Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An.Az
Umur : 10 thn
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Bangsa/Suku : Indonesia/Makassar
Pekerjaan :-
Alamat : Jl.Sultan Alaudin
No.Reg : 10541
Rumah Sakit : BKMM
Tanggal Pemeriksaan : 14 November 2011
Dokter Pemeriksa : Dr.T

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Merah pada mata kanan


Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak + 2 hari yang lalu sebelum datang ke klinik mata BKMM disertai rasa
mengganjal (+), rasa berpasir (+),rasa gatal (+),rasa perih (+), air mata berlebih (+), kotoran mata
berlebih (+),kelopak mata kanan terasa lengket pada saat bangun tidur (+), silau (-), pandangan
kabur (-).

Riwayat Kontak dengan penderita yang sama (+) yaitu teman pasien.Riwayat trauma (-)Riwayat
alergi (-).Riwayat pengobatan sebelumnya (-).

1
II. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

A. INSPEKSI

Foto Mata Pasien

Inspeksi OD OS

Palpebra Edema (+) Edema (-)

Apparatus lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)

Silia Sekret (+), mukopurulen Sekret (-)

Konjungtiva Hiperemis (+),injeksio Hiperemis (-),injeksio


konjungtiva (+) konjungtiva (-)

Bola mata Normal Normal

Kornea Jernih Jernih

BMD Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, sentral , RC (+) Bulat, sentral , RC (+)

Lensa Jernih Jernih

Gerakan Bola Mata Ke segala arah Ke segala arah

- ODS
- OD
- OS

2
B. PALPASI
No Pemeriksaan OD OS

1 Tensi okuler Tn Tn

2 Nyeri tekan (-) (-)

3 Massa tumor (-) (-)

4 Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tdk ada pembesaran

C. TONOMETRI : Tidak dilakukan pemeriksaan


D. VISUS : VOD = 20/20
VOS = 20/20

E. CAMPUS VISUAL : Tidak dilakukan pemeriksaan.


F. COLOR SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan.
G. LIGHT SENSE : Tidak dilakukan pemeriksaan.
H. PENYINARAN OBLIK :

No Pemeriksaan OD OS

1 Konjungtiva Hiperemis (+),injeksio Hiperemis (-),injeksio


konjungtiva (+) konjungtiva (-)

2 Kornea Jernih Jernih

3 Bilik Mata Depan Normal Normal

4 Iris Cokelat, kripte (+) Cokelat, kripte (+)

5 Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)

6 Lensa Jernih Jernih

I. DIAFANOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan


J. OFTALMOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan
K. SLIT LAMP :

SLOD: Konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+), sekret (+), kornea jernih,
fluoresen (-), BMD normal, iris cokelat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+),
lensa jernih.

3
SLOS: Konjungtiva hiperemis (-), injeksio konjungtiva (-), sekret (-), kornea jernih,
fluoresen (-), BMD normal, iris cokelat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+),
lensa jernih.

L. LABORATORIUM : tidak dilakukan pemeriksaan

M. GONIOSKOPI : tidak dilakukan pemeriksaan

IV. RESUME
Seorang anak laki-laki, umur 10 tahun, datang ke klinik BKMM dengan keluhan utama merah
pada mata kanan yang dialami sejak 2 hari yang lalu,disertai rasa berpasir (+), rasa mengganjal
(+), rasa perih (+), air mata berlebih (+), kotoran mata berlebih (+), kelopak mata kanan terasa
lengket pada pagi hari saat bangun tidur (+), gatal (+),Riwayat kontak dengan penderita dengan
penyakit yang sama (+).
Pada pemeriksaan oftalmologi, inspeksi didapatkan edema palpebra (+), lakrimasi (+), sekret
(+) mukopurulen, konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+) Pada pemeriksaan
palpasi tidak ditemukan pembesaran kelenjar preaurikuler. Pada pemeriksaan visus didapatkan
VOD: 20/20 , VOS: 20/20. Pada pemeriksaan penyinaran oblik didapatkan OD: konjungtiva
hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+). Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan SLOD:
konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+), sekret (+).

