Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006:3), Pola
penularan HIV pada pasangan seksual berubah pada saat ditemukan kasus
seorang ibu yang sedang hamil diketahui telah terinfeksi HIV. Bayi yang
dilahirkan ternyata juga positif terinfeksi HIV. Ini menjadi awal dari
penambahan pola penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi yang dikandungnya.
Hal serupa digambarkan dari hasil survey pada tahun 2000 dikalangan ibu
hamil di Provinsi Riau dan Papua yang memperoleh angka kejadian infeksi
HIV 0,35% dan 0,25%. Sedangkan hasil tes suka rela pada ibu hamil di DKI
Jakarta ditemukan infeksi HIV sebesar 2,86%. Berbagai data tersebut
membuktikan bahwa epidemi AIDS telah masuk kedalam keluarga yang
selama ini dianggap tidak mungkn tertular infeksi.
Pada tahun 2015, di perkirakan akan terjadi penularan pada 38.500 anak
yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV. Sampai tahun 2006, diprediksi
4.360 anak terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini
diperkirakan 2320 anak yang terinfeksi HIV. Anak yang didiagnosis HIV
juga akan menyebabkan terjadinya trauma emosi yang mendalam bagi
keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat dalam perawatan
anak, pemberian kasih sayang,dan sebagainya dapat mempengaruhi
pertumbuhan mental anak (Nurs dan Kurniawan, 2013:161). Hal tersebut
menyebabkan beban negara bertambah di karenakan orang yang terinfeksi
HIV telah masuk kedalam tahap AIDS, yang ditularkan akibat hubungan
Heteroseksual sebesar 36,23%. Permasalahan bukan hanya sekedar pada
pemberian terapi anti retroviral (ART), tetapi juga harus memperhatikan
permasalahn pencegahan penularan walaupun sudah mendapat ART
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006:7).
Berdasarkan uraian masalah di atas maka, perlu dilakukan pembahasan
tentang penularan HIV/AIDS pada Anak, sehingga hal ini dapat menjadi
upaya promotif dan preventif

1
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep dasar HIV/AIDS ?
b. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS ?
c. Bagaimana melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS ?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II
b. Tujuan Khusus :
a) Agar bisa mengerti dan memahami konsep dasar HIV/AIDS
b) Agar bisa mengerti dan memahami Asuhan Keperawatan Pada Pasien
HIV/AIDS.
c) Agar dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
HIV/AIDS

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang
menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala
penyakit infeksi tertentu / keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat
menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) oleh virus yang disebut dengan
HIV. Sedang Human Imuno Deficiency Virus merupakan virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian mengakibatkan
AIDS. HIV sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam limfosit yang disebut dengan
T4 atau sel T penolong. ( T helper ), atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam
kelompok retrovirus sub kelompok lentivirus. Juga dapat dikatakan
mempunyai kemampuan mengopi cetak materi genetika sendiri didalam
materi genetik sel - sel yang ditumpanginya dan melalui proses ini HIV dapat
mematikan sel - sel T4. ( DEPKES: 1997 )
AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai
depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok resiko tertentu,
termasuk pria homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan obat intra vena,
penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual
dan individu yang terinfeksi virus tersebut. ( DORLAN 2002 )
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan
kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga
keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat
membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.
(Centre for Disease Control and Prevention)

3
2. Etiologi
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
a. Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
b. Pemakaian obat oleh ibunya
c. Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
d. Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi. (DEPKES 1997)

3. Patofisiologi
Virus AIDS menyerang sel darah putih ( limfosit T4 ) yang merupakan
sumber kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan
memasuki sel T4 , virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya
sehingga akhirnya menurun, sehingga menyebabkan tubuh mudah terserang
infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal ini
menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV / AIDS. Selain
menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain, organ
yang sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. AIDS diliputi oleh
selaput pembungkus yang sifatnya toksik ( racun ) terhadap sel, khususnya sel
otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat menyebabkan
kematian sel otak. Masa inkubasi dan virus ini berkisar antara 6 bulan sampai
dengan 5 tahun, ada yang mencapai 11 tahun, tetapi yang terbanyak kurang
dari 11 tahun. (DEPKES 1997

