rata 59
± 12 tahun (kisaran 28-87 tahun). Dua kelompok tidak memperlihatkan perbedaan
dalam hal usia, rasio jenis kelamin, atau adanya penyakit yang menyertai (Tabel 2).
Tabel 3 menunjukkan rincian operasi pasien di kedua kelompok. Kelompok A
dan B tidak menunjukkan perbedaan mengenai stadium atau area tumor,
rectosigmoidal junction menjadi lokalisasi yang paling umum untuk kedua kelompok.
Kedua kelompok juga memiliki persamaan dalam hal prosedur operasional,
penggunaan stapler, dan tingkat transfusi darah pra operasi ataupun pasca operasi.
Waktu operasi di Kelompok A (146 ± 41 menit, kisaran 75-240 menit) lebih rendah
daripada Kelompok B (166 ± 39 menit, kisaran 75-300 menit, p = 0,012).

Tabel 4 menunjukkan hasil klinis dan operasi dari kedua kelompok. Angka
morbiditas yang dihitung menurut definisi Clavien / Dindo adalah 26% (12 pasien) di
Kelompok A. Empat dari 12 pasien ini diklasifikasikan sebagai Grade 1 (33%), 2 pasien
sebagai Grade 2 (16%), 3 pasien sebagai Grade 3a (2%) dan 1 pasien sebagai Grade
3b (8%). Angka morbiditas adalah 37% di Kelompok B yang terdiri dari 17 pasien, 4 di
antaranya merupakan Grade 1 (44%), 5 pasien merupakan grade 2 (29%), 1 pasien
merupakan grade 3a, 6 pasien merupakan grade 3b (35%) ) dan 1 pasien merupakan
grade 4a (5%).

SSI didiagnosis pada 16 pasien dalam kelompok A (35%) dan 32 pasien pada
kelompok B (71%). Perbedaan dalam tingkat SSI antara kelompok signifikan secara
statistik (p <0,001). Angka kebocoran anastomosis masing-masing adalah 2% dan 11%
pada Kelompok A dan B, dan perbedaan ini tidak mencapai signifikansi secara statistik
(p = 0,203).

Di Kelompok A, SSI superfisial tercatat terjadi pada 11 pasien. SSI insisional


superfisial dilaporkan terjadi pada 9 pasien. Kemerahan (n=6), pembengkakan (n = 6)
dan panas (n = 4) adalah gejala-gejala utama untuk mendiagnosis SSI superfisial. SSI
yang dalam dilaporkan pada 2 pasien. Drainase purulen adalah temuan utama pada
pasien ini dan mereka dilakukan tindakan pembukaan insisi. Kultur antibiotik diketahui
ditemukan negatif pada pasien ini setelahnya. SSI organ / ruang dilaporkan pada 2
pasien yang didiagnosis dengan drainase purulen pada 1 pasien dan bukti adaya
abses yang terdeteksi dengan pemeriksaan klinis dan dikonfirmasi secara radiologis.
Salah satu pasien dilakukan tindakan drainase perkutan dan yang lainnya dengan
mengulangi laparotomi. Kultur antibiogram positif pada hanya satu dari pasien ini di
mana Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae terdeteksi.
Gambar. 1. Protokol persiapan pra operasi dari dua kelompok.
Kriteria untuk menentukan surgical site infection ( SSI )

Superficial Incisional SSI i Drainase purulent, dengan atau tanpa konfirmasi


i laboratorium, dari insisi superfisial
Infeksi muncul dalam 30
hari setelah operasi dan hanya I Organisme yang diisolasi dari kultur cairan/ jaringan
melibatkan jaringan kulit/ ii yang diperoleh secara aseptic dari insisi superfisial
subkutan dari insisi dan
setidaknya 1 dari sebagai berikut Setidaknya satu dari tanda dan gejala dari
i
: infeksi berikut : nyeri atau rasa sakit, pembengkakan
iii
local, kemerahan, atau panas dan insisi superfisial

i Diagnosis SSI insisional superfisial oleh ahli


iv bedah atau dokter yang merawat.

