Anda di halaman 1dari 30

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat. Dan pelayanan pasien adalah bagian terpenting dalam rumah sakit. Pasien sendiri

adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatanya untuk memperoleh pelayan

kesehatan yang diperlukan , baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit.

Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak

jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non profesi. Dalam menjalankan

kegiatannya rumah sakit menyadari bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam

bentuk bermacam macam asuhan yang merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang

terintegrasi dengan para profesional di bidang pelayanan kesehatan.

Pedoman pelayanan pasien rumah sakit adalah upaya untuk membanguan suatu

kontinuitas pelayanan ini diharapkan rumah sakit dapat menerapkan model pelayanan yang akan

membangun suatu kontinuitas pelayanan, menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan

pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan

pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatnya mutu asuhan pasien dan

efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit.

Setiap pasien yang datang kerumah sakit harus dijamin aksesnya untuk mendapatkan

pelayanan yang dibutuhkan, terjamin pula kontinuitas pelayanan yang didapat, serta
mendapatkan pelayanan yang terkoordinasi dan terintegrasi dari berbagai asuhan dari para

profesional pemberi asuhan pasien. Sehingga dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang efektif,

efisien dan menjamin keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara pada kepuasan pasien dan

pemenuhan hak pasien.

Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada pasien di rumah sakit adalah staf

medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan),

nutrisionis dan farmasis yang rutin dan pasti selalu berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak

kalah pentingnya profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis

laboratorium, penata rontgen, fisioterapis. Secara garis besar ada empat kelompok SDM yang

mendukung jalannya rumah sakit yaitu, kelompok medis memberikan pelayanan asuhan medis,

kelompok keperawatan memberikan pelayanan asuhan keperawatan, serta kelompok keteknisian

medis yang memberikan pelayanan penunjang medis, dan akhirnya adalah kelompok

administrasi yang memberikan pelayanan administrasi manajemen.

1.2 TUJUAN

1.2.1 Umum :

Sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan untuk semua pasien

1.2.2 Khusus :

1. Sebagai pedoman dalam asuhan pasien yang terintergrasi

2. pedoman pelayanan risiko tinggi

3. pedoman pelayanan terhadap pasien dengan risiko kekerasan

4. Pedoman Pemberian terapi nutrisi untuk semua pasien

5. Pedoman pengelolan rasa nyeri

6. Pedoman pasien pada tahap terminal


1.3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Pelayanan pasien yaitu seluruh pelayanan yang berhubungan secara

langsung maupun tidak langsung dengan pasien. Pelayanan tersebut terdiri dari :

Pelayanan medis

A. Pelayanan rawat inap

B. Instalasi gawat darurat

C. Pelayanan rawat jalan

1. poliklinik kandungan

2. Poliklinik penyakit dalam

3. Poliklinik anak

4.. Poliklinik bedah

5. Poliklinik bedah ortopedi

6. Poliklinik THT

7. Poliklinik Mata

8. Poliklinik jiwa

9. Polikilinik saraf

10. Poliklinik Jantung

11. Poliklinik Paru

D. Pelayanan kamar bedah

E. Instalasi farmasi

F. Instalansi rekam medis


Pelayanan non medis

 Bagian kebersihan

 Bagain laundry

 Bagian dapur

 Bagian maintenance

1.4. LANDASAN HUKUM

1) SK Direktur RS Khusus Bedah SS Medika No. 025/RSKBSS SK/DIR/XII/2014

2) Tentang kebijakan Panduan Pelayanan Pasien Seragam RSU KASIH BUNDA

3) Tentang kebijakan Panduan Asuhan Pasien Terintergrasi RSU KASIH BUNDA

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

6) Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia

7) No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

8) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1691/Menkes/Per/VIII/2011tentang

Keselamatan Pasien Rumah Sakit

9) PMK no 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien

10) Panduan Nasional Keselamatan Pasien tahun 2006


VISI RSU KASIH BUNDA
Terwujud Rumah Sakit terbaik dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan cepat,
tepat, profesional dan penuh kasih

