Anda di halaman 1dari 16

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK (RSKIA) PERMATA HATI

NOMOR: /DIR/SK/RSKIA-PH/II/2019

TENTANG
PANDUAN ASESMEN AWAL MEDIS DAN KEPERAWATAN
DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK (RSKIA) PERMATA HATI

DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK (RSKIA) PERMATA HATI
Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya meningkatkan mutu pelayanan di RSKIA
Permata Hati, maka diperlukan penyelenggaraan asesmen awal
pasien yang bermutu tinggi;
b. bahwa agar pelaksanaan asesmen awal pasien di RSKIA Permata Hati
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya panduan Direktur RSKIA
Permata Hati sebagai landasan bagi penyelenggaraan asesmen awal
pasien di RSKIA Permata Hati
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a tersebut, perlu ditetapkan panduan asemen awal pasien
dengan Keputusan Direktur RSKIA Permata Hati;
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara RI tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5072;
2. Peraturan pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara RI Tahun 2005
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4502);

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK (RSKIA)
PERMATA HATI TENTANG PANDUAN ASESMEN AWAL MEDIS DAN
KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK (RSKIA)
PERMATA HATI.
KEDUA : Panduan asesmen awal pasien sebagaimana tersebut diatas terdapat
dalam lampiran keputusan ini
KETIGA : Monitoring dan Evaluasi terhadap Penyelenggaraan Asesmen Awal
pasien yang komprehensif dan rutin dilakukan oleh Kepala Bidang
Pelayanan.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Painan
Pada tanggal : Februari 2019
RSKIA PERMATA HATI
Direktur,

dr. DEWI SANDRA MAYA SARI, MARS


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Panduan “Asesmen Awal
Medis dan Keperawatan” ini dengan lancar. Penulisan panduan ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu penilaian akreditasi rumah sakit.
Panduan ini ditulis untuk memperlancar pelayanan yang ada di Rumah Sakit Khusus Ibu dan
Anak (RSKIA) Permata Hati. Penulis berharap, dengan membaca panduan ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Panduan
“Asesmen Awal Medis dan Keperawatan”. Panduan ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Painan, Februari 2019

Penulis
BAB I
DEFINISI

ASESMEN AWAL MEDIS DAN KEPERAWATAN


Asesmen pasien adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis dan terencana
untuk mendapatkan informasi, menganalisis, mengidentifikasi dan menatalaksana keadaan yang
membawa seorang pasien datang untuk berobat kerumah sakit. Proses ini berlangsung sejak dari
fase pre-rumah sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit.
Asesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang belakang,
menjaga patensi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.

TUJUAN ASESMEN AWAL MEDIS DAN KEPERAWATAN


1. Untuk mendapatkan informasi secara menyeluruh tentang pasien yang membutuhkan
pelayanan kesehatan.
2. Untuk mendapatkan informasi yang komprehensif guna pengambilan keputusan untuk
pelayanan pasien.
3. Untuk menentukan diagnosa awal pasien.
4. Untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien sesuai dengan
kebutuhannya. (Montana State Hospital Policy and Procedure, 2012)
BAB II
RUANG LINGKUP

Asesmen awal ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, rawat jalan, pasien unit gawat
darurat, dan pasien yang akan menjalani suatu prosedur. Pelaksanaan panduan ini adalah para
tenaga kesehatan yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan yang berlaku
dan sertifikasi dapat melakukan assesmen (dokter, perawat, bidan). Semua pasien rawat inap,
UGD, dan yang akan menjalani suatu prosedur harus di assesmen dengan benar saat masuk
rumah sakit dan selama masa perawatannya.
BAB III
TATALAKSANA

Asesmen awal harus dilakukan pada saat kontak pertama dengan pasien. Asesmen awal
hendaknya dilakukan dengan cepat dan hanya memerlukan waktu beberapa detik hingga satu
menit. Asesmen awal yang cepat dan tepat akan menghasilkan diagnosa awal yang dapat
digunakan untuk menentukan penanganan yang diperlukan oleh pasien.
Asesmen awal dan diagnosa awal menentukan apakah pasien membutuhkan pelayanan
segera-gawat darurat (label merah), sedang-gawat tidak darurat (label kuning), ringan–darurat
tidak gawat atau tidak gawat tidak darurat (label hijau). Selain itu, asesmen awal dapat membantu
menentukan apakah kondisi pasien kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil atau stabil.
Asesmen awal dapat membantu menentukan apakah pasien membutuhkan pelayanan
kesehatan gawat darurat, rawat jalan ataupun rawat inap. Sehingga dengan adanya asesmen awal
ini, pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat dilakukan secara optimal.

