Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

MODUL GASTROINTESTINAL

KELOMPOK II
Gladys Suwanti FAA 113 010
Sheren Vinera Lins FAA 113 017
Feromiya Oksa FAA 113 018
Sofia Eugenia Manginte FAA 113 019
Ismi Sholihah FAA 113 021
Widi Cahya Utami FAA 113 022
Novi Magdalena Puspita FAA 113 026
Sri Nur Atikah FAA 113 027
Aulia Dewi Ratih FAA 113 029
Ratna Chairunnisa FAA 110 034

FASILITATOR : Helena Jelita, MM., MDSc., Sp. Perio

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2015

1
PEMERIKSAAN

MAKROSKOPIS FESES

2
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan feses adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang dikenal
untuk membantu menegakkan diagnosis suatu penyakit. Feses adalah salah satu
parameter yang digunakan untuk membantu dalam penegakan diagnosis suatu
penyakit serta menyelidiki suatu penyakit secara lebih mendalam. Pengetahuan
mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses, cara
pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar
akan menentukan ketepatan diagnosis. Feses merupakan spesimen yang penting
untuk diagnosis adanya kelainan pada sistem gastrointestinal seperti diare, infeksi
parasit,ulkus peptikum, karsinoma dan sindroma malabsorbsi.
Pemeriksaan feses dibagi menjadi 3 macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan
makroskopis, mikroskopis dan kimia. Pemeriksaan makroskopis terdiri dari
pemeriksaan bentuk, pemeriksaan warna, pemeriksaan bau, pemeriksaan
konsistensi, pemeriksaan lendir, pemeriksaan darah, pemeriksaan nanah (pus),
pemeriksaan parasit dan pemeriksaan adanya sisa makanan. Pemeriksaan
mikroskopis feses terdiri dari pemeriksaan terhadap Protozoa, telur cacing,
leukosit, eritrosit, epitel, kristal, makrofag, sel ragi, dan jamur. Pemeriksaan kimia
meliputi pemeriksaan Darah samar, urobilin, urobilinogen dan bilirubin

II. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pemeriksaan feses dengan benar.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Jas Laboratorium
2. Masker
3. Handskun
4. Feses

IV. CARA KERJA


1. Mengamati feses secara seksama
2. Mencatat hasil pengamatan

3
V. HASIL
Dari hasil pengamatan pada feses, didapat data:
 Bentuk : tipe 3 (normal)
 Warna : kuning coklat (normal)
 Bau : bau indol (normal)
 Konsistensi : normal lembek
 Lender : ada sedikit
 Darah : tidak ada
 Pus : tidak ada
 Sisa makanan : biji Lombok
 Parasit : tidak ada

VI. PEMBAHASAN
Pemeriksaan makroskopis terdiri dari pemeriksaan bentuk, pemeriksaan
warna, pemeriksaan bau, pemeriksaan konsistensi, pemeriksaan lendir,
pemeriksaan darah, pemeriksaan nanah, pemeriksaan parasit dan pemeriksaan
adanya sisa makanan.
Bentuk
 Model tinja 1 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk bulat-bulat kecil seperti
kacang, sangat keras, dan sangat sulit untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah
bentuk tinja penderita konstipasi kronis.
 Model tinja 2 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis,permukaanya
menonjol-nonjol dan tidak rata, dan terlihat seperti akan terbelah menjadi
berkeping-keping. Biasanya tinja jenis ini dapat menyumbat WC, dapat
menyebabkan ambeien, dan merupakan tinja penderita konstipasi yang
mendekati kronis.
 Model tinja 3 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, dengan permukaan
yang kurang rata, dan ada sedikit retakan. Tinja seperti ini adalah tinja
penderita konstipasi ringan.
 Model tinja 4 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti sosis atau ular. Tinja
ini adalah bentuk tinja penderita gejala awal konstipasi.

4
 Model tinja 5 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti bulatan-bulatan yang
lembut, permukaan yang halus, dan cukup mudah untuk dikeluarkan. Ini
adalah bentuk tinja seseorang yang ususnya sehat.

 Model tinja 6 Tinja ini mempunyai ciri permukaannya sangat halus, mudah
mencair, dan biasanya sangat mudah untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah
bentuk tinja penderita diare.
 Model tinja 7 Tinja mempunyai ciri berbentuk sangat cair (sudah menyerupai
air) dan tidak terlihat ada bagiannya yang padat. Ini merupakan tinja
penderita diare kronis.

