Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Panduan “Komunikasi Efektif ” ini dengan
lancar. Penulisan panduan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu penilaian akreditasi rumah sakit.
Panduan ini ditulis untuk memperlancar pelayanan yang ada di Rumah Sakit Khusus Ibu dan
Anak (RSKIA) Permata Hat. Penulis berharap, dengan membaca panduan ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Panduan “Komunikasi
Efektif”. Panduan ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritk dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
1. Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengert betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikirian-pikiran atau
informasi.
2. Proses komunikasi efektf adalah pesan diterima dan dimengert sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditndaklanjut dengan sebuah perbuatan
oleh penerimaan pesan dan tdak ada hambatan untuk hal itu.
Gambar 1.
INCLUDEPICTURE "http://2.bp.blogspot.com/-NC_X-
X6El_Q/UF61TibQ0vI/AAAAAAAABSo/CFEDRBS_LNw/s1600/komunikasi.png" \*
MERGEFORMATINET
Gambar 2.
INCLUDEPICTURE "http://maroebeni.files.wordpress.com/2008/09/model-
komunikasi-pemasaran1.jpg" \* MERGEFORMATINET
1 3
2 3
a. Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatkan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi
dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai
b. Ketajaman panca indera
Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau
merupakan faktor pentng dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan
komunikasi dengan baik apabila panca inderanya berfungsi dengan baik.
Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran ada tahapan yang perlu
diperhatkan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medik yang
mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatkan kemampuan
pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien
mampu menggunakan gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.
c. Kelemahan fungsi kognitf
Adanya gangguan/kelemahan pada fungsi kognitf dapat mempengaruhi
kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa. Dalam
mengkaji pasien ini perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal
maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
d. Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ
suara sepert mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.
b. Tahap Perumusan Diagnosis
Diagnosis dirumuskan atas dasar data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosis keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan
dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosis keperawatan yang tepat
memerlukan sikap komunikatf perawat dan sikap kooperatf pasien.
c. Tahap Perencanaan
Pengembangan rencana tndakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi
dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternatf rencana
keperawatan yang akan diterapkan, misalnya sebelum memberikan makanan
kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai
bagi pasien. Rencana tndakan yang dibuat oleh perawat merupakan media
komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan
dapat dilaksanakan secara teratr dan efektf.
d. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Aktfitas ini memerlukan keterampilan komunikasi dalam
berinteraksi dengan pasien.
Pada sat menghadapi pasien perawat perlu:
1) Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta
suasana saling percaya saat berkomunikasi
2) Kontak pandang yang menunjukkan perhatan dan kesungguhan perawat
3) Fokus pada pasien
4) Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikut
tndakan keperawatan yang dilakukan
5) Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatan untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyakmendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan pasien pada perawat.
6) Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan
7) Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien
8) Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien
9) Bersikap tenang selama berada didepan pasien.
Dalam berkomunikasi di rumah sakit petugas dan tenaga medis harus
melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan tulis,
baca kembali dan konfirmasi ulang (TBK) yaitu :
a. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi
sepert telepon. Pemberi pesan harus memperhatkan kosa kata yang
digunakan, intonasi, kekuatan suara, jelas, singkat dan padat.
b. Penerima pesan menulis isi pesan (TULIS)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
menulis pesan yang diberikan secara jelas.
c. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas penerima pesan
(BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan
tersebut kepada pemberi pesan agar tdak terjadi kesalahan dan pesan dapat
diterima dengan baik.
d. Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada pemberi pesan
(KONFIRMASI)
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan kembali oleh
penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang
kurang atau salah.
Sistem TBK dapat diilustrasikan dengan skema sebagai berikut:
INCLUDEPICTURE "http://2.bp.blogspot.com/-NC_X-
X6El_Q/UF61TibQ0vI/AAAAAAAABSo/CFEDRBS_LNw/s1600/komunikasi.png" \*
MERGEFORMATINET
b. Datang langsung
Saat pasien datang ke rumah sakit, maka tempat yang pertama kali harus
dikunjunginya adalah ruang/tempat pendaftaran, dimana terdapat meja untuk
mendaftar. Setelah pendaftaran selesai, barulah mereka satu demi satu diarahkan
ke tempat yang sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan. Kontak awal dengan
rumah sakit ini, perlu disambut dengan 5S (senyum, sambut, sapa, salam,
Santun ) oleh petugas pendaftaran. Sambutan tersebut berupa salam hangat
yang dapat membuat mereka merasa tentram berada di rumah sakit. Di tempat
tersebut, pasien akan ditanya keperluannya dan akan diarahkan sesuai dengan
keperluan yang dituju.
