Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku Bangsa : Makassar/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Wijaya Kusuma II/9
Pekerjaan : Wiraswasta
Tgl. Pemeriksaan : 28 Mei 2012
Rumah Sakit : BKMM
Rekam Medik : 039969

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata merah sebelah kanan
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak kemarin setelah pasien berenang. Pada awalnya pasien merasa ada
sesuatu yang memasuki matanya sehingga pasien berusaha mengeluarkan benda
tersebut dengan menggunakan air sehingga mata pasien tampak merah. Saat pasien
hendak tidur pasien merasa di mata kanannya seperti ada yang mengganjal, terasa perih
dan terdapat air mata yang berlebih disertai penglihatan kabur, kotoran mata berlebih
(-), rasa mengganjal (+), silau (+), gatal (-) riwayat keluar cairan seperti gel (-).
Riwayat menggunakan tetes mata rohto. Riwayat menggunakan kacamata -1,00 saat
berumur 17 tahun selama 6 tahun dan kemudian dilepas karena pasien merasa sering
pusing. Riwayat diabetes dan hipertensi disangkal. Riwayat alergi (-)

1
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. INSPEKSI

No Pemeriksaan OD OS

1. Palpebra Edema (+) Edema (-)


2. App. Lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (-)
3. Silia Sekret (-) Sekret (-)
4. Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-),
5. Mekanisme Ke segala arah Ke segala arah
muskular

6. Kornea Keruh bentuk pungtata di Jernih


permukaan kornea
7. Bilik mata depan Normal Normal
8. Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
9. Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral
10 Lensa Jernih Jernih

2
B. PALPASI

No Pemeriksaan OD OS

1. Tensi Okuler Tn Tn
2. Nyeri Tekan (+) (-)
3. Massa Tumor (-) (-)
4. Glandula periaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

C. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan

D. Visus : VOD = 20/70


VOS = 20/80
( Tidak dilakukan koreksi)

E. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan

F. Color Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

G. Light Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

H. Penyinaran Oblik

Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (-)


Kornea keruh bentuk pungtata Jernih
tersebar di permukaan
kornea

Bilik mata depan Kesan Normal Kesan Normal


Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)
Pupil Bulat, Sentral, Refleks Bulat, Sentral, Refleks
cahaya (+) cahaya (+)
Lensa Jernih Jernih

3
I. Diafanoskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

J. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

K. Slit Lamp
- SLOD : konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+), injeksio perikorneal (+),
kornea terdapat infiltrate bentuk pungtata tersebar di permukaan kornea dan difus di
sentral Fluorescein (+), iris coklat, kripte (+), pupil bulat,sentral, lensa jernih.
- SLOS : Palpebra udem (-), sekret (-), konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD
normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, Refleks cahaya (+), lensa jernih.

Fluorescein (+)

M. Resume
Seorang laki-laki, 41 tahun datang ke poliklinik mata BKMM dengan keluhan mata
merah sebelah kanan yang dialami sejak kemarin. Pada awalnya pasien merasa ada
sesuatu yang memasuki matanya sehingga pasien berusaha mengeluarkan benda
tersebut dengan menggunakan air sehingga mata pasien tampak merah. Saat pasien
hendak tidur pasien merasa mengeluhkan rasa mengganjal, nyeri, lakrimasi,
penglihatan kabur, fotofobia.
Dari pemeriksaan oftalmologi mata kanan ditemukan palpebra udem, lakrimasi (+),
sekret (-), konjungtiva hiperemis (+), kornea terdapat keruh bentuk pungtata di
permukaan, iris coklat kripte (+), pupil bulat sentral, dan lensa jernih. Pada palpasi
ditemukan nyeri tekan (+). Pemeriksaan oftalmologi pada mata kiri normal. VOD =
20/70, VOS = 20/80 (tidak dilakukan koreksi karena mata pasien merah). Pada
pemeriksaan slit lamp pada mata kanan ditemukan konjungtiva hiperemis, injeksi
konjungtiva (+), injeksi perikorneal (+), terdapat infiltrate bentuk pungtata tersebar di

4
permukaan kornea dan difus di sentral, iris coklat kripte (+), pupil bulat sentral, dan
lensa jernih. fluorescein (+). Pada pemeriksaan slit lamp pada mata kiri kesan normal.