MISI RSU KASIH BUNDA


1. Memberikan pelayanan kesehatan terpadu untuk seluruh lapisan masyarakat dengan
biaya terjangkau.
2. Menciptakan lingkungan rumah sakit yang aman, nyaman, indah dan bersih.
3. Meningkatkan kualitas SDM sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi kesehatan
BAB II

ISI

2.1 PEMBERIAN PELAYANAN UNTUK SEMUA PASIEN

Pelayanan berfokus pasien adalah asuhan yang menghormati dan responsive terhadap

pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai nilai pasien

menjadi panduan bagi semua keputusan klinis. Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di suatu

rumah sakit untuk mendukung dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan

perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang bersifat dasar

bagi pelayanan pasien. Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien, aktivitas ini

termasuk :

A. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien;

B. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;

C. Modifikasi asuhan pasien bila perlu;

D. Penuntasan asuhan pasien; dan

E. Perencanaan tindak lanjut.


Banyak praktisi kesehatan yaitu dokter, perawat, apoteker, nutrisionis, terapis rehabilitasi,

dan praktisi pelayanan kesehatan lain melaksanakan aktivitas tersebut. Masing-masing praktisi

pelayanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam asuhan pasien. Peran tersebut

ditentukan oleh lisensi; kredensial; sertifikat; undang-undang dan peraturan; ketrampilan (skill)

khusus individu, pengetahuan, pengalaman, juga kebijakan rumah sakit atau uraian tugas.

Sebagian pelayanan bisa dilaksanakan oleh pasien, keluarganya, atau pembantu pelaksana

asuhan lainnya yang terlatih.

Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat kualitas

asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip “kualitas asuhan yang setingkat”

mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan pasien. Secara khusus,

pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada berbagai unit kerja, dipandu

oleh kebijakan dan prosedur yang menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai tambahan,

pimpinan harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan tingkat kualitas asuhan yang sama

setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan prosedur tersebut harus sesuai

dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku yang membentuk proses pelayanan pasien

dan dikembangkan secara kolaboratif. Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut

dalam:

A. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas kemampuan

pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.

B. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan oleh praktisi

yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu.

C. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya untuk

memenuhi kebutuhan pasien.


D. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia) sama di

seluruh rumah sakit.

E. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan

keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit.

F. Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya yang efisien dan

sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang sama untuk asuhan di seluruh

rumah sakit.

Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus dicatat dalam

berkas rekam medis pasien secara runtut sesuai dengan perjalanan asuhan yang dialami pasien di

RS, mulai dari Assesmen Awal sampai pada Resume Pulang. Pencatatan dalam berkas rekam

medis mengikuti kaidah Problem Oriented Medical record (POMR) yaitu dengan pola S

(subyektif, keterangan/keluhan pasien), O (objektif, fakta yang ditemukan pada pasien melalui

pemeriksaan fisik dan penunjang), A (analisis, merupakan kesimpulan/diagnose yang dibuat

berdasarkan S dan O) dan P (plan, rencana asuhan yang akan diterapkan pada pasien).

2.2. PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN PELAYANAN

RISIKO TINGGI

2.2.1. Pengertian

Pelayanan pasien dengan risiko tinggi merupakan pelayanan pasien dengan Pelayanan yang

memerlukan peralatan kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa , risiko

bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat berisiko

tinggi.

2.2.2. Kebijakan
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi kebutuhan

pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau

kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia umumnya dimasukkan dalam kelompok ini

karena mereka sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti prosesasuhan dan

tidak dapat ikut memberi keputusan tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan,

bingung atau koma tidak mampu memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara

cepat dan efisien. Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk

yang berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk

pengobatanpenyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan (penggunaan

darah atau produk darah).

Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk memahami pasien

tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat, kompeten dan dengan cara yang

seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :

A. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah sakit;

B. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur

yang sesuai;

C. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan prosedur.

Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko tinggi dan

pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka dimasukkan dalam daftar

prosedur. Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari

suatu prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan trombosis vena dalam, ulkus

dekubitus dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah dengan cara melakukan

pelatihan staf dan mengembangkan kebijakan dan prosedur yang sesuai.


1. Pelayanan pasien yang bersiko tinggi:

a) Penanganan kasus gawat darurat.

b) Penanganan resusitasi

c) Penanganan, penggunaan dan pemberian produk darah.

d) Pasien dengan alat bantu hidup atau dalam kondisi koma

e) Pasien dengan penyakit menular.

f) Pasien dialysis

g) Penggunaan alat penghalang (restraint)

2. Kelompok pasien yang berisiko adalah Pasien lanjut usia dengan ketergantungan

bantuan, pasien anak dengan ketergantungan bantuan, dan pasien dengan risiko

kekerasan. Pasien dengan Risiko kekerasan terdiri dari :

a) Pasien dengan cacat fisik dan mental

b) Pasien usia lanjut

c) Pasien bayi dan anak-anak

d) Pasien korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

e) Pasien dengan penyakit kronis seperti pasien dialysis, pasien stroke.

2.3 MAKANAN DAN TERAPI NUTRISI

2.3.1 Pengertian

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan

pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya.

2.3.2 Kebijakan

Kebijakan Umum
1. Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

2. Pelayanan di instalasi harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.

3. Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur opersinal yang

berlaku, etika profesi, etikket, dan menghormati hak pasien.

6. Pelayanan unit dilaksanakan sesuai dengan ketentuan jam kerja yang berlaku

7. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.

8. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal

satu bulan sekali.

9. Setiap bulan wajib membuat laporan.

Kebijakan Khusus

1. Kegiatan instalasi gizi di RSU Kasih Bunda meliputi asuhan gizi rawat inap dan rawat jalan,

penyelenggaraan makanan dan pelayanan edukasi gizi .

2. Pasien yang terskrinning malnutrisi mendapat terapi nutrisi

3. Intervensi gizi dicatat di catatan asuhan gizi dan dimasukan dalam rekam medic pasien.

4. Transfer informasi status kesehatan pasien terkait gizi yang dilakukan pada saat tertentu ( hari

libur, ahki gizi cuti/libur) komunkasi dilakukan melalui lisan/elektronik.

5. Pelaksana asuhan gizi di RSU Kasih Bunda adalah gizi/dietesien/nutritionist yang mempunyai

latar belakang D3 Gizi (Ahli Madya Gizi).

6. Setiap pasien yang mempunyai nomor rekam medis mendapat pelayanan makanan untuk

kepentingan pengobatannya. Pasien yang dipuasakan karena kondisi medisnya tidak mendapat

makanan
7. Instalasi gizi menyediakan makanan atau nutrisi secara regular kebutuhan pasien berdasarkan

usia, budaya makan dan asuhan gizi terencana untuk kebutuhan diet khusus (seperti diet DM, diet

rendah kolesterol, diet cair)

8. Permintaan makanan pasien ke Instalasi Gizi berdasarkan kebutuhan pasien dengan

menggunakan formulir yang sudah ditetapkan dan dibuat oleh perawat

9. Variasi makanan dibuat dalam siklus 10 hari

10. Bagi pasien baru preskripsi diet awal dilakukan oleh dokter. Apabila belum tercantum

preskripsi dietnya, maka penentuannya sementara dilakukan oleh perawat dan atau dietesien

11. Label diet/makanan menggunkaan minimal identitas nama pasien, tanggal lahir dan jenis diet.

12. Diet individual dirancang berdasarkan perhitungan kebutuhan gizi dan masalah dietnya dan

melibatkan pasien dan atau keluarga/pengasuh pasien.

