Selain menggunakan bahan bakar minyak (BBM) konvensional, saat ini PTBA
telah menggunakan sistem penambangan elektrifikasi yang menggunakan sistem
hybrid dan elektrik. Peralatan elektrifikasi yang menggunakan Shovel Electric PC
300 dan HD Bellaz. Keuntungan dari penerapan sistem penambangan elektrifikasi
yang ada di Pit 2 dan Pit 3 Timur diantaranya memanfaatkan sumber daya energi
listrik milik PTBA (PLTU Mulut Tambang), penurunan biaya operasional BBM
dan penurunan emisi gas kaca.
III - 1
sebelum melakukan operasi penambangan dan merupakan program yang terpadu
dalam kegiatan operesi penambangan. Landasan Hukum dalam kegiatan
Reklamasi Lingkungan hidup merupakan hal yang paling disorot dalam kegiatan
pertambangan dan program reklamasi adalah hal mutlak yang harus dilaksanakan
suatu perusahaan pertambangan. Untuk mengendaikan dampak negatif kegiatan
penambangan, sekaligus mengupayakan pembangunan sektor pertambangan
berwawasan lingkungan, maka kegiatan penambangan yang berdampak besar dan
penting diwajibkan mengikuti peraturan perundangan.
III - 2
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib:
a. menempatkan jaminan Reklamasi tahap operasi produksi dan jaminan
Pascatambang sesuai dengan penetapan Menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangannya;
b. menyampaikan rencana Reklamasi tahap operasi produksi secara periodik;
c. melaksanakan Reklamasi tahap operasi produksi dan Pascatambang; dan
d. melaporkan pelaksanaan Reklamasi tahap operasi produksi dan Pascatambang.
III - 3
3.3.1 Presipitasi
Preipitasi adalah peristiwa jatuhnya cairan atmosfer ke permukaan bumi, sumber
dari peripitasi adalah laut, udara membawa titik – titik uap air laut bergerak
menuju daerah dataran tinggi yang dapat menyebabkan air mendingin sampai
dibawah titik embun dan menyebabkan presipitasi berupa air hujan, salju dan
bentuk presipitasi lainnya. Untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis, bentuk
presipitasi yang paling penting adalah hujan. Jika membicarakan tentang data
hujan, ada 5 buah unsur yang harus ditinjau, yaitu (C.D. Soemarto, 1999) :
1. Intensitas (i), adalah laju curah hujan sama dengan tinggi air persatuan waktu,
misalnya mm/menit, mm/jam, mm/hari.
2. Lama waktu atau durasi (t), adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit
atau jam
3. Tinggi curah hujan (d) adalah banyaknya hujan yang dinyatakan dalam
ketebalan air diatas permukaan datar, dalam mm
4. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian terjadinya hujan, biasanya dinyatakan
dengan waktu ulang (T), misalnya sekali dalam T tahun.
5. Luas, adalah luas geografis curah hujan (A)
Tahapan menentukan kuantitatif data presipitasi atau curah hujan (C.D. Soemarto,
1999) :
1. Pengukuran presipitasi atau curah hujan.
Pengukuran presiitasi dapat dilakukan dengan alat pengukur curah hujan yaitu
pengakaran hujan dan pencatat hujan. Penangkar hujan untuk menampung
hujan yang jatuh dikawasan tersebut, edang pencatat hujan untuk mencatat
tinggi hujan dari alat penangkar hujan. Tujuan utama setiap pengukuran
presipitasi adalah untuk mendapatkan contoh yang benar – benar mewakili
curah hujan di Kawasan penelitian WMO (World Meteorological Office),
Ersin Syhan, ( terjemahan Sentot Subagyo, 1990).
2. Frekuensi pengukuran.
Frekuensi pencatatan dan pengukuran terhadap curah hujan yang jatuh di suatu
Kawasan dapat dilakukan sebanyak :
III - 4
Sekali dalam sehari, dilakuaknan dengan alat pengukur manual yang
mengukur tiap hari wadah penangkar hujan dengan waktu yang teratur.
