Anda di halaman 1dari 16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Dan Klasifikasi Jalan

Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1980, Jalan adalah suatu prasarana


perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi bagian jalan termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu-lintas. Bagian jalan
yang dimaksud adalah Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA), Daerah Milik Jalan
(DAMIJA), Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA).
Klasifikasi jalan dibagi menurut fungsi, kelas jalan, medan jalan dan
wewenang pembinaan jalan (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,
1997).
Klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi atas:
1. Jalan Arteri: jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
2. Jalan Kolektor: jalan yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal: jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas yang dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satuan ton:

20
Tabel 3.1. Klasifikasi menurut kelas jalan.
Fungsi Kelas MuatanSumbu
Terberat

MST (ton)

Arteri I > 10

II 10

II A 8

Kolektor III A 8
III B 8

Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik


Jalan Antar Kota, 1997

Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar


kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut
medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Klasifikasi menurut medan jalan


No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan
(%)

1. Datar D <3

2. Perbukitan B 3 – 25

3. Pegunungan G > 25
Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,
1997

Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP No. 26/


1985 adalah Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan
Desa dan Jalan Khusus.

21
3.2 Karakteristik Jalan

1. Tipe Jalan

Bebagai tipe jalan akan menunjukan kinerja yang berbeda pada pembebanan
lalu lintas tertentu, tipe jalan ditunjukan dengan potongan melintang jalan yang
ditunjukan oleh jumlah lajur dan arah pada setiap segmen jalan (MKJI, 1997) .
Tipe jalan untuk jalan perkotaan yang digunakan dalam MKJI 1997 di bagi
menjadi 4 bagian antara lain :
1. Jalan dua jalur dua arah tak terbagi (2/2 UD)
2. Jalan empat lajur dua arah
 Tak terbagi ( yaitu tanpa median) (4/2 UD)
 Terbagi (yaitu dengan median) (4/2 D)
3. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2 D), dan
4. Jalan satu arah (1-3/1)

2. Jalur dan lajur lalu lintas

Menurut Sukirman (1994), Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian


perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas
terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Lajur lalu lintas yaitu bagian dari
jalur lalu lintas yang khusus diperuntukkan untuk dilewati oleh satu rangkaian
kendaraan dalam satu arah. Lebar lalu lintas merupakan bagian jalan yang paling
menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan.Besarnya lebar jalur lalu
lintas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan langsung di lapangan.

3. Drainase

Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah


tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat manusia. Dalam bahasa
Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong –
gorong dibawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi
pencegahan banjir.

22
Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan sanitasi. (Dr. Ir. Suripin, M.Eng.2004)
Sedangkan pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur
dalam SK menteri PU No. 233 tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud
drainase kota adalah jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan
bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik
dari hujan lokal maupun luapan sungai melintas di dalam kota.

 Toleransi Dimensi
a) Sisi muka masing-masing batu dari permukaan pasangan batu dengan
mortar tidak boleh melebihi 1 cm dari profil permukaan rata-rata pasangan
batu dengan mortar di sekitarnya.
b) Untuk pelapisan selokan dan saluran air, profil permukaan rata-rata
selokan dan saluran air yang dibentuk dari pasangan batu dengan mortar
tidak boleh berbeda lebih dari 2 cm dari profil permukaan lantai saluran
yang ditentukan atau disetujui, juga tidak bergeser lebih dari 5 cm dari
profil penampang melintang yang ditentukan atau disetujui.
c) Tebal minimum setiap pekerjaan pasangan batu dengan mortar haruslah 10
cm.
d) Profil akhir untuk struktur kecil yang tidak memikul beban seperti lubang
penangkap (catch pits) dan lantai golak tidak boleh bergeser lebih dari 2 cm
dari profil yang ditentukan atau disetujui.