SSI Deep Incisional Drainase purulen dari sayatan dalam tetapi bukan
i.
dari komponen organ / ruang dari lokasi bedah.
Infeksi terjadi dalam 30 hari
setelah operasi jika tidak ada Sayatan dalam secara spontan timbul atau secara
implana yang tertinggal atau sengaja dibuka oleh ahli bedah ketika pasien memiliki
dalam 1 tahun jika implan sudah ii. setidaknya satu dari tanda atau gejala berikut: demam (>
terpasang dan infeksi tampaknya 38 C) , nyeri terlokalisir, atau nyeri tekan, kecuali situs
berhubungan dengan operasi kultur-negatif
dan infeksi melibatkan jaringan
lunak yang dalam (misalnya Abses atau bukti infeksi lain yang melibatkan insisi
lapisan fasia dan otot) ) dari insisi dalam ditemukan pada pemeriksaan langsung, selama
iii.
dan setidaknya satu dari yang operasi ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis
berikut: atau radiologis.

Diagnosis SSI insisional yang dalam oleh dokter


iv.
bedah atau dokter umum.

SSI Organ / Ruang Drainase purulen dari drain yang ditempatkan melalui
i.
luka tusukanb ke organ / ruang.
Infeksi terjadi dalam 30 hari
setelah operasi jika tidak ada Organisme yang diisolasi dari kultur cairan atau jaringan
ii.
implana yang tertinggal atau yang diperoleh secara aseptik dalam organ / ruang.
dalam 1 tahun jika implan sudah
terpasang dan infeksi tampaknya Abses atau bukti infeksi lain yang melibatkan organ /
terkait dengan operasi dan infeksi iii. ruang yang ditemukan pada pemeriksaan langsung, selama
melibatkan bagian anatomi operasi ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis
(misalnya organ atau ruang), atau radiologis.
selain insisi, yang dibuka atau
dimanipulasi selama operasi dan iv. Diagnosis SSI organ/ruang dari dokter bedah atau
setidaknya satu dari yang berikut: dokter umum

Tabel 1 Kriteria SSI berdasarkan pada deskripsi Horan TC


a Definisi National Nosocomial Infection Surveillance : Benda asing implant yang bukan
berasal dari manusia (misal katup jantung prostetik, cangkok vascular nonmanusia, jantung
mekanik, atau panggul prostetik) yang secara permanen ditempatkan pada pasien selama
operasi
b Jika area disekitar luka tusukan terinfeksi, hal tersebut bukan dianggap sebagai SSI,

hal tersebut dianggap sebagai infeksi kulit atau jaringan lunak, tergantung pada
kedalamannya.
Diadaptasi dari Horan TC et al. CDC definitions of nosocomial surgical site infections,
1992: a modification of CDC definitions of surgical wound infections.

Pada kelompok B, 32 pasien ditemukan memiliki SSI superfisial. Dua puluh


satu dari jumlah pasien tersebut memiliki SSI insisional superfisial; sembilan dari
mereka mengalami kemerahan, 11 dengan pembengkakan, 8 pasien dengan panas
dan 1 dari mereka dengan drainase purulen. Deep Incisional SSI dilaporkan pada
empat pasien yang gejalanya demam hingga lebih dari 38 C dalam 1 pasien,
drainase purulen, nyeri lokal dan nyeri tekan pada 2 pasien dan dehiscence spontan
pada 1 pasien. Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Klebsiella pneumoniae
terdeteksi pada dua dari tiga antibiotik kultur. SSI organ / ruang terdeteksi pada 7
pasien dengan drainase purulen dan secara radiologis terbukti ditemukan infeksi
pada 2 pasien, dan selama operasi ulang pada 5 pasien. Kemudian, dilakukan
drainase perkutan pada satu pasien dan relaparotomi pada 6 pasien yang tersisa.
Kultur antibiotik negatif pada 3 pasien dan positif pada tiga pasien lainnya
(Escherichia coli pada dua pasien dan Klebsiella pneumoniae pada satu pasien).
Diverting ileostomi dilakukan pada 5 pasien karena dehiscence anastomosis.

Tabel 2. Karakteristik demografis dan penyakit yang menyertai pasien yang menjalani
reseksi kolorektal elektif. Kelompok A (n = 45) menerima antibiotik oral profilaksis
beberapa jam sebelum operasi, kelompok B (n = 45) tidak menerima antibiotik oral.
Variabel Kelompok A Kelompok B p
Jenis kelamin (L/P) 18/27 18/27 1.00
Usia [tahun] 58 ± 17 59 ± 12 0.801
[19e85] [28e87]
Penyakit yang 27 (60%) 28 (62%) 0.985
menyertai
Diabetes mellitus 11 (24.4%) 10 (22.2%)
Penyakit 5 (11.1%) 6 (13.3%)
atherosklerosis
vaskular
Hipertensi 9 (20.0%) 9 (20.0%)
Penyakit pulmonar 2 (4.4%) 3 (6.7%)

Tabel 3. Prosedur operasi dilakukan, tahap tumor, dan kejadian transfusi darah pada
pasien yang menjalani reseksi kolorektal elektif. Kelompok A (n = 45) menerima
antibiotik oral profilaksis beberapa jam sebelum operasi, kelompok B (n = 45) tidak
menerima antibiotik oral. Perbedaan yang mencapai signifikansi statistik dilambangkan
dengan huruf tebal.

