Anda di halaman 1dari 32

Mata Kuliah : Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN TINDAKAN


SUCTION ENDOTRACHEAL SESUAI STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL (SPO) PADA PASIEN YANG TERPASANG
VENTILATOR DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RS SUMBER
WARAS GROGOL, JAKARTA BARAT

DISUSUN OLEH :
Mario V. Baemamenteng, S.Kep (18062004)
Angela Merciani, S.Kep (18062063)
Natalia Balahai, S.Kep (18062)
Suryati Mamuli, S.Kep (18062001)
Tirsa C. Manoppo, S.Kep (18062014)
Olivia F. Malensang, S.Kep (18062033)
Astried T. Adil, S.Kep (18062018)

CI:
Ns. Ciecilia, S.Kep, S.Kep
Ns. Kurniati Nengsih. S.Kep
CT:
M. Consolatrix da Silva, S.Kep.,Ns.,MSN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami kelompok 5 mahasiswa profesi ners Fakultas

Keperawatan Unika De La Salle Manado panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat rahmat dan penyertaan-Nya, kami dapat menyusun makalah tentang

Rumah Sakit Sumber Waras.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah

satu tugas praktek profesi ners keperawatan stase Keperawatan Gawat Darurat

yang dilakukan selama 1 bulan. Dalam penyusunan makalah ini kami menemukan

beberapa kendala, namun berkat bimbingan dan arahan serta kerja sama dari

berbagai pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Pada kesempatan ini kami kelompok profesi ners Fakultas Keperawatan

Unika De La Salle Manado mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu kami dalam menyusun makalah ini, khususnya kami sampaikan

terima kasih kepada :

1. Ns. Caecillia, S.Kep., M.Kep, Ns. Kurniati Nengsih, S.Kep selaku CI RS

Sumber Waras

2. selaku Kepala Ruangan Intensive Care Unit (ICU) RS Sumber Waras

3. Consolatrix da Silva, S.Kep, Ns., MSN selaku CT yang telah membimbing kami

selama kami praktek di RS Sumber Waras

4. Seluruh perawat yang telah bersedia menerima kami di RS Sumber Waras

Kami kelompok menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih

banyak kekurangan, oleh karena itu kami masih mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun bagi kelompok kami. Kiranya jika ada kesalahan dalam

penyusunan makalah ini kami mengucapkan permohonan maaf.

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ………………………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAAN ………………………………………… 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah ………………………………………………………… 6
Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………… ………………………… 8
Suction ………………………………………………………………… 8
Kepatuhan ………………………………………………………………… 12
BAB III HASIL PENELITIAN ……… ……………………………… 16
Lokasi Penelitian…………………………………………………………...16
Waktu Penelitian………………………………………………………… 16
Populasi ……………………………………………………………………16
Sampel…………………………………………………………………… 16
Instrumen Penelitian………………………………………………………..17
Hasil Penelitian ………………………………………………………… 17
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………… 20
Pengetahuan ………………………………………………………… 20
Perilaku ………………………………………………………………… 21
Keterbatasan Penelitian ………………………………………………… 23
BAB V PENUTUP…………………………………………………………… 24
Kesimpulan ………………………………………………………… 24
Saran ………………………………………………………………… 25
LAMPIRAN ………………………………………………………………… 26
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ruang intensive merupakan salah satu unit pelayanan rumah sakit
dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit
kritis dan membutuhkan pelayanan kesehatan secara intensif. Perawat
merupakan tenaga yang berhubungan langsung dengan pasien selama 24
jam, harus dapat mengaktualisasikan diri secara fisik. Perawat memiliki
peran dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan hak dan kewajibannya
sebagai pemberi asuhan keperawatan, pembuat keputusan klinis, pelindung
dan advokat klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan,
komunikator, penyuluh dan pendidik, serta kolaborator (Perry & Potter,
2010).
Dalam memberikan asuhan keperawatan, khususnya asuhan
keperawatan kritis perawat membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan
situasi kritis dengan kecepatan dan ketepatan yang tidak selalu dibutuhkan
pada situasi keperawatan lain. Dalam asuhan keperawatan tersebut,
mencakup perubahan kesehatan fisik, psikis dan sosial, termasuk intervensi
dimana perawat mampu berinisiatif secara mandiri untuk mencegah,
mengurangi, atau mengatasi masalah. Salah satu intervensi yang dilakukan
oleh perawat di ruang intensif dalam keadaan kritis adalah pelaksanaan
hisap lendir saluran pernafasan (suction) terutama pada pasien yang
terpasang alat bantu nafas atau ventilator (Hudak & Gallo, 2012).
Suction merupakan prosedur pengisapan sekret yang dilakukan
dengan cara memasukan selang kateter suction melalui hidung, mulut, atau
selang ETT. Suction endotrakeal merupakan prosedur penting dan sering
dilakukan untuk pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik. Pada
tindakan suction yang dilakukan melalui selang ini lebih membutuhkan
keterampilan dan ketepatan tinggi karena ada beberapa prinsip penting
dalam tindakan penghisapan lendir ini diantaranya hiperoksigenisasi 100%

1
selama 30 detik – 3 menit yang diberikan kepada pasien sebelum dilakukan
tindakan suction endotracheal. Apabila prinsip penting ini tidak
diperhatikan akan dapat mengakibatkan terjadinya hipoksemia. Tujuan
dilakukan tindakan ini adalah untuk mempertahankan patensi jalan napas,
memudahkan penghilangan sekret jalan napas, dan merangsang batuk dalam
(Smeltzer & Bare, 2013).
Tindakan suction endotracheal adalah salah satu prosedur yang
paling umum dilakukan oleh perawat di ruang Intensive Care Unit (ICU)
dalam rangka membangun dan mempertahankan pertukaran gas, oksigenasi
yang memadai dan ventilasi alveolar pada pasien dengan ventilasi mekanik
yang kritis (Association of Respiratory Care (AARC), 2010; Negro, 2014).
Secara fisiologis, ada beberapa mekanisme yang memungkinkan
penghapusan mikroorganisme berbahaya dari sistem pernapasan; sel ciliate,
sistem imun lokal dan refleks batuk. Namun demikian, pada pasien dengan
ventilasi mekanik menghambat proses fisiologis ini, yang dimana membuat
pengisapan tidak dapat dihindari untuk mengurangi sekresi endotrakeal dan
untuk mencegah atelektrik dan kolapsnya alveolar. Prosedur ini dikaitkan
dengan komplikasi dan risiko: perdarahan, lesi trakea mukosa, infeksi,
atelektasis, hipoksemia, dan peningkatan tekanan intrakranial (Pedersen
dkk, 2009). Selain itu dianggap sebagai salah satu pengalaman paling
menyakitkan di antara pasien ICU (Negro, 2014).
Menurut Yudhiana (2010) dalam penelitiannya melaporkan bahwa
ada pengaruh tindakan suction terhadap keefektifan dalam pembersihan
jalan napas, yaitu sebanyak 52,5% menjadi efektif jalan nafasnya setelah
dilakukan suction. Penghisapan lendir/suction harus dilakukan dengan
prosedur yang tepat untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial,
pneumonia akibat akumulasi sekret, serta mempertahankan jalan nafas yang
paten (Metersky, 2018).
Selain itu tujuan dari tindakan suction ini juga untuk mencegah
terjadinya pneumonia (Smeltzer & Bare, 2013). Pneumonia yang terjadi
pada pasien di rumah sakit disebut dengan pneumonia nosokomial.
Pneumonia nosokomial ini terjadi akibat adanya infeksi nosokomial selama
perawatan di rumah sakit akibat pemasangan ventilator. Pneumonia yang