N. Diagnosis
OD Keratitis Pungtata Superfisial + Abrasi Kornea

O. Penatalaksanaan
- Topikal :
 LFX EDMD 4x1 gtt OD
 C. Reepitel 4x1 gtt OD
- Sistemik :
 Vitamin C 3 x 1 tablet
- Bebat
P. Anjuran
- Kultur dan Sensitivitas Bakteri
- KOH
DISKUSI
Pasien ini didiagnosis dengan keratitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien datang dengan keluhan mata kanan merah,
nyeri (+), air mata berlebih (+), penglihatan kabur (+), silau (+), dan rasa
berpasir/mengganjal (+)
Pada pemeriksaan fisis mata kanan ditemukan palpebra udem, lakrimasi, konjungtiva
hiperemis, kornea terdapat infiltrate pada permukaan. Pemeriksaan fisis pada mata kiri
normal. Pada pemeriksaan visus ditemukan, visus mata kanan = 20/70 dan visus mata kiri =
20/80.
Pada pemeriksaan slit lamp pada mata kanan ditemukan konjungtiva hiperemis,
injeksi konjungtiva, injeksi perikorneal, terdapat infiltrate bentuk pungtata tersebar di
permukaan kornea dan difus di sentral, iris coklat kripte (+), pupil bulat sentral, dan lensa
jernih. Pada pemeriksaan slit lamp pada mata kiri kesan normal. Pada pemeriksaan
fluorescein ditemukan hasil positif .

5
Pada pasien adanya keluhan nyeri dikarenakan pada kornea terdapat banyak serabut
saraf nyeri sehingga setiap lesi pada kornea baik superfisial maupun dalam akan memberikan
rasa sakit, dan rasa sakit ini akan diperberat oleh adanya gesekan palpebra pada kornea.
Fotofobia yang terjadi adalah akibat gangguan pembiasan cahaya pada retina tidak pada satu
titik dikarenakan adanya kekeruhan pada kornea sebagai media refrakta, hal ini juga
menyebabkan terjadinya penglihatan kabur pada pasien disebabkan oleh karena adanya defek
pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke media refrakta, terutama
jika letaknya di sentral. Pada pasien ini terjadi lakrimasi karena yang mempersarafi sama
dengan yang mempersarafi kornea yaitu N.Trigeminus cabang I sehingga apabila terjadi
inflamasi di kornea maka berpengaruh pada apparatus lakirimalis. Injeksi perikorneal yang
merupakan pelebaran pembuluh darah perikorneal atau a.siliaris anterior serta injeksi
konjungtiva yang merupakan pelebaran a. konjungtiva posterior yang terjadi akibat adanya
infeksi.
Etiologi keratitis yaitu bakteri, virus, jamur, atau akantamuba. Penyebab keratitis pada
kasus ini belum diketahui karena belum dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu
kultur dan sensivitas serta KOH.

Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada prinsipnya adalah diberikan


sesuai dengan etiologi. Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain itu
epitel yang tidak intak dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke dalam kornea. Pemberian
antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi
campuran dengan bakteri. Antibiotik sistemik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera
akibat infeksinya atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Namun selain terapi
berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya
agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pada kasus ini
penanganan diawali dengan pemberian antibiotik topikal dengan aktivitas broad spectrum
terhadap kebanyakan organisme Gram-positif dan Gram-negative hingga hasil kultur dan tes
sensitifitas diketahui. Tetes mata antibiotic diberikan setiap 15-30 menit. LFX (levofloxacin)
merupakan antibiotik spektrum luas golongan fluoroquinolon karena penyebab pasti belum
diketahui (sebagai antibiotic topikal) dan Cifrofloxacin (sebagai antibiotik sistemik) sebagai
pengobatan terhadap infeksi yang sudah terjadi.
Penggunaan kortikosteroid topikal masih kontroversial dikarenakan penggunaannya
pada infeksi virus dan jamur dikontraindikasikan. Akan tetapi kortikosteroid sistemik dapat
mencegah perforasi kornea dan pembentukan jaringan parut pada kornea sehingga atas