Pembagian Stadium Pada HIV/AIDS


Secara umum kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi
menjadi 4 stadium :
a) Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan
serologik ketika antibodi terhadap virus tersebut dan negatif menjadi
positif. Waktu masuknya HIV kedalam tubuh hingga HIV positif selama
1-3 bulan atau bisa sampai 6 bulan ( window period )

4
b) Stadium Asimptomatis ( tanpa gejala )
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum
menunjukan gejala dan adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
c) Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan
merata ( persistent generalized lymphadenophaty ) dan berlangsung
kurang lebih 1 bulan.
d) Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai
bermacam - macam penyakit infeksi sekunder

Cara Penularan
HIV menular dengan beberapa cara yaitu :
a) Hubungan seksual dengan penderita AIDS
Penularan dapat terjadi melalui hubungan tanpa alat pelindung
dengan penderita HIV. Air mani, cairan vagina dan darah dapat
mengenai selaput lendir sehinggga HIV yang ada dalam cairan tersebut
masuk kedalam cairan darah. Selain itu juga melalui lesi mikro pada di
dinding alat tersebut yang terjadi saat hubungan seksual.
b) Darah dan produk darah yang tercemar HIV / AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena langsung masuk kedalam
pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh.
c) Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril.
Alat pemeriksa kandungan dan alat-alat lain yang menyentuh
darah, cairan vagina atau mani yang terinveksi HIV yang digunakan ke
orang lain tanpa disterilkan dulu.
d) Alat-alat untuk menoreh kulit
Jarum, silet, alat tato, pemotong rambut.
e) Menggunakan jarum suntik yang bergantian
Jarum suntik pada fasilitas kesehatan, pengguna narkoba sangat
berpotensi terjangkit HIV. (CORWIN 2001)

5
4. Manifestasi Klinis
Gejala mayor :
a. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
b. Diare kronis lebih dan 1 bulan berulang maupun terus menerus
c. Penurunan berat badan lebih dan 10% dalam 3 bulan ( 2 dan 3 gejala
utama ).
Gejala minor
a. Batuk kronis selama 1 bulan
b. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albican
c. Pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh yang menetap
d. Munculnya herpes zosters berulang
e. Bercak – bercak dan gatal- gatal diseluruh tubuh. (DEPKES 1997)

5. Pemeriksaan Penunjang
Biasanya, untuk pemeriksaan dalam rangka mendeteksi HIV pada
anak bayi, dokter akan melakukan tes yang disebut uji polymerase chain
reaction (PCR). Tes ini berfungsi untuk mendeteksi keberadaan DNA HIV,
atau tes RNA assay, untuk mendeteksi adanya RNA HIV di dalam tubuh
anak.
Bayi yang diduga terkena HIV sejak lahir dianjurkan untuk periksa
dengan tes virologis paling awal pada usia 6 minggu. Pasalnya, pada saat
bayi baru lahir dan mencapai usia 3 bulan, keakuratan tes umumnya
mendekati 100 persen.
Tes PCR ini juga kemungkinan membantu untuk mendeteksi HIV
pada bayi sebelum antibodinya yang terinfeksi berkembang. Jika hasil tes
pertama dinyatakan positif mengidap HIV, maka dokter akan menganjurkan
agar terapi antiretroviral (ART) segera dimulai.
Terapi ART dilakukan untuk menurunkan jumlah virus dalam darah
(viral load), baiknya sampai pada tingkat virus tidak lagi terdeteksi. Selain
itu, bayi juga akan dilakukan pengambilan sampel darah untuk tes virologis

6
selanjutnya, yakni tes uji kualitatif (mendeteksi adanya virus) dan kuantitatif
(mendeteksi seberapa banyak virus).