3.3 Definisi Dan Klasifikasi Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batuan

23
pecah atau batu belah ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai adalah
aspal, semen ataupun tanah liat.
Berdasarkan bahan pengikat yang menyusunnya, konstruksi perkerasan
jalan dibedakan atas beberapa jenis antara lain:
1. Konstruksi Perkerasan Lentur
(Flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagi
bahan pengikat di mana lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan
menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Lapisan-lapisan perkerasan lentur
dapat di lihat pada gambar di bawah ini

Gambar 3.1. Kontruksi perkerasan lentur

a) Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat
perletakan lapisperkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan
diatasnya. Menurut Spesifikasi, tanahdasar adalah lapisan paling atas dari
timbunan badan jalan setebal 30 cm, yang mempunyai persyaratan tertentu
sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan dengan kepadatan dan daya dukungnya
(CBR).
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah
yang distabilisasi dan lain lain. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan
tanah dasar dibedakan atas :
 Lapisan tanah dasar, tanah galian.
 Lapisan tanah dasar, tanah urugan.
 Lapisan tanah dasar, tanah asli.

24
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.Umumnya persoalan yang menyangkut
tanah dasar adalah sebagai berikut :
 Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.
 Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
 Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat tanah pada
lokasiyang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan misalnya
kepadatan yang kurang baik.

b) Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)


Lapis pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak di atas lapisan
tanah dasar dan dibawah lapis pondasi atas.Lapis pondasi bawah ini berfungsi
sebagai :
 Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah
dasar.
 Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
 Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi atas.
 Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (akibat
lemahnya dayadukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan pekerjaan.
 Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan
Toleransi Ukuran
 Permukaan akhir lapis pondasi bawah harus diberi punggung atau
kemiringan melintang yang ditetapkan atau ditunjukan pada gambar-
gambar. Tidak boleh ada ketidak-teraturan dalam bentuk, dan permukaan
tersebut harus rata dan seragam.
 Kemiringan dan ketinggian akhir sesudah pemadatan tidak boleh lebih dari
1,5 cm kurang dari yang ditunjukkan pada Gambar atau diatur di lapangan
dan disetujui oleh Direksi Teknik.

25
c) Lapisan pondasi atas (base course)
Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis
pondasi bawah danlapis permukaan.Lapisan pondasi atas ini berfungsi sebagai:
 Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban kelapisan di bawahnya.
 Bantalan terhadap lapisan permukaan.
 Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahanbeban-beban roda.Dalam penentuan bahan lapis pondasi ini perlu
dipertimbangkan beberapa hal antara lain,kecukupan bahan setempat, harga,
volume pekerjaan dan jarak angkut bahan ke lapangan.
Toleransi Ukuran
 Bahan agregat lapisn pondasi atas harus dipasang sampai ketebalan padat
maksimum 20 cm atau ketebalan kurang, sebagaimana diperlukan untuk
memenuhi persyaratan desain seperti ditunjukan pada Gambar atau
diperintahkan oleh Direksi Teknik.
 Permukaan lapis pondasi atas harus diselesaikan mencapai lebar,
kelandaian, punggung dan kemiringan melintang jalan seperti yang
ditunjukan pada Gambar Rencana, tidak boleh ada ketidak-teraturan dalam
bentuk dan permukaan harus rata dan seragam.
 Kelandaian dan ketinggian akhir sesudah pemadatan tidak boleh lebih dari
satu sentimeter kurang dari yang ditunjukan pada gambar rencana atau
seperti yang diatur di lapangan dan disetujui oleh Direksi Teknik.
 Penyimpangan maksimum dalam kehalusan permukaan jika diuji dengan
satu mistar panjang 3,0 m yang diletakan sejajar atau melintang terhadap
garis sumbu jalan tidak boleh melebihi 1, 5 cm.

d) Lapisan Permukaan (Surface Course)


Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan
beban roda kendaraan.Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai :
 Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan.
 Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapisaus).

26
 Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke
lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
 Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan dibawahnya.Apabila dperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis
penutup / lapis aus (wearing course) di ataslapis permukaan tersebut. Fungsi
lapis aus ini adalah sebagai lapisan pelindung bagi lapis permukaan untuk
mencegah masuknya air dan untuk memberikankekesatan (skid resistance)
permukaan jalan.

