Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronik merupakan suatu proses patologis dengan etiologi

yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada

umumnya berakhir dengan gagal ginjal.1 Kemenkes tahun 2014 melaporkan

bahwa prevalensi gagal ginjal kronis di Indonesia dengan usia lebih dari 15 tahun

yaitu 0,2% dari jumlah penduduk. Tahun 2014 jumlah penduduk yaitu

252.124.458 jiwa, maka terdapat 504.248 jiwa yang menderita gagal ginjal kronis.

Provinsi yang memiliki prevalensi tertinggi yaitu Sulawei Tengah dengan

presentasi 0,5% dan Jawa Barat ada pada urutan ke tiga bersamaan dengan daerah

Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, NTT dan Sulawesi Selatan dengan

pre1sentasi 0.3%.2

Gagal ginjal bersifat ireversibel dan pada akhir stage atau pada keadaan

tertentu memerlukan terapi ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi

ginjal.1 Indonesian Renal Registry 2012 melaporkan bahwa rata-rata pasien PGK

dengan indikasi untuk dialisis, memilih untuk melakukan hemodialisa 78%,

diikuti transplantasi 16%, CAPD 3%. Dan setiap tahunnya terjadi peningkatan

jumlah pasien yang mengikuti Hemodialisa, baik pasien yang baru maupun yang

tetap.3

Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung

ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah

pasien di pompa dan di alirkan ke kompartemen darah yang di batasi oleh

1
membran semi permeabel dengan kompartemen dialisat. 1 Selama hemodialisa

berlangsung, komplikasi dapat terjadi. Komplikasi terbagi menjadi dua yaitu

akibat prosedur hemodialisa dan akibat faktor penderita. Salah satu komplikasi

akibat prosedur yaitu pembekuan (clotting) selama hemodialisa.4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembekuan Darah Selama Dialisis

Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung

ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen. Dalam proses

hemodialisa, darah yang berada di luar tubuh (extrakorporeal) akan lebih mudah

mengalami clotting (pembekuan darah) dikarenakan adanya kontak dengan plastik

tubing, udara dan membran dialisis. Pembekuan darah yang berlebihan pada blood

line dan dialiser, menyebabkan blood line dan dialiser harus di ganti dengan yang

baru. Dan pada orang dewasa ini berarti kehilangan 120-250 ml darah.

Sedangkan, bekuan darah yang masuk kedalam tubuh manusia dapat

menyebabkan tromboemboli.1

Pembekuan darah pada sirkuit HD dapat di minimalisir dengan terapi

antikoagulan. Tetapi, pada kasus tertentu antikoagulan tidak boleh diberikan.

Kontraindikasi pemberian antikoagulan yaitu: 1. Perdarahan aktif 2. Gangguan

koagulasi 3. Test fungsi hepar yang abnormal 4. Trombosit <150.000 mg/dl 5.

Preoperasi 6. <48 jam setelah prosedur invasive (angiograms dan biopsi renal).5

2.2 Proses Pembekuan Darah

3
Gambar 2.1 Proses koagulasi

Jalur Ekstrintik

Proses koagulasi dalam darah in vivo di mulai oleh jalur ekstrintik yang

melibatkan komponen dalam darah dan pembuluh darah. Komponen utama adalah

Tissue factor, suatu protein membran instrintik yang berupa rangkaian polipeptida

tunggal yang diperlukan sebagai kofaktor faktor VIII dalam jalur instrintik dan

faktor V dalam common pathway. Tissue actor ini akan disintesis oleh makrofag

dan sel endotel bilaman mengalmi induksi oleh endotoksin dan sitokin seperti

interleukin 1 dan Tumor nrcrosis factor. Komponen plasma utama dari jalur

extrintik adalah faktor VII yang merupakan vitamin K dependen protein.6

Jalur ekstrintik akan diaktivasi apabila tissue factor yang berasal dari sel-

sel yang mengalami kerusakan atau stimulasi kontak dengan faktor VII dalam

4
peredaran darah dan akan membentuk suatu kompleks dengan ion ca. Kompleks

faktor ini akan memnyebabkan aktivasi faktor X menjadi Xa disamping juga

menyebakan aktivasi faktor IX menjadi IXa (jalur instrintik).6

Jalur Instrintik

Jalur instrintik merupakan suatu proses koagulasi paralel dengan jalur

extrintik, dimulai oleh komponen darah yang sepenuhnya ada berada dalam sistem

pembuluh darah. Proses koagulasi terjadi sebagai akibat dari aktivasi dari faktor