6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan
cacat
b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social
2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial
3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV).
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

7
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,
batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus
dengan efek nyeri, gatal,rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

7. Penatalaksanaan Medis
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah
pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi
HIV maka terapinya yaitu :
a. Pengendalian infeksi oportunistik bertujuan menghilangkan,
mengendalikan, dan pemulihan infeksi oportuniti, nosokomial, atau
sepsis, tindakan ini harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan
perawatan yang kritis.
b. Terapi AZT (Azitomidin) Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV
dengan menghambat enzim pembalik transcriptase.
c. Terapi antiviral baru Untuk meningkatkan aktivitas sistem immun
dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obatan ini adalah: didanosina, ribavirin,
diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
d. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron
e. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.

8
f. Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis,
membantu megubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang
berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan
mempertahankan kondisi hidup sehat.
g. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan
makanan yang sehat, hindari sters, gizi yang kurang, obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik
keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap
AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata
dimasa perinatal sekitar usia 9 –17 tahun.
a. Keluhan utama dapat berupa :
1) Demam dan diare yang berkepanjangan
2) Tachipnae
3) Batuk
4) Sesak nafas
5) Hipoksia
b. Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
1) Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
2) Diare lebih dan satu bulan
3) Demam lebih dan satu bulan
4) Mulut dan faring dijumpai bercak putih
5) Limfadenopati yang menyeluruh
6) Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
7) Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
8) Dermatitis yang menyeluruh

9
c. Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari orang
yang terinfeksiHIV / AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual. Kemudian
pada riwayat penyakit keluarga dapat dimungkinkan :
1) Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan
obat
2) Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 % TERTULAR)
3) Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari
kehamilan.
4) Adanya penularan pada proses melahirkan.
5) Terjadinya kontak darah dan bayi.
6) Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
7) Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )
d. Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
1) Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
2) Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
3) Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
4) Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang
berulang
5) Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang
tidak steril
6) Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
e. Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti :
1) Gagal tumbuh
2) Berat badan menurun
3) Anemia
4) Panas berulang
5) Limpadenopati
6) Adanya infeksi oportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman,
parasit, jamur atau protozoa yang menurunkan fungsi immun pada
immunitas selular seperti adanya kandidiasis pada mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, adanya keradangan paru, encelofati dll

10
f. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Mata
a) Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina
b) Retinitis sitomegalovirus
c) Khoroiditis toksoplasma
d) Infeksi pada tepi kelopak mata.
e) Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
f) Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan,
tunggal / multiple
2) Pemeriksaan Mulut
a) Adanya stomatitis gangrenosa
b) Peridontitis
c) Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar
kemudian menjadi biru dan sering pada platum (Bates Barbara
1998)
3) Pemeriksaan Telinga
a) Adanya otitis media
b) Adanya nyeri
c) Kehilangan pendengaran
4) Sistem pernafasan
a) Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
b) Sesak nafas
c) Tachipnea
d) Hipoksia
e) Nyeri dada
f) Nafas pendek waktu istirahat
g) Gagal nafas
5) Pemeriksaan Sistem Pencernaan
a) Berat badan menurun
b) Anoreksia
c) Nyeri pada saat menelan

11
d) Kesulitan menelan
e) Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
f) Faringitis
g) Kandidiasis esophagus
h) Kandidiasis mulut
i) Selaput lendir kering
j) Hepatomegali
k) Mual dan muntah
l) Pembesaran limfa
6) Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
a) Suhu tubuh meningkat
b) Nadi cepat, tekanan darah meningkat
c) Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopatikarena
HIV
7) Pemeriksaan Sistem Integumen
a) Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
b) Haemorargie
c) Herpes zoster
d) Nyeri panas serta malaise
8) Pemeriksaan sistem perkemihan
a) Didapatkan air seni yang berkurang
b) Annuria
c) Proteinuria
d) Adanya pembesaran kelenjar parotis
e) Limfadenopati
9) Pemeriksaan Sistem Neurologi
a) Adanya sakit kepala
b) Somnolen
c) Sukar berkonsentrasi
d) Perubahan perilaku
e) Nyeri otot

12
f) Kejang-kejang
g) Encelopati
h) Gangguan psikomotor
i) Penururnan kesadaran
j) Delirium
k) Meningitis
l) Keterlambatan perkembangan
10) Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
a) Nyeri persendian
b) Letih, gangguan gerak
c) Nyeri otot ( Bates Barbara 1998 )