2. Konstruksi Perkerasan Kaku


(Rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement)
sebagai bahan pengikat dimana pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan
di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah sehingga beban
lalulintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. Lapisan kontruksi perkerasan
kaku dapat di lihat pada gambar di bawah ini

Gambar 3.2. Kontruksi perkerasan kaku

Adapun Komponen Konstruksi Perkerasan Beton Semen ( Rigid


Pavement ) adalah sebagai berikut :
a. Tanah Dasar ( Subgrade )
Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang dipersiapkan
untuk menerima konstruksi di atasnya yaitu konstruksi perkerasan. Tanah dasar
ini berfungsi sebagai penerima beban lalu lintas yang telah disalurkan /
disebarkan oleh konstruksi perkerasan. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam

27
penyiapan tanah dasar (subgrade) adalah lebar, kerataan, kemiringan melintang
keseragaman daya dukung dan keseragaman kepadatan. Pada konstruksi
perkerasan kaku fungsi tanah dasar tidak terlalu menentukan, dalam arti kata
bahwa perubahan besarnya daya dukung tanah dasar tidak berpengaruh terlalu
besar pada nilai konstruksi (tebal) perkerasan kaku. Daya dukung atau
kapasitas tanah dasar pada konstruksi perkerasan kaku yang umum digunakan
adalah CBR dan modulus reaksi tanah dasar (k).

b. Lapis Pondasi ( Subbase)


Lapis pondasi ini terletak di antara tanah dasar dan pelat beton semen mutu
tinggi. Sebagai bahan subbase dapat digunakan Unboundgranular (sirtu) atau
bound granural (CTSB, cement treated subbase). Pada umumnya fungsi lapisan
ini tidak terlalu struktural, maksudnya keberadaan dari lapisan ini tidak untuk
menyumbangkan nilai struktur perkerasan beton semen. Fungsi utama dari
lapisan ini adalah sebagai lantai kerja yang rata dan uniform. Apabila
subbasetidak rata, maka pelat beton juga tidak rata. Ketidakrataan ini dapat
berpotensi sebagai crack inducer.

c. Tulangan
Pada perkerasan beton semen terdapat dua jenis tulangan, yaitu tulangan
pada pelat beton untuk memperkuat pelat beton tersebut dan tulangan
sambungan untuk menyambung kembali bagian – bagian pelat beton yang
telah terputus (diputus). Kedua tulangan tersebut memiliki bentuk, lokasi serta
fungsi yang berbeda satu sama lain.Pada saat ini, jenis perkerasan beton semen
yang populer dan banyak digunakan di negara-negara maju adalah jenis
perkerasan beton bertulang menerus.Dalam konstruksinya, plat beton sering
disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya lapisan aspal
beton pada bagian atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan.Perkerasan
beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi,
mendistribusikan beban dari atas menuju ke bidang tanah dasar yang cukup
luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari

28
plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan
perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis
permukaan.

3. Perkerasan komposit
Perkerasan komposit (Composite pavement) yaitu perkerasan kaku yang
dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas
perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

Gambar 3.3. Kontruksi perkerasan komposit

3.4 Pekerjaan Tanah


1. Galian
 Jenis galian :
a) Galian Biasa Mencakup seluruh galian yang tidak diklasifikasi sebagai
galian batu, galian struktur, galian sumber bahan (borrow excavation)
dan galian perkerasan beraspal.
b) Galian Batu Mencakup galian bongkahan batu,
 dengan volume 1 m3 atau lebih
 dan seluruh batu atau bahan lainnya yang penggaliannya
memerlukan alat bertekanan udara atau pemboran, dan peledakan
sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.
c) Galian Struktur
 Mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas pekerjaan
yang disebut atau ditunjukkan dalam Gambar untuk Struktur.

29
 Galian struktur terbatas untuk galian lantai pondasi Jembatan,
tembok penahan tanah beton, dan struktur pemikul beban lainnya
selain yang disebut dalam Spesifikasi ini.
 Pekerjaan galian struktur meliputi penimbunan kembali dengan
bahan yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan, pembuangan bahan
galian yang tidak terpakai, semua keperluan drainase, pemompaan,
penimbaan, penurapan, penyokong, pembuatan tempat kerja atau
cofferdam beserta pembongkarannya.
d) Galian Perkerasan Beraspal
 Mencakup galian pada perkerasan lama dan pembuangan bahan
perkerasan beraspal dengan maupun tanpa Cold Milling Machine
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar atau diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan.
 Pemanfaatan kembali bahan ini untuk daur ulang harus terlebih
dahulu mendapat persetujuan Direksi Pekerjaan.
Toleransi Dimensi
 Untuk galian biasa, galian batu dan galian struktur Kelandaian akhir,
garis dan formasi sesudah galian tidak boleh lebih dari 2 Cm dari yang
ditentukan dalam Gambar atau yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan pada setiap titik.
 Untuk galian perkerasan beraspal Kelandaian akhir, garis dan formasi
sesudah galian tidak boleh lebih dari 2 Cm dari yang dipersyaratkan.
 Untuk galian biasa, galian batu Jika galian telah selesai dan terbuka
terhadap aliran air, permukaan harus cukup rata dan harus memiliki
cukup kemiringan untuk menjamin pengaliran air yang bebas dari
permukaan itu tanpa terjadi genangan.
Prosedur Penggalian
Penggalian harus mengikuti prosedur yang ditentukan dalam Spesifikasi,
yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam 5 jenis prosedur sebagai
berikut :