13. Bila keluarga menyediakan makanan untuk pasien, mereka diberikan edukasi tentang

pembatasan diet pasien

14. Proses penyelenggaraan makanan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

15. Instalasi Gizi bertanggungjawan atas laporan berkala yang telah ditetapkan , baik untuk

kepentingan eksternal maupun internal

16. Instalasi Gizi bertanggungjawab atas tersedianya informasi kegiatan pelayanan dan indicator

rumah sakit yang telah ditetapkan

17. Seluruh pelayanan gizi berorientasi pada mutu, keselamatan dan kepuasan pelanggan

18. Bagi pasien yang memrlukan data gizi, dapat diberikan resume atau ringkasan perawatan

pasien, hasil pemeriksaan dan riwayat pelayanan yang telah diberikan.

19. Instalasi gizi menyimpan dan mendistribusikan bahan makanan menggunakan prinsip First In

First Out (FIFO) dan atau Firs Exfired First Out (FEFO) dengan suhu penyimpanan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.


20. Instalasi gizi menangani penyimpanan makanan dalam upaya meminimalkan resiko

kontaminasi dan pembusukan melalui cara cara sebagaimana peraturan yang telah ditetapkan

21. Instalasi gizi menyediakan makanan dan nutrisi enteral untuk memenuhi kebutuhan khusus

pasien dengan cara yang aman. Penyimpanan produk nutrisi enteral sesuai dengan rekomendasi

pabrik

22. Produk nutrisi jadi disimpan secara terpisah dalam kelompok nutrisi pada tempat yang dapat

menjamin mutu dan kestabilannya sesuai dengan aturan penyimpanan yang ditetapkan produsen.

23. Instalasi gizi dalam menyiapkan dan menyimpan makanan meminimalkan resiko kontaminasi

melalui kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan meliputi :

a. penggunaan APD

b. Menjaga personal hygiene bagi staf Instalasi Gizi, staf Rumah Sakit dan Suplier yang

berkaitan dengan penerimaan, penyimpanan, persiapan, pengolahan, sampai penyajian

makanan

c. Penggunaan peralatan sesuai dengan ketentuan sanitasi

d. Berkoordinasi dengan Instalasi Kesehatan Lingkungan

e. Monitoring fasilitas terkait penyimpanan makanan.

24. Makanan didistribusikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan

25. Perintah lisan terkait permintaan diet dengan perubahan diet diterima oleh dietesien atau

petugas yang terlatih

26. Insatasli Gizi mengidentifikasi materi edukasi gizi untuk memenuhi kebutuha informasi bagi

pasien dan keluarga untuk menunjang pengambilan keputusan terkait gizi.

2.4 PENGELOLAAN PELAYANAN RASA NYERI

2.4.1 Pengertian
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya

kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang

merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International Association for the Study of

Pain).

2.4.2 Kebijakan

a. Klasifikasi nyeri

Nyeri berdasarkan durasi :

1) Nyeri akut merupakan akibat dari trauma akut, penyakit atau tindakan pembedahan,

yang mana kondisi yang menyebabkan telah diterapi atau diperbaiki, bertahan kurang

dari tiga bulan dan kadang-kadang bertahan sampai 6 bulan tergantung pada kondisi

cedera yang dialami dan atau perawatan yang diberikan. Gejala fisik yang ditemukan

biasanya seperti takikardia, hipertensi, diaphoresis, midriasis, dan pucat.

2) Nyeri kronik merupakan nyeri yang berlangsung di luar waktu pemulihan yang

diharapkan, umumnya lebih dari tiga sampai enam bulan; biasanya tidak terkait

dengan dengan sistem saraf otonom yang terlihat dalam nyeri akut, tapi sebaliknya

dikaitkan dengan kesulitan tidur, hilangnya nafsu makan, lekas marah, penurunan

fungsi motorik dan atau fungsi seksual dan depresi.

Nyeri dapat juga diklasifikasikan berdasarkan letak nyeri :

1) Somatic pain merupakan nyeri berasal dari daerah tulang, kulit, ligament, dan

otot.Lokasi nyeri dapat dijelaskan dengan baik.Biasanya digambarkan sebagai sakit,

berdenyut-denyut, atau digerogoti.