V. DIAGNOSIS

OD Kojungtivitis e.c Susp.Bakteri

VI. TERAPI

R/:a. C. Polydex ED 3x1 tts OD


b. B com C 2x1 tab
c. Ciprofloxacin 250 mg 2x1

Anjuran : Kultur dan sensivitas sekret

VII. DISKUSI

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis oftalmologi. Dari


anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan utama merah pada mata kanan yang
dialami sejak 2 hari yang lalu, disertai rasa berpasir (+), rasa mengganjal (+), rasa perih (+), air

4
mata berlebih (+), kotoran mata berlebih (+), kelopak mata terasa lengket pada pagi hari saat
bangun tidur (+), gatal (+). Riwayat kontak dengan penderita dengan penyakit yang sama (+).
Pada pemeriksaan oftalmologi, inspeksi didapatkan edema palpebra (+), lakrimasi (+),
sekret (+) mukopurulen, konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+). Pada
pemeriksaan palpasi tidak ditemukan pembesaran kelenjar preaurikuler. Pada pemeriksaan
visus didapatkan VOD: 20/20, VOS: 20/20. Pada pemeriksaan penyinaran oblik didapatkan
OD: konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+). Pada pemeriksaan slit lamp
didapatkan SLOD: konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+), sekret (+).
Berdasarkan temuan klinis yang ada pasien ini didiagnosis sebagai konjungtivitis bakteri.
Hiperemia konjungtiva pada konjungtivitis bakteri lebih berat. Hiperemia konjungtiva
dapat terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah (dilatasi arteri yang memperdarahi
konjungtiva) atau berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan vena
konjungtiva. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah juga dapat terjadi akibat
pecahnya salah satu pembuluh darah di konjungtiva dan darah tertimbun di bawah jaringan
konjungtiva.6
Lakrimasi pada konjungtivitis lebih ringan dibandingkan konjungtivitis alergi.
Lakrimasi diakibatkan adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau gatal. Transudasi
ringan dari pembuluh darah konjungtiva yang berdilatasi akan menambah jumlah air mata. 3
Eksudasi (sekret) pada konjungtivitis bakteri biasanya mukopurulen sampai purulen,
sekret yang berlebihan ini menyebabkan palpebra saling melengket terutama saat setelah
bangun tidur. Biasanya terdapat krusta kekuningan pada margo palbebra akibat sekret yang
mengering. Sedangkan pada konjungtivitis virus sekretnya serous (watery), konjungtivitis
alergi sekretnya serous sampai mukoid, putih, dan melengket. 2,3
Edema palpebra sering terjadi, tetapi biasanya ringan pada kasus konjungtivitis
bakteri. Edema palpebra berat biasanya terjadi pada infeksi N.gonorrhoeae.2
Pada konjungtivitis ketajaman penglihatan (visus) biasanya normal, tapi dapat
menurun akibat adanya sekret dan debris pada tear film. 2
Pada konjungtivitis bakteri jarang ditemukan pembesaran kelenjar preaurikuler.
Pembesaran kelenjar preaurikuler lazim ditemukan pada konjungtivitis virus. 3,6
Riwayat kontak dengan penderita yang terinfeksi konjungtivitis penting untuk
ditanyakan, karena konjungtivitis akibat infeksi (virus, bakteri) mudah menular. Penularannya
dapat melalui kontak mata – tangan (eye – hand contact), handuk, saputangan, linen, lensa
kontak dan kacamata.

5
Oleh karena diduga konjungtivitis pada pasien ini adalah bakteri maka pasien di terapi
dengan antibiotik topikal berupa tetes mata polydex yang mengandung polimiksin sulfat dan
neomisin serta deksametason sebagai anti inflamasi.Dan diberi cefadroxyl sebagai antibiotik
spektrum luas sambil menunggu pemeriksaan hasil kultur dan sensivitas.
Untuk menegakkan diagnosa pasti penyebab konjungtivitis maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kultur dan sensivitas.