Sekali dalam seminggu atau sebulan, namun dilakukan dengan alat
pengukur otomatis yang mana menghasilkan data curah hujan setiap saat
dan dihubungkan dengan computer.
3. Memproses data curah hujan
Menentukan curah hujan areal dengan melakukan penakaran dan pencatatan.
Jika dalam suatu areal terdapat bebrapa alat penakar atau pencatat curah hujan,
maka dapat diambil nilai rata – rata.
3.3.2 Infiltrasi
Infiltrasi adalah aliran air kedalam tanah melalui permukaan tanah itu sendiri.
Laju infiltrasi actual adalah laju air berpenetrasi ke permukaan tanah pada setiap
waktu dengan gaya – gaya kombinasi gravitasi, vikovitas dan kapilaritas (Fac).
3.3.3 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan dari evaporasi dan transpirasi. Evaporasi
adalah proses pertukaran molekul air di permukaan menjadi molekul uap air di
permukaan menjadi molekul uap air di atmosfer akibat panas, sedangkan
transpirasi adalah proses penguapan pada tumbuh – tumbuhan melalui sel – sel
stomata. Faktor – faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah :
Radiasi matahari, karena proses perubahan air dari wujud cair menjadi gas
memerlukan panas (penyinaran matahari secara langsung)
Angin yang berfungsi membawa uap air dari satu tempat ke tempat lain.
Kelemaban relative
Suhu
Jenis tumbuhan, karena evapotranpirasi dibatasi oleh persediaan air yang
memiliki oleh tumbuh – tumbuhan serta ukuran stomata.
Jenis tanah, karena kadar kelembapan tanah membatasi persediaan air
yang diperlukan tumbuhan.
III - 5
Menurut Ven T.C, David R.M dan Larry W.S (1988) Evapotranspirasi dapat
dihitung dengan rumus Turc sebagai berikut :
.............................................................................. (3.1)
Dimana :
ET = Evapotranspirasi
P = Curah hujan tahunan rata – rata (mm/tahun)
T = Temperatur rata – rata (°C)
L(T) = Fungsi Suhu
= 300 + 25(T) + 0,05(T3)
III - 6
Gambar 3.2 Alat Pengukur Hujan Otomatis Hellman
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem penyaliran,
karena tinggi rendahnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya debit air
tambang yang harus diatasi. Penentuan data curah hujan dimaksudkan untuk
mendapatkan curah hujan rencana dimana berguna untuk menjadi dasar penentuan
nilai intensitas hujan.
................................................................................................. (3.2)
.......................................................................................... (3.3)
III - 7
Keterangan :
XT = Besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T tahun
X = Rata – rata hitung variat
Sx = Standard deviasi
K = faktor frekuensi (nilai variable reduksi Gauss)
............................................................................................... (3.4)
........................................................................... (3.5)
......................................................................................... (3.6)
Keterangan :
X = nilai variat pengamatan
Slog x = standar deviasi dari logaritma
n = jumlah data
log X = logaritma rata – rata
k = faktor frekuensi
................................................................................................. (3.7)
Keterangan :
Xt = besarnya curah hujan yang terjadi dengan kala ulang T Tahun
X = rata – rata x maksimum dari data Xi
k = faktor frekuensi
............................................................................................................ (3.8)
III - 8
Dimana :
Yn, Sn = besaran yang mempunyai fungsi dari jumlah pengamatan
Yt = reduksi sebagi fungsi dari probabilitas
n = jumlah data
= ............................................................................................................ (3.9)
Keterangan:
∑X = Jumlah curah hujan harian maksimum
N = Jumlah data
Xi X
2
S ......................................................................................... (3.11)