30
 Prosedur Umum.
 Prosedur penggalian pada tanah dasar perkerasan dan bahu Jalan,
pembentukan berm, selokan dan talud.
 Prosedur penggalian untuk struktur dan pipa.
 Prosedur penggalian pada sumber bahan.
 Prosedur penggalian pada perkerasan aspal yang ada

2. Timbunan
Timbunan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
Timbunan biasa, adalah timbunan atau urugan yang digunakan
untuk pencapaian elevasi akhir subgrade yang disyaratkan dalam gambar
perencanaan tanpa maksud khusus lainnya. Timbunan biasa ini juga
digunakan untuk penggantian material existing subgrade yang tidak
memenuhi syarat.
Bahan timbunan biasa harus memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut :
 Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan biasa harus terdiri dari
tanah yang disetujui oleh Pengawas yang memenuhi syarat untuk
digunakan dalam pekerjaan permanen.
 Bahan yang dipilih tidak termasuk tanah yang plastisitasnya tinggi, yang
diklasifikasi sebagai A-7-6 dari persyaratan AASHTO M 145 atau
sebagai CH dalam sistim klasifikasi “Unified atau Casagrande”. Sebagai
tambahan, urugan ini harus memiliki CBR yang tak kurang dari 6 %, bila
diuji dengan AASHTO T 193.
 Tanah yang pengembangannya tinggi yang memiliki nilai aktif lebih
besar dari 1,25 bila diuji dengan AASHTO T 258, tidak boleh digunakan
sebagai bahan timbunan. Nilai aktif diukur sebagai perbandingan antara
Indeks Plastisitas (PI) – (AASHTO T 90) dan presentase ukuran lempung
(AASHTO T 88).
 Timbunan pilihan, adalah timbunan atau urugan yang digunakan untuk
pencapaian elevasi akhir subgrade yang disyaratkan dalam gambar

31
perencanaan dengan maksud khusus lainnya, misalnya untuk mengurangi
tebal lapisan pondasi bawah, untuk memperkecil gaya lateral tekanan
tanah dibelakang dinding penahan tanah talud jalan.
Bahan timbunan pilihan harus memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut :
 Timbunan hanya boleh diklasifikasikan sebagai “Timbunan Pilihan”
bila digunakan pada lokasi atau untuk maksud yang telah ditentukan
atau disetujui secara tertulis oleh Pengawas.
 Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan harus
terdiri dari bahan tanah berpasir (sandy clay) atau padas yang
memenuhi persyaratan dan sebagai tambahan harus memiliki sifat
tertentu tergantung dari maksud penggunaannya. Dalam segala hal,
seluruh urugan pilihan harus memiliki CBR paling sedikit 10 %, bila
diuji sesuai dengan AASHTO T 193.
Toleransi Dimensi
 Elevasi dan kelandaian akhir setelah pemadatan harus tidak lebih tinggi
atau lebih rendah 2 cm dari yang ditentukan atau disetujui.
 Seluruh permukaan akhir timbunan yang terekspos harus cukup rata dan
harus cukup kelandaiannya, untuk menjamin aliran air permukaan yang
bebas.
 Permukaan akhir lereng timbunan tidak boleh bervariasi lebih dari 10
cm dari garis profil yang ditentukan.
 Timbunan tidak boleh dihampar dalam lapisan dengan tebal padat lebih
dari 20 cm atau dalam lapisan dengan tebal padat kurang dari 10 cm.