13
2. Penyimpangan KDM
Transfusi darah yang Penularan secara ventrikel Secara parenteral
terpapar virus HIV dari ibu dengan HIV melalui tusukan jarum

Pasien terinfeksi HIV

Virus beredar dalam darah atau jaringan mukosa

Virus mengifeksi sel yang mempunyai molekul CD4


( Limfosit T4, Monosit, Sel Dendrit, Sel Langerhans )

Masuk kedalam sel target & mereplikasi diri

Sel yang terinfeksi mengalami apoptosis/mati

Imunitas tubuh menurun

Tubuh rentang terhadap infeksi

Infeksi pada sistem pernafasan Infeksi pada sistem pencernaan

Peradangan saluran pernafasan dan Infeksi bakteri Infeksi jamur


jaringan paru

Adanya Peradangan saluran Suhu Infeksi bakteri Infeksi jamur


sekresi di pernafasan dan
jalan nafas jaringan paru
Hipertermi
Tidak ada a
Lisis dinding Diare kronis peradangan
mengeluarkan sekret alveoli mulut

Bersihan Jalan Kerusakan alveoli Output cairan Sulit menelan


Nafas Tidak
Efektif Kolaps saluran napas Turgor kulit
Resiko Defisit
kecil saat ekspirasi Mukosa kering
Nutrisi

Gangguan pertukaran Hipovolemia


O2 dan CO2

Gangguan
Pertukaran Gas

14
3. Diagnosa
a. Hipertermi b.d proses infeksi d.d suhu tubuh diatas nilai normal
b. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
sekresi yang tertahan d.d batuk tidak efektif.
c. Gangguan Pertukaran Gas
d. Hipovolemia Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan d.d turgor kulit
menurun
e. Resiko Defisit Nutrisi dibuktikan dengan Ketidakmampuan mengabsorbsi
makanan

4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
NO (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Hipertermi b.d proses Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermi
infeksi d.d suhu tubuh keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
diatas nilai normal maka termoregulasi membaik 1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil: hipertermi
1. Menggigil menurun 2. Monitor suhu tubuh
2. Kulit merah menurun 3. Monitor kadar elektrolit
3. Kejang menurun 4. Monitor haluaran urine
4. Suhu tubuh membaik 5. Monitor komplikasi akibat
5. Suhu kulit membaik hipertermi
Terapeutik
6. Sediakan lingkungan yang
dingin
7. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
8. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
9. Berikan cairan oral
10. Ganti linen setiap hari atau

15
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
11. Lakukan pendinginan
eksternal (mis: selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
12. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin.
13. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
14. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu.
2. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk efektif
efektif b.d sekresi yang keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
tertahan d.d batuk tidak maka bersihan jalan napas tidak 1. Identifikasi kemampuan
efektif. efektif meningkat dengan kriteria batuk
hasil : 2. Monitor adanya retensi
1. Batuk efektif meningkat sputum
2. Produksi sputum menurun 3. Monitor tanda dan gejala
3. Gelisah menurun saluran napas
4. Frekuensi napas membaik 4. Monitor input dan output
5. Pola napas membaik cairan (mis: jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik
5. Atur posisi semi-Fowler atau
Fowler

16
6. Pasang perlak dan bengkok
dipangkuan pasien
7. Buang secret pada tempat
sputum
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
9. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik.
10. Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam hingga 3
kali
11. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
3. Gangguan Pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
pertukaran gas membaik dengan 1. Monitor frekuensui,
kriteria hasil: irama, kedalaman dan
1. Dispnea menurun upaya napas
2. Bunyi napas tambahan 2. Monitor pola napas (mis:
menurun bradipnea, takipnea,

17
3. Takikardia menuru hiperventilasi, kusmaul,
4. Pco2 membaik dll
5. Po2 membaik 3. Monitor kamampuan
batuk efektif
Terapeutik
4. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
5. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
7. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

4. Hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia


kekurangan intake cairan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
d.d suhu tubuh meningkat hipovolemia membaik dengan 1. Periksa tanda dan gejala
kriteria hasil : hipovolemia (mis. Frekuensi
1. Kekuatan nadi meningkat nadi meningkat, nadi teraba
2. Perasaan lemah menurun lemah, tekanan darah
3. Keluhan haus menurun menurun, tekanan nadi
4. Frekuensi nadi membaik menyempit, turgor kulit
5. Intake cairan membaik menurun, membrane
mukosa kering, volume urin
menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
2. Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik

18
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan posisi modifled.
Trendelenburg
5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian cairan
IV isotonis (mis. NaCl, RL)
5. Resiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen gangguan makan
dibuktikan dengan keperawatan selama 3x24 jam Observasi
Ketidakmampuan maka, status nutrisimembaik 1. Monitor asupan dan
mengabsorbsi makanan dengan kriteria hasil: keluarnya makanan dan
1.Porsi makan yang dihabiskan cairan serta kebutuhan
meningkat kalori
2.Berat badan membaik Terapeutik
3.Indeks massa tubuh (IMT) 2. Timbang berat badan
membaik secara rutin
3. Diskusikan perilaku
makan dan jumlah
aktivitas fisik yang sesuai
4. Lakukan kontrak perilaku
5. (mis. Terget berat badan,
tanggung jawab perilaku)
Edukasi
6. Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan

19
(mis.pengeluaran yang
disengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
7. Ajarkan pengaturan diet
yang tepat
Kolaborasi :
8. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori
dan pilihan makanan.

20
BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi HIV/AIDS
Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang
menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit
infeksi tertentu / keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya
daya tahan tubuh (kekebalan) oleh virus yang disebut dengan HIV. Sedang
Human Imuno Deficiency Virus merupakan virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia yang kemudian mengakibatkan AIDS. HIV sistem
kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut termasuk dalam limfosit yang disebut dengan T4 atau sel T penolong.
( T helper ), atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus sub
kelompok lentivirus. Juga dapat dikatakan mempunyai kemampuan mengopi
cetak materi genetika sendiri didalam materi genetik sel - sel yang
ditumpanginya dan melalui proses ini HIV dapat mematikan sel - sel T4. (
DEPKES: 1997 ).

B. Proses Penularan HIV pada Anak


Lahirnya Millenium Development Goals tahun 2000 di New York
merupakan komitmen pemimpin dunia untuk mempercepat pembangungan
manusia dan pemberantasan kemiskinan. Namun di Indonesia, tujuan MDGs
dikembangkan dan diklasifikasikan menjadi delapan, antara lain: menurunkan
angkan kematian anak serta memerangi HIV/AIDS (Indriyani, Dian dan
Asmuji, 2014:18).
Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan
melalui darah, penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual pada
anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun), sehingga
terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in uteri).
Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke

21
bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% SAMPAI 35%,
sedangkan jika sudah ada gejala pada ibu kemungkinan mencapai
50%.penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mucosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan . semakin lama proses kelahiran,
semakin besar pula risiko penularan, sehingga lama persalinanbisa dicegah
dengan operasi sectio caecaria.
Transmisi lain juga terjadi selama periode postpartum melalui ASI,
risiko bayi tertular melaui ASI dari ibu yang positif sekitar 10% (Nurs dan
Kurniawan, 2013:161).