2) Visceral pain merupakan nyeri yang berasal dari organ padat atau

berongga.Disebabkan karena tekanan, tarikan, atau iskemik. Lokasi nyeri digambarkan

dengan buruk dan kadang dimulai dari area lain. Biasanya digambarkan sebagai rasa

tertekan, kram, rasa sakit yang dalam atau seperti diperas.

3) Neuropathic pain berasal dari disfungsi dan atau lesi sistem saraf pusat atau perifer

dan mungkin terkait dengan defisit neurologis atau perubahan sensasi.Biasanya

digambarkan seperti rasa terbakar, tersengat listrik, panas, menusuk.tertembak. mati

rasa, gatal atau kesemutan.

b. Penyebab rasa nyeri

Penyebab rasa nyeri menurut Asmadi (2008) antara lain:

1. Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),neoplasma,

peradangan, gangguan sirkulasi darah. Trauma mekanis menimbulkan nyeri karena

ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka.

Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan

akibat panas, dingin. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena

pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri. Nyeri pada peradangan

terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit

oleh pembengkakan.

2. Psikis: Trauma psikologis Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri

yang dirasakan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.

c. Factor yang mempengaruhi rasa nyeri


Banyak hal yang mempengaruhi persepsi dan reaksi seseorang terhadap nyeri. Hal

dibawah ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mengkaji nyeri atau menagani

nyeri pasien, diantaranya :

 Usia dan tahap perkembangan

 Faktor psikologis individu atau keluarga

 Psikososial, kultural, dan spiritual sistem pendukung pasien.

 Riwayat depresi, kecemasan, dan kelainan psikiatri lainnya.

 Riwayat penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol

 Pengalaman nyeri sebelumnya.

d. Tata laksana Nyeri

Non farmakologik

Intervensi Deskripsi

Siklus aktifitas dan Penyusunan jadwal antara aktifitas dan istirahat secara

istirahat bergantian untuk memperbaiki siklus tidur yang normal.

Aktifitas yang diberikan sesuai dengan keterbatasan

fungsi pasien.

Mengubah posisi Mengubah posisi untuk meningkatkan sirkulasi dan

merilekskan otot yang tegng.

Teknik distraksi Memusatkan perhatian pada hal lain seperti menyusun

puzzle, bermain video game, mendengarkan music,


membaca.

Teknik relaksasi pelatihan terstruktur untuk mengurangi ketegangan

kelompok otot tertentu atau secara umum mengurangi

kecemasan

Dukungan spiritual memberikan bantuan dari rasa sakit dengan penguatan

sistem kepercayaan dan menyediakan kenyamanan /

dukungan selama periode penyakit, trauma atau stres

Latihan Latihan moderat, aktif untuk mengurangi kejang otot,

meningkatkan citra diri dan fungsi pasien. Konsultasi

terapi fisik diperlukan untuk evaluasi rawat inap, dan

untuk memulai program latihan rumah yang sesuai.

Terapi panas- Menerapkan kompres panas atau dingin dan pijatan

dingin untuk meningkatkan sirkulasi dan membantu relaksasi.

Akupuntur dan Menusukkan jarum kecil atau mengaplikasikan tekanan

akupresur pada titik tertentu sepanjang 12 zona meridian tubuh

(membutuhkan tenaga ahli yang tidak tersedia di rumah

sakit).

Hypnosis menggunakaninduksi dan mengubah keadaan kesadaran

untuk memaksimalkan kontrol individu atas persepsi

nyeri (membutuhkan tenaga ahli yang tidak tersedia di


rumah sakit).

Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO

– OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk nyeri sedang-berat.

– Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan 2) dengan pemberian

intermiten (pro re nata-prn) opioid kuat yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

– Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang-berat, dapat ditingkatkan

menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat dan prn analgesik dalam kurun waktu 24

jam setelah langkah 1).

– Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering digunakan adalah morfin,

kodein.

– Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan opioid ringan.

– Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan dosis secara bertahap

 Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid

 Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytic, kortikosteroid, anestesi

lokal, OAINS, opioid, tramadol.

 Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin

 Topical: lidokain patch, EMLA

 Subkutan: opioid, anestesi local

2.5 PELAYANAN PADA TAHAP TERMINAL (AKHIR HIDUP)

2.5.1 Pengertian
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi si

sakit untuk sembuh.keadaan seperti itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu

kecelakaan. Pelayanan yang diberikan pada seseorang yang mengalami sakit kritis atau penyakit

yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian dalam 6 bulan

atau kurang.

a. Tanda- tanda Klinik Menjelang Kematian.

Kehilangan tonus otot ditandai :

a) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.

b) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan kehilangan reflek menelan.

c) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut

kembung, obstipasi, dan sebagainya.

d) Pengurangan control spinkter urinary dan rectal

e) Gerakan tubuh yang terbatas.

 Kelambatan dalam sirkulasi ditandai :

 Kemunduran dalam sensasi.

 Cyanosis pada daerah ekstremitas.

 Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, tangan, telinga, dan

hidung.

 Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :

 Nadi lambat dan lemah.

 Tekanan darah turun.

 Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.

 Gangguan sensorial : Penglihatan kabur.


 Ganggguan penciuman dan perabaan.

b. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal.

a) Pupil mata melebar.

b) Tidak mampu untuk bergerak.

c) Kehilangan reflek.

d) Nedi cepat dan kecil.

e) Pernafasan chyene stoke dan ngorok.

f) Tekanan darah sangat rendah.

g) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

c. Tanda-tanda meninggal secara klinis.

Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melaluiperubahan-

perubahan nadi, respirasi, dan tekanan darah. Pada tahun 1968,World medical

Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:

1. Tidak ada respon terhadpa rangsangan dari luar secara total.

2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.

3. Tidak ada reflek.

4. Gambaran mendatar pada EKG.

2.5.2 Tujuan

Tujuan umum.

Sebagai arahan bagi perawatan pasien terminal di rumah sakit.

Tujuan khusus:

a) Terlaksananya perawatan pasien terminal yang bermutu sesuai standar yang

berlaku di Rumah Sakit.


b) Tersusunnya panduan pasien terminal.

c) Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.

d) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

2.5.3 Kebijakan

Kebijakan Umum

1. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

2. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.

3. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3

(Keselamatan dan Kesehatan kerja).

5. Setiap petugas harus bekerja sesuai standar profesi, Standar prosedur operasional

yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien.

6. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam.

7. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.

8. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan

minimal 1 bulan sekali.

9. Setiap bulan wajib membuat laporan.

Kebijakan khusus
1. Assesmen ulang harus dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan pasien

dan keluarga pasien apabila pasien mendekati kematian menyesuaikan kondisi

kehidupan.

a. Gejala seperti mau muntah dan kesulitan pernafasan.

b. Faktor-faktor yang meningkatkan dan meningkatkan gejala fisik.

c. Menejemen gejala saat ini dan hasil respon pasien.

d. Orientasi spiritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok

agama.

e. Keprihatinan atau kebutuhan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa,

penderitaan, beban pengampunan.

f. Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga, kecukupan

kemampuan apabila diperlukan perawatan dirumah, cara mengatasi dan reaksi

keluarga atas penyakit pasien.

g. Kebutuhan dukungan atau pelayanan (respite services) bagi pasien dan keluarga

dari pemberi pelayanan lain.

h. Kebutuhan alternative atau tingkat pelayanan lain.

i. Faktor resiko bagi yang ditinggalkan dan cara mengatasi potensi reaksi patologis

atas kehilangan.

2.5.4 Tata laksana Pasien Terminal :

1. Lakukan assessment problem yang berkaitan dengan kematian ( problem

psikologi, fisiologi, social, spiritual)

2. Berikan pengobatan untuk mengurangi rasa nyeri gejala primer atau sekunder

sesuai permintaan pasien dan keluarga.


