Dosen Pembimbing :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, tuntunan serta hidayah-Nya kepada penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka sudah sewajarnya pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Dr. M. Sajidin, M. Kep, selaku ketua STIKES BINA SEHAT PPNI Kab. Mojokerto
2. Ana Zakiyah M.Kep, selaku ketua Program studi S1 Ilmu Keperawatan
3. Siti Indatul L. S.Kep,Ners,M.Kes selaku dosen Mata kuliah Keperawatan Anak II.
4. Rekan-rekan kelas 3D S1 Ilmu Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI Kab.Mojokerto.
Yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dan kami juga menyadari masih ada
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
akan kami terima dengan senang hati.
Tim Penyusun
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. II
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat........................................................................................................................ 2
ii
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................... 9
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 16
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan
sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani
juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah
anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum
vagina pada perempuan (Alpers, 2006).
1
4. Apa saja komplikasi dari atresia ani?
5. Bagaimana konsep asuhan keperawatan anak dengan masalah Atresia Ani?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Atresia Ani.
2. Untuk mengetahui etiologi, patofisiologi atresia Ani.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala Atresia Ani .
4. Untuk mengetahui komplikasi dari atresia Ani
5. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Atresia Ani.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
membuat asuhan keperawatan pada klien dengan masalah atresia ani serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Atresia ani atau anus imperforadis adalah suatu keadaan dimana lubang anus
tidak berlubang. Atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan
“trepsis” yang artinya nutrisi atau makanan. Menurut istilah kedokteran atresia ani adalah
suatu keadaan tidak adanya atau ketutupannya lubang badan yang normal (Sudarti,
Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Anak, 2010).
Imperforata Anus adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus
(asus) atau tertutupnya anus secara abnormal. (Yuliani, 2010)
2.2 Etiologi
Atresia ani ini dikarenakan oleh ketidaknormalan perkembangan janin dalam
rahim selama kehamilan, kelainan ini karena tidak berfungsinya secara penuh saluran
anus dan akan menjadi kelainan bawaan. Dikatakan kelainan bahwa karena kelainan ini
terjadi pada bayi yang didapat segera setelah bayi lahir. Pada bayi baru lahir kejadiannya
sekitar 1:5000 kelahiran bayi hidup.
3
Atresia ani juga disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/ 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
1. Anomali Bawah
2. Anomali Intermediate
Rektum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan spingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali Tinggi
Ujung rectum diatas otot puberektalis, dan springter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektourektal (pria) atau
rektovaginalis (wanita). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih
dari 1 cm. (Kusuma, 2015)
4
2.4 Patofisiologi
-Fusi
Feses tidak keluar Feses masuk ke uretra
-Pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik
Feses menumpuk Mikroorganisme masuk
ke saluran kemih
Kelainan kongenital
Dysuria
Reabsorbsi sisa Peningkatan tekanan
metabolisme oleh tubuh intraabdominal
Gangguan rasa nyaman
Keracunan
Operasi Anoplasti
Gangguan Eliminasi
Mual, muntah Urine
Trauma Jaringan
Gangguan Rasa Abnormalitas
nyaman nyeri
springter rektal Perawatan tidak
adekuat
Inkontinensia defekasi
Resiko Infeksi
5
2.5 Manifestasi Klinis
1. Mekoneum (tinja pertama pada bayi baru lahir) tidak keluar dalam waktu 24-28 jam
setelah lahir.
2. Tinja keluar dari vagina atau uretra.
3. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
4. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
5. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus bila tidak ada fistula.
6. Perut menggembang.
7. Bila disusui bayi akan muntah
2.7 Komplikasi
1. Obtruksi intestinal atau persumbatnya saluran pencernaan.
2. Bowel ineontinence atau konstipasi. (Sudarti, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan
Anak Balita, 2010)
3. Asidosis hiperkloremik
Keadaan ini terjadi karena urin yang mengalir lewat fistel menuju rectum, maka urin
tersebut akan direabsorpsi
4. lnfeksi saluran kemih yang terus-menerus
5. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
6. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anus
b. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
e. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
g. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi)
6
2.8 Uji Laboratorium dan Diagnostik
1. Pemeriksaan rektal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.
2. Pemeriksaan Fisik rectum : Kepatenan rektal dan dapat dilakukan colok dubur
dengan menggunakan selang atau jari.