IX menjadi faktor IXa oleh faktor XIa.6

Protein contact system (faktor XII, prekalikrein, high molecular weight

kininogen dan CI inhibitor) disebutkan sebagi pencetus awal terjadinya aktivasi

ataupun inhibisi faktor XI. Protein contact system ini akan berperan sebagai

respon dari reaksi inflamasi, aktivasi komplemen, angiogenesis dan fibrinolisis.6

Faktor XI dikonversikan menjadi XIa melalui 2 mekanisme yang berbeda

yaitu diaktifkan oleh kompleks faktor XIIa dan high moleculer weight kininogen

atau sebagai regulasi feed back negatif dari trombin. Regulasi negatife feed back

ini juga terjadi pada faktor VIII dan faktor V, hal ini yang menerangkan tidak

terjadinya perdarahan pada penderita yang kekurangan faktor XII, prekalikrein

dan HMWK.6

Faktor IXa akan membentuk suatu kompleks dengan faktor VIIIa degan

bantuan adanya fosfolipid dan kalsium yang kemudian akan mengaktifkan faktor

X menjadi Xa. Faktor Xa akan mengikat faktor V bersama dengan kalsium dan

fosfolipid membentuk suatu kompleks yang disebut protrombinase, suatu

5
kompleks yang bekerja mengkonversi protrombin menjadi trombin. Faktor IX

dapat juga diaktifkan oleh faktor XIa.6

Common pathway

Bila telah terbentuk faktor Xa baik melalui faktor ekstrintik dan instrintik

maka akan terjadi konversi protombin menjadi trombin. Bersama dengan vit K

dependen yang lain akan suatu kompleks protrombinase (faktor Xa, V, fosfolipid

dan kalsium). Kompleks protrombinase ini mempunyai kemampuan lebih tinggi

kurang lebih 300.000 kali lipat dengan hasil yang didapat dariaktivasi enzim

(faktor Xa) dan subtrat (protrombin sendiri).6

Pembentukan Fibrin dan Fibrinolisis

Trombin bekerja pada berbagai bahan, termasuk fibrinogen, faktor XII, V

dan VII, membran trombosit, protein S dan protein C. Dapat dikatakan trombin

memegang peran sentral dalam mengontrol proses pembekuan hemostatic melalui

mekanisme positif dan negatif feed back.6

Pembentukan fibrin merupakan suatu proses kedua setelah fase pertama

agregrasi trombosit. Fibrinogen merupakan bahan dasar dari fibrin, suatu

glikoprotein dengan berat molekul 340.000 dalton yang terdapat dalam

konsentrasi yang tinggi dalam plasma dan granul trombosit. Trombin ini akan

terikat pada fibrinogen dan akan membebaskan fibrinopeptida dan membentuk

fibrin monomer dan selanjutnya membentuk fibrin polimer. Pengikatan fibrin ini

akan menjadikan fibrin resisten terhadap degradasi plasmin dan keadaan ini juga

diperkuat oleh pengan a2 plasmin inhibitor yang melindungi dari fibrin terhadap

efek fibrinolisis dari plasmin.6

6
Mekanisme terakhir untuk membatasi pembentukan bekuan darah adalah

fibrinolisis. Mekanisme ini diperlukan untuk reparasi pembuluh darah dan struktur