KONJUNGTIVITIS BAKTERI

A. Pendahuluan
Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis transparan yang menutupi bagian luar
mata dan terus garis kelopak mata bagian dalam. Ini membantu dengan pelumasan dengan
memproduksi sejumlah kecil air mata seperti cairan pelumas meskipun sebagian besar berasal
dari kelenjar lakrimal (kelenjar air mata). .Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi
benda asing, yaitu sensasi tergores atau panas, sensasi penuh disekitar mata, gatal, dan
fotofobia.Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, air mata berlebih, eksudasi,
pseudoptosis, hipertropi papiler, kemosis, folikel, pseudomembran, granuloma, dan
adenopati preaurikuler.Penyebanya umumnya eksogen, namun dapat endogen. Ada
tiga tipe utama, yakni konjungtivitis infeksi, alergi, dan kimia.1,2
Konjungtivitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus dan bakteri. Konjungtivitis
bakteri menyajikan dengan debit (nanah) mucupurulet.Hal ini dapat menyebabkan cairan

6
kental pada waktu mengeluh bulu mata dan setealh bangun dipagi hari . Konjungtivitis bakteri
sering berkembang reaksi konjungtiva papiler (benjolan merah di bagian dalam tutup) dan,
tidak seperti infeksi virus, biasanya tidak memiliki pembesaran simpul
preauricular.Konjungtivitis bakteri merupakan infeksi bakteri yang melibatkan
membran mukosa pada permukaan mata. Kondisi ini biasanya mengalami remisi
sendiri (self-limiting illness) pada kasus yang ringan, namun kadang-kadang dapat
menjadi berat atau mendasari terjadinya penyakit sistemik.2
B. Anatomi Fisiologi
Konjungtiva adalah membran mukosa (selaput lendir) yang melapisi kelopak mata
dan melipat ke bola mata untuk melapisi bagian depan bola mata dengan limbus,
dimana kontiva berbatasan dengan lapisan supervisal kornea. Kongjungtiva yang
melapisi kelopak mata yaitu kongjutiva palpebrae sangat vaskuler ( banyak
mengandung pembuluh darah). Konjungtiva ini lebih tebal dari pada kongjungtiva
bulbi yang menutupi bagian bola mata sampai dengan tepi kornea. Scalera dapat
dilihat lewat konjungtiva bulbi.
Konjungtiva palpebrae dan kongjutiva bulbi dipisahkan oleh ruang potensial yaitu
sakus konjungtiva, yang dibentuk oleh refleksi (pembalikan) konjungtiva diatas
permukaan dalam palpebra dan sclera. Konjungtiva memberikan perlindungan kepada
sclera dibawahnya dan memberikan pelumasan kepada bola mata yang diperankan
oleh gladula mukosa dan serosa. Artena papebralis menyediakan darah kulit kelopak
mata dan arteri oftalmika dan fasialis menyediakan darah keseluruh palpebra dan
konjungtiva. 3,4,5,6

7
Gambar 1.Anatomi mata dan kelopak mata4

Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu: kunjungtiva palpebralis, konjungtiva


bulbi, dan konjungtiva forniks. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior
kelopak mata dan melekat erat pada tarsus.Di tepi superior dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan menutupi
jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.Konjungtiva forniks, merupakan
tempat peralihan konjungtiva palpebralis dengan konjungtiva bulbi.Konjungtiva bulbi
dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola
mata mudah bergerak.3,5,6
Konjungtiva bulbi, melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat
berkali-kali.Lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus -duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke
forniks temporal superior. Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva
menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan
sklera di bawahnya.Konjungtiva bulbaris yang lunak, mudah bergerak dan tebal (plika
semiulnaris) terletak di canthus medial. Struktur epidermoid yang kecil semacam
daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semiulnaris dan
merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.3
Histologis
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superfisisal, dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari
sel-sel epitel skuamosa.Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mukus.Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal
berwarna lebih pekat dari pada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat
mengandung pigmen.3
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di
beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum.Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada

8
lempeng tarsus.Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva.
Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.3
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar
krause berada di forniks superior, dan sedikit ada di forniks inferior. Kelenjar Wolfring
terletak di tepi atas tarsus superior.3
Suplai Darah, Limfe, dan Persarafan
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis.Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan -bersama dengan banyak vena
konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya-membentuk jaringan-jaringan
vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam
lapisan superfisisal dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe
kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus.Konjungtiva menerima persarafan
dari percabangan pertama nervus V (nervus oftalmikus). Saraf ini hanya sedikit
mempunyai serat nyeri.3
C. Etiologi
Bentuk konjungtivitis bakterial di kelompokkan menjadi konjungtivitis
hiperakutdan subakut, akut catarrhal, dan menahun.Penyebab paling sering dari
konjungtivitis hiperakut adalah N. Gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis.
Konjungtivitis subakut disebabkan oleh Haemophilus influenzae, sedangkan
konjungtivitis kataralis akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Haemophilus aegyptus. Konjungtivitis bakterial kronik
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Moraxella lacunata, Pseudomonas,
Enterobacteriaceae dan Proteus spp. Dari kesemuanya, tiga patogen yang paling
umum menyebabkan konjungtivitis bakteri adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus.1,4,7,8

D. Patofisiologi
Mata mempunyai mekanisme petahanan terhadap invasi bakteri. Mekanisme
pertahanan primer terhadap infeksi berupa lapisan epitel yang menutupi konjungtiva
dan pertahanan sekunder melibatkan mekanisme imun hematologik yang dibawa oleh
pembuluh darah konjungtiva, lisozim bakteriostatik, immunoglobulin pada tear film,
kedipan mata, dan bakteri non patogenik yang berkolonisasi pada mata dan

9
berkompetisi dengan organisme yang mencoba menginvasi. Apabila salah satu dari
mekanisme pertahanan ini terganggu, maka infeksi bakteri patogen dapat terjadi.2
Infeksi bakteri dan eksotoksin yang mereka produksi akan dikenali sebagai
antigen. Hal ini akan menginduksi reaksi antigen-antibodi dan menyebabkan
terjadinya inflamasi. Pada orang yang sehat, mata akan berusaha untuk kembali ke
kondisi homeostasis, dan bakterinya akan dieradikasi. Namun, invasi bakteri yang
berat bisa menjadi sangat sulit untuk di lawan, dan menyebabkan terjadinya infeksi
konjungtiva dan yang selanjutnya dapat meluas ke kornea dan bagian mata lainnya.
Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan berlebihan dan infiltrasi bakteri
pada lapisan epitel konjungtiva dan kadang-kadang pada substansia propria.Sumber
infeksinya adalah kontak langsung dengan sekret individu yang terinfeksi, biasanya
melalui kontak mata – tangan (eye-hand contact) atau penyebaran infeksi dari
organisme yang berkoloni pada mukosa nasal dan sinus pasien sendiri. Pada orang
dewasa dengan konjungtivitis bakteri unilateral, sistem nasolakrimal sebaiknya
diperiksa karena obstruksi duktus nasolakrimalis, dakriosistitis, dan kanalikulitis dapat
menyebabkan konjungtivitis bakteri unilateral.7
E. Gejala Klinik
Secara umum, gejala yang biasa timbul pada konjungtivitis bakteri antara lain:
-
Mata merah akibat dilatasi pembuluh darah konjungtiva
-
Injeksi konjungtiva
-
Sekret konjungtiva mukopurulen sampai purulen
-
Edema kelopak mata
-
Rasa tidak nyaman; perih, panas, sensasi benda asing, rasa berpasir.
-
Nyeri tidak ada atau minimal
-
Epifora (air mata berlebih)
-
Fotofobia biasanya tidak ada atau ringan.
-
Kelopak mata sulit dibuka saat bangun tidur, melengket satu sama lain karena
adanya sekret (“glue eye”)
-
Penglihatan biasanya normal. Penglihatan kabur dapat disebabkan adanya
discharge (sekret) atau debris pada tear film.
-
Biasanya bilateral. Mulai pada satu mata kemudian dapat menyebar dengan mudah
ke mata sebelah.5,8