2. Komunikasi Efektif Rawat Jalan
Saat pasien berada di Instalas Rawat Jalan pasien harus melakukan tmbang,
tensi, atau ukur tnggi badan di ruang nurse station (NS). Perawat akan melakukan
komunikasi dengan melakukan 5S (senyum, sambut, sapa, salam , santun ) dan
mengarahkan pasien sesuai dengan dokter/keperluan yang dituju.
Rumah sakit menyediakan ruangan poliklinik untuk pasien rawat jalan yang
memerlukan konsultasi atau ingin mendapatkan informasi. Konsultasi dilayani oleh
dokter spesialis, dokter umum dan bidan.
Konsultasi dapat dilakukan secara individual dan berkelompok. Konsultasi
secara berkelompok contohnya kursus pra persalinan, kursus perawatan bayi dan
senam hamil. Ruang konsultasi dilengkapi dengan media komunikasi sepert laptop,
LCD dan gambar-gambar.
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah orang yang
mengantarkannya ke rumah sakit. Mereka ini tdak dalam keadaan sakit, sehingga
memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari berbagai media komunikasi yang
tersedia di poliklinik. Oleh karena itu di setap poliklinik, khususnya ruang tunggu,
dipasang poster-poster, disediakan selebaran (leaflet), dipasang televisi dan
VCD/DVD player yang dirancang untuk menayangkan informasi tentang kesehatan.
Konsultasi yang dilakukan secara individual dilakukan dengan sikap profesional,
menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), sikap profesional ini pentng untuk
membangun rasa nyaman, aman, dan percaya yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektf (Silverman, 1998). Sikap profesional ini
hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi
berlangsung, dan di akhir konsultasi.
3. Komunikasi Efektif Rawat Inap
Pada saat pasien sudah masuk rawat inap, umumnya pasien sangat ingin
mengetahui seluk-beluk penyakitnya. Sementara pasien dengan penyakit kronis
dapat menunjukkan reaksi yang berbeda-beda sepert apats, agresif atau menarik
diri. Hal ini disebabkan penyakit kronis umumnya memberikan pengaruh fisik dan
kejiwaan serta dampak sosial kepada penderitanya. Kepada pasien sepert ini,
kesabaran dari petugas rumah sakit sangat diharapkan, khususnya dalam
pelaksanaan komunikasi pemberdayaan. Beberapa cara komunikasi pemberdayaan
dapat dilakukan melalui konseling sebagai berikut :
a. Konseling di Tempat Tidur
Konseling di tempat tdur (bedside conseling) dilakukan terhadap pasien rawat
inap yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan tempat tdurnya dan harus
terus berbaring. Dalam hal ini, perawat yang menjadi konselor harus mendatangi
setap pasien, duduk di samping tempat tdur pasien tersebut dan melakukan
pelayanan konseling.
Dalam melakukan konseling di tempat tdur, konselor membawa alat peraga dan
bila memungkinkan dapat membawa VCD/DVD yang berisi informasi tentang
penyakit pasien tersebut.
b. Konseling Berkelompok
Terhadap pasien yang dapat meninggalkan tempat tdurnya, dapat dilakukan
konseling secara berkelompok. Untuk itu, di ruang perawatan harus disediakan
suatu tempat atau ruangan untuk berkumpul.
Konseling berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta
mengubah sikap dan perilaku pasien, juga sebagai sarana komunikasi yang
berfungsi sebagai sosialisasi kepada pasien-pasien.
Untuk konseling berkelompok sebaiknya digunakan alat peraga atau media
komunikasi sepert flipchart, poster, standing banner, laptop dan LCD untuk
menayangkan gambar atau film.
Di Rumah Sakit Umum Duta Mulya konseling berkelompok dilakukan melalui
senam hamil, kursus prapersalinan dan kursus perawatan bayi.
Lingkungan yang berpengaruh besar terhadap pasien rawat inap adalah para
penjenguk (pembesuk).
Agar para penjenguk tertb, dapat disediakan ruang tunggu yang dilengkapi
dengan poster dan leaflet tentang pendidikan kesehatan secara grats atau
televisi yang menayangakan berbagai pesan kesehatan dari VCD/DVD player,
sehingga diharapkan para penjenguk memperoleh informasi yang nantnya dapat
disampaikan kepada pasien yang akan dibesuknya.
C. Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Terkait Kondisi Kesehatan Pasien
Prosesnya :
1. Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tngkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
c. Hambatan emosional dan motvasi. (emosional: depresi, senang dan marah)
d. Keterbatasan fisik dan kognitf.
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
2. Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektf. Setelah melalui
tahap asesmen pasien, di temukan :
a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
b. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektf adalah memberikan leaflet kepada pasien
dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektf adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tdak
mengert materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical informaton.
3. Tahap cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami
edukasi yang diberikan:
a. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira
apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
b. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan,
kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
c. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengert tentang materi edukasi yang
diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Ditetapkan di : Painan
Pada tanggal : Februari 2019