6
pertimbangan tersebut pasien diberikan Metil Prednisolon. Vitamin C diberikan dengan
tujuan mempercepat epitelisasi kornea.
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien dengan
Keratitis pungtata superficial. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat
berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pada Keratitis Pungtata Superfisial
dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk
mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan,
membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.
Prognosis dari keratitis pungtata superfisial pada pasien ini adalah baik karena tidak
terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan
yang dilaksanakan, prognosis dalam hal visus pada pasien ini sangat baik. Parut ringan pada
kornea dapat timbul pada kasus-kasus dengan keratitis pungtata superfisial yang berlangsung
lama.
Komplikasi yang mungkin terjadi descematokel, ulkus kornea, iridosiklitis, perforasi
kornea, endoftalmitis, panoftalmitis.
Kultur, tes sensitivitas dan KOH merupakan anjuran pada penderita keratitis
dilakukan untuk menegakkan diagnosis mikroorganisme penyebab dari keratitis yaitu bakteri,
jamur, ataupun virus, serta untuk mengetahui resistensi obat-obat yang diberikan. Sehingga
pengobatan yang diberikan tepat yang nantinya akan memberikan hasil yang baik untuk
penyembuhan pasien.

7
OD KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIAL

PENDAHULUAN

Mata bagian luar adaiah bagian paling krusial dalam tubuh yang terpapar dengan

dunia luar. Struktur dan fungsi yang normal dari mata yang sehat terkait dengan homeostasis

dari keseluruhan tubuh sebagai proteksi terhadap lingkungan yang dapat merugikan. Segmen

anterior dari bola mata memberikan jalur masuk yang jemih dan terlindungi sehingga cahaya

dapat diproses melalui jalur visual menuju susunan saraf pusat.1

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata dibagian

depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan

2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu :2

1. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal an memberikan bentuk pada mata.

Merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut

kornea yang berifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata,

Kelengkungan kornea lebih besar disbanding sklera

2. Jaringan uvea yang merupakan jaringan vascular. Jaringan ini terdiri atas irirs, badan

siliar, dan koroid.

3. Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan 10 lapis, yang merupakan

lapis membrafte neirosensoris yang akan mengubah sinar menjadi rangsangan pada saraf

optic dan diteruskan ke otak.

Kornea merupakan selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,

yang menutup bola mata sebelah depan yang terdiri atas 5 lapis yaitu epitel, membrane

bowman, stroma, membrane descement serta endotel.

Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena, seperti

keratitis superficial dan intertisial atau profimda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai

8
sebagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi

topical, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Keratitis akan memberikan gejala mata

merah, rasa silau, dan merasa kelilipan. Pengobatan yang dapat diberikan antibiotic, air mata

buatan, dan sikloplegik. Pengobatan dapat diberikan dengan antibiotika, air mata buatan, dan

sikloplegik.2

ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

Kornea adaiah bagian mata yang paling depan, transparan yang ukuran dan struktumya

sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea tidak ada pembuluh darah dan

jaringan yang stuktumya seragam. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus,

lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa mempunyai

rata-rata tebal 550 um di pusatnya(terdapat variasi menurut ras). Diameter horizontalnya

sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dan anterior ke posterior, kornea mempunyai

lima lapis yang berbeda-beda. 2,4,5

Gambar 1. Anatomi kornea5

9
Kornea mempunyai kekuatan dioptri yang besar berfungsi untuk membiaskan atau

membelokkan sinar yang masuk ke mata, sehingga dengan sedikit pembahan

kelengkungannya raja akan berdampak /efek yang besar pula untuk merubah jatuhnya sinar

atau fokusnya sinar di dalam mata.2,4,5

Secara histology kornea terdiri dari 5 lapis yaitu : 2,6

1. Epitel, tebalnya 50 um, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang

tindih, satu lapis sel basal, sel polygonal,dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat

mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin

maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erta dengan sel basal di

sampingnya dan sel polygonal di depannya memaluli desmosom dan macula olduden,

ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel

basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan

akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Lapisan Bowman, terletak di bawah membrane basal epiel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapis ini tidak memiliki daya regenerasi.