2
terjadi akibat pemasangan ventilator ini dikenal dengan istilah Ventilation
Associated Pneumonia (VAP) (Metersky, 2018). VAP merupakan infeksi
nosokomial yang sering terjadi di ICU, yang mana sampai sekarang masih
menjadi masalah perawatan kesehatan di rumah sakit seluruh dunia. Banyak
faktor yang mempengaruhi terjadinya VAP, diantaranya adalah tindakan
suction yang dilakukan dengan tidak benar serta kurangnya kepatuhan
perawat dalam melaksanakan prosedur cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan (Melsen, 2013).
Menurut Melsen (2013) pneumonia nosokomial menjadi penyebab
kematian tertinggi mencapai 30 % angka mortalitasnya. Sedangkan Kollef
(2012) mengungkapkan pasien dengan terpasang ventilator mekanik
mempunyai resiko 6-21 kali lebih tinggi untuk terjadi pneumonia
nosokomial dari pada pasien yang tidak terpasang ventilator. Meskipun
belum ada penelitian mengenai jumlah kejadian VAP di Indonesia, namun
berdasarkan kepustakaan luar negeri diperoleh data bahwa kejadian VAP
cukup tinggi yaitu dari penelitian beberapa kasus di Amerika oleh Souccan
dkk (2018) dilaporkan kejadian VAP mencapai 9%-28% pada pasien
dengan ventilator mekanik, dan angka kematian akibat VAP sebanyak 24%-
50%. Angka kematian dapat meningkat mencapai 76% pada infeksi yang
disebabkan pseudomonas atau acinobacter. Disamping itu, kejadian VAP
dapat memperpanjang waktu perawatan di ICU dan meningkatkan biaya
perawatan (Metersky, 2018).
Salah satu upaya untuk menjaga keselamatan pasien adalah dengan
menerapkan Standard Operational Procedure (SPO) dalam setiap tindakan
perawat (Arma, 2012). Keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan menghindari tuntutan malpraktik. Standard Operational
Prosedure (SPO) adalah standar yang harus di jadikan acuan dalam
memberikan setiap pelayanan. Standar kinerja ini sekaligus dapat digunakan
untuk menilai terhadap kinerja instansi pemerintah secara internal maupun
kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO asuhan eksternal (Atmoko,
2008). Setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SPO
kemudian disosialisasikan kepada seluruh pihak yang berkompeten untuk
melaksanakannya. Meskipun demikian sebagian besar perawat dalam

3
melaksanaan praktek keperawatan, sesuai dengan SPO yang ditetapkan oleh
rumah sakit. Sebuah SPO adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan
sebagai suatu petunjuk atau direktif. Hal ini mencakup proses pelayanan
yang memiliki prosedur pasti atau terstandarisasi, tanpa kehilangan
keefektifannya (Rusna, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurmiati, (2013) di
Yogyakarta didapatkan data bahwa hanya 44 % perawat yang taat dalam
pelaksaan tindakan suction, selebihnya tindakan suction perawat belum
sesuai dengan SOP. Kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi akibat
tindakan suction yang tidak sesuai SOP, karena pada proses dilakukan
suction tidak hanya lendir yang terhisap, suplai oksigen yang masuk ke
saluran pernafasan juga ikut terhisap, sehingga memungkinkan untuk terjadi
hipoksemia sesaat yang ditandai dengan penurunan saturasi oksigen (SpO2)
(Superdana & Sumara, 2015).
Penelitian yang dilakukan Jumaini, (2013) di ICU RSUD Arifin
Achmad tentang perawatan pasien dengan ventilator dan sikap perawat
terhadap tindakan suction, diketahui bahwa rata-rata pengetahuan
responden adalah cukup (57,1%) dan rata-rata sikap responden adalah
positif (57,1%). Pengetahuan perawat yang memadai belumlah cukup untuk
mengatasi masalah yang dialami oleh pasien dengan ventilator bila tidak
diikuti dengan sikap positif dari perawat yang bekerja di ruangan, sikap
positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan objek sesuatu. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo,
2010).
Hasil penelitian Alessandra dkk (2014) menyebutkan bahwa
perawat sering mengabaikan pedoman pelaksanaan tindakan penghisapan
lendir dalam melakukan tindakan tersebut. Selain itu mereka juga
menemukan bahwa ada perbedaan yang cukup besar antara pedoman
pelaksanaan dengan aplikasi perawat secara nyata, atau dengan kata lain
perawat tidak melakukan tindakan penghisapan lendir ini sesuai dengan
pedoman prosedur yang telah ditetapkan.