10
Gambar 2. Konjungtivitis Bakteri

1. Konjungtivitis Bakterial Kronik


Konjungtivitis ini biasanya terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis dan dakriosistitis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga
dapat menyertai blefaritis bacterial menahun atau disfungsi kelenjar meibom. Pada
beberapa kasus, konjungtivitis bakterial kronik juga berhubungan dengan seboroik
facial.1,4
2. Konjungtivitis Bakterial Hiperakut (dan subakut)
Konjungtivitis bakteri hiperakut merupakan suatu keadaan infeksi yang berat dan
membutuhkan penanganan optalmik yang cepat.Onsetnya tiba-tiba (12-24 jam) dan
ditandai dengan adanya sekret purulen kuning kehijauan yang berlebihan disertai
edema kelopak mata, hiperemia, chemosis (utamanya di limbus), dan sering terdapat
limfadenopati preaurikuler. Dapat juga terjadi perkembangan menjadi keratitis yang
ditandai dengan fotofobia, penurunan visus, dan fluorescein uptake. Penyebabnya
adalah N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis, dimana causa oleh N. Gonorrhoeae lebih
sering terjadi. Infeksi dari kedua jenis ini mempunyai gejala yang mirip, dan hanya
dapat dibedakan melalui pemeriksaan mikrobiologi.1,4,9
Infeksi okuler gonokokkal biasanya dialami oleh neonatus (ophtalmia
neonatorum) dan pada dewasa muda. Pada bayi, penyakit ini umunya ditandai dengan
adanya discharge bilateral tiga sampai empat hari setelah di lahirkan (gambar 3).
Penularannya biasanya terjadi dari ibu ke bayi saat persalinan. Pada
dewasa,penularannya biasanya dari genitalia ke tangan kemudian ke mata (berkaitan
dengan penyakit menular seksual).4
Konjungtivitis bakterial subakut yang biasanya disebabkan oleh H. Influenzae
ditandai dengan adanya eksudat berair, tipis, atau berawan.4
11
Gambar 3. Konjungtivitis hiperakut neonatal yang di sebabkan oleh N. Gonorrhoeae4
3. Konjungtivitis Bakterial Kataralis Akut
Konjungtivitis ini sering terdapat dalam bentuk epidemic atau disebut “mata
merah” oleh orang awam. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemia
konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang. Gejala lainnya
adalah rasa terbakar, iritasi, dan air mata keluar. Pasien sering mengeluhkan kedua
kelopak matanya melengket saat bangun dari tidur. Pembengkakan konjungtiva dan
edema kelopak mata ringan dapat timbul. Gejala dari konjungtivitis akut ini lebih
ringan, dan progresifitasnya lebih rendah dibandingkan dengan konjungtivitis
hiperakut.1,4

Gambar 4. Konjungtivitis bakterial akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae4

F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
-
Anamnesis : gejala yang dialami pasien, penyakit pasien yang lain, pekerjaan,
riwayat alergi, terekspos zat kimia, perjalanan penyakit, riwayat keluarga.
-
Pemeriksaan fisik:

12
a. Injeksi konjungtiva dapat muncul secara segmental atau difus, sekret yang
muncul lebih purulen, kelopak mata sering melengket satu sama lain terutama
saat bangun tidur. Pembesaran nodus limfatikus preaurikuler jarang ditemukan
pada konjungtivitis bakteri, namun biasanya ditemukan pada konjungtivitis
bakteri yang berat. Dapat terjadi pembengkakan kelopak mata yang ringan,
refleks pupil normal.2,9
b. Dengan menggunakan slit lamp, inflamasi dari konjungtiva dapat terlihat
berbentuk follikular atau papilar. Pola follikular pembuluh darahnya tampak
disekitar dasar dari lesi kecil yang timbul, dimana hal ini biasanya nampak
pada infeksi viral. Pada infeksi bakteri, polanya adalah papilar dimana
pembuluh darah berada pada pusat lesi kecil yang timbul.2
-
Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva dengan
pewarnaan Gram atau Giemsa: banyak netrofil polimorfonuklear, kultur dari sekret
konjungtiva.
Pewarnaan gram dan kultur konjungtiva tidak diperlukan pada kasus ringan
(uncomplicated), tetapi harus dilakukan pada situasi berikut:

Host yang memiliki kerentanan yang tinggi, seperti
neonatus,individudengan immunocompromised.