3.5 Pekerjaan Struktur

Terdiri dari beberapa tahap, yaitu :


1. Beton
Pekerjaan beton dilaksanakan dengan menggunakan Concrete
Mixer, Vibrating dan tenaga (tukang & pekerja) yang handal. Sebelum

32
pelaksanaan pengecoran, pembesian dan bekisting harus sudah terpasang
pada tempat yang akan dicor.

Bahan-bahan yang digunakan :


 Agregat Kasar Komposisi campuran berdasarkan hasil Job Mix
Formula (JMF) yang mengacu pada Spesifikasi.
 Pasir
 Semen

Bahan-bahan tersebut dicampur dalam Concrete Mixer dan


ditambahkan dengan air, hasil campuran dituang ke dalam wadah yang
sudah disiapkan. Campuran beton yang sudah dituang digetarkan dengan
Vibrating untuk menghindari terjadinya rongga, sehingga homogenitas
dan kepadatan beton dapat tercapai.

2. Tulangan
Pekerjaan ini dilaksanakan dengan menggunakan tenaga-tenaga
tukang dan pekerja yang handal dengan menggunakan alat bantu berupa
pemotong besi, alat pembengkok, alat pengunci kawat, dan alat bantu
lainnya.

3. Pasangan Batu
Pekerjaan ini dilaksanakan oleh tenaga manusia (tukang batu dan
dibantu beberapa pekerja). Sebelum pelaksanaan dimulai, terlebih dahulu
dilakukan pemasangan bowplank sebagai acuan bentuk dan dimensi
pelaksanaan berdasarkan Gambar pelaksanaan yang telah disetujui
Direksi Teknik.
Material/bahan yang digunakan adalah :
 Batu Kali
 Pasir
 Semen

33
4. Plasteran
plesteran harus dibersihkan dari kotoran-kotoran yang bisa
mempengaruhi daya rekat adukan kemudian disiram air sampai bersih
dengan perbandingan adukan adalah 1 Pc : 3 Ps serta tebal adukan 10
mm pasir yang digunakan adalah pasir yang diambil dari sungai yang
mempunyai gradasi yang baik dan mempunyai kehalusan yang
memungkinkan dengan rata2 ketebalan 0.5 mm - 2 mm, bebas dari
lumpur, tanah, serta organik2, juga mempunyai kandungan lempung
tidak boleh dari 3 %.semen yang digunakan adalah semen portland yang
diprosuksi dalam negeri serta air yang tidak mengandung zat garam,
kimiawi.

3.6 Alat Berat


Alat-alat berat yang sering dikenal di dalam ilmu Teknik Sipil merupakan
alat yang digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan
pembangunan suatu struktur bangunan.
Pemilihan alat berat dilakukan pada tahap perencanaan, dimana jenis,
jumlah, dan kapasitas alat merupakan factor-faktor penentu. Tidak setiap alat
berat dapat dipakai untuk setiap proyek konstruksi, oleh karena itu pemilihan alat
berat yang tepat sangatlah diperlukan. Apabila terjadi kesalahan dalam pemilihan
alat berat maka akan terjadi keterlambatan di dalam pelaksanaan, biaya proyek
yang membengkak dan hasil yang tidak sesuai dengan rencana. Yang dimaksud
dengan klasifikasi fungsional alat adalah pembagian alat tersebut berdasarkan
fungsi-fungsi utama alat. Berdasarkan fungsinya alat berat dapat dibagi atas
berikut ini.
Di dunia Teknik Sipil khususnya pada konsentrasi transportasi, alat berat
yang digunakan relatif cukup banyak. Karena ini menyangkut pembangunan
konstruksi jalan raya yang kita ketahui mempunyai kapasitas pekerjaan yang
sangat besar dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu
diperlukannya alat berat untuk membantu pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan
itu sendiri.

34
Dalam pemindahan tanah secara mekanis, alat berat dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu :
a) Traktor terdiri dari: Bulldozer, Ripper, Scrapper, Motor Grade dan Loader.
b) Excavator terdiri dari: Back Hoe, Clam Shell, Power Shovel, Dragline, Mobile
Crane.
c) Alat berat selain traktor dan excavator, terdiri dari: Dump Truck, Trailer, Alat
pemadat,Compressor, Stone Crusher, Dredger.
Tujuan alat berat pada pekerjaan konstruksi :
 Memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaannya
 Hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah
 Waktu yang relatif lebih singkat.

35

Anda mungkin juga menyukai