Variabel Kelompok A Kelompok B P


Prosedur operasi 45 45 0.400
Hemikolektomi 9 (20.0%) 8 (17.8%)
kanan
Hemikolektomi 5 (11.1%) 5 (11.1%)
kiri
Kolektomi 2 (4.4%) 7 (15.6%)
transversum
Reseksi anterior 23 (51.1%) 22 (48.9%)
bagian bawah
Kolektomi total 6 (13.3%) 2 (6.7%)
Diverting ileostomi 21 (46.7%) 14 (31.1%) 0.195
Durasi dari operasi 146 ± 41 166 ± 39 0.012
(menit) (75e240) (75e300)
Stadium tumor 1/17/27/0 3/10/29/3 0.211
(A/B/C/D)
Transfusi darah 12 (26.7%) 15 (33.3%) 0.645
preoperasi
Transfusi darah 32 (71.1%) 35 (77.8%) 0.629
post operasi
Tabel 4. Hasil operasi, durasi rawat inap di rumah sakit, dan total biaya rumah sakit
pasien yang menjalani reseksi kolorektal elektif. Kelompok A (n = 45) menerima
antibiotik oral profilaksis beberapa jam sebelum operasi, Kelompok B (n = 45) tidak
menerima antibiotik oral. Perbedaan yang mencapai signifikansi statistik dilambangkan
dengan huruf tebal.

Variabel Kelompok A Kelompok B p


Anastomotic 1 (2.2%) 5 (11.1%) 0.203
dehiscence
Infeksi luka 16 (35.6%) 32 (71.1%) <0.001
Durasi rawat inap 8.1 ± 2.4 14.2 ± 10.9 <0.001
(hari) (5e16) (4e50)
Total biaya rumah 2699 ± 4411 ± 4995 0.029
sakit [$] 0,892

Pada pasien yang tidak mengalami infeksi luka, durasi rawat serupa antara kedua
kelompok: 7,5 ± 2,1 hari (kisaran, 5-15 hari) untuk Kelompok A dan 7,8 ± 2,2 hari
(kisaran 4-13 hari) untuk Kelompok B (p = 0,648). Namun, usia yang lebih tua memiliki
hubungan dengan insiden infeksi luka yang lebih tinggi: usia rata-rata pasien yang
mengalami infeksi luka adalah 62 ± 12 tahun (kisaran 23-85 tahun), sedangkan usia
rata-rata mereka yang tidak ada infeksi luka adalah 56 ± 16 tahun (kisaran 19-87
tahun) (p = 0,057). Kolitis pseudomembran yang terrkait antibiotik, superinfeksi bakteri,
atau resistensi bakteri tidak ditemukam pada pasien penelitian.
Durasi rawat inap lebih pendek pada Kelompok A [rata-rata 8,1 ± 2,4 (kisaran 5-
16) hari], pibandingkan dengan Kelompok B [rata-rata 14,2 ± 10,9 (kisaran 4-50) hari, p
<0,001)]. Rata-rata ± SD total biaya rumah sakit lebih rendah pada Kelompok A ($
2699 ± 0,892) dibandingkan dengan Kelompok B ($ 4411 ± 4995, p ¼ 0,029).
Pembahasan