ASSESMEN AWAL MEDIS DAN KEPERAWATAN SETIAP PASIEN MELIPUTI


1. STATUS FISIK
A. Pemeriksaan fisik
a) Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang dengan
cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala
penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya
pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan,
nyeri tekan serta adanya sakit kepala.
b) Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri. Apabila
terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena
pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi
sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata
Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau anisokor
serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau
midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies campus),
apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal,
ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia
2) Hidung
Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman, apabila
ada deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi
dari suatu fraktur.
3) Telinga
Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya
pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani
atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas
Periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah
Periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring
Inspeksi pada bagian mukosa terhadap tekstur, warna, kelembaban, dan
adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil
meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada
massa/tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri
c) Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi,
edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan
suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan,
emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap
jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan
oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder.
d) Toraks
 Inspeksi
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya
trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka,
frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah
terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung.
 Palpasi
seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan,
nyeri tekan dan krepitasi.
 Perkusi
untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
 Auskultasi
suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung
(murmur, gallop, friction rub)
e) Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan
cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan
(penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri
tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen,
untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui
adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,,
nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan
intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage,
ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus
halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-
evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi
bila diperlukan.
f) Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis menjadi
stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan
syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk
mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis.
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau
kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum
memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari
lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan
tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat
menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan
vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada
tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes
kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika
terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur
pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil,
denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada
sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan
tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau
terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah
sampel urin harus diperoleh untuk analisis.
g) Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa
untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat
pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat
menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen
(tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan
aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan
kesadaran atau kelumpuhan. Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi,
gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot,
kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat
adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia
lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat
pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat
menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot
dapat disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal
dapat dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain
mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya
dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap
bila belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul
adalah:
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi
syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam
keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah
kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
penderita mulai sadar kembali.
h) Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan penderita
dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan
pemeriksaan punggung. Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma,
ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra
periksa adanya deformitas.
i) Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat
disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi
penderita dengan short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi
dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering
dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja,
sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah
bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala,
diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran penderita,
karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan
kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan
ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural subdural atau
fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf .
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegi
atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia (kesukaran dalam
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan
respon sensori

2. PSIKOLOGIS, SOSIAL DAN SPIRITUAL


A. PSIKOLOGIS
a) Gambaran tentang kondisi emosi klien: cara bicara, respon terhadap suatu
masalah, pola pikir klien, dan pikiran-pikiran dia kepada situasi yang dihadapinya.
b) Kesehatan Jiwa: Adakah bukti tentang masalah kesehatan jiwa seperti depresi,
gelisah yang ekstrim, gangguan kognitif? Psikosis? Bagaimana masalah kesehatan
jiwa ini berpengaruh dalam keberfungsian sosialnya?
c) Catatan Menjadi Korban: Pengalaman dengan trauma, kekerasan dan
penganiayaan? Asesmen resiko. Seberapa amankah lingkungannya sekarang ini?
Faktor resiko keselamatan apa yang ada dalam kehidupan klien saat ini?