3. Stroma, terdiri atas laurel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat

kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali sert kolagen memakan waktu yang lama

yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stuma kornea yang

merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma.diduga keratosit membentuk

bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

- Merupakan membrane aseluler dan merupakan Batas belakang stroma kornea,

dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalanya

10
- Bersifat sangat elastic dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 401.tm.

5. Endothelium, berasal clan mesotelium, berlapis 1, bertuk heksagonal, besar 20 - 40 m.

Endotel- melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan sonula akiuden.

Gambar 2:Histologi Kornea5

Gangguan transparansi kornea pada dasamya disebabkan oleh gangguan pada tiga hal

diantaranya:2

1. Tumbuhnya vaskularisasi ke dalam jaringan kornea.

2. Gangguan pada integritas struktur jaringan kornea. Misalnya oleh adanya kelainan

kongenital dan herediter, infeksi kornea, ulkus kornea dan komplikasinya.

3. Edema kornea yang pada dasamya disebabkan oleh disfungsi endotel.

Perdarahan. Kornea merupakan struktur avaskular, yang dikelilingi pembuluh darah

siliaris anterior yang berada sekitar 3 mm.5

11
Persarafan. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari nervus

siliar longus, nervus nasosiliar, nervus ke V saraf siliar longus beijalan suprakoroid, masuk ke

dalam stroma kornea, menembus membrana bowman melepaskan selubung schwannya.

Seluruh lapis epitel di persarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya inflamasi pada

kornea seperti blefaritis, pembahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa

kontak, lagophtalmos, gangguan neuroparalitik, trauma dan penggunaan preparat

imunosupresif topikal maupun sistemik.2,7

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengarah lingkungan, oleh

sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan.

Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mats

(lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel

untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.7

Epitel adaiah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke

dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan

Bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi,

termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Streptococcus pneumoniae adaiah merupakan patogen

kornea bakterial; patogenpatogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host

yang immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.

Ketika patogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea superficial, beberapa

rantai kejadian tipikal akan teijadi:7

- Lesi pada kornea

- Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi stroma kornea

12
- Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen

- Hasilnya, akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi patogen akan

membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrat kornea

- Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan

berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)

- Patogen akan menginvestasi seluruh kornea

- Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membrana Descement yang

relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele, yang di mana hanya membrana

Descement yang intak.

- Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membarana Descement terjadi dan

humor aquous akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi

bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan virus

progresif dan bola mata akan menjadi lunak.

GAMBARAN KLINIS

Keratitis pungtata adaiah merupakan konsepsi morfologis. Dapat dikatakan bahwa

penggunaan keratitis pungtata digunakan pada setiap kondisi di kornea yang di mana .lesinya

terdiri dari titik-titik opak yang melibatkan epitel, membrana Bowrman, atau lapisan-lapisan

superfisial dari substansia propria. Gambaran klinis dari keratitis pungtata dapat timbul dari

berbagai kondisi patologis, dan dapat pula timbul tanpa adanya penyebab yang jelas.

Keratitis pungtata merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman

dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan oleh hal yang

tidak spesifik dan dapat teijadi pada moluskum kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster,

herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes, vaksinia, trakoma

dan trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan

bahan pengawet lain.2

13
Kelainan-kelainan pada keratitis ini dapat berupa :

1. Keratitis pungtata superficial

2. Pada konjungtivitis vernal dan konjungtivitis atopik ditemukan bersama papil raksasa.

3. Pada trakoma, pemfigoid, sindrom Stevens Johnson dan pasca pengobatan radiasi dapat

ditemukan bersama-sama dengan jaringan parut konjungtiva.