4
Kualifikasi tenaga keperawatan yang bekerja di ICU harus
mempunyai pengetahuan yang memadai, mempunyai ketrampilan yang
sesuai dan mempunyai komitmen terhadap waktu (Kementerian Kesehatan
RI, 2010).
Pengetahuan perawat tentang suction atau hisap lendir ini sangat
penting untuk pelaksanaan tindakan penghisapan lendir pada situasi kritis
sehingga dapat meningkatkan keberhasilan perawat dalam penanganan
pasien dalam mempertahankan keefektifan jalan nafasnya. Pengetahuan dan
keterampilan ini menentukan keberhasilan tindakan penghisapan lendir atau
suctioning. Pengetahuan tentang hisap lendir ini di dapat melalui
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman selama bekerja (Paryanti, 2010).
Menurut penelitian Prayitno (2009) menjelaskan bahwa ada
hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan perilaku perawat
dalam melakukan tindakan hisap lendir sesuai dengan prosedur. Hal
tersebut tidak terlepas dari upaya rumah sakit dalam memberikan pelatihan
ICU kepada perawat untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan perawat yang diwujudkan dalam melaksanakan prosedur tetap
yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit.
Akan tetapi, pengetahuan perawat yang memadai belumlah cukup
untuk mengatasi masalah yang dialami oleh pasien dengan ventilator bila
tidak diikuti dengan sikap positif dari perawat yang bekerja di ruangan ICU,
sikap positif kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan objek sesuatu (Dewi & Wawan 2011).
Mengingat komplitnya perawatan pasien terpasang ventilator dan
dituntutnya perawatan yang maksimal untuk menangani pasien tersebut,
maka idealnya perawat yang dinas di ICU harus memilki kriteria yang
sesuai. Tetapi lain halnya yang terjadi saat ini diruangan ICU, dilihat dari
segi tenaga masih banyak perawat yang belum mendapatkan pelatihan
khusus ICU, dan sikap yang ditunjukan perawat yang menangani pasein
dengan ventilator masih belum maksimal, hal ini terlihat dengan kenaikan
angka kejadian infeksi nosokomial terutama pada pasien yang terpasang
ventilator yang disebut ventilation associated pneumonia (VAP), hal ini
diakibatkan oleh ketidakpatuhan perawat ICU dalam melaksanakan SPO

5
diantaranya SPO tindakan suction, cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan, kesadaran yang belum maksimal dalam menjaga
keseterilan dalam suatu tindakan kepada pasien terpasang ventilator
(Nurmiati, 2012).
Selain itu data Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS Sumber
Waras Grogol, Jakarta Barat didapatkan selama 4 bulan terakhir ada 3 orang
pasien yang terkena masalah sehubungan dengan Ventilation Associated
Pneumonia (VAP).
Berdasarkan fenomena di atas dan mengingat masih ditemukannya
perawat yang mengabaikan kesterilan dan kepatuhan dalam melaksanakan
prosedur tindakan suction dimana akan beresiko terjadinya infeksi lainnya
maka kami kelempok ingin mengetahui kepatuhan perawat dalam
melaksanakan tindakan suction endotracheal sesuai SPO pada pasien yang
terpasang ventilator di ruang ICU RS Sumber Waras Grogol, Jakarta Barat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada latar belakang
didapatkan bahwa masih ada perawat yang tidak melakukan tindakan
suction endotracheal sesuai dengan prosedur sehingga beresiko timbul
infeksi lainnya. Sedangkan perawat tahu bagaimana prosedur yang
seharusnya perawat jalani dan sebagian dari perawat juga tahu resiko apa
yang akan terjadi apabila tidak melakukan tindakan suction endotrachel
sesuai prosedur yang telah ditetapkan, maka peneliti merumuskan
permasalahan dalam penelitian ini yaitu kepatuhan perawat dalam
melaksanakan SPO tindakan suction endotracheal pada pasien yang
terpasang ventilator di ruang ICU RS Sumber Waras Grogol, Jakarta Barat.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui kepatuhan perawat dalam melaksanakan tindakan suction
endotracheal berdasarkan SPO pada pasien yang terpasang ventilator di
ruang ICU RS Sumber Waras Grogol, Jakarta Barat.
2. Tujuan Khusus

6
1. Mengetahui gambaran sikap perawat dalam melaksanakan tindakan
suction endotracheal berdasarkan SPO pada pasien yang terpasang
ventilator di ruang ICU RS Sumber Waras Grogol, Jakarta Barat.
2. Mengetahui gambaran perawat dalam melakukan persiapan alat
dalam melaksanakan tindakan suction endotracheal berdasarkan
SPO pada pasien yang terpasang ventilator di ruang ICU RS Sumber
Waras Grogol, Jakarta Barat.
3. Mengetahui gambaran perawat melakukan persiapan lingkungan
dalam melaksanakan tindakan suction endotracheal berdasarkan
SPO pada pasien yang terpasang ventilator di ruang ICU RS Sumber
Waras Grogol, Jakarta Barat.
4. Mengetahui gambaran perawat dalam pelaksanaan tindakan Suction
endotracheal berdasarkan SPO pada pasien yang terpasang
ventilator di ruang ICU RS Sumber Waras Grogol, Jakarta Barat.
5. Mengetahui gambaran perawat dalam pendokumentasian
pelaksanaan tindakan Suction endotracheal berdasarkan SPO pada
pasien yang terpasan ventilator di ruang ICU RS Sumber Waras
Grogol, Jakarta Barat.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Suction
1. Definisi
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk
mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada klien
yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri (Timby, 2016). Tindakan
suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir, yang dilakukan
dengan memasukkan selang catheter suction melalui selang endotracheal
(Syafni, 2012). Dapat disimpulkan hisap lendir merupakan tindakan untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan mengeluarkan sekret pada
klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri dengan memasukkan
catheter suction ke endotracheal tube atau saluran pernapasan sehingga
memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat.
Menurut Smeltzer & Bare (2017), indikasi penghisapan lendir lewat
endotrakeal adalah untuk:
a. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenance), apabila:
1) Pasien tidak mampu batuk efektif.
2) Diduga aspirasi
b. Membersihkan jalan napas (bronchial toilet), apabila ditemukan:

1) Pada auskultasi terdengar suara napas yang kasar atau ada suara napas
tambahan.

2) Diduga ada sekresi mucus pada saluran pernapasan.

3) Apabila klinis memperlihatkan adanya peningkatan beban kerja sistem


pernafasan.

c. Pengambilan specimen untuk pemeriksaan laboratorium.


d. Sebelum dilakukan radiologis ulang untuk evaluasi.
e. Untuk mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal.

8
2. Jenis Suction
Terdapat dua jenis teknik suction yaitu Closed Suction System (CSS)
dan Open Suction System (OSS). Metode OSS merupakan suatu metode
yang mengharuskan pasien untuk melepaskan ventilator sehingga pasien
tidak mampu menerima oksigenasi selama suction (Jung, 2008).
Sedangkan CSS digunakan untuk mencegah kontaminasi udara luar,
kontaminasi personil dan pasien, mencegah penurunan saturasi oksigen
selama dan setelah suction, serta mempertahankan tekanan ventilasi
tekanan positif atau PEEP, terutama pasien yang sensitif saat terlepas dari
ventilator.