3. Jika ada fistula, urine dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitelial
mekonium.
4. Pemeriksaan sinar-X lateral inversi (teknik Wangenste'en-Rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu pada atau di dekat
perineum; dapat menyesatkan jika rektum penuh dengan mckonium yang
menghalangi udara sampai ke ujung kantong rektal.
5. Ultrasonografi dapat membantu dalam menentukan letak kantong rektal.
6. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan cara menusukkan jarum
tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum
sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap sebagai defek tipe tinggi.
(Cecily Lynn Betz, 2009)
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan ini
menggunakan prosedur abdominoperineal pultrough, tapi metode ini banyak
menimbulkan inkontenin feses dan prolapse mukosa usus yang lebih tinggi.
Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan
postero sagittal anoreltoplasi (PSARP), yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter
eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan
pemotongan fistel
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi
trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukan ketinggian akhiran rectum
yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik,
radiologis dan USG.
7
Dari berbagai klasifikasi, penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula. Leape (1987) menganjurkan:
1. Atresia Ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6-12 bulan baru dikerjakan tindakan definitf (PSARP). Penundaan ini
dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan
bertambah baik status nutrisinya..
2. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan
tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani
eksternus.
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
4. Pada setenosis ani cukup dilakukan dilatasirutin, berbeda dengan pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani adalah tutup kolostomi. Biasanya
beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan
sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
1. Berikan pujian saat melakuakan perawatan dan jawab pertanyaan secara jujur apa
yang dibutuhkan keluarga.
2. Ajarkan mengenai tanda dan gejala infeksi (demam, kemerahan didaerah luka, terasa
panas).
3. Ajarkan bagaimana mengenai pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi anal.
4. Berikan instruksi secara tertulis dan verbal tentang alat-alat yang dibutuhkan untuk
perawatan dirumah.
5. Tekanan tetap mengadakan stimulasi pada bayi untuk mensupport tumbuh kembang.
8
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama, usia, alamat, jenis kelamin, dan biodata penanggung
jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Distensi Abdomen
b. Riwayat Keluhan Sekarang:
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar, mekonium
keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-28 jam pertama kelahiran.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun sehingga belum
tentu di alami anggota keluarga yang lain.
3. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus
tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh
jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24
jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
9
7. Ansietas berhubungan dengan pembedahan dan mempunyai anak yang tidak
sempurna.
3.3 Intervensi
10
terkontrol. 2. Cuci area communication.
Kriteria Hasil: perianal dengan 2. Mencegah resiko
1. BAB teratur sabun dan air infeksi dan
2. Defekasi lunak, lalu keringkan. menjaga
feses berbentuk 3. Jaga kebersihan kebersihan
normal, dan bau baju dan 3. Meningkatkan
khas tempat tidur. kenyamanan pada
3. Penurunan 4. Monitor efek pasien.
insiden samping 4. Untuk mengetahui
inkontinensia pengobatan. efek samping dari
usus pengobatan yang
dijalankan.
3 Nyeri akut b.d Tujuan: Setelah 1. Istirahatkan 1. Istirahat secara
trauma jaringan. dilakukan pasien pada fisiologis akan
keperawatan 1x24 saat nyeri menurunka
jam rasa nyaman muncul kebutuhan O2
nyeri teratasi. 2. Atur posisi yang diperlukan
Kriteria Hasil: fisiologis untuk memenuhi
1. Mampu (nyaman) kebutuhan
mengontrol nyeri 3. Lakukan metabolisme
2. Melaporkan manajemen basal.
bahwa nyeri sentuhan 2. Pengaturan posisi
berkurang terapiutik nyaman pada anak
dengan kepada anak. dapat membatu
menggunakan 4. Kolaborasi merelaksasi otot-
manajemen nyeri pemberian otot abdomen
yang ditandai analgesik sehingga dapat
anak tidak rewel menurunkan
simulus nyeri.