n 1
Keterangan:
Xi = Jumlah curah hujan harian maksimum
X = rata-rata curah hujan
III - 9
n = jumlah data
4. Reduced Standart Deviation (Sn)
Nilai reduced standart deviation dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Sn
Yn Yn 2
................................................................................ (3.12)
n 1
Keterangan:
Yn = Reduce Mean
Yn‾ = Rata-rata Reduce Mean
n = Jumlah sampel
Yt = ......................................................................................... (3.13)
Keterangan:
T = Periode ulang (tahun)
.............................................................................................. (3.14)
.......................................................................... (3.15)
............................................................................... (3.16)
................................................................................. (3.17)
Keterangan :
Log X = logaritma rata – rata
III - 10
SlogX = standart deviasi dari logaritma
Cs = koefisien kemencengan
k = faktor frekuens
n = jumlah data
Dimana untuk mencari nilai dari syarat diatas ditentukan jenis sebaran yang
sesuai, dalam penentuan jenis sebaran diperlukan faktor-faktor sebagai berikut :
1) Standar Deviasi (Sd)
Xi X
2
S ..................................................................................... (3.18)
n 1
.................................................................................. (3.19)
................................................................................... (3.20)
III - 11
4) Koefisien Variasi (Cv)
..................................................................................... (3.21)
……………………………………………...……………. (3.22)
Keterangan:
Pt = Resiko Hidrologi (kemunkginan suatu kejadian akan terjadi minimal
satu kali pada periode ulang tertentu)
Tt = Periode ulang (dalam rancangan ini digunakan periode ulang tahun).
TL = Umur tambang (Tahun).
Untuk penetapan periode ulang hujan lebih ditekankan pada masalah kebijakan
dan resiko yang perlu di ambil sesuai perencanaan.
III - 12
3.4.3 Intensitas Hujan (I)
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Perhitungan intensitas menggunakan persamaan Mononobe yaitu:
2/3
R 24
I 24 ………………………………...……………….………… (3.23)
24 t
Keterangan:
I = intensitas hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)
t = lamanya hujan (jam)
Tabel 3.3 Keadaan curah hujan & Intensitas curah hujan (Suryono Sosrodarsono dan Takeda
K., 1983)
Keadaan Intensitas Curah Hujan
1 Jam 24 Jam
Curah Hujan Kondisi
Hujan Sangat Ringan <1 <5 Tanah Agak Basah
Hujan Ringan 1–5 5 – 20 Tanah menjadi basah semuanya
Hujan Normal 5 - 10 20 – 50 Bunyi curah hujan terdengar
Hujan Lebat 10 - 20 50 – 100 Air tergenang di seluruh permukaan
tanah dan bunyi terdengar dari
genangan
Hujan Sangat Lebat >20 >100 Hujan seperti tumpahan
III - 13
Keterangan :
Q = Debit air limpaan maksimum (m3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
III - 14
catchment area tersebut. Pembatasan catchment area biasanya dilakukan pada
peta topografi, dan untuk perencanaan sistem penyaliran di anjurkan dengan
menggunakan peta rencana penambangan dan peta situasi tambang agar
didapatkan hasil yang lebih baik. Catchment area atau yang sering juga disebut
sebagai drainage basin, watershield atau daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu
daerah yang dibatasi oleh punggung perbukitan atau titik tertinggi yang apabila
terjadi hujan, air akan mengalir ke titik terendah di daerah tersebut. Penentuan
catchment area pada suatu area pertambangan dapat ditentukan dengan
menganalisis peta topografi dan peta kemajuan tambang. Catchment area didapat
dengan cara menghubungkan titik-titik tertinggi pada peta dengan memperhatikan
arah aliran air di daerah tersebut hingga didapatkan sebuah poligon tertutup.