3. Kontra Indikasi
Wiyoto (2010) mengatakan, bila suction tidak segera dilakukan pada
pasien dengan gangguan bersihan jalan nafas maka dapat menyebabkan
pasien tersebut mengalami kekurangan suplai O2 (hipoksemia), yang
dapat menyebabkan kerusakan otak permanen bila tidak terpenuhi O2
selama 4 menit. Cara untuk mengecek hipoksemia adalah dengan memantau
kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat menggambarkan prosentase O2
yang mampu dibawa oleh hemoglobin. Menurut Wijaya (2015) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa setelah dilakukan suction pasien yang
terpasang ETT saturasi oksigennya dapat mengalami penurunan antara 4 –
10%. Namun, dampak dari tindakan suction diantaranya selain desaturasi
oksigen, perubahan hemodinamik, suction juga dapat menjadi stressor
bagi pasien, sehingga hemodinamik adalah hal yang perlu dipantau dari
pasien (Jevon, 2009), menyatakan bahwa perubahan hemodinamik adalah
komponen utama dalam perawatan intensif. Hemodinamik merupakan
sebuah pemeriksaan pada aspek sirkulasi darah, fungsi jantung
serta karakteristik fisiologis vaskular perifer. Hemodinamik pasien dapat
berubah dengan mudah sesuai keadaan pasien pada saat itu. Dalam
penelitian Maggiore (2013) terdapat 46,8% responden yang mengalami
penurunan kadar saturasi oksigen saat dilakukan suction.

9
4. Prosedur

Pelaksanaan tindakan suction endotrakeal semestinya mengikuti standar


dan prosedur yang telah ditetapkan. Menrut Damayanti dkk (2016) Standar
Prosedur Operasional yang telah ditetapkan meiputi:

a. Standar alat:
1) Set penghisap sekresi atau sucrion portable lengkap dan siap pakai
2) Sarung tangan steril dan bersih
3) Kateter penghisap steril untuk orang dewasa (ukuran 20)
4) Pinset steril
5) Cuff inflator atau spuit 10cc
6) Klem arteri
7) Alas dada atau handuk
8) Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam alat
9) Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter
10) Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang
telah digunakan
11) NaCl 0.9%
b. Standar Pasien
1) Pasien diberikan penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2) Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan
c. Prosedur Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Pakai sarung tangan
3) Sebelum dilakukan sekresi, putar tombol ventilator naikkan sampai
100%
4) Menghdupkan mesin penghisap sekresi
5) Menyambung selang suction dengan kateter suction steril
kemudian perlahan-lahan dimasukkan kedalam selang pernapasan
melalui selang endotracheal (ETT)
6) Membuka lubang pada pangkal kateter menghisap pada saat kateter
dimasukkan ke ETT
7) Menarik kateter penghisap kira-kira 2 cm pada saat ada rangsangan
batuk untuk mencegah trauma pada arina

10
8) Menutup lubang dengan melipat pangkal kateter suction kemudian
kateter ditarik dengan gerakan memutar
9) Mengobservasi hemodinamik pasien
10) Menyambung kembali ETT dengan ventilator
11) Membillas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam
dengan cairan desinfektan dalam tempat yang telah disediakan
12) Mengobservasi dan mencatat :
 Tekanan darah,, nadi, dan pernapasan
 Hipoksia
 Tanda perdaahan, warna, bau, konsentrasi,
 Disritmia

5. Hal-hal penting yang harus diperhatikan bai perawat dalam melakukan


tindakan sution
1) Sebelum suction, pasien harus diberi oksigen yang adekuat
(ventilator) sebab oksigen akan menurun selama prses penghisapan
2) Proses suction tidak boleh melebihi 10-15 detik di lumen artificial
airway, total proses suction jangan melebihi 15 detik
3) Bila hendak mengulangi suction harus diberikan pre oksigen
kembali melalui ventilator yang terpasang
4) Jangan lupa montor vita sign, EKG monitor, sebelum melanutkan
suction. Bila terjadi disritmia atau hemodinamik tidak stabil,
hentikan suction sementara waktu.
5) Suction harus hati-hati pada kasus-kasus tertentu misalnya penderita
dengan orde paru yang berat dengan memakai respirator dan PEEP,
tidak dianurkan melaukan suction untuk sementara waktu sampau
oedem parunya teratasi
6) Bila sputum kental dan sulit untuk dikeluarkan dapat dispooling
dengan cairan NaCl 0.9% sebanyak 10-15 mL dimasukkan kedalam
lumen artificial airway sebelum suction, untuk bayi cukup beberapa
tetes saja

11
7) Dianjurkan setiap memakai artificial airway harus mengguanakan
humidifier dengan kelembaban 100% pada temperature tubuh untuk
mengencerkan dan memudahkan pegeluaran sputum.
8) Hal-hal yang harus dicatat dan dilaporkan setelah tindakan yaitu
catat tindakan dalam dokumentasi keperawatan mengenai
karakteristik sputum (jumlah, warna, konsisensi, bau, adanya darah)
dan respon.
6. Komplikasi
Dalam melakukan tindakan hisap lendir, perawat harus memperhatikan
komplikasi yang mungkin dapat ditimbulkan, antara lain yaitu (Kozier,
2012):
a. Hipoksemia
b. Trauma jalan nafas
c. Infeksi nosocomial
d. Respiratory arrest
e. Bronkospasme
f. Perdarahan pulmonal
g. Disritmia jantung
h. Hipertensi/hipotensi
i. Nyeri Kecemasan

B. KEPATUHAN

1. Definisi
Kepatuhan (compliance) menurut Pranoto (2007) adalah sikap
suka,menurut perintah, taat pada perintah. Secara sederhana kepatuhan
adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berasal
dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Patuh adalah
suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan (Slamet,2007).
Kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau
berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan
kepadanya. Dalam hal ini kepatuhan pelaksanaan prosedur tetap (protap)
adalah untuk selalu memenuhi petunjuk atau peraturan-peraturan dan
memahami etika keperawatan di tempat perawat tersebut bekerja.
Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan,