5
PEMBAHASAN

A. Warna
Feses normal berwarna coklat, hal ini berhubungan dengan adanya bilirubin dan
turunannya yaitu stercobilin dan urotilin dan kegiatan dari bakteri normal yang
terdapat pada intestinal. Bilirubin merupakan pigmen berwarna kuning pada
empedu. Feses dapat berwarna lain, khususnya ketika ada hal-hal yang
abnormal. Misalnya; hitam feses seperti tir, ini menunjukkan adanya perdarahan
dari lambung atau usus halus; warna tanah liat (acholic) menunjukkan adanya
penurunan fungsi empedu; hijau atau orange menunjukkan adanya infeksi pada
intestinal. Makanan juga dapat mempengaruhi warna feses, misalnya: gula bit
merubah feses menjadi warna merah, kadang-kadang hijau. Obat-obatan juga
dapat merubah warna feses, misalnya zat besi, dapat membuat feses berwarna
hitam.
Pada praktikum didapatkan hasil warna hijau kehitaman menandakan
kemungkinan adanya infeksi.
B. Bau
Bau feses merupakan hasil kerja bakteri pada intestinal, dan bervariasi pada
seseorang dengan orang lain. Bau feses yang sangat bau(tajam) dapat
menunjukkan adanya ganggaun saluran cerna. Normalnya bau feses disebut
indol atau skatol. Diet tinggi protein akan mengakibatkan bau amis, adanya
gangren akan mengakibatkan bau putrefaksi, serta pada diare atau malabsorbsi
karbohidrat seringkali feses berbau asam. Pada praktikum didapatkan feses
berbau asam menandakan adanya kemungkinan diare atau malabsorbsi
karbohidrat.
C. Konsistensi
Secara normal feses berbentuk lembek atau lunak dan mengandung air sebanyak
75% jika seseorang mendapat intake cairan yang cukup, sedangkan 25% lagi
adalah bagian padat. Feses yang biasa mengandung air lebih dari 75%. Feses
bergerak lebih cepat dari normal melalui intestinal, sehingga hanya sedikit air
dan ion yang direabsorpsi ke dalam tubuh. Feses yang keras mengandung lebih
sedikit air daripada normal dan pada beberapa kasus mungkin sulit atau nyeri
sekali saat dikeluarkan. Beberapa orang, bayi dan anak-anak yang khusus
mungkin mengeluarkan feses yang berisi makanan yang tidak dicerna. Pada

6
diare, konsistensi menjadi encer karena kandungan air pada feses meningkat.
Sebaliknya, konsistensi menjadi keras pada konstipasi: skibala, irritable bowel
syndrome, penggunaan laksatif yang berlebihan. Pada praktikum didapatkan
konsistensi feses yang lembek tetapi encer.
D. Bentuk
Feses normal berbentuk seperti rektum. Pada praktikum bentuk feses terlihat
encer seperti tanah liat.
E. Darah
Darah yang terdapat pada feses adalah abnormal. Darah dapat berwarna terang
atau merah terang, hal ini berarti darah mewarnai feses pada proses eliminasi
akhir. Feses berwarna hitam, tir bearti darah memasuki chyme pada lambung
atau usus halus. Beberapa obat-obatan dan makanan juga dapat membuat feses
berwarna merah atau hiam. Oleh karena itu adanya darah harus dikonfirmasi
melalui sebuah test. Perdarahan pada feses kadang tidak terlihat, ini dikenal
occult bleeding(perdarahan tersembunyi). Pada praktikum tidak didapatkan
adanya darah.
F. Mukus/Lendir
Tampak sebagai zat gelatinosa translusen, merupakan temuan abnormal. Mukus
sering disebabkan oleh konstipasi sastik, kolitis, disentri, keganasan atau dapat
merupakan positif palsu akibat pewarnaan spesimen yang berlebihan. Mukus
yang ditemukan pada permukaan feses seringkali berasal dari kolon, sementara
mukus yang bercampur di dalam feses seringkali dari usus halus. Pada
praktikum didapatkan adanya lendir pada feses.

7
PEWARNAAN EOSIN PADA FESES
DAN UJI KANDUNGAN LEMAK
DALAM FESES DENGAN
LARUTAN SUDAN III

8
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan feses atau tinja dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis
mikroorganisme, parasit maupun sisa-sisa pencernaan yang dihasilkan oleh sistem
pencernaan yang dikeluarkan berupa feses/tinja. Pewarnaan Eosin dilakukan
bertujuan untuk melihat sisa-sisa pencernaan seperti serat tumbuhan maupun
daging yang tercerna di organ pencernaan, baik tercerna optimal maupun tidak
oleh sistem pencernaan, karena dengan pewarnaan eosin kita dapat melihat sisa-
sisa atau serat-serat tumbuhan maupun daging yang dimakan dengan jelas.
Pewarnaan eosin sering dipilih karena memiliki warna yang kontras, sehingga
lebih sering digunakan untuk pemeriksaan feses.