1. Mine Drainage
Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya atau mengalirnya air
dari luar ke dalam area aktivitas penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk
menangani air tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan (sungai,
danau, rawa, dsb). Untuk menangani air permukaan ada beberapa bentuk upaya
yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Pembuatan saluran paritan (open channel) di area pit sepanjang daerah
berpotensi untuk mencegah masuknya air limpasan ke dalam pit.
b. Pembuatan sumuran di luar pit (out sump) sebagai tempat penampungan
III - 15
sementara dari aliran air limpasan baik aliran langsung dari topografi maupun
dari open channel di luar pit yang sengaja dialirkan kesana. Untuk selanjutnya
bisa dilakukan upaya pemompaan agar air pada sump tidak meluap dan masuk
ke dalam pit.
2. Mine Dewatering
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam area
aktivitas penambangan. Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Pembuatan saluran paritan (open channel) di dalam pit yang menuju sump
b. Pembuatan sumuran di dalam pit (in sump) yang kemudian dilakukan
pemompaan air dari sumuran ke luar pit.
c. Pembuatan control sump
Rancangan sistem penyaliran pada umumnya menganalisis mengenai dimensi
dan posisi paritan (open channel), sumuran (sump), gorong-gorong (culvert),
analisis jenis dan jumlah pompa dan pipa, serta rancangan kolam pengendapan
(settling pond).
III - 16
Sistem ini dapat dilakukan bila kedalaman tambang relatif dangkal dengan
keadaan geografis daerah luar tambang memungkinkan untuk mengalirkan air
langsung dari sump keluar tambang.
III - 17
.............................................................................................................. (3.25)
Dimana :
N = Jumlah putaran kincir
t = waktu (s)
1. Pompa sentrifugal
Pompa sentrifugal seperti dilihatkan pada gambar 3.3, mempunyai sebuah
impeller (baling – baling) untuk mengangkat zat cair dari tempat yang lebih
rendah ke tempat yang lebih tinggi. Tinggi pompa terutama ditimbulkan oleh
gaya dorong sentrifugal putaran sudu – sudu (impeller). Jenis pompa ini banyak
digunakan pada ketinggian (head) yang besar.
III - 18
(Sumber : Sularso, Tahara, 2000)
Gambar 3.3. Arah aliran pompa sentrifugal
....................................................................................... (3.28)
dimana :
P = tekanan (bar)
III - 19
γ = berat spesifik (kN/m3)
V = kecepatan aliran fluida (m/s2)
Z1 = elevasi hisap (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Bentuk persamaan head total pompa menurut Sularso, dkk (2000) dapat ditulis
sebagai berikut:
...................................................................... (3.29)
dimana:
H = Head total pompa (m)
ha = Head statis total (m),
Δhp = Perbedan head tekan yang bekerja pada kedua permukaan air (m)
hl = Beberapa keruguian head di pipa, katup, belokan, dambungan, dll (m)
Vd = kecepatan aliran rata-rata dititik keluar pipa (m/s)
III - 20
(Sumber : dokumentasi penulis)
Gambar 3.5. Pipa HDPE (High Density Polyethylene).
