Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau
cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak
secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau
total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik
(primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C.
Suzanne, 2002).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di
satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi
atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan
serius atau nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan
gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis
pada pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar
seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral
sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otak menurun yang menyebabkan
terjadinya infark.
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke
otak dan tempat lain di tubuh.

1
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif
Mansjoer, 2000).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
2. Etiologi
1) Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah,
menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh
pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi
pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
setelah trombosis.
2) Embolisme Cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh

2
darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik.
3) Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.
3. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinis dengan cara:
1) Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
3) Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
4) Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1) Keadaan pembuluh darah.
2) Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran
darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak
menjadi menurun.
3) Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak.
Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk
mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.
4) Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum

3
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering /
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal
dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis
diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1) Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia.

2) Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
3) Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual,
spesial dan kehilangan sensori.
4) Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5) Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang
berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena:

4
1) Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh
sebelah.
2) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan.
3) Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat
berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh
Perilaku lambat dan hati-hati Penilaian buruk
Kelainan lapan pandang kanan Mempunyai kerentanan terhadap
Disfagia global sisi kontralateral sehingga
Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi yang
Mudah frustasi berlawanan tersebut

5. Pemeriksaan Penunjang
1) Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

5
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6) Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
6. Pengobatan
1) Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
2) Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.

6
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
7. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2) Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3) Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4) Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal
8. Pencegahan
Risiko stroke non hemoragik dapat diturunkan dengan melakukan
beberapa langkah seperti berikut ini
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, pemeriksaan tekanan
darah dan kadar kolesterol dapat mendeteksi dini risiko stroke.
2) Olahraga secara teratur, ketika kita bergerak aktif, risiko penyakit seperti
diabetes, obesitas, kolesterol tinggi, dan kondisi lain terkait stroke juga
menjadi lebih rendah.
3) Menerapkan diet sehat jantung, perbanyak makanan seperti sayuran, buah-
buahan, biji-bijian, lemak sehat, dan protein tanpa lemak.
4) Menjaga berat tubuh ideal.
5) Hindari atau berhenti merokok.
6) Ketahui riwayat kesehatan dalam keluarga.
7) Tidur cukup dan kelola stres.

7
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat

8
kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.

1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering

9
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran
koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).

3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.

4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.

10
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai
muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.

6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh
karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

7) Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk

11
disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

8) Pengkajian Fungsi Serebral


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

10) Fungsi Intelektual


Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.

11) Kemampuan Bahasa


Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi
yang memengaruhi fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien

12
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.

1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

13
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
yang berlawanan dari otak.

1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu


sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1) Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Kategori : fisiologis
Subkategori : Aktivitas istirahat
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mendiri
2) Defisik perawatan diri (spesifikkan) (D.0109)
Kategori : perilaku
Subkategori : Kebersihan diri
Definisi : tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas
perawatan diri.

14
3) Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119)
Kategori : Relasional
Subkategori : Interaksi social
Definisi : Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk
menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem
simbol.
4) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial (0066)
Kategori : fisiologis
Subkategori : neurosensori
Definisi : gangguan mekanisme dinamika intrakranial dalam melakukan kompensasi
terhadap stimulus yang dapat menurunkan kapasitas intrakranial.
5) Gangguan persepsi sensori (D.0085)
Kategori : psikologis
Subkategori : integritas ego
Definisi : perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun
eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau
terdistorsi
3. Intervensi
1) Gangguan mobilitas fisik
Intervensi utama : dukungan ambulasi
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melaukukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
melakukan ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan alat bantu (mis. Tongkat,
kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

15
- Lebatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
- Jeleskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus di lakukan (mis,
berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur kekamar mandi, berjalan sesuai toleransi).
2) Defisik perawatan diri
Intervensi utama : dukungan perawatan diri
Observasi:
- Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
- Monitor tingkat kemandirian
- Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian,
berhias, dan makan
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang terapeutik ( mis. Suasana
hangat,rileks, privasi ).
- Siapkan keperluan pribadi ( mis. Parfum, sikat gigi, dan sabun
mandi )
- Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
- Fasilitas untuk menerima keadaan ketergantungan
- Fasilitas kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
- Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan
3) Gangguan Komunikasi Verbal
Intervensi utama : promosi komunikasi : defisit pendengaran

16
Observasi
- Periksa kemapuan pendengaran
- Monitor akumulasi serumen berlebihan
- Identifikasi metode komunikasi yang disukai pasien ( mis.
Lisan, tulisan, gerakan bibir, bahasa isarat )
Terapeutik
- Gunakan bahasa sederhana
- Gunakan bahasa isyrarat, jika perlu
- Verifikasi apa yang dikatakan atau dituliskan pasien
- Fasilitasi pengguanaan alat bantu dengar
- Berhadapan dengan pasien secara langsung selama
berkomunikasi
- Pertahankan kontak mata selama berkomunikasi
- Hindari merokok, mengunyah makanan atau permen karet dan
menutup mulut saat berbicara
- Hindari kebisingan saat berkomunikasi
- Hindari berkomunikasi lebih dari 1 meter dari pasien
- Lakukan irigasi telinga, jika perlu
- Pertahankan kebersihan telinga
Edukasi
- Anjurkan menyampaikan pasien dengan isyarat
- Ajarkan cara membersihkan serum dengan tepat
4) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
Intervensi utama : manajemen peningkatan tekanan intrakranial
Observasi
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan
metobolisme, edema srebral )
- Monitor tanda/gejala peningkatan TIK ( mis. Tekanan darah
meningkat, tekanan nadi melebar, takikardia, pola nafas
ireguler, kesadaran menurun )
- Monitor MAP

17
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posis semi fwoler
- Hindari manofer falsafa
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konfulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian deuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja jika perlu.
5) Gangguan persepsi sensori
Intervensi utama : manejemen halusinasi
Observasi
- Monitor perilaku yang mengidentifikasi halusinasi
- Monitor dan sesuaikan tingkat aktifitas
- Monitor isi halusinasi ( mis. Kekerasan atau membahayakan
diri )
Terapeutik
- Pertahankan lingkungan yang aman
- Lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapa mengontrol
perilaku ( mis. Limit seting, pembatasan wilayah, pengekangan
fisik, seklusi )
- Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi
- Hindari perbedaan tentang faliditas halusinasi
Edukasi
- Anjurkan memonitor sendiri sitimulasi terjadi halusinasi
- Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi
dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
- Anjurkan melakukan dikstraksi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi

18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2


Penerbit Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan keperawatan:


pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PNII, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Edisi 01, cetakan II. Jakarta 12610

Tim Pokja SDKI DPP PNII, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Edisi 0, cetakan II. Jakarta selatan 12610

Tim Pokja SDKI DPP PNII, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi
01, cetakan II. Jakarta selatan 12610

https://doktersehat.com/stroke-non-hemoragik/. Diakses pada tanggal 25-03-2019,


pukul 19.35

https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIEN_D
ENGAN_STROKE_NON_HEMORAGIK_SNH. Diakses pada tanggal
25-03-2019, pukul 19.36

19
https://www.academia.edu/17079805/LP_STROKE_NON_HEMORAGIK.
Diakses pada tanggal 25-03-2019, pukul 19.37

https://www.honestdocs.id/stroke-non-hemoragik. Diakses pada tanggal 25-03-


2019, pukul 19.40

20

Anda mungkin juga menyukai