3. Lakukan intervensi dalam hal keagamaan dan kebudayaan pasien dan keluarga

pasien ( pastoral care )

4. Lakukan pelayanan tahap terminal pada pasien dengan hormat dan respek.

5. KIE keluarga mengenai keluarga pasien.


BAB III

PENGORGANISASIAN

3.1 VISI RSU KASIH BUNDA

Terwujud Rumah Sakit yang terbaik dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan cepat,

tepat, profesional dan penuh kasih

3.2 MISI RSU KASIH BUNDA

4. Memberikan pelayanan kesehatan terpadu untuk seluruh lapisan masyarakat dengan biaya

terjangkau.

5. Menciptakan lingkungan rumah sakit yang aman, nyaman, indah dan bersih.

6. Meningkatkan kualitas SDM sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kesehatan.

3.3 MOTTO RSU KASIH BUNDA

Kuwelas Asih, Hurip Waluya Salawasna

3. 4 URAIAN TUGAS

URAIAN JABATAN

6.1 KASIE RAWAT INAP


1. Perencanaan
a. Menunjuk ketua shift yang bertugas
b. Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien
d. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan
pasien
e. Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf
f. Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan
g. Merencanakan kebutuhan logistic dan fasilitas ruangan kelolaan
h. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
2. Pengorganisasian dan Ketenagaan
a. Merumuskan metode penugasan keperawatan
b. Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan
c. Merumuskan rincian tugas ketua shift dan perawat pelaksana secara jelas
d. Membuat rentang kendali di ruang rawat
e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, misal : membuat jadwal dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap hari sesuai dengan jumlah dan kondisi pasien
f. Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam bentuk diskusi,
bimbingan dan penyampaian informasi
g. Mengatur dan mengndalikan logistic dan fasilitas ruangan
h. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek
i. Mendelegasikan tugas kepada kepala shift
j. Melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lain
k. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
3. Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada kepala shift
b. Memberikan pengarahan kepada kepala shift tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
dan fungsi manajemen
c. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan
keperawatan pasien
d. Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
4. Pengawasan
a. Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan kepala shift
maupun perawat pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan secara
langsung kepada pasien
b. Melalui evaluasi : mengevaluasi upaya atau kerja kapala shift dan perawat pelaksana
dan membandingkan dengan peran masing-masing serta dengan peran masing-masing
serta dengan rencana keperawatan yang telah disusun
c. Member umpan balik kepada kepala shift
d. Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak lanjut
e. Pengendalian logistic dan fasilitas ryangan
f. Memperhatihan aspek legal etik dalam pelayanan keperawatan
g. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

6.2 PERAWAT PELAKSANA RAWAT INAP


1 Memelihara keberhasilan dan kenyamanan lingkungan
2 Melakukan tindakan keperawatan dan mengevaluasi sesuai kebutuhan
3 Bekerjasama dengan tim kesehatan lain dalam membahas kasus
4 Mendampingi dokter saat visite, pemeriksaan dan tindakan di ruangan sesuai dengan
instruksi dokter
5 Melakukan pengkajian dan menentukan diagnosis keperawatan sesuai dengan keilmuan dan
profesinya
6 Melakukan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan
7 Melakukan serah terima pada petugas pengganti
8 Menyiapkan pasien pulang
9 Menerima pasien baru
10 Berkoordinasi dengan perawat penanggung jawab, Kasubbag Rawat Inap, dan Kabag
Keperawatan