12
perintah, prosedur dan disiplin. Kepatuhan perawat adalah perilaku
perawat sebagai seorang yang profesional terhadap suatu anjuran,
prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Ega Lestari
& Rosyidah, 2011).
2. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Notoatmojo, (2010) menjabarkan bahwa perilaku kepatuhan
seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu predisposisi, faktor
pemungkin, dan faktor penguat. Ketiga faktor tersebut akan diuraikan
sebagai berikut:
1. Faktor predisposisi (Predisposing Factors) Faktor predisposisi
merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau
motivasi perilaku. Faktor predisposisi dalam arti umum juga dapat
dimaksud sebagai prefelensi pribadi yang dibawa seseorang atau
kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Prefelensi ini mungkin
mendukung atau menghambat perilaku sehat. Faktor predisposisi
melingkupi sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang berhubungan
dengan motivasi individu atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan.
Selain itu status sosial-ekonomi, umur, dan jenis kelamin juga merupakan
faktor predisposisi. Demikian juga tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuan, termasuk kedalam faktor ini.
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) Faktor ini merupakan faktor
antedesendenterhadap perilaku yang memungkinkan aspirasi terlaksana.
Termasuk didalamnya adalah kemampuan dan sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan suatu perilaku. Faktor-faktor pemungkin
ini melingkupi pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya biaya, jarak,
ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan petugas).
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors) Faktor penguat merupakan faktor
yang datang sesudah perilaku dalam memberikan ganjaran atau
hukuman atas perilaku dan berperan dalam menetapkan dan atau
lenyapnya perilaku tersebut. Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat
sosial dan manfaat fisik serta ganjaran nyata atau tidak nyata yang pernah
diterima oleh pihak lain. Sumber dari faktor penguat dapat berasal
dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga, atau pimpinan. Faktor

13
penguat bisa positif dan negatif tergantung pada sikap dan perilaku
orang lain yang berkaitan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Menurut Niven (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kepatuhan adalah:
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Tingginya pendidikan
seorang perawat dapat meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan
kewajibannya, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan
pendidikan yang aktif.
2. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, dari pengalaman
dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
3. Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial. Hal ini berarti membangun
dukungan sosial dari pimpinan Rumah Sakit, kepala perawat, perawat itu
sendiri dan teman-teman sejawat.Lingkungan berpengaruh besar pada
pelaksanaan prosedur asuhan keperawatan yang telah ditetapkan.
Lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang
positif pula pada kinerja perawat, kebalikannya lingkungan negatif akan
membawa dampak buruk pada proses pemberian pelayanan asuhan
Keperawatan.
4. Perubahan Model Prosedur Program pelaksanan prosedur asuhan
keperawatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan perawat terlihat
aktif dalam mengaplikasikan prosedur tersebut. Keteraturan perawat
melakukan asuhan keperawatan sesuai standar prosedur dipengaruhi oleh
kebiasaan perawat menerapkan sesuai dengan ketentuan yang ada.
5. Meningkatkan Interaksi Profesional Kesehatan Meningkatkan interaksi
profesional kesehatan antara sesama perawat (khususnya antara kepala

14
ruangan dengan perawat pelaksana) adalah suatu hal penting untuk
memberikan umpan balik pada perawat. Suatu penjelasan tetang
prosedur tetap dan bagaimana cara menerapkannya dapat meningkatkan
kepatuhan. Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan,
maka semakin mempercepat proses penyembuhan penyakit klien.
6. Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja, dari segi
kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya
daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin
dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan patuh dalam
pemberian asuhan keperawatan (Notoatmodjo, 2010).

15
BAB III

HASIL PENELITIAN

Pada bab III ini membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari tempat

dilaksanakan penelitian, waktu penelitian, populasi dan jumlah sampel yang

diambil dalam penelitian ini, instrument penelitian, dan hasil penelitian.

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS. Sumber

Waras Grogol Jakarata Barat.

2. Waktu Penelitian

Waktu Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22-25 April 2019

3. Populasi

Populasi merupakan suatu generalisasi yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan ditarik kesimpulannya terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2009). Populasi pada

penelitian ini adalah semua Perawat ruang ICU RS. Sumber Waras Grogol

Jakarta Barat.

4. Sampel

Sampel penelitian merupakan sebagain dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi Sugiyono (2009). Sampel yang

didapatkan berjumlah 8 orang perawat ruang ICU. Kriteria inklusi yaitu

responden yang merupakan perawat RS. Sumber Waras, perawat bagian ICU,

Perawat yang bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi pada penelitian ini

adalah responden yang bukan perawat ICU RS. Sumber Waras.

16
5. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini kelompok menggunakan lembar kuesioner dan

lembar Observasi sebagai instrument penelitian. Lembar kuesioner diberikan

kepada perawat di ruangan ICU RS Sumber Waras sedangkan lembar observasi

merupakan hasil pengamatan peneliti terhadap pelaksanaan tindakan Suction

yang dilakukan oleh perawat.

6. Hasil Penelitian

Kuesioner yang diberikan untuk mengetahui pengetahuan perawat dalam

tindakan Suction, terdiri dari 15 pertanyaan dengan 4 alternatif jawaban disetiap

pertanyaan. Jika jawaban benar diberikan nilai 1 sebaliknya jika jawaban salah

diberikan nilai 0. Pengkategorian pengetahuan baik dan pengetahuan kurang

menggunakan rumus cut of point : Nilai tertinggi x 50%, jadi jumlah pertanyaan

15 dikalikan skor tertinggi 1 yaitu 15. Setelah itu, 15 dikalikan dengan cut of

point 50% dan didapat hasil 8. Hasil tersebut dikategorikan menjadi ≥ 8

pengetahuan baik dan ≤ 8 pengetahuan kurang.

Lembar Observasi yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan tindakan

Suction sesuai dengan SPO yang terdiri dari persiapaan alat (6 item), persiapan

pasien (1 item), persiapan lingkungan (1 item), pelaksanaan (18 item),dan

pendokumentasian (1 item). Pengkategorian Dilakukan dan Tidak dilakukan

menggunakan rumus cut of point rumus yang digunakan yaitu (Nilai tertinggi x

50%) , jadi jumlah item 22 dikalikan skor tertinggi 1 yaitu 22. Setelah itu, 22

dikalikan dengan cut of point 50% dan didapat hasil 11. Hasil tersebut

dikategorikan menjadi ≥ 11 Dilakukan dan ≤ 11 Tidak dilakukan.

17
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat terhadap tindakan Suction

Karakteristik Frekuensi n Persentase (%)


Pengetahuan
Baik 7 87.5%
Kurang 1 12.5%
Total 8 100%
Sumber:Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas, diketahui distribusi frekuensi pengetahuan


perawat terhadap tindakan Suction yang paling banyak dengan pengetahuan baik
yaitu 7 responden (87.5%), dan perawat dengan pengetahuan kurang hanya 1
responden (12.5%). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pengetahuan perawat
diruangan ICU terhadap tindakan Suction masuk dalam kategori pengetahuan baik
berdasarkan hasil yang didapat yaitu dengan presentase 87.5% perawat dengan
pengetahuan baik dalam tindakan Suction.