Kasus konjungtivitis purulen berat, untuk membedakannya dari
konjungtivitis hiperpurulen, yang pada umumnya membutuhkan terapi
sistemik.

Kasus-kasus yang tidak berespon terhadap terapi awal.7,8
-
Pemeriksaan radiologi: pemeriksaan radiologi tidak biasa dilakukan pada
konjungtivitis bakteri, kecuali dicurigai adanya sinusitis dapat di lakukan
pemeriksaan CT-Scan dan MRI. CT scan orbita diindikasikan untuk
menyingkirkan kemungkinan abses orbital atau pansinusitis, atau jika
konjungtivitis berkaitan dengan selulitis orbitalis.2

G. Diagnosis Differensial
Adapun diagnosis differensial konjungtivitis bakteri ini antara lain:4,5,6
-
Konjungtivitis Virus
-
Konjungtivitis Alergi
-
Konjungtivitis Klamidial
-
Keratitis
-
Uveitis
-
Episkleritis
13
-
Skleritis
-
Blefaritis
-
Glaukoma Akut
Berikut algoritma yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis dengan
keluhan mata merah, termasuk konjungtivitis bakteri:4
Algoritma diferensial diagnosis untuk mendiagnosis penyakit optalmik dengan
keluhan mata merah4

14
Tabel1 .Differensial Diagnosis Mata Merah dengan Visus Normal ataupun Turun6

Keratitis / Ulkus Uveitis (Iritis)


Gejala Konjungtivitis Glaukoma Akut
Kornea Akut

Injeksio Konjungtiva Siliar Siliar Episkleral

Kornea Jernih Fluoresein Presipitat Edema

Kekeruhan
- +/+++ - +++
kornea

Fotofobia - / Ringan +++ +++ +

Halo - - - ++

Normal, atau
Tajam
suram ringan Menurun Menurun Menurun
Penglihatan
karena sekret

Sekret + - - -

Rasa nyeri - ++ ++ ++/+++

Gatal +/- - - -

Fler - +/- ++ +/-

Bilik mata depan Normal Normal Normal Dangkal

Tekanan
Normal Normal Rendah Tinggi
intraokuler

Pupil Normal Normal/Miosis Miosis ireguler Midriasis nonreaktif

a.konjungtiva
Vaskularisasi Siliar Pleksus siliar Episkleral
posterior

Antibiotik, Steroid,
Pengobatan Antibiotik/antiviral + Miotika diamox +
sikloplegik sikloplegik

Tabel 2. Differensial Diagnosis Konjungtivitis1,5,6

15
Temuan Klinik Konjungtivitis Konjungtivitis Konjungtivitis Konjungtivitis
dan Sitologi Bakteri Virus Klamidial Alergi

Hiperemia Umum (berat) Umum (sedang) Umum (sedang) Umum (sedang)

Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat

Lakrimasi Sedang Banyak Sedang Sedang

Hemoragik + + - -

Minimal (serous
Banyak Banyak (mukoid
sampai mukoid,
Eksudasi (mukopurulen Minimal (serous) sampai
putih, berserabut,
sampai purulen) mukopurulen)
lengket)

Kemosis ++ +/- +/- ++

Papil +/- - +/- +

Folikel - + ++ +

+/-
Pseudomembran (Streptococcus, +/- - -
C.diphterica)

Panus - - + -

Hanya sering
Adenopati pada
Jarang Sering Tidak ada
Preaurikuler konjungtivitis
inklusi

Pewarnaan
PMN, plasma sel
kerokan dan Bakteri, PMN Monosit Eosinofil
badan inklusi
eksudat

