Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau
cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak
secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau
total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C.
Suzanne, 2002).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006).
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis ybfokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif
Mansjoer, 2000).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di
satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi
atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan
serius atau nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan
gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses
patologis pada pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit

1
vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran
darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otak menurun yang
menyebabkan terjadinya infark.
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke
otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik
(primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes).
2. Etiologi
1) Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah,
menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh
pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi
pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
setelah trombosis.
2) Embolisme Cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain) mh7rupakan penyumbatan pembuluh
darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli

2
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik.
3) Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.
3. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinis dengan cara:
1) Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
3) Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
4) Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1) Keadaan pembuluh darah.
2) Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran
darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak
menjadi menurun.
3) Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak.
Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk
mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.
4) Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering /

3
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal
dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis
diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
Pathway

4
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1) Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia.

2) Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
3) Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual,
spesial dan kehilangan sensori.
4) Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5) Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang
berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena:
1) Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh
sebelah.
2) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan.
3) Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat
berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh
Perilaku lambat dan hati-hati Penilaian buruk

5
Kelainan lapan pandang kanan Mempunyai kerentanan terhadap
Disfagia global sisi kontralateral sehingga
Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi yang
Mudah frustasi berlawanan tersebut

5. Pemeriksaan Penunjang
1) Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6) Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.

6
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
6. Pengobatan
1) Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
2) Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
7. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

7
2) Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3) Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4) Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal
8. Pencegahan
Risiko stroke non hemoragik dapat diturunkan dengan melakukan
beberapa langkah seperti berikut ini
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, pemeriksaan tekanan
darah dan kadar kolesterol dapat mendeteksi dini risiko stroke.
2) Olahraga secara teratur, ketika kita bergerak aktif, risiko penyakit seperti
diabetes, obesitas, kolesterol tinggi, dan kondisi lain terkait stroke juga
menjadi lebih rendah.
3) Menerapkan diet sehat jantung, perbanyak makanan seperti sayuran, buah-
buahan, biji-bijian, lemak sehat, dan protein tanpa lemak.
4) Menjaga berat tubuh ideal.
5) Hindari atau berhenti merokok.
6) Ketahui riwayat kesehatan dalam keluarga.
7) Tidur cukup dan kelola stres.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

8
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian psikososiospiritual

9
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.

1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan

10
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).

3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.

4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.

6) B6 (Bone)

11
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh
karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

7) Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

12
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

10) Fungsi Intelektual


Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.

11) Kemampuan Bahasa


Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

13
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.

1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

14
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
ng berlawanan dari otak.

1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu


sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektifb.d O2 otak menurun


2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan
sentral bicara
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
N
Keperawata Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
o
n
Perfusi Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)
jaringan Gangguan perfusi 1. Peningkatan tekanan
1
cerebral jaringan dapat 1. Pantau TTV tiap jam darah sistemik yang
tidak tercapai secara dan catat hasilnya diikuti dengan

15
efektifb.d O2 optimal penurunan tekanan
otak darah diastolik
menurun Kriteria hasil : merupakan tanda
 Mampu peningkatan TIK.
mempertahan 2. Kaji respon motorik Napas tidak teratur
kan tingkat terhadap perintah menunjukkan adanya
kesadaran sederhana peningkatan TIK
 Fungsi 3. Pantau status 2. Mampu mengetahui
sensori dan neurologis secara tingkat respon motorik
motorik teratur pasien
membaik 4. Dorong latihan kaki 3. Mencegah/menurunka
aktif/ pasif n atelektasis
5. Kolaborasi pemberian 4. Menurunkan statis
obat sesuai indikasi vena
5. Menurunkan resiko
terjadinya komplikasi
2 Ketidakseimb Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
angan nutrisi: 1. Status gizi 1. Pengelolaan
kurang dari 2. Asupan gangguan makanan
kebutuhan makanan 2. Pengelulaan nutrisi
tubuh b.d 3. Cairan dan 3. Bantuan
ketidakmamp zat gizi menaikkan BB
uan untuk Kritria evaluasi: Aktivitas keperawatan : 1. Motivasi klien
mengabsorpsi 1. Menjelask 1. Tentukan motivasi klien mempengaruhi
nutrient an untuk mengubah dalam perubahan
komponen kebiasaan makan nutrisi
kedekatan 2. Ketahui makanan
diet kesukaan klien 2. Makanan kesukaan
2. Nilai 3. Rujuk kedokter untuk klien untuk
laboratoriu menentukan penyebab mempermudah
m perubahan nutrisi pemberian nutrisi

16
(mis,trnsferin, 3. Merujuk kedokter
albumin,da untuk mengetahui
n eletrolit) perubahan klien
3. Melaporkan 4. Bantu makan sesuai serta untuk proses
keadekuat dengan kebutuhan penyembuhan
an tingkat klien 4. Membantu makan
giji untuk mengetahui
4. Nilai 5. Ciptakan lingkungan perubahan nutrisi
laboratorium yang menyenangkan serta untuk
(mis:trasferin, untuk makan pengkajian
albomen dan 5. Menciptakan
eletrolit lingkungan untuk
5. Toleransi kenyamananistiraha
terhadap t klien serta utk
gizi yang ketenangan dalam
dianjurkan ruangan/kamar.
.