C. Diagnosis HIV/AIDS pada Anak.


Bayi tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama
periode neonatal. Penyakit penan da AIDS tersering yang ditemukan pada
anak adalah pneumonia yang disebabkan pneumocystis cranii, gejala umum
yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh
kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau hepatosplenomegali
(pembesaran pada hepar dan lien). Karena antibodi ibu bisa dideteksi pada
bayi sampai berumur 18 bulan. Maka tes ELISA dan western blot akan postif
meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes ini berdasarkan ada atau
tidaknya antibodi pada HIV. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi
adalah PCR untuk DNA HIV. Kultur HIV yang positif juga mennjukkan
pasien terinfeksi HIV. Untuk pemeriksaan PCR, bayi harus dilakukan
pengambilan sampel darah untuk dilakukan tes PCR pada dua waktu yang
berlainan. DNA PCR pertama diambil saat berusia 1 bulankarena tes ini
kurang sensitif selama 1 bulan setelah lahir. CDC merekomendasikan
pemeriksaan DNA PCR setidaknya diulang pada saat bayi berusia 4 bulan.
Jika tes ini negatif, maka bayi tidak terinfeksi HIV sehingga tes PCR perlu
diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18 bulan, pemeriksaan ELISA bisa
dilakukan pada bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan yang lain. Anaak-

22
anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan menggunakan
kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Anak denagn
HIV sering mengalami infeksi bakteri, gagal tumbuh atau wasting,
limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan
faring. Anak usia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan ELISA dan tes
konfirmasi lain seperti pada dewasa. Terdapat dua klasifikasi yang bisa
digunakan untuk mendiagnosis bayi dan anak dengan HIV yaitu menurut
CDC dan WHO(Nurs dan Kurniawan, 2013:163).

D. Pencegahan HIV/AIDS pada Anak


Penularan HIV dari dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4 cara, mulai
saat hamil, saat melahirkan dan setelah lahir yaitu: penggunaan antiretroviral
selama kehamilan, penggunaan antiretroviral saat persalinan dan bayi yang
baru dilahirkan, penggunaan obstetrik selama selama persalinan,
penatalksanaan selama menyusui. Pemberian antiretroviral bertujuan agar
viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan
tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Persalinan sebaiknya dipilih
dengan metode sectio caecaria karena terbukti mengurangi resiko risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%.walaupuncaesaria. demikian
bedah caesar juga memiliki risiko penularan HIV dari ibu kebayi sampai
80%. Bila bedah caesar selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral,
maka risiko dapat ditirinkan sampai 87%. Walaupun demikian bedah caesar
juga mempunyai risiko karena imunitas ibuyang rendah sehingga bisa terjadi
keterlambatan penyembuhan luka, bahkan bisa terjadi kematian saat operasi
oleh karena itu persalinan pervaginam dan sectio caecaria harus
dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain. Namun jika
melahirkan dengan pervaginam maka beberapa tindakan harus dihindari
untuk meminimalisir risiko, seperti terlalu sering melakukan pemeriksaan
dalam atau memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap (Nurs dan
Kurniawan, 2013:165).

23
E. Penatalaksanaan HIV/AIDS pada Anak
1. Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS
Prinsip pemberian ART pada anak hampir sama dengan dewasa,
tetapi pemberian ART pada anakmemerlukan perhatian khusus tentang
dosisi dan toksisitasnya. Pada bayi, sistem kekebalannya mulai dibentuk
dan berkembang selama beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan
anak juga akan berbeda dengan orang dewasa (Nurs dan Kurniawan,
2013:168).
Pedoman pengobatan HIV/AIDS pada Anak menurut (Departemen
Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen Lini pertama yang
direkomendasikan adalah 2 Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor
(NRTI) + 1 Non Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI)
2. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS
a. Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS
Pemberian Nutrisi pada bayi dan anakdengan HIV/AIDS tidak
berbeda dengan anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan
proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan
multivitamin, dan antioksidan untuk mempertahankan kekebalan
tubuh dan menghambat replikasi virus HIV. sebaiknya dipilih bahan
makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak dengan baik untuk
mencegah infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus
dicuci dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum diberikan kepada
anak. Pemberian (Nurs dan Kurniawan, 2013:167).
b. Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS
Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi
yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi
masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan
sebagainya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak.
Orang tua memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok,
kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai

24
perasaan lain. Anak perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan
dan perubahan mencakup
a) Memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan keluarga
untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan
perasaan keluarga,
b) Membangkitkan harga diri anak serta keluarganya dengan melihat
keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah,
c) Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya,
d) Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat
mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain
(Nurs dan Kurniawan, 2013:169).