B. SOSIAL
a) Situasi saat ini dan sejarah perpindahan: Latarbelakang pedesaan atau
perkotaan? Daerah asal? Jika pernah pindah apakah alasannya? Sudah berapa
lama mendiami tempat tinggal saat ini? Bagaimana keeterikatan klien dengan
tempat asalnya? Seberapa sering mengunjungi atau berhubungan dengan orang
disana? Tempat apa yang sangat penting bagi klien? (dapat menggunakan peta).
Kejadian kritis apa yang menyebabkan dia akhirnya ditempatkan di panti asuhan?
Siapa yang ambil keputusan anak akan masuk ke panti? (kalau diketahui)
Bagaimana Jaringan dukungan saat itu membantu Klien? Apa yang paling disukai
oleh si anak tentang kehidupan sebelum masuk ke panti? Apa yang paling tidak
disukai? Mengapa? Pertanyaan sama tentang kehidupan di panti jika anak tinggal
di panti.
b) Pekerjaan dan Status Keuangan (Orang tua/pengasuh utama/wali): Apa
pendapatannya, dari pemerintah atau dari sumber lain yang diterima oleh klien?
Siapa yang bekerja dalam keluarga? Apa pekerjaannya? Apakah klien
mendapatkan penghasilan yang cukup untuk pemenuhan kebutuhan dasar?
Bagaimana caranya mendukung atau mengatasi masalah sehubungan dengan
permasalahan yang dirancang dalam rencana pelayanan? Apa kesulitan untuk
mendapatkan lebih banyak sumber penghasilan?
c) Hubungan dan Peran dalam Keluarga: Riwayat keluarga dan isu signifikan yang
dihadapi oleh keluarga di masa lalu dan saat ini. Termasuk status perkawinan yang
formal dan informal, peran anggota keluarga dan konflik antar peran, struktur
keluarga, kompleksitas latar belakang budaya dalam keluarga, riwayat perpisahan
dalam keluarga, orang-­­orang yang termasuk dalam keluarga, hubungan
keterikatan/kelekatan klien dengan keluarga atau dengan orang penting lainnya di
luar keluarga? Siapa dan seberapa sering anak berkomunikasi? Peran anggota
keluarga/orang penting lain dalam proses pengasuhan anak dan perawatan, siapa
yang lakukan apa dalam lingkungan keluarga.
d) Keberfungsian sekolah dan keberfungsian dari institusi lainnya:bagaimana
penampilan tugas-­­tugas sehari-­­hari, bagaimana kemampuan menghadapi
stress/tekanan, pada setting-­­setting mana saja pelaksanaan tugas-­­tugas itu
berlangsung? Bagaimana keluarga menjamin akses pendidikan anak-­­anak
mereka? Apa saja yang dapat menyebabkan anak tidak hadir di sekolah, atau
proses belajar terganggu?
e) Keberfungsian Rekan/Teman
Relasi anak dengan teman-­­temannya di kampung/ komunitas asal? Di sekolah?
Di Panti? Di komunitas sekitar panti/sekolah?

C. SPIRITUAL:
Data Spiritual dan Budaya: Apa identitas budaya klien? Apa agama yang saat ini
dianutnya? Bagaimana agama menjadi pendukung atau hambatan bagi klien? Apa
sumber inspirasinya? Apa ada sesuatu yang memberi makna kehidupan bagi klien?
Bagaimana pandangan spiritual klien terhadap situasi dan permasalahan yang
dihadapinya serta terhadap masa depannya?

3. EKONOMI
Asesmen ekonomi dinilai sebagai bagian dari asesmen sosial atau secara terpisah bila pasien
atau keluarganya yang bertanggung jawab terhadap seluruh biaya atau sebagian dari biaya
selama dirawat atau waktu keluar dari rumahsakit. Berbagai staf yang berkualifikasi memadai
dapat terlibat dalam proses asesmen ini. Faktor terpenting adalah bahwa asesmen lengkap
dan tersedia bagi mereka yang merawat pasien. Asesmen ekonomis dapat dikaji melalui data
sosial pasien yang mencakup pekerjaan dan status pembiayaan (pribadi atau
asuransi/perusahaan). Asesmen psikososial ini dikaji terhadap pasien rawat jalan dan rawat
inap dalam asesmen awal keperawatan
4. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN DAN ALERGI
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan
bagian penting dari pengkajian pasien.
Riwayat pasien meliputi:
 keluhan utama
 riwayat masalah kesehatan sekarang
 riwayat medis
 riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan
dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan
dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian.
Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai
cedera yang mungkin diderita.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga
(Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita,
obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam
sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang menyebabkan
adanya keluhan utama)

5. ASESMEN NYERI
Akronim PQRST digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih
baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri?
apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam,
ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan
dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi di
satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri
dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri
itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri
ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Pada pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan Skala wajah (Wong baker Faces pain Rating
Scale).

0 1-2 3-4 5-6 7-8 10


 Ekspresi Wajah 0: Tidak merasa nyeri sama sekali
 Ekspresi Wajah 2: Nyeri Hanya sedkit
 Ekspresi Wajah 4: Sedikit lebih nyeri
 Ekspresi Wajah 6: Jauh lebih nyeri
 Ekspresi Wajah 8: Jauh lebih nyeri sangat
 Ekspresi Wajah 10: Sangat nyeri luar biasa

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda


vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah,
berat badan, dan skala nyeri.