Distribusi Frekuensi Hasil Observasi perawat dalam melakukan tindakan Suction


sesuai SPO.

Karakteristik Frekuensi (n = 8) Persentase


Persiapan Alat
Dilakukan 7 87.5%
Tidak Dilakukan 1 12.5%

Persiapan Klien
Dilakukan 6 75%
Tidak Dilakukan 2 25%

Persiapan
Lingkungan
Dilakukan 7 87.5%
Tidak Dilakukan 1 12.5%

Pelaksanaan
Dilakukan 3 37.5%
Tidak Dilakukan 5 62.5%

Pendokumentasian
Dilakukan 2 25%
Tidak Dilakukan 6 75%
Sumber:Data Primer 2019

Sesuai dengan hasil observasi dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa dalam
pelaksanaan tindakan Suction yang terdiri dari persiapan alat, persiapan klien,

18
persiapan lingkungan, pelaksanaan, dan pendokumentasian. Untuk persiapan alat
didapati dari 8 responden yang melakukan persiapan alat sesuai dengan SPO adalah
7 responden (87.5%) dan yang tidak melakukan persiapan alat sesuai SPO sebanyak
1 responden (12.5%),untuk persiapan klien jumlah responden yang melakukan
sesuai SPO sebanyak 6 responden (75%) dan yang tidak melakukan sesuai SPO
yaitu 2 responden (25%), selain itu untuk persiapan lingkungan jumlah responden
yang melakukan persiapan lingkungan sesuai dengan SPO adalah 7 responden
(87.5%) dan yang tidak melakukan sesuai SPO hanya 1 responden (12.5%).
Sedangkan untuk pelaksanaan tindakan yang melakukan sesuai SPO hanya 3
responden (37.5%) dan yang tidak melakukan sesuai SPO sebanyak 5 responden
(62.5%), dan yang terakhir untuk pendokumentasian, yang melakukan sesuai SPO
sebanyak 2 responden (25%), dan yang tidak melakukan sesuai SPO sebanyak 6
responden (75%). Oleh karena itu dari data yang ada dapat disimpulkan bahwa
ketidaksesuaian tindakan yang dilakukan dengan Standar Prosedur Operasional
dalam tindakan Suction lebih banyak pada proses pelaksanaan dan
pendokumentasian.

19
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Pengetahuan
Hasil penelitian ini, menunjukan bahwa perawat yang ada di Ruang
ICU RS Sumber Waras berpengetahuan baik (87,5%) dalam melakukan
suction. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Paryanti
(2017) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, yang mengatakan
bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang suction sebagian besar dalam
kategori baik (68,2%) dan sedikit pada kategori kurang (4,5%). Adapula
penelitian lain yang dilakukan oleh Maras (2016) yang dilakukan di Rumah
Sakit Turki, mengatakan bahwa ada 59,7% perawat yang berpengetahuan
baik, sehingga hal ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan sebagian
besar perawat dalam melakukan suction termasuk dalam kategori baik.
Pengetahuan adalah hasil dari pembelajaran dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan pada objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Wawan & Dewi, 2010). Pengetahuan perawat yyang memadai
belumlah cukup untuk mengatasi masalah yang dialami oleh pasien dengan
ventilator bila tidak diikuti dengan perilaku positif dari perawat yang
bekerja di ruangan, sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan objek sesuatu (Nurmiati dkk, 2013). Perilaku
yang didasari oleh pengetahuan lebih baik daripada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan (Notoatmojo, 2010).
Pengetahuan tentang SPO sangat penting untuk mendukung upaya
keselamatan pasien (patient safety) yang menjadi standar bagi rumah sakit
dimana kriteria standar peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien meliputi : terdapat tim antar displin untuk mengelola
Keselamatan Pasien; tersedia kegiatan atau program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden;
tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari

20
fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam
Keselamatan Pasien ; tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap Insiden,
termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko,
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis ;
tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
Insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang analisis
akar masalah Kejadian Nyaris Cedera (KNC), KTD (Kejadian tidak
diharapkan), dan kejadian sentinel pada saat Keselamatan Pasien mulai
dilaksanakan ; tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian sentinel terdapat
kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan
pendekatan antar disiplin tersedia sumber daya dan sistem informasi yang
dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan
dan perbaikan Keselamatan Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut; dan tersedia sasaran terukur, dan
pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektivitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya (Kemenkes RI,
2017).

2. Perilaku
Dalam penelitian ini hasil yang didapatkan bahwa perilaku perawat
dalam melakukan suction sebagian besar masih kurang. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang oleh Mwakanyanga dkk (2017) yang dilakukan di
Tanzania, dimana terdapat 57,3% perawat tidak melakukan suction sesuai
dengan SPO yang ada. Pengetahuan perawat yang memadai belumlah cukup
untuk mengatasi masalah yang dialami oleh pasien dengan ventilator bila
tidak diikuti dengan perilaku yang postif dari perawat yang bekerja di
ruangan.
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas seseorang, baik yang
diamati secara langsung (Notoatmojo, 2010). Kurangnya kepatuhan

21
perawat dalam mencegah terjadinya komplikasi pada pasien yang terpasang
ventilator disebabkan oleh perilaku perawat yang belum sesuai dengan
standar perawat yang seharusnya, masalah yang akan timbul terhadap
pasien tersebut, seperti melakukan suction yang seharusnya harus
memperhatikan teknik steril tapi masih banyak yang mengabaikannya,
sebelum pasien dilakukan suction seharusnya diberikan O2 konsentrasi
tinggi, penggunaan kateter suction sebaiknya sekali pakai, masih kurangnya
sifat peduli terhadap masalah yang dialami pasien. Pasien yang banyak
mengeluarkan sekret harus segera dilakukan tindakan suction, untuk
mencegah timbul masalah pada pasien tersebut, suction yang dilakukan
tidak tepat atau tidak sesuai dengan SPO yang telah ada bisa berakibat fatal
bagi pasien yang mengalami sumbatan jalan napas, akibat sekret yang
banyak mengakibatkan suplay oksigen terganggu keseluruh tubuh
(Nurmiati dkk, 2013).
Selain itu dari hasil observasi untuk pelaksanaan suction didapatkan
bahwa dari aspek persiapan alat sebagian besar perawat persiapannya baik
(87,5%), dari aspek persiapan pasien dan persiapan lingkungan sebagian
besar telah sesuai prosedur, dari aspek pelaksanaan tindakan suction
sebagian besar tidak sesuai prosedur (62,5%), dan dari aspek
pendokentasian sebagian besar tidak sesuai prosedur (75%).
Untuk mendukung terwujudnya perilaku yang baik maka harus
didukung oleh kondisi yang memungkinkan yaitu: 1.Perilaku tertutup
(covert behavior), terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih
belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang
masih terbatas dalam bentuk perasaan, perhatian, persepsi, pengetahuan,
dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Perilaku tertutup (covert
behavior) ini dapat diukur dari pengetahuan dan sikap seseorang. 2. Perilaku
terbuka (overt behavior), terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut
sudah berupa tindakan atau praktik yang dapat diamati oleh orang lain dari
luar (Notoatmojo, 2010).