Disertai sakit
tenggorokan dan Kadang-kadang Kadang-kadang Tidak pernah Tidak pernah
demam

H. Terapi
Kebanyakan kasus konjungtivitis akut dapat ditangani dengan terapi antibiotik
empirik. Terapi awal konjungtivitis bakteri akut ringan – sedang meliputi
antibiotiktopikal seperti tetes mata polymixin combination drops, aminoglikosida, atau
fluoroquinolone (ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin, atau
gatifloxacin) drops, atau salep bacitracin atau ciprofloxacin. Terapi spesifik terhadap
konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu
16
hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi antimikroba spektrum luas. Pada
setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati
infeksi Neisseria gonorrhoeae dan N. Meningitidis. Terapi sistemik dan topikal harus
segera dilaksanakan setelah bahan (sampel) untuk pemeriksaan laboratorium telah
diperoleh.1,2,5,7,9
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus conjungtivae harus
dibilas dengan larutan garam fisiologis agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva.
Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta
memperhatikan higiene pribadi dan menghindari kontak erat dengan individu yang
terinfeksi. Individu yang telah terinfeksi sebaiknya sering cuci tangan dan
menghindari penggunaan handuk, linen, sapu tangan, pakaian, kacamata atau make-up
secara bersama-sama untuk mencegah penularan.1,2
Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotic setelah 3-5 hari maka
pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Apabila tidak
ditemukan kuman pada sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spektrum luas
dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4 sampai 5 kali sehari. Apabila
dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15%
atau kloramfenikol). Apabila tidak sembuh dalam satu minggu bila mungkin
dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata, atau kemungkinan
obstruksi duktus nasolakrimalis.6
I. Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi
dapat berlangsung selama 10-14 hari, jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis Staphylococcus(yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokkus (yang bila tidak diobati
berakibat ulkus kornea, abses kornea, perforasi kornea, dan endoftalmitis).
Konjungtivitis bakterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi
masalah pengobatan yang menyulitkan.1

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Ferrer, Francisco J.; Schwab, Ivan R.; Shetlar, Debra J. Conjunctiva. In:
Riordan-Eva, Paul; Whitcher, John P., Eds. Vaughan & Asbury's General
Ophthalmology, 16th Edition. 2004. London: McGraw-Hill; p.101-5.
2. Marlin, David S. Bacterial Conjunctivitis. Hampton Roy Sr, ed. Available in:
http://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview#showall. Updated: Jun 7,
2011. Accessed on Sepetember 24, 2011.
3. Riordan-Eva, Paul. Anatomy & Embryology of the Eye. In: Riordan-Eva, Paul;
Whitcher, John P., Eds. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology, 16th Edition.
2004. London: McGraw-Hill; p.3-7.
4. Morrow, Gary L.; Abbott, Richard L. Conjunctivitis. In: American Family Physician.
February 15, 1998. Published by American Academy of Family Physicians. Available
in: www.aafp.org/afp/980251/morrow.html. Accessed on September 24, 2011.
5. Lang, Gerhard K.; Lang, Gabriele E. Conjunctiva. In: Gerhard K.Lang, Ed.
Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas, 2nd Edition. 2006. New York: Thieme; p.67-
83.
6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. 2008. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
hal.109-28.
7. Skuta, Gregory L.; Cantor, Louis B.; Weiss, Jayne S. Basic and Cliniccal Science
Cources : External Disease dan Cornea, Section 8, 2008-2009. 2008. Singapore :
American Academy of Ophthalmology; p.169-71.
8. Wood, Mark. Conjunctivitis: Diagnosis and Management. In: Journal of Community
Eye Health, Vol.12 (30), 1999. Available in:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1706007/ . Accessed on September 24,
2011.
9. Singer, Michael S.; Pavan-Langston, Deborah; Levy, Bruce D. Conjunctivitis (Rad
Eye). Available in: http://www.bhchp.org/BHCHP
%20Manual/pdf_files/Part1_PDF/Conjunctivitis.pdf . Accessed on September 24,
2011.

18

Anda mungkin juga menyukai