Selama bertahun-tahun, ahli bedah percaya bahwa sepsis perianastomotik pasca


operasi disebabkan oleh kontaminasi selama operasi. Pada 1920-an, ahli bedah besar
Andrew Moynihan adalah orang pertama yang menggambarkan sepsis akibat
kebocoran anastomosis [10]. Sejak saat itu, banyak faktor telah ditemukan yang
memiliki hubungan dengan risiko terjadinya SSI yang lebih tinggi pada pasien berikut:
jenis kelamin laki-laki, usia yang lebih tua, obesitas, merokok, antibiotik profilaksis pra
operasi IV yang tidak tepat, transfusi darah perioperatif, hipotermia intraoperatif (36 C),
kontrol glikemik buruk pada pasien diabetes (> 200 mg / dL), tempat anastomosis,
rincian teknis yang berkaitan dengan operasi seperti suplai darah dan tegangan pada
garis anastomosis, waktu operasi lebih dari 215 menit, sepsis peritoneum preoperatif,
stoma, kotoran fecal, dan fecal load yang lebih besar [11-17]. Perkembangan dalam
regulasi termal intraoperatif dan kontrol glikemik perioperatif adalah contoh teknik lain
yang dapat mengurangi angka kejadian SSI [11,18].
Kejadian SSI dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang tepat hingga 60%
[18]. Antibiotik jangka panjang (mis. Lima hari, seperti yang digunakan dalam penelitian
ini) juga telah digunakan sebagai profilaksis terhadap infeksi luka pasca operasi
[6,19,20]. Mengenai pemberian antibiotik profilaksis perioperatif untuk pasien reseksi
kolorektal, beberapa penulis tidak menemukan manfaat pemberian antibiotik oral [6,7].
Namun, penambahan pemberian antibiotik oral untuk persiapan usus mekanik
dilaporkan menyebabkan penurunan yang signifikan pada SSI dalam operasi reseksi
usus besar di beberapa kasus (8,6% vs 19,5%) [21,22]. Namun, hasil yang sama tidak
dikonfirmasi untuk pasien yang menjalani reseksi dubur [21]. Dari catatan, penggunaan
antibiotik IV yang berkepanjangan tidak menyebabkan superinfeksi atau infeksi C.
difficile dalam penelitian ini. Temuan dalam penelitian ini mendukung manfaat klinis
antibiotik oral profilaksis pada reseksi colon dan rektum.
Angka kejadian SSI penelitian ini termasuk yang tertinggi dalam literatur. Hal
tersebut mungkin dikarenakan metode penelitian ini dan pasien pada penelitian ini:
data dikumpulkan secara prospektif secara rinci sesuai dengan kriteria CDC oleh
seorang ahli bedah tunggal dan perawat pengontrol infeksi, hingga 30 hari pasca
operasi [8]. Hampir setengah dari pasien kami menjalani operasi rektum, yang
diketahui memiliki angka kejadian infeksi luka yang lebih tinggi daripada operasi kolon
[21]. Variasi luas dalam angka kejadian SSI setelah operasi kolorektal yang dilaporkan
dalam literatur mungkin disebabkan oleh karena masalah metodologis (mis. Kriteria
diagnostik yang berbeda, bias pengamat, dan lamanya durasi follow-up) [23]. Sebagai
contoh, beberapa penulis mendefinisikan infeksi luka sebagai luka dengan drainase
dari akumulasi purulen, yang membutuhkan pembukaan parsial atau lengkap, atau
sebagai eritema yang memerlukan inisiasi terapi antibiotik [24]. Demikian pula dalam
penelitian ini, kemunculan tanda-tanda infeksi luka, seperti nyeri, eritema, nyeri tekan,
indurasi, bau, drainase purulen, dan panas pada situs insicion yang muncul dalam
waktu 30 hari pasca operasi dicatat sebagai SSI walaupun tanpa adanya kultur positif.
Sejumlah faktor ditunjukkan berhubungan dengan SSI dengan hasil kultur negatif ,
termasuk jenis mikroorganisme, sumber sampel, kondisi yang berhubungan dengan
pasien, penggunaan antibiotik sebelumnya, dan masalah yang tergantung pada
laboratorium seperti durasi dan jenis media yang digunakan untuk mendeteksi
mikroorganisme. Selain itu dalam beberapa penelitian, sekitar setengah dari SSI terjadi
setelah pasien meninggalkan rumah sakit, dan dengan demikian hal tersebut akan
terlewatkan jika follow up nya longgar [25-28]. Banyak penelitian juga dilakukan
dengan desain retrospektif, sehingga akurasi mereka dalam melaporkan ada atau tidak
adanya infeksi luka mungkin dipertanyakan. Dokumentasi yang cermat dan durasi