6. RESIKO JATUH
Asesmen awal resiko jatuh dilakukan dengan menggunakan formulir resiko jatuh.
Untuk pasien dewasa menggunakan skala morse dengan penilaian
- Resiko tinggi > 45
- Resiko sedang 25 – 44
- Resiko rendah 0 – 24
Untuk pasien anak menggunakan skala humpty dumpty dengan penilaian
- Resiko tinggi > 12
- Resiko rendah 7 – 12
Setelah ditentukan tingkat resiko dan memenuhi angka resiko tinggi dan sedang maka beri
tanda gelang resiko jatuh warna kuning, menaikkan pengaman tempat tidur, kunci roda
tempat tidur dan kemudian dilakukan monitoring.

7. ASESMEN FUNGSIONAL
Kegiatan/prosedur menilai dan mengevaluasi kemampuan memenuhi kebutuhan harian
pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit pada formulir meliputi:
- Mengendalikan rangsang defakasi (BAB)
- Mengendalikan rangsang berkemih (BAK)
- Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi)
- Penggunaan toilet, masuk dan keluar (melepas dan memakai pakaian, membersihkan,
menyiram)
- Makan
- Berubah posisi dari berbaring ke duduk
- Berpindah/berjalan
- Memakai baju
- Naik turun tangga
- Mandi
Kemudian skor yang di dapat dijumlahkan dan dimasukkan kedalam kategori:
20 : Mandiri
12 – 19 : Ketergantungan ringan
9 – 11 : Ketergantungan sedang
5–8 : Ketergantungan berat
0–4 : Ketergantungan total

8. RISIKO NUTRISIONAL
Melakukan konseling gizi pada pasien dan keluarga dengan melakukan skrining gizi yang
bertujuan mengidentifikasi pasien beresiko, tidak beresiko, malnutrisi atau kondisi khusus
lainnya.
Skrining dilakukan pada pasien baru 1 x 24 jam setelah pasien masuk RS. Bila hasil skrining
menunjukkan pasien beresiko malnutrisi, maka dilakukan pengkajian/assessment gizi dan
dilanjutkan dengan langkah-langkah proses asuhan gizi terstandar.

Skrining Resiko Nutrisi


Status nutrisi dengan menggunakan kriteria Malnutrition Universal Screening Tool (MUST),
yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menata laksana pasien dewasa yang mengalami
gizi buruk, kurang gizi, atau obesitas. Untuk pasien anak > 5 tahun menggunakan grafik CDC
dan < 5 tahun dengan grafik Z – Score (WHO, 2005)

a. Asesmen Gizi Pasien Dewasa


Kelima langkah MUST adalah sebagai berikut:
Pengukuran alternatif:
1) Jika tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran panjang lengan bawah
(ulna) untuk memperkirakan tinggi badan dengan menggunakan tabel dibawah
ini.
Pengukuran dimulai dari siku (olekranon) hingga titik tengah prosesus stiloideus
(penonjolan tulang di pergelangan tangan), jika memungkinkan, gunakanlah
tangan kiri.
2) Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan atas
(LLA)
a) Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90 terhadap siku, dengan lengan
atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu (akromion)
dengan siku (olekranon). Tandai titik tengahnya.
b) Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur lingkar
lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel
terlalu ketat
3) Adanya efek/pengaruh akut dari penyakit yang diderita pasien, dan berikan skor
(rentang antara 0-2). Sebagai contoh, jika pasien sedang mengalami penyakit
akut dan sangat sedikit/tidak terdapat asupan makanan > 5 hari, diberikan skor
2
4) Tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1, 2 dan 3 untuk menilai adanya
risiko malnutrisi :
a) Skor 0 = risiko rendah
b) Skor 1 = risiko sedang
c) Skor ≥ 2 = risiko tinggi
5) Gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan strategi keperawatan
berikut
a) Risiko rendah
Perawatan rutin: ulangi skrining pada pasien di rumah sakit (tiap minggu),
pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum dengan usia > 75
(tiap tahun).
b) Risiko sedang
Observasi:
– Catat asupan makanan selama 3 hari
– Jika asupan adekuat, ulangi skrining : pasien di rumah sakit (tiap
minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum (tiap
2-3 bulan).
– Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk perbaikan dan
peningkatan asupan nutrisi, pantau dan kaji ulang program pemberian
nutrisi secara teratur
c) Risiko tinggi
Tatalaksana:
– Rujuk ke ahli gizi
– Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
– Pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi: Pada pasien di
rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum (tiap bulan).
d) Untuk semua kategori:
 Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran dalam pemilihan
jenis makanan
 Catat katagori risiko malnutrisi
 Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan setempat