Keratitis pungtata adaiah penyakit bilateral rekuren menahun yang jarang ditemukan.

Penyakit ini beijalan kronis, tidak terlihat adanya gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda

radang akut dan biasanya teijadi pada dewasa muda. Keratitis ini ditandai dengan adanya

infiltrat berbentuk bercak-bercak halus yang terkumpul di daerah antara epitel dan membrana

bowman1’2,4

Pasien dengan keratitis pungtata biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan,

adanya sensasi bends asing, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia)

. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi

biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial sekunder

terhadap blefaro konjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata karena

mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial pada trakoma dapat disingkirkan

karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara

keratitis yang mengenai kornea bagian superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan

berdasarkan riwayatnya.1,2,5

Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut

nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam

menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan

dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan

media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan

mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea.2

14
Fotofobia yang teijadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang

meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adaiah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada

ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai

dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen.

KPS ini juga akan memberikan gejala mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan

kabur.2

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda

yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari

struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan

sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan

kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan

dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada

kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang

ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap

pengobatan. 1,5,6

Keratitis pungtata memberikan gambaran seperti infiltrate halus bertitik-titik pada

dataran depan kornea yang dapat teijadi pada penyakit seperti herpes simpleks.

Keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epithelial dan stromal. Pada

epithelial kerusakan teijadi akibat pembiakan virus intra epithelial, mengakibatkan kerusakan

sel epitel dan membentuk tukak kornea superficial. Sedangkan pada yang stromal teijadi

reaksi immunologik tubuh terhadap virus terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen

antibody yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan

proteolitik untuk merusak virus, akan tetapi juga akan merusak jaringan stroma disekitamya.

Injeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis akut disertai

15
blefaritis vasikuler yang ulseratif serta pembengkakan kelenjar limfa yang regional.

Gambaran yang khas pada kornea adaiah bentuk dendrite, akan tetapi dapat pula bentuk lain.

Keratitis HSV stroma dalam bentuk infiltrasi dan edema fokal sering disertai

vaskularisasi, agaknya terutama disebabkan oleh replikasi virus. Penipisan, nekrosis, dan

Fedorasi kornea dapat terjadi dengan cepat, terutama pada penggunaar. kortikosteroid topikal.

Jika terdapat penyakit stroma! yang menyertai ulkus epithelial penyakit herpes mungkin akan

sulit dibedakan dari superinfeksi bakteri, atau jamur. Pada penyakit epitelial harus diteliti

benar adanya tanda-tanda khas herpes, tetapi unsur bakteri atau jamur mungkin saja ada dan

pasien harus ditangani dengan tepat. Nekrosis stromal dapat pula disebabkan oleh reaksi

imun akut, yang sekali lagi akan menyulitkan diagnosis penyakit virus aktif. Mungkin

terdapat hipopion dengan nekrosis, selain infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.4

Lesi perifer kornea dapat pula ditimbulkan oleh HSV. Lesi-lesi ini umumnya linear

dan terdapat kehilangan epitel kornea sebelum stroma di bawahnya mengalami infiltrasi. (Hal

ini berlawanan dengan ulkus marginal pada hipersensitivitas bakteri, misalnya terhadap S.

aureus pada blefaritis stafilokok-infiltrat mendahului hilangnya epitel di atasnya). Uji sensasi

kornea tidak dapat diandaikan pada penyakit herpes perifer. Pasien cenderung sangat kurang

fotofobik dibandingkan pasien dengan infiltrat dan ulserasi kornea non-herpetik.4

Gejala-Gejala pertama infeksi HSV biasanya adaiah iritasi, fotofobia, dan berair-mata.