3 Hambatan Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :


mobilitas Klien diminta
 Terapi aktivitas, ambulasi
fisik b.d menunjukkan
 Terapi aktivitas, mobilitas
penurunan tingkat mobilitas,
sendi.
kekuatan otot ditandai dengan
 Perubahan posisi
indikator berikut
(sebutkan nilainya
Aktivitas Keperawatan :
1. Mengajarkan klien
1 - 5 :
tentang dan pantau
ketergantungan 1. Ajarkan klien tentang
penggunaan alat bantu
(tidak dan pantau penggunaan
mobilitas klien lebih
berpartisipasi) alat
mudah.
membutuhkan
2. Membantu klien dalam
bantuan orang lain

17
atau alat bantu mobilitas. proses perpindahan akan
membutuhkan 2. Ajarkan dan bantu klien membantu klien latihan
bantuan orang dalam proses dengan cara tersebut.
lain, mandiri perpindahan. 3. Pemberian penguatan
dengan 3. Berikan penguatan positif selama aktivitas
pertolongan alat positif selama akan mem-bantu klien
bantu atau mandiri beraktivitas. semangat dalam latihan.
penuh). 4. Mempercepat klien
Kriteria 4. Dukung teknik latihan dalam mobilisasi dan
Evaluasi : ROM mengkendorkan otot-otot
5. Mengetahui
1. Menunjukkan
5. Kolaborasi dengan tim perkembngan mobilisasi
penggunaan alat
medis tentang mobilitas klien sesudah latihan
bantu secara
klien ROM
benar dengan
pengawasan.
2. Meminta
bantuan untuk
beraktivitas
mobilisasi jika
diperlukan.
3. Menyangga
BAB
4. Menggunakan
kursi roda
secara efektif.

4 Risiko Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien 1. Kulit bisa lembap


kerusakan Tissue Integrity : untuk dan mungkin
integritas kulit Skin and Mucous menggunakan merasa tidak dapat
b.d factor risiko Membranes pakaian yang beristirahat atau

18
: lembap Kriteria Hasil : longgar perlu untuk
 Integritas 2) Hindari kerutan bergerak
kulit yang pada tempat tidur 2. Menurunkan
baik bisa 3) Jaga kebersihan terjadinya risiko
dipertahan kulit agar tetap infeksi pada bagian
kan bersih dan kering kulit
(sensasi, 4) Mobilisasi pasien 3. Cara pertama untuk
elastisitas, (ubah posisi pasien) mencegah
temperatur setiap dua jam terjadinya infeksi
, hidrasi, sekali 4. Mencegah
pigmentasi 5) Monitor kulit akan terjadinya
) adanya kemerahan komplikasi
 Tidak ada 6) Oleskan lotion atau selanjutnya
luka/lesi minyak/baby oil 5. Mengetahui
pada kulit pada derah yang perkembangan
 Menunjuk tertekan terhadap terjadinya
kan 7) Kolaborasi infeksi kulit
pemahama pemberian 6. Menurunkan
n dalam antibiotic sesuai pemajanan terhadap
proses indikasi kuman infeksi pada
perbaikan kulit
kulit dan 7. Menurunkan risiko
mencegah terjadinya infeksi
terjadinya
sedera
berulang
 Mampu
melindung
i kulit dan
memperta

19
hankan
kelembaba
n kulit dan
perawatan
alami
5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :
komunikasi 1. Lakukan 1. Mencek
Komunikasi dapat
verbal b.d. komunikasi dengan komunikasi klien
berjalan dengan
kerusakan wajar, bahasa jelas, apakah benar-benar
baik
neuromuscul sederhana dan bila tidak bisa
ar, kerusakan perlu diulang melakukan
Kriteria hasil :
sentral bicara 2. Dengarkan dengan komunikasi
a. Klien dapat tekun jika pasien 2. Mengetahui
mengekspresika mulai berbicara bagaimana
n perasaan kemampuan
3. Berdiri di dalam komunikasi klien
b. Memahami
lapang pandang tsb
maksud dan
pasien pada saat 3. Mengetahui derajat
pembicaraan
bicara /tingkatan
orang lain
4. Latih otot bicara kemampuan
secara optimal berkomunikasi
c. Pembicaraan
5. Libatkan keluarga klien
pasien dapat
dalam melatih 4. Menurunkan
dipahami
komunikasi verbal terjadinya
pada pasien komplikasi lanjutan
6. Kolaborasi dengan 5. Keluarga
ahli terapi wicara mengetahui &
mampu
mendemonstrasikan
cara melatih
komunikasi

20
verbalpd klien
tanpa bantuan
perawat
6. Mengetahui
perkembangan
komunikasi verbal
klien

21
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2


Penerbit Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan keperawatan:


pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Jakarta

https://doktersehat.com/stroke-non-hemoragik/. Diakses pada tanggal 25-03-2019,


pukul 19.35

https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIEN_D
ENGAN_STROKE_NON_HEMORAGIK_SNH. Diakses pada tanggal
25-03-2019, pukul 19.36

https://www.academia.edu/17079805/LP_STROKE_NON_HEMORAGIK.
Diakses pada tanggal 25-03-2019, pukul 19.37

https://www.honestdocs.id/stroke-non-hemoragik. Diakses pada tanggal 25-03-


2019, pukul 19.40

22

Anda mungkin juga menyukai