Sistem pemipaan akan sangat berhubungan erat dengan head kerugian yang
dihasilkan oleh pipa. Menurut Sularso, dkk (2000) perhitungan besarnya head
loss pada pipa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Hazen-William
yaitu sebagai berikut:
1. Head loss pada pipa panjang
........................................................................... (3.30)
dimana :
HL = Head loss pipa (m)
Q = Debit aliran pipa (m3/detik)
C = Konstanta Hazen-Williams (Tabel 2.4)
D = Diameter pipa (m)
L = Panjang pipa (m)
Tabel 3.5 Konstanta Hazen – Williams Berbagai Jenis Pipa (Sularso dkk, 2000)
III - 21
No JENIS PIPA NILAI C
1 Pipa besi cor baru 130
2 Pipa besi cor lama 100
3 Pipa besi cor lama / permukaan dalam kasar 70
4 Pipa baja baru 130
5 Pipa baja sedang / setengah pakai 100
6 Pipa baja lama 80
7 Pipa Plastik "Polyethylene" 140
Dimana :
Hv = kerugian head katup (m)
v = kecepatan rata-rata di penampang masuk katup (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
f = koefisien kerugian katup (Tabel 2.8)
(3.32)
dimana :
f =1
v = kecepatan rata-rata pada pipa keluar
Tabel 3.6 Koefisien Kerugian Dari Berbagai Katup (Sularso dkk, 2000)
DIAMETER (mm)
JENIS KATUP
100 150 200 250 300 400 500 600 700 800 900 1000
Katup Sorong 0,14 0,12
Katup kupu – kupu 0,6 - 0,16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameter)
Katup Putar 0,09 - 0,026 (bervariasi menurut diameter)
III - 22
Katup cegah jenis
1,2 1,15 1,1 1 0,98 0,96 0,94 0,92 0,9 0,88
ayun
Katup cegah tutup
1,2 1,15 1,1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
cepat jenis tekanan
Katup cegah jenis
1,44 1,39 1,34 1,3 1,2
angkat bebas
Katup cegah tutup-
7,3 6,6 5,9 5,3 4,6
cepat jenis pegas
Katup kepak 0,5
Katup isap saringan 1,97 1,91 1,84 1,78 1,72
Katup pintu 0,4
Reducer 0,03
III - 23
Tabel 3.8.Sifat-sifat Hidrolik pada Saluran Terbuka
Kemiringan Rata-rata Kecepatan Rata-rata
Dasar Saluran (%) (m/detik)
Kurang dari 1 0,4
1–2 0,6
2–4 0,9
4–6 1,2
6 – 10 1,5
10 – 15 2,4
(Sumber :Awang Suwandhi, Ir., M.Sc, Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang)
Keterangan :
Q = Debit pengaliran (m3/detik)
A = Luas penampang basah (m2)
S = Kemiringan dasar saluran (%)
R = Jari-jari hidrolis (m)
n = Koefisien kekasaran dinding saluran menurut Manning.
Harga koefisien kekasaran ring canal ditentukan berdasarkan tipe dinding saluran.
Berikut tabel koefisien dinding saluran untuk persamaan Manning :
III - 24
Beberapa macam penampang saluran :
1. Bentuk segi empat
3. Bentuk Trapesium
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapezium dengan luas makimum
hidrolis, luas penampang basah saluran (A), jari – jari hidrolik (R), Kedalaman
penampang aliran (d), lebar dasar saluran (b), penampang sisi saluran dari
III - 25
permukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan kemiringan dinding saluran (m),
mempunyai hubangan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
A = b . d + m . d2
R = 0,5.d
B = b + 2m . d
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 – m)
a = d/sinα
Penambahan tinggi jagaan adalah 20 % dari d
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan yang
membentuk tubuh saluran . Kemiringan dinding saluran yang saluran yang sesuai
dengan bahan yang membentuk tubuh saluran. Untuk kemiringan dasar saluran
dapat dihitung berdasarkan beda ketinggian pada bagian hulu dan hilir dari saluran
dibagi panjang saluran sampai ke kpl, menggunakan rumus sebagai berikut :
ΔZ = Z1 – Z2
Dimana :
Z1 = Ketinggian saluran dibagian hulu
Z2 = Ketinggian saluran dibagian hilir
III - 26
Kemudian, kemiringan dasar saluran dapat dihitung sebagai berikut :
S = (ΔZ/L) x 100%
Dimana :
ΔZ = Selisih ketinggian bagian hulu dan hilir saluran
L = Jarak antara pipa buang ke kpl
Keterangan :
a = panjang sisi saluran dasar permukaan
b = lebar dasar saluran
B = lebar permukaan saluran
h = tinggi saluran
x = tinggi jagaan
d = kedalaman aliran
α = sudut kemiringan saluran
III - 27