22
3. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini, kelompok mengalami kesulitan dalam mengatur
waktu penelitian dikarenakan prosesnya yang singkat, kemudian dalam hal
kepatuhan, peneliti hanya membahas dua faktor saja yang berkaitan dengan
pelaksaan suction yang meliputi pengetahuan dan perilaku, kemudian dalam
membagi lembar kuesioner mengalami kesulitan karena kesibukan yang ada
diruangan sehingga tidak bisa didistribusikan ke semua perawat.

23
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari data hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa pengetahuan
perawat tentang tindakan Suction masuk dalam kategori baik sedangkan
dalam tindakan Suction yang dilakukan perawat untuk pelaksanaan dan
pendokumentasian masih belum sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional. Hal ini dapat dilihat dari hasil data yang di dapatkan.
1. Diketahui bahwa perilaku perawat dalam melaksanakan tindakan
Suction yang tidak sejalan dengan pengetahuan yang dimiliki. Melalui
hasil penelitian yang didapatkan ternyata perawat atau responden
memiliki pengetahuan yang baik tentang Suction namun dalam
pelaksanaan tindakannya sendiri belum sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional di Rumah Sakit.
2. Dari hasil penelitian terlihat bahwa perawat dalam melakukan persiapan
alat dalam melaksanakan tindakan suction endotracheal sudah 87.5%
sesuai dengan Standar Prosedur Operasional, namun sayangnya dengan
tingkat pengetahuan yang sudah baik tentang Suction masih ada 12.5%
belum sesuai dengan Standar Prosedur Operasional.
3. Data hasil penelitian menunjakan gambaran perawat dalam melakukan
persiapan lingkungan yaitu seperti menjaga privacy klien dengan
memasang sampiran mendapat hasil presentase 87.5%.
4. Hasil penelitian menunjukan gambaran perawat dalam pelaksanaan
tindakan Suction dengan angka presentase tidak melakukan sesuai
Standar Prsedur Operasional yang lebih tinggi yaitu 62.5%. dimana
dilihat dari salah satu langkah yang paling banyak tidak dilakukan yaitu
mencuci tangan sebelum melakukan tindakan, kemudian penggunaan
sarung tangan steril yang tidak pernah dilakukan selama tindakan
Suction, dan tidak menyediakan handuk untuk alas dada selama
tindakan Suction.
5. Untuk gambaran perawat dalam pendokumentasian pelaksanaan
tindakan Suction didapati data 75% dilakukan tidak sesuai Standar

24
Prosedur Operasional. Dalam pendokumentasian sebenarnya tidak
hanya ditulis dilakukan Suction, namun harus dilengkapi dengan
karakteristik secret atau lendir yang keluar seperti konsistensi, warna ,
dan jumlah.

B. Saran
- Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini kiranya dapat dijadikan bekal bagi peneliti selanjutnya untuk

pengembangan penelitian yaitu tentang pelaksanaan tindak Suction khususnya

di ruangan ICU, sehingga lebih lagi menggali faktor – faktor selain dari

pengetahuan dan sikap yang mempengaruhi kepatuhan terhadap pelaksanaan

tindakan Suction sesuai dengan Standar Prosedur Operasional, faktor-faktor lain

yang mungkin bisa digali yaitu motivasi dan beban kerja. Kemudian harapan

dari kelompok agar waktu penelitian kedepan lebih diperpanjang guna

mendapatkan hasil yang lebih maksimal, selain itu untuk pengembangan

pengetahuan dan untuk hasil yang lebih baik disarankan bagi peneliti

selanjutnya untuk mencari sampel dalam penelitian lebih banyak sehingga bisa

mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat.

- Pengembangan praktik keperawatan

Bagi perawat diharapkan melalui penelitian ini, mampu meningkatkan

kinerja yang ada khususnya dalam pelaksanaan tindakan Suction. Semoga

dengan hasil penelitian yang ada bukan mematahkan semangat namun lebih

membangun kearah positif dan lebih memotivasi agar bisa terciptanya

pelayanan yang berkualitas terhadap pasien yang sesuai dengan Standar

Prosedur Operasional.

25
Lampiran

Tabel Hasil Kuisionare Pengetahuan Perawat tentang tindakan Suction

Kode P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 jlh nilai


01 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 9
02 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 9
03 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 9
04 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 9
05 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 6
06 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 12
07 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 10
08 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 9

Tabel Hasil observasi persiapan alat

Kode 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 0 1 1
3 0 0 0 0 1 0 0 0
4 0 0 0 0 1 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0
Jml 2 2 2 2 4 1 2 2

Tabel Hasil Observasi persiapan klien


Kode 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1 1 0 0 1 1 1 1

Tabel Hasil Observasi Persiapan lingkungan


Kode 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1 1 0 1 1 1 1 1

26
Tabel Hasil Observasi pelaksanaan Suction

Kode 1 2 3 4 5 6 7 8
1 0 0 0 0 0 0 1 0
2 0 0 0 1 0 1 0 0
3 1 1 1 1 1 1 1 0
4 1 1 1 1 0 0 0 0
5 0 0 1 1 1 1 1 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 1 1 1 1 1 1 1
8 1 0 1 1 1 1 1 1
9 1 0 1 1 1 0 1 1
10 0 0 0 0 0 0 1 0
11 0 0 0 1 0 0 1 0
12 0 1 1 1 1 0 1 0
13 1 1 1 0 1 1 1 0
14 0 0 1 0 0 1 1 1
15 1 1 0 0 0 0 0 1
16 0 0 1 0 0 0 1 0
17 0 1 1 1 0 1 1 0
18 1 0 1 1 1 1 1 1
Jml 7 7 12 11 8 6 14 6