b. Asesmen Gizi Pasien Anak


1) Asesmen Gizi Pasien Anak > Lima Tahun
Menggunakan grafik CDC dengan rumus:
% IBW = (BB Aktual/BB Ideal) x 100 %
Klasifikasi % IBW
Obesitas : > 120 % BB Ideal
Overweight : > 110 % - 120 % BB Ideal
Gizi Normal : 90 % - 110 % BB ideal
Gizi Kurang : 70 % - 90 % BB Ideal
Gizi Buruk : < 70 % BB Ideal
2) Asesmen Gizi Pasien Anak < Lima Tahun
Dengan melihat grafik Z – Score WHO 2005: BB/TB, BB/U. TB/U. Usia O – 2 tahun
laki-laki warna biru dan perempuan warna merah muda. Usia 2 – 5 tahun laki-laki
warna biru dan perempuan warna merah muda.
Kriteria:
 > 3 SD : Obesitas
 2 SD – 3 SD : Gizi Lebih
 2 SD – 2 SD : Gizi baik
 2 SD – 3 SD : Gizi kurang
 3 SD : Gizi buruk

9. KEBUTUHAN EDUKASI
Melakukan pengkajian oleh staf rumah sakit untuk mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan
pengetahuan masing-masing pasien dan keluarga berdasarkan elemen:
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
b. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
c. Hambatan emosional dan motivasi
d. Keterbasan fisik dan kognitif
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
Pencatatan hasil pengkajian kebutuhan edukasi pasien didokumentasikan dalam lembar
informasi dan edukasi pada rekam medis pasien

10. DISCHARGE PLANNING


Discharge planning dilakukan sejak pasien masuk rumah sakit yang mencakup kebutuhan
fisik, psikologis, sosial, budaya dan ekonomi.
Pengkajian awal mencakup pengumpulan dan pengorganisasian data tentang pasien,
keluarga harus aktif dilibatkan dalam proses ini agar transisi dari rumah sakit ke rumah dapat
berlangsung efektif. Pengkajian awal dilakukan untuk menentukan kompleksitas kebutuhan
pasien saat akan dipulangkan sehingga dapat menyusun rencana asuhan pasien, termasuk
perkiraan lamanya dirawat (Length of Stay/LOS) dan perkiraan hari pulang (Estimate
Discharge Date / EDD).
Perawat melakukan komunikasi kepada pasien dan keluarga sesegera mungkin mengenai
rencana tempat yang akan dituju pasien setelah dipulangkan dari Rumah Sakit. Perawat juga
memberikan edukasi tentang kondisi klinis, rencana asuhan pasien, dan rencana pemulangan
sesuai dengan yang diperlukan. Diskusikan dengan pasien dan care giver sejak pasien masuk
sebagai pasien rawat inap.
a. Kaji kebutuhan pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan berhubungan
dengan bagaimana memberikan terapi di rumah, penggunaan alat-alat kesehatan di
rumah, larangan/batasan akibat gangguan kesehatan, kemungkinan terjadinya
komplikasi.
b. Kaji bersama-sama dengan pasien dan keluarga kondisi lingkungan rumah yang
mungkin menghambat perawatan pasien.
c. Berdiskusi dengan dokter dan profesi kesehatan lainnya tentang perawatan di rumah.
d. Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap keberlanjutan perawatan di luar rumah
sakit.
e. Kaji penerimaan pasien terhadap batasan akibat masalah kesehatan.
f. Kaji kebutuhan pasien setelah pemulangan dengan tim kesehatan

11. PELAKSANAAN ASSESMEN AWAL PASIEN RAWAT JALAN


a. Assesmen awal pasien rawat jalan dengan penyakit non kronis (Akut) diperbaharui
setelah 1 bulan
b. Assesmen Awal pasien rawat jalan dengan penyakit kronis diperbaharui setelah 3 bulan
BAB IV
DOKUMENTASI

Semua asesmen awal medis dan keperawatan pasien didokumentasikan pada rekam medis
pasien.

Ditetapkan di : Painan
Pada tanggal : Februari 2019
RSKIA PERMATA HATI
Direktur,

dr. DEWI SANDRA MAYA SARI, MARS

Anda mungkin juga menyukai