jaringan lainnya bersamaan dengan pertumbuhan kembali sel endotel dan

rekanalisasi pembuluh darah. Fibrinolisis merupakan suatu rangkain proses

aktivasi faktor-faktor pembekuan yang meliputi konversi zimogen-enzym,

mekanisme feedback potensiasi dan inhibisi dan reparasi struktur pembuluh

darah.6

Pada proses permulaan pembentuk homeostatik trombosit dan sel endotel

akan melepaskan plasminogen activator inhibitor untuk memfasiitasi

pembentukan fibrin. Proses selanjutnya memalui proses yang belum diketahui

dengan pasti dan waktu yang tepat, sel endotel akan melepaskan plasminogen

aktivator dan prorokinase yang akan mengkoversi plasminogen terutama yang

terikat pada fibrin menjadi bentuk aktif yaitu plasmin, yang nantinya akan

mencetuskan terjadinya fibrinolisis.6

Sistem Inhibisi

Mekanisme antikoagulan dalam sistem pembuluh darah akan membatasi

dan melokalisasi pembentukan trombus pada tempat terjadinya kerusakan

pembuluh darah. Anti trombin III merupakan suatu inhibitor utama terhadap

faktor IXa,Xa, dan trombin. Didalam darah terdapat cukup anti trombin III

sehingga mampu menetralisasi terjadinya trombin dalam darah.6

Kemampuan inhibisi yang dihasilkan anti trombin III akan diperkuat

dengan adanya heparin, akan tetapi bila sudah terbentuk trombus maka trombin

ini akan menjadi resisten dengan anti trombin dan heparin.6

7
Activated Partial Thromboplastin Time

Pemeriksaan APTT adalah skrining untuk mengetahui kelainan koagulasi,

pemeriksaan ini merupakan pemeriksan yang sensitif terhadap kelainan dalam

jalur intrintik dan kurang sensitif terhadap ptrotombin dan fibrinogen.6

Protombin time

Bila APTT memanjang menunjukkan adanya defisiensi dari satu atau

beberapa faktor pembekuan darah (hemofilia) atau adanya inhibisi pada proses

koagualasi (heparin, lupus anti koagulant, fibrin-fibrinogen degradation product)

Pemeriksaan Protombin time merupakan pemeriksaan skrining terhadap

kelainan dalam jalur ekstrintik. Pemeriksaan ini juga mendeteksi kadar fibrinogen

<100 mg/dl. Digunakan untuk monitoring terapi antikoagulan atau skrining

terhadap defisiensi vitamin K.6

Untuk Pemberian Heparin diperlukan pemeriksaan laboratorium yaitu

Activated partial Thromboplastin Time (APTT) dan prothombin time.6

2.3 PATOGENESIS

Faktor-faktor penting harus dipertimbangkan dalam terjadinya clotting,

yaitu: karakteristik sirkuit extracorporeal dan komponennya, abnomalitas dari

faktor koagulasi sirkulasi dan efek agen eksogen pada sistem koagulasi.7

8
a) Rendahnya blood flow (QB)

Penyebab paling umum dari clotting pada sirkuit extracoporeal selama

hemodialisis adalah rendahnya QB, biasanya disebabkan oleh masalah di akses

vaskular atau di sirkuit extracoporeal.7

b) Interaksi darah dengan bahan-bahan sintetik.

Sirkulasi darah dalam bahan-bahan sintetik (tubing dan dialiser) dapat

memicu aktivasi mediator inflamasi yaitu komponen Komplemen, sel darah putih

dan trombosit. Aktivasi ini dapat terjadi dengan atau tanpa tanpa heparin dan

berhubungan dengan agregrasi trombosit dan akumulasi fibrin di membran

dialiser.7

Interaksi ini diperkirakan tergantung pada absorpsi protein plasma pada

permukaan membran dialiser, Maka jenis dialiser juga penting. Misalnya dialiser

cuprophane lebih tinggi resitensi heparin dan komsunsi trombosit dibandingkan

dengan polycrylonitrite, polysulfone atau polymethylmalonilacetta. Selain itu

tubing yang terbuat dari karet silikon lebih tinggi akumulasi fibrin dan

trombositnya, di banding dengan bahan plastik lainnya. faktor yang juga perlu di

pertimbangkan dalam clotting intra dialisis adalah rendahnya pH dialisate.7

c) