2019
BAB I
PENDAHULUAN
tempat tinggal yang baik maka harus dipenuhi syarat fisik yaitu aman sebagai tempat
berlindung, dengan terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar berupa rumah yang layak huni,
diharapkan tercapai ketahanan keluarga.
Pada kenyataannya, untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan tersebut
bukanlah hal yang mudah. Ketidakberdayaan mereka memenuhi kebutuhan rumah yang layak
huni berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang fungsi rumah itu sendiri.
Pemberdayaan fakir miskin juga mencakup upaya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni
(RSTLH). Demikian juga persoalan sarana prasarana lingkungan yang kurang memadai dapat
menghambat tercapainya kesejahteraan suatu komunitas. Lingkungan yang kumuh atau sarana
prasarana lingkungan yang minim dapat menyebabkan masalah social dan masalah kesehatan
Permasalahan Rumah Tidak Layak Huni yang dihuni atau dimiliki oleh kelompok fakir
miskin memiliki multidimensional. Oleh sebab itu, kepedulian untuk menangani masalah
tersebut diharapkan terus ditingkatkan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat
(stakeholder) baik pemerintah pusat maupun daerah, dunia usaha, masyarakat, LSM dan
elemen lainnya. Untuk memperbaiki RTLH tersebut, Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin
mengalokasikan kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RSTLH) yang dipadukan
dengan pembuatan Sarana dan Prasarana Lingkungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang dapat diakses secara umum.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan pasal 28 H
Amandemen UUD 1945, rumah adalah salah satu hak dasar setiap rakyat Indonesia, maka setiap
warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah
adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan harkat, martabat,
mutu kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya
peningkatan taraf hidup, serta pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa. Namun
sayangnya hak dasar rakyat tersebut pada saat ini masih belum sepenuhnya terpenuhi. Salah
satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan pemenuhan kebutuhan perumahan (backlog)
yang relatif masih besar. Hal tersebut terjadi antara lain karena masih kurangnya kemampuan
daya beli masyarakat khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam memenuhi
kebutuhan akan rumahnya. Menurut Renstra Kemenpera Tahun 2010-1014,
pembangunan perumahan dan permukiman masih dihadapkan pada tiga permasalahan pokok
yaitu:
a. Keterbatasan penyediaan rumah
Program Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten Garut TA.2019
b. Peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang tidak layak huni dan
tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai
c. Permukiman kumuh yang semakin meluas
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pembangunan perumahan dan permukiman
harus didukung oleh suatu kebijakan, strategi dan program yang komperhensif dan terpadu
sehingga selain mampu memenuhi hak dasar rakyat juga akan menghasilkan suatu lingkungan
perumahan dan permukiman yang sehat, serasi, harmonis, aman dan nyaman. Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008, kebijakan adalah
arah/tindakan yang diambil oleh pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Sedangkan
program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan
oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta untuk
memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah.
Dalam rangka mengatasi permasalahan permukiman di Indonesia, begitu juga di Kota
Bandung. Salah satu arah kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam pemenuhan hak atas
perumahan dengan meningkatkan ketersediaan rumah yang layak dan sehat bagi masyarakat
miskin
1. Rencana Kerja Bulan Sebelumnya
Untuk rencana bulan lalu terdapat beberapa rencana dan target capaian yang di tentukan
oleh Kordinator 4 Wilayah Jawa Barat diantaranya sebagai berikut :
1. Agenda Percepatan
1. Kontrak Korfas Dan Fasilitator : 4 April 2019
2. Penyusunan Proposal Pencairan : Max Tanggal Terbit Surat 20 Mei 2019
3. Verifikasi Lapangan (CPCL DAN BKM/LPMD) : 5 april – 18 Mei 2019
(jadwalterlampir)
4. Penyampaian Surat Permohonan : 21 MEI 2019
Pencairan / Izin Prinsip
2. Pengadaan Dokumen Percepatan Meliputi :
1. Surat Permohonan (Paling Lambat) :21 Mei 2019
2. Fakta Integritas (Paling Lambat) : 20 Mei 2019
3. PC. rekening BJB (Harus)
4. KTP (ketua LPMD / BKM)
5. RAB Detail sampai pengunaan bahan dan upah : 20 Mei 2019
6. Keterangan Domisili BKM/LPMD (Alamat Kantor BKM/LPMD)
Program Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten Garut TA.2019
BAB II
CAPAIAN PELAKSANAAN KEGIATAN
3. Kegiatan Fasilitator
BAB III
ANALISA DATA, PERMASALAHAN, REKOMENDASI DAN TINDAKLANJUT
Tarogong
1 Sukawangi 20CPCL √ √ √
kaler
Langensari 20CPCL √ √ √
BAB IV
KESIMPULAN DAN RENCANA KERJA
1. Kesimpulan
Kegiatan Pendampingan Perbaikan Rutilahu memang memegang peranan penting dalam
mensukseskan program Gubernur Provinsi Jawa Barat dan diharapkan bahwa dalam
pelaksanaan kegiatan ini dapat berjalan sesuai dengan harapan tanpa hambatan apapun juga.
Proses capaian pelaksanaan kegiatan Program Rutilahu kabupaten Garut Tahun 2019 dari
DPKP3, tidak sama dikarenakan kondisi lapangan, kendala dan permasalahan yang dihadapi
berbeda pula. Namun demikian berkat upaya dari semua pihak program ini dapat berjalan
sesua dengan harapan.
Demikian laporan ini didedikasikan sebagai bahan koreksi dan evaluasi bagi berbagai
pihak demi kelangsungan dan kemajuan program yang pada dasarnya demi kemajuan
masyarakat sehingga program dapat diselesaikan sesuai target dan sasaran.
Fasilitator
DOKUMENTASI KEGIATAN