follow up yang lebih lama dalam penelitian kami mungkin menghasilkan angka kejadian
SSI yang relatif tinggi.
Insiden kebocoran anastomosis pada pasien yang menjalani MBP dilaporkan
mencapai 0%-9,7% [20,29--35]. Selain itu, anastomosis rektal bagian bawah telah
terbukti memiliki risiko kebocoran yang lebih tinggi [36]. Meskipun setengah dari
pasien pada masing-masing kelompok yang menjalani reseksi anterior bagian bawah
dengan anastomosis rektal bagian bawah, tingkat anastomotik dehiscence pada
pasien yang menerima antibiotik oral pra operasi (Kelompok A) hanya mencapai 2%.
Hasil tersebut jauh lebih baik daripada kebanyakan seri lainnya. Namun, jika
pemberian antibiotik oral tidak dimasukkan sebagai bagian dari persiapan usus pra
operasi (Kelompok B), tingkat anastomotik dehiscence meningkat hingga 11%.
Penelitian dengan populasi pasien yang besar melaporkan hasil yang banyak
setelah reseksi kolorektal dalam literatur [24,30,33,37]. Meskipun variabel mengenai
teknik operasi dan peralatan serupa pada kedua kelompok pasien penelitian ini,
dilaporkan dalam literatur waktu operasi yang dibedakan hanya 20 menit, dan waktu
operasi rata-rata untuk kedua kelompok jauh di bawah ambang batas 215 menit
(untuk peningkatan risiko infeksi) [14]. Dalam penelitian ini, penggantian cairan dan
elektrolit yang adekuat dimulai dari 8-12 jam sebelum operasi, dan tidak ada
masalah besar yang terjadi terkait dengan ketidakseimbangan cairan atau elektrolit.
Dilakukan pemeliharaan normotermia, pencegahan hipoglikemia dan waktu
dimulainya suplementasi oral oleh tim keperawatan yang sama untuk kedua
kelompok pasien. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa antibiotik oral
menyebabkan penurunan angka kejadian SSI dan angka ditemukannya
mikroorganisme patogen serupa pada kedua kelompok. Hal tersebut dapat
dijelaskan oleh fakta bahwa antibiotik oral dapat mengurangi jumlah bakteri yang
ditemukan di kolon, yang kemudian mengurangi risiko angka kejadian SSI. Meskipun
beberapa penulis mengusulkan bahwa antibiotik pra operasi dapat menyebabkan
superinfeksi atau resistensi bakteri, peneliti tidak mengamati efek samping yang
berhubungan dengan penggunaan antibiotik oral sebelum operasi pada pasien di
penelitian ini.
Review terbaru oleh Zelhart et al. secara jelas menyimpulkan evolusi historis dari
persiapan usus pada pasien yang menjalani operasi kolorektal [38]. Meskipun regimen
terbaik untuk persiapan usus masih belum dapat disimpulkan, penggunaan antibiotik
profilaksis pra operasi sangat dianjurkan di hampir semua pedoman saat ini [38-41].
Demikian pula, didapatkan bukti kuat yang mendukung penggunaan antibiotik oral pra
operasi. Namun, perdebatan mengenai efektivitas pemberian pengobatan neomisin
oral dan eritromisin / metronidazol pra operasi dalam setting persiapan usus mekanik
masih tetap sulit dipahami [38,42]. Pada penelitian ini, kami menyarankan bahwa
penggunaan antibiotik oral pra operasi bersamaan dengan pemberian antibiotik
parenteral dan persiapan usus mekanik adalah tindakan yang efektif terhadap
perkembangan SSI pada pasien yang menjalani operasi kolorektal. Namun, penelitian
acak yang lebih prospektif dengan ukuran sampel yang lebih besar diperlukan lebih
lanjut dalam keputusan untuk menentukan regimen persiapan terbaik pada pasien
yang direncanakan operasi kolorektal.
Kesimpulan

Dua dosis gentamisin oral dan metronidazole dapat diberikan beberapa jam
sebelum operasi untuk pasien reseksi kolorektal elektif yang berfungsi sebagai
persiapan usus secara mekanik, untuk mengurangi infeksi luka, dan mengurangi durasi
waktu rawat di rumah sakit dan juga tentunya dapat mengurangi total biaya rumah
sakit. Untuk menguji hasil dari penelitian ini dengan cara yang lebih akurat, dilakukan
blind study secara acak untuk membandingkan persiapan usus mekanik dengan dan
tanpa pemberian antibiotik oral profilaksis harus dilakukan pada pasien yang akan
menjalani operasi reseksi kolorektal.

Anda mungkin juga menyukai