Tabel Hasil Observasi Pendokumentasian


Kode 1 2 3 4 5 6 7 8
1 0 0 0 1 0 0 0 1

27
DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, C. R., & Brown, G. S. (2015). Head Trauma. Dipetik Oktober 06, 2017,
dari http://emedicine.medscape.com:
http://emedicine.medscape.com/article/433855-overview#showall
Bajamal, A. H., Rahatta, N. M., Parenrengi, A., Turchan, A., Hamzah,Wahyuhadi,
J., et al. (2014). Pedoman Tatalaksana Cedera Otak; Edisi Kedua. Surabaya:
Surabaya Neuroscince Institut.
Frieden, T. R., Houry, D., & Baldwin, G. (2015). Report to Congress Traumatic
Brain Injury In the United States: Epidemiology and Rehabilitation. Atlanta:
Centers for Disease Control and Prevention.
Galbiati, G., & Paola, C. (2015). Effects of Open and Closed Endotracheal
Suctioning on Intracranial Pressure and Cerebral Perfusion Pressure in Adult
Patients With Severe Brain Injury: A Literature Review. Journal of
Neuroscience Nursing , 47(4):239–246. DOI:
10.1097/JNN.0000000000000146.
Gemma, M., Tommasino, C., Cerri, M., Giannotti, A., Piazzi, B., & Borghi, T.
(2002). Intracranial Effects of Endotracheal Suctioning in the Acute Phase
of Head Injury. Journal of Neurosurgical Anesthesiology , Vol. 14, No. 1,
pp. 50–54.DOI: 10.1097/00008506-200201000-00010.
Haddad, S. H., & Arabi, Y. M. (2012). Critical care management of severe
traumatic brain injury in adults. Scandinavian Journal of Trauma,
Resuscitation and Emergency Medicine ,
20:12.https://doi.org/10.1186/1757-7241-20-12.
Kayana, I. B., Maliawan, S., & Kawiyana, I. K. (2017). Teknik Pemantauan
Tekanan Intra Kranial. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Kemenkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomer
1691/MENKES/PER/VII/2011 Tentang Sasaran Keselamatan Pasien
Rumah Sakit. Jakarta.
Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Reputblik Indonesia Nomor
11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien. Jakarta.
Kozier, B. (2012). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and Practice.
United States: Pearson Education. Notoatmodjo, S. (2010). Promosi
Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurmiati, Karim, D., & Jumaini. (2013). Hubungan antara pengetahuan perawat
tentang perawatan pasien dengan ventilator dan sikap perawat terhadap
tindakan suction di ICU RSUD Arifin Achmad. Riau: Universitas Riau.
Paryanti, S., Haryati, W., & Hartati. (2007). Hubungan tingkat pengetahuan
perawat dengan keterampilan melaksanakan prosedur tetap isap
lendir/suction di ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

28
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing) ,
Volume 2, No.1, Maret 2007.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2017). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah
(Brunner & Suddarth) Edisi 12. Jakarta: EGC.
Timby, B. K. (2016). Fundamental Nursing Skills and Concepts, 11th Edition. US:
Wolters Kluwer.

Wawan, A., & Dewi, M. (2010). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

29

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Melitus
    Diabetes Melitus
    Dokumen3 halaman
    Diabetes Melitus
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Suction 1
    Suction 1
    Dokumen13 halaman
    Suction 1
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pendaftaran Ners
    Lembar Pendaftaran Ners
    Dokumen1 halaman
    Lembar Pendaftaran Ners
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Sucction PDF
    Sucction PDF
    Dokumen119 halaman
    Sucction PDF
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Askep Kelompok Print
    Askep Kelompok Print
    Dokumen85 halaman
    Askep Kelompok Print
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • 1.1.1 Sop Pendaftaran Rawat Jalan Regis
    1.1.1 Sop Pendaftaran Rawat Jalan Regis
    Dokumen39 halaman
    1.1.1 Sop Pendaftaran Rawat Jalan Regis
    Indah Shofiyah
    Belum ada peringkat
  • Suction 1
    Suction 1
    Dokumen13 halaman
    Suction 1
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Teori Motivasi
    Teori Motivasi
    Dokumen3 halaman
    Teori Motivasi
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Nyeri
    Nyeri
    Dokumen2 halaman
    Nyeri
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Pengetahuan
    Kuesioner Pengetahuan
    Dokumen2 halaman
    Kuesioner Pengetahuan
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Asam Basa
    Asam Basa
    Dokumen23 halaman
    Asam Basa
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Metode Dan Media
    Metode Dan Media
    Dokumen11 halaman
    Metode Dan Media
    galihsatriow
    Belum ada peringkat
  • Askep Kasus
    Askep Kasus
    Dokumen66 halaman
    Askep Kasus
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Askep Kasus
    Askep Kasus
    Dokumen66 halaman
    Askep Kasus
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Pathway CKD
    Pathway CKD
    Dokumen2 halaman
    Pathway CKD
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Dokumen28 halaman
    Laporan Pendahuluan
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Dokumen28 halaman
    Laporan Pendahuluan
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Askep CKD
    Askep CKD
    Dokumen15 halaman
    Askep CKD
    mandamufa
    33% (3)
  • Hipertensi
    Hipertensi
    Dokumen1 halaman
    Hipertensi
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Bab I Keseimbangan Asam Dan Basa
    Bab I Keseimbangan Asam Dan Basa
    Dokumen24 halaman
    Bab I Keseimbangan Asam Dan Basa
    Deby Rizkika Putri
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Melitus
    Diabetes Melitus
    Dokumen3 halaman
    Diabetes Melitus
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Bagian Sel Hewan Yang Tidak Ditemukan Pada Sel Tumbuhan
    Bagian Sel Hewan Yang Tidak Ditemukan Pada Sel Tumbuhan
    Dokumen3 halaman
    Bagian Sel Hewan Yang Tidak Ditemukan Pada Sel Tumbuhan
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Mata Risma Fix
    Jurnal Mata Risma Fix
    Dokumen11 halaman
    Jurnal Mata Risma Fix
    Nurfarahin Mustafa
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Melitus
    Diabetes Melitus
    Dokumen3 halaman
    Diabetes Melitus
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Melitus
    Diabetes Melitus
    Dokumen3 halaman
    Diabetes Melitus
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat
  • Ikhaa
    Ikhaa
    Dokumen5 halaman
    Ikhaa
    Anonymous NhoVQxEEc9
    Belum ada peringkat