II. TUJUAN
 Untuk melihat jenis-jenis dari sisa-sisa pencernaan yang terdapat di dalam
feses.
 Untuk melihat kandungan lemak dari sisa-sisa pencernaan yang terdapat di
dalam feses.

III. DASAR TEORI


Karakteristik feses yang tidak normal adalah petunjuk adanya gangguan
fungsional dari saluran cerna atau sistem gastrointestinal. Bila itu terjadi, maka
biasanya terjadi kelainan pada sistem gastrointestinal, bisa itu pada colon maupun
saluran gastrointestinal lainnya. Ada beberapa jenis tinja berdasarkan
karakteristiknya, antara lain :
1. Model tinja 1, Tinja ini mempunyai ciri berbentuk bulat-bulat kecil seperti
kacang, sangat keras, dan sangat sulit untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah
bentuk tinja penderita konstipasi kronis.
2. Model tinja 2, Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, permukaanya
menonjol-nonjol dan tidak rata, dan terlihat seperti akan terbelah menjadi
berkeping-keping. Biasanya tinja jenis ini dapat menyumbat WC, dapat
menyebabkan ambeien, dan merupakan tinja penderita konstipasi yang
mendekati kronis.

9
3. Model tinja 3, Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, dengan permukaan
yang kurang rata, dan ada sedikit retakan. Tinja seperti ini adalah tinja
penderita konstipasi ringan.
4. Model tinja 4, Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti sosis atau ular.
Tinja ini adalah bentuk tinja penderita gejala awal konstipasi.
5. Model tinja 5, Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti bulatan-bulatan
yang lembut, permukaan yang halus, dan cukup mudah untuk dikeluarkan. Ini
adalah bentuk tinja seseorang yang ususnya sehat.
6. Model tinja 6, Tinja ini mempunyai ciri permukaannya sangat halus, mudah
mencair, dan biasanya sangat mudah untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah
bentuk tinja penderita diare.
7. Model tinja 7, Tinja mempunyai ciri berbentuk sangat cair (sudah
menyerupai air) dan tidak terlihat ada bagiannya yang padat. Ini merupakan
tinja penderita diare kronis.

Pada pemeriksaan mikroskopik feses biasanya meliputi pemeriksaan


protozoa, telur cacing, leukosit, eritrosit, dan ampas/sisa-sisa makanan. Berikut
adalah beberapa keterangan pada pemeriksaan mikroskopik feses :

10
- Protozoa biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru
didapatkan bentuk trofozoit. Biasanya jika terdapat protozoa pada fesesnya
berarti orang tersebut sedang mengalami diare atau sakit perut akibat
terinfeksi protozoa dan tidak dalam keadaan sehat.
- Telur cacing biasanya didapati pada orang yang terinfeksi parasit seperti
N.amercanus, Ancylostoma duodenale, Ascari, dll. Biasanya pada feses orang
tersebut akan terdapat telur cacing bahkan cacing itu sendiri. Orang yang
terdapat telur cacing di dalam fesesnya biasanya dalam keadaan yang tidak
sehat.
- Leukosit, dalam keadaan normal tidak terdapat leukosit dalam feses akan
tetapi jika hanya terdapat sedikit leukosit itu juga msih normal. Pada keadaan
disentri atau terjadi peradangan pada saluran cerna biasanya jumlah
leukositnya akan meningkat.
- Eritrosit hanya terlihat bila ada lesi dalam kolon, rektum atau anus. Pada
keadaan normal tidak terdapat eritrosit pada feses.
- Ampas atau sisa-sisa makanan dan epitel dapat ditemukan pada feses. Hal
tersebut adalah hal yang normal dan bukan berarti menandakan terjadinya
kelaianan pada sistem gastrointestinal.

IV. ALAT DAN BAHAN


1. Mikroskop
2. Kaca objek
3. Penutup kaca objek
4. Tissue
5. Sarung tangan / handscoon
6. Tusuk gigi
7. Masker
8. Tinja
9. Cairan Eosin 2%
10. Larutan Sudan III

11
V. CARA KERJA
Pewarnaan Eosin
1. Siapkan alat dan bahan terlebih dahulu.
2. Sediakan kaca objek, lalu teteskan pewarna Eosin di atas permukaan kaca
objek.
3. Ambil sedikit feses dengan tusuk gigi, dan letakan di kaca objek tipis-tipis
dengan bercampur pada pewarnaan Eosin.
4. Aduk feses dan pewarna Eosin hingga tercampur rata.
5. Setelah sediaan rata, perlahan-lahan tutup sediaan dengan penutup kaca
objek dan jangan sampai terlihat gelembung pada kaca objek.
6. Periksa pada mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x.