Bila kornea bagian sentral terkena, juga teijadi sedikit gangguan penglihatan. Karena anestesi

kornea umumnya timbul pada awai infeksi, gejalanya mungkin minimal dan pasien rhungkin

tidak datang berobat. Sering ada riwayat lepuh-lepuh demam atau infeksi herpes lain, tetapi

ulkus kornea terkadang merupakan satu-satunya gejala pada infeksi herpes rekurens.4

Lesi-lesi paling khas adaiah ulkus dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea. memiliki

pola percabangan linear khas dengan tepian kabur, dan memiliki bulbus- bulbus terminalis

pada ujungnya. Pemulasan fluorescein membuat dendrit mudah dilihat, sayangnya, keratitis

16
herpes dapat juga menyerupai banyak infeksi kornea lain dan harus dimasukkan dalam

diagnosis diferensial pada banyak lesi kornea. Ulserasi geografik adaiah bentuk penyakit

dendritik kronik dengan lesi dendritik halus yang bentuknya lebih lebar. Tepian ulkus tidak

terlalu kabur. Sensasi kornea, seperti halnya penyakit dendritik, menurun, dokter harus selalu

mencari adanya tanda ini. Lesi epitelial kornea lain yang dapat ditimbulkan oleh HSV adaiah

keratitis epitelial bebercak, keratitis aphelia stellata, dan keratitif elamentosa. Namun, semua

ini umumnya hanya sementara dan sering menjadi dendritik yang khas dalam sate atau dua

hari.4

Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus di dalam

kornea, sambil mengurangi efek merusak respons radang.4

1. Debridement-Cara efektif untuk mengobati keratitis dendritik adaiah dengan debridement

epitel karena virus berlokasi di dalam epitel dan debridement jugs mengurangi beban

antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, tetapi epitel

terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung-kfpas

khusus. Yodium atau eter topikal bermanfaat dan dapat menimbulkan keratitis kimiawi.

Obat sikloplegik, seperti hematropin 5% diteteskan ke dalam saccus konjunctivalis,

kemudian dibalut tekan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti balutannya sampai

defek korneanya sembuh, umumnya dalam 72 jam.

2. Terapi obat. Agen antiviral topikal yang dipakai pada keratitis herpes adaiah idoxuridine,

trifluridine, vidarabine, dan acvclovir. Untuk penyakit stromal, trifluridine dan acyclovir

jauh lebih efektif dibandingkan yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering

menimbulkan reaksi toksik. Acyclovir oral bermanfaat untuk pengobatan penyakit herpes

mata berat, khususnya pada individu atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata

dan herpes kulit yang agresif (eczema herpeticum), Dosis untuk penyakit aktif adaiah 400

mg lima kali per hari pada pasien yang tidak luluh imun (nonimmunocompromised) dan

17
800 mg lima kali per hari pada pasien atopik atau imun lemah.

Keratitis yang terbentuk pada Keratokonjungtivitis epidemi adaiah, akibat reaksi

peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus

tipe 8. Biasanya unilateral, penyakit ini dapat timbul sebagai suatu epidemi. Umumnya pasien

demam, merasa seperti ada benda asing, kadang- kadang disertai nyeri periorbita. Akibat

keratitis penglihatan akan menurun. Ditemukan edema kelopak dan folikel konjungtiva,

pseudomembran pada konjungtivatarsal yang dapat membentuk jaringan parut. Pada kornea

terdapat keratitis pungtata yang pada mmggu pertama terlihat difus di permukaan kornea.

Pada hari ke 7 terdapat lesi epitel setempat dan pada hari ke 11-15 terdapat kekeruhan sub

epitel di bawah lesi epitel tersebut. Kelenjar preureikel membesar. Kekeruhan subepitel, bani

menghilang sesudah 2 bulan sampai tiga tahun atau lebih. Pengobatan pada keadaan akut

sebaiknya diberikan kompres dingin dan pengobatan penunjar.g lainnya. Lebih baik diobati

secara konservatif. Bila terdapat kekeruhan pada kornea yang menyebabkan penurunan visus