6.3 NURSE AID RAWAT INAP


1. Membantu perawat menyiapkan segala peralatan medis/keperawatan di Unit Rawat Inap
agar selalu dalam keadaan siap pakai dan untuk kelancaran pelayanan kepada pasien
2. Membantu perawat dalam menyelesaikan administrasi dan pelayanan kepada pasien
3. Bertanggung jawab dalam inventarisasi alat-alat kesehatan di Unit Rawat Inap
4. Berkoordinasi dengan Perawat pelaksana, Penanggung Jawab dan Kasubbag Rawat Inap,
dan Kabag Keperawatan
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
1. Dokter Konsultan Ginjal-Hipertensi
Kualifikasi
a. Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (dokter
SpPD-KGH) yang di akui oleh pernefri.
b. Memiliki sertifikat pelatihan Hemodialisis dari PERNEFRI.
2. Dokter Penanggung Jawab Unit Haemodialisis
Kualifikasi
Sudah mengikuti pelatihan dialysis di Pusat Pelatihan Dialisis yang
diakui/diakreditasi oleh PERNEFRI.
3. Kasie Haemodialisa
Kualifikasi
a. Memiliki pengalaman minimal 1 tahun di bidang hemodialisis
b. Memiliki sertifikat pelatihan Hemodialisis dari PERNEFRI
c. Memiliki Kepribadian : Sehat jasmani dan rohani, mencintai profesi dan tugasnya,
memiliki jiwa kepemimpinan, berwibawa, jujur, disiplin, loyal, tegas,
bertanggung jawab, bijaksana dan berwawasan luas.
d. Memiliki kemampuan konseptual, teknis dan hubungan antar manusia yang baik.
e. Memiliki SIP (Surat Ijin Praktek) di RSU Kasih Bunda
4. Koordinator Haemodialisa
Kualifikasi
a. Memiliki pengalaman minimal 1 tahun di unit hemodialisis bertugas dalam
b. Sudah menempuh pendidikan khusus dialysis dan perawat ginjal intesif di pusat
pelatihan dialysis yang diakui PERNEFRI
c. Memiliki Kepribadian : Sehat jasmani dan rohani, mencintai profesi dan tugasnya,
memiliki jiwa kepemimpinan, berwibawa, jujur, disiplin, loyal, tegas,
bertanggung jawab, bijaksana dan berwawasan luas.
d. Memiliki kemampuan konseptual, teknis dan hubungan antar manusia yang baik.
e. Memiki STR (Surat Tanda Registrasi) Perawat
5. Perawat Pelaksana
Kualifikasi
a. Pendidikan minimal DIII Keperawatan
b. Sudah menempuh pendidikan khusus dialysis dan perawat ginjal intesif di pusat
pelatihan dialysis yang diakui PERNEFRI,
c. Memiliki Kepribadian : Sehat jasmani dan rohani, mencintai profesi dan tugasnya,
memiliki jiwa kepemimpinan, berwibawa, jujur, disiplin, loyal, tegas,
bertanggung jawab, bijaksana dan berwawasan luas.
d. Memiliki kemampuan konseptual, teknis dan hubungan antar manusia yang baik.
e. Memiki STR (Surat Tanda Registrasi) Perawat
BAB V

STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI KERJA


DIREKTUR

KOMITE KESEKRETARIATAN

MEDIK CASEMIX

KEPERAWATAN IT

ETIK & HUKUM MARKETING

PANITIA / TIM

KEPALA BIDANG KEPALA BIDANG KEPALA BIDANG KEPALA BAGIAN KEPALA BAGIAN

PENUNJANG MEDIS PELAYANAN MEDIS KEPERAWATAN KEUANGAN & AKUNTING UMUM

KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI KASUBAG KASUBAG

LABORATORIUM IGD RANAP SHINTA KEUANGAN PERSONALIA & DIKLAT

KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI KASUBAG KASUBAG

REKAM MEDIS ICU RANAP SADEWA AKUNTING RUMAH TANGGA,

KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI KASUBAG PEMELIHARAAN &


PEMANTAUAN ,
ADMINISTRASI KEUANGAN
RADIOLOGI HAEMODIALISA RANAP NAKULA
SOPIR, KEAMANAN &
KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI PARKIR
KASUBAG
FARMASI RAWAT JALAN RANAP ARJUNA SECURITY & PARKIR,
KESLING & BINATU
KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI KA SIE INSTALASI
KASUBAG
FISIOTERAPI BEDAH / ANASTESI RANAP BIMA
PEMBELIAN &
KA SIE INSTALASI
LOGISTIK UMUM
GIZI

Anda mungkin juga menyukai