Uji Sudan III


1. Dengan pipet ambil dan teteskan satu tetes larutan sudan III di atas preparat
kaca yang bersih dan kering.
2. Ambil sedikit tinja dengan lidi yang sudah disediakan, dicampur rata dengan
tetesan larutan Sudan III tadi, dan benda-benda yang kasar dibuang.
3. Ambil gelas penutup dan letakkan diatasnya dengan hati-hati sehingga cairan
merata di bawah gelas penutup dan tidak terjadi gelembung udara.
4. Periksa sediaan di bawah mikroskop.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pewarnaan Eosin
Pelaporan hasil pemeriksaan tinja rutin secara mikroskopik dengan
pewarnaan Eosin :
Yang Diamati Hasil
Eritrosit -
Leukosit -
Telur cacing -
Protozoa -
Ampas atau sisa makanan +
a. Serat tumbuhan + (1/10lap pandang)
b. Serat otot -

12
Pada pemeriksaan eosin didapati hasil positif pada serat tumbuhan dan ampas
makanan. Ampas atau sisa makanan pada feses hampir selalu dapat ditemukan
juga pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu jumlahnya meningkat
dan hal ini dihubungkan dengan keadaan abnormal. Sisa makanan sebagian
berasal dari makanan daun-daunan/sayuran dan sebagian lagi berasal dari hewan
seperti serat otot, serat elastis dan lain-lain. Namun pada pemeriksaan
mikroskopik kali ini yang terlihat jelas hanya serat tumbuhan, sedangkan serat
otot tidak terlihat jelas.
Sedangkan untuk eritrosit dan leukosit negatif, karena tidak ditemukan pada
pemeriksaan, demikian juga dengan telur cacing. Untuk protozoa pun negatif,
karena bila ada biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair
baru didapatkan bentuk trofozoit. Untuk identifikasi lebih lanjut, emulsi tinja
dicampur dengan larutan lugol untuk menunjukkan adanya amilum yang tidak
sempurna dicerna. Larutan jenuh Sudan III dipakai untuk menunjukkan adanya
lemak.

13
Uji Sudan III
1. Hasil
Hasil : normal
Tidak ditemukannya butiran lemak pada
lapang pandang besar (LPB)

Gbr 1. Hasil pemeriksaan tinja


menggunakan Sudan III

Pembahasan
Gangguan pada pancreas atau pada saluran pencernaan dapat menyebabkan
malabsorpsi lemak sehingga menyebabkan steatorhea, terdapat lemak pada tinja.
Pemeriksaan lemak netral pada tinja menggunakan larutan setetes alcohol 70% dan
setetes sudan III. Pada keadaan normal terdapat butir lemak yang berwarna oranye
atau merah dengan diameter 1-4 mikron kurang dari 60/LPB. Pemeriksaan
dilakukan pada 10 lapang pandang. Pada keadaan patologis atau steatorhea terdapat
butiran lemak lebih dari 60/LPB. Pada praktikum patologi klinik kali ini, tidak
ditemukan butiran lemak pada tinja.

14
KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan secara makroskopis, didapat bahwa feses yang


digunakan saat praktikum tersesbut tergolong dalam feses yang abnormal, didapatkan
bahwa konsistensi pada feses yang lembek berair dengan warna kuning kehijauan yang
menandakan adanya infeksi pada saluran cerna bagian atas. Dan dari bentuk seperti
tanah liat berair dan terdapat lendir pada feses.
Pada hasil pemeriksaan mikroskopik dilakukan 2 pewarnaan untuk
mengidentifikasi feses yaitu pewarnaan Eosin dan Sudan III. Pada pewarnaan Eosin
terhadap feses didapatkan hasil mikroskopik berupa ditemukannya sel eritrosit namun
tidak tampak sel leukosit. Kemudian juga ditemukan serat sisa makanan yang homogen
dan kristal tidak ditemukan. Pada keadaan normal seharusnya terlihat beberapa
leukosit namun pada feses tidak ditemukan leukosit yang menandakan feses tidak
dalam keadaan normal. Kemudian pada feses juga ditemukan eritrosit yang hanya
terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum, dan anus juga menandakan feses dalam
keadaan tidak normal. Kemudian pada pemeriksaan Sudan III didapatkan hasil berupa
adanya 1 jaringan lemak dan serat tumbuhan yang berasal dari makanan. Keadaan feses
tersebut dapat dikatakan normal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Stool form scale as a useful guide to intestinal transit. Available from
:http://www.continence.org.au/pages/bristol-stool-chart.html (6 Juni 2014)
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Palangka Raya. Buku Penuntun Praktikum
Modul Gastrointestinal. Palangka Raya : FK Unpar. 2014.
Uliyah, M. Hidayat, A. Praktikum Keterampilan Dasar Praktik Klinik : Aplikasi Dasar-
Dasar Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. 2008

16

Anda mungkin juga menyukai