3. Manajemen
sentuhan saat
nyeri berupa
sentuhan
11
dukungan
psikologis dapat
membantu
menurunkan nyeri
4. Membantu
mengurangi rasa
nyeri
12
yang baik bisa tetap bersih kerusakan
dipertahankan dan elastic integritas kulit
2. Tidak ada yang baik 3. Mencegah
luka/lesi pada 3. Mobilisasi dekubitus.
kulit Perfusi pasien (ubah 4. Menjaga
3. jaringan baik posisi pasien) kebersihan kulit
Menunjukkan setiap dua dan mencegah
pemahaman jam sekali. infeksi yang
dalam proses 4. Memandikan/ mungkin muncul
perbaikan kulit wash lap
dan mencegah pasien dengan
terjadinya cedera sabun dan air
berulang hangat
4. Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
5. Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
6 Resiko infeksi b.d Tujuan: Setelah 1. Bersihkan 1. Mencegah resiko
perawatan tidak dilakukan lingkungan infeksi yang
adekuat, trauma keperawatan 1x24 setelah dipakai ditularkan dari
jaringan post jam resiko infeksi pasien lain. pasien
operasi. berkurang. 2. Instruksikan 2. Mencegah resiko
Kriteria Hasil: pada infeksi dari
1. Klien bebas dari pengunjung pengunjung ke
tanda dan gejala untuk mencuci pasien dan
infeksi tangan saat sebaliknya
2. Menunjukkan berkunjung 3. Untuk
kemampuan dan setelah meminimalkan
13
untuk mencegah berkunjung penularan infeksi
timbulnya meninggalkan melalui kontak
infeksi pasien. langsung dan tidak
3. Jumlah leukosit 3. Cuci tangan langsung
dalam batas setiap sebelum 4. Mencegah resiko
normal dan sesudah infeksi semaksimal
4. Menunjukkan tindakan mungkin dalam
perilaku hidup keperawatan. prosedur
sehat 4. Pertahankan 5. Menambah
lingkungan imunitas.
aseptik selama 6. Antibiotik untuk
pemasangan melawan bakteri
alat. penyebab infeksi
5. Tingkatkan
intake nutrisi.
6. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu.
7 Ansietas b.d Tujuan: Setelah 1. Gunakan 1. Pendekatan yang
pembedahan dan dilakukan pendekatan menenangkan
mempunyai anak keperawatan 1x24 yang dapat mengurangi
yang tidak jam cemas menenangkan stressor yang
sempurna. berkurang 2. Jelaskan dihadapi
Kriteria Hasil: semua 2. Untuk
1. Vital sign dalam prosedur dan menghindari
batas normal apa yang kesalahfahaman
2. Postur tubuh, dirasakan prosedur pada
ekspresi wajah, selama keluarga dan
bahasa tubuh prosedur mengetahui
dan tingkat 3. Berikan bagaimanan
aktivitas informasi keadaan yang
menunjukkan aktual dirasakan selama
berkurangnya mengenai prosedur berjalan
14
kecemasan diagnosis, 3. Berguna sebagai
tindakan, dan pemberian
1.
prognosis informasi untuk
4. Dorong mengurangi
keluarga ansietas
untuk 4. Menjadikan anak
menemani merasakan
anak. kenyamanan.
5. Kolaborasi 5. Untuk mengurangi
pemberian kecemasan
obat
3.4 Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang
disusun secara matang dan terperinci dalam sebuah planning.
3.5 Evaluasi
15
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atersia ani adalah kelainan bawaan yang harus segera ditangani dan
sesungguhnya dapat di cegah oleh ibu hamil dan dapat diobati dengan penanganan yang
serius dan sesuai prosedur.
4.2 Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Cecily Lynn Betz, L. A. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediarti. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hidayat, A. A. (2008). Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Kusuma, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-
NOC. Jogjakarta : Mediaction Jogja.
Sudarti. (2010). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Yogyakarta: Muha Medika.
Sudarti. (2010). Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Muha Medika.
Yuliani, S. &. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto.
17