yang berat dapat diberikan steroid tetes mata 3 kali sehari. IDU (lodo 2 dioxyuridine) tidak

memberikan hasil yang memuaskan.2

18
Gambar 4. Jenis-jenis utama keratitis epithelial (sesuai derajat keseringan) 4

19
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata pada prinsipnya adaiah diberikan sesuai

dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk

bakteri gram positif pilihan pertama adaiah cafazolin, penisilin G atau vancom.isin dan

bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian

antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi

campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu ; natamisin, arafoterisin atau

fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 1,3,7

Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata ini sebaiknya juga

diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-

keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikioplegik dan kortikosteroid.

Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai

pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea

dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk

mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga

menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian

steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi

dari virus jika memang etiologi dari KPS tersebut adalah virus.9,10

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien dengan

KPS. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga

dapat terjadi kekambuhan, Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar

sinar matahari ataupun debu karena KPS ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal

yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika

pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang

mengucek matanya karena dapat memperberat lesi Keratitis Pungtata yang telah ada.

20
Pada Keratitis Pungtata dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita

menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri

dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.2

DIAGNOSA BANDING

Keratitis pungtat dapat di diagnosis banding dengan konjungtivitis, iridosiklitis, dan

ulkus kornea. Pada konjungtivitis terdapat gejala berupa mata merah, bengkak, sakit, panas,

gatal serta ada sekret, perbedaannya adaiah pada konjungtivitis tidak terdapat infiltrat seperti

pada keratitis.2

Ulkus kornea juga dapat di diagnosis banding dengan keratitis pungtata yaitu dengan

tes fluoresens. Dimana akan memberikan hasil positif pada ulkus kornea dengan adanya

defek pada semua lapisan kornea. Iridosiklitis merupakan peradangan iris dan badan siliar

yang dapat beijalan akut ataupun kronis.

Pada iridosiklitis mata merah, virus juga berkurang, iris keruh, wama kabur.

kecoklatan, serta pupil miosis.3

PROGNOSIS

Prognosis biasanya baik jika tidak teijadi jaringan parut atau vaskularisasi pada

kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan meninggalkan gejala

sisa.9

Meskipun sebagian besar Kreratitis Pungtata memberikan hasil akhir yang baik

namun pada beberapa pasien dapat berlanjut hingga menjadi ulkus kornea jika lesi pada

Keratitis Pungtata tersebut telah melebihi dari epitel dan membran, bowman. Hal ini biasanya

terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya kurang adekuat, kurangnya kepatuhan

pasien dalam menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang

dapat menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun, dapat

21
juga karena mats pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh lingkungan luar,

misalnya karena sinar matahari ataupun debu2,9

22
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea. Sac Fransisco 2008-

2009 : 8-12,179-189.

2. Ilyas, S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Penuntun Ilmu

Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. H. 147-53

3. Ilyas, S .Dalam : Penuntun Ilmu Penyakit Mata.Untuk dokter umuni dan mahasiswa

kedokteran. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. H. 113- 131

4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Dalam Ofthamoiogi Umum. Edisi 17. Jakarta : Widya

Medika : 2009; H 1-14, 147-9

5. Hasyim Abdillah. 2010 [cited 2011 March 20] Available from : URL :http://www.about-

eye.com/cornea.html

6. Lang, GK. Ophthalmology. New york: Thieme Stuttgart; 2000. P. 127-30

7. Khurana AK. Disease Of The Cornea Chapter 5. In : Comprehensive Ophtalmology 4th

edition. India: New Age International (P) Limited; 2007. P. 89- 92

8. Keratitis. From wikipedia the free encyclopedia 2010 [cited on 2011 march 20] Available

from URL: http://www.wikipedia.com

9. Kumiawan Lilik. Keratitis Pungtata. 2010 [cited 2011 march 20] Available from URL:

http:// www.Belibisl7.tk

10. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-l. Jakarta: Media Aeculapius

FKUI.Hal : 56.

23

Anda mungkin juga menyukai