F. Pandangan Islam tentang HIV/AIDS pada Anak


Menurut Abdulloh, Abu Isa (2014) Salah satu yang tidak dapat
dihindari dari kehidupan di Dunia ini adalah takdir. Sama halnya ketika
seorang anak mendapat penularan HIV dari sang ibu yang menderita AIDS,
sehingga hal itu dapat dikatakan sebuah takdir dari Allah SWT. Hadis riwayat
Anas bin Malik ra.:
“Sesungguhnya Allah Taala mengutus seorang malaikat di dalam
rahim. Malaikat itu berkata: Ya Tuhan! Masih berupa air mani. Ya Tuhan!
Sudah menjadi segumpal darah. Ya Tuhan! Sudah menjadi segumpal daging.
Manakala Allah sudah memutuskan untuk menciptakannya menjadi manusia,
maka malaikat akan berkata: Ya Tuhan! Diciptakan sebagai lelaki ataukah
perempuan? Sengsara ataukah bahagia? Bagaimanakah rezekinya? Dan
bagaimanakah ajalnya? Semua itu sudah ditentukan dalam perut ibunya”.
(Shahih Muslim No.4785).

25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. HIV/AIDS yang terjadi pada anak dapat karena penularan dari ibu saat
kehamilan, ataupun saat kelahiran selain itu, HIV pada anak juga dapat
terjadi akibat pelecehan seksual pada anak.
2. Diagnosis HIV pada anak dengan pemeriksaan darah untuk mendeteksi
virus HIV pada anak, dapat dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan setelah
umur 18 bulan.Salah satu pencegahan penularan HIV pada anak akibat
transmisi maternal yaitu dengan sectio caesaria.
3. Penatalaksanaan kasus HIV pada Anak, tidak hanya pengaturan ART,
namun juga faktor Nutrisi harus diperhatikan mengiingat anak adalah fase
pertumbuhan.
4. Kasus HIV pada anak, menurut Kajian dalam Islam dapat dikategorikan
sebuah takdir dari penipta, sehingga perlu kesabaran.

B. Saran
Transmisi penularan HIV pada anak disominasi akibat penularan dari
ibu ke anak, sehingga untuk memutuskan mata rantai HIV pada anak, peranan
berbagai tim kesehatan sangat mengingat anak sebagai generasi lanjutan yang
sangat diperlukan untuk berlangsungnya proses regenerasi, sehingga tim
kesehatan terkhususnya, harus memberikan perhatian khusus pada kasus
tersebut. Salah satu upaya nyata adalah memberikan edukasi kepada
masyarakat luas, terutama ibu hamil agar malakukan pemeriksaan deteksi
HIV. Dan mengkonsumsi ART apabila positif HIV. Serta Sectio Caesaria saat
partus.

26
DAFTAR PUSTAKA
Abdulloh, Abu Isa. Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu
Syaikh Hafizhohulloh. http://muslim.or.id. Departemen Kesehatan
Indonesia:
Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC
Betz, Cecily L (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC Blog Riyawan |
Kumpulan Artikel Farmasi & Keperawatan Doenges,
Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Pedoman
Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada anak di indonesia.
Jakarta:DepkeS RI, 2008.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Pelayanan Kesehatan dan
HIV/AIDS. Jakarta:Depnakertrans,2005.
Hasdianah, dkk. Imunologi Diagnosis dan Tekhnik Biologi Molekuler.
Yokyakarta: Nuha Medika, 2014.
Indriyani, Dian dan Asmuji. Buku Ajar Keperawatan Maternitas: Upaya Promotif
dan Preventif dalam menurunkan angka kematian Ibu dan Anak.
Yokyakarta: Ar-Ruzz Media,2014.
Nurs, Nursalam, M. Dan Ninuk Dian Kurniawati. Asuhan Keperawatan pada
Pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika, 2007.
Marilynn E (2001) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Rampengan & Laurentz (1999) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta :
EGC
Wartono, JH (1999) AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga
Pengembangan Informasi Indonesia
-------. Asuhan Keperawatan pada Pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba
Medika, 2013.

27

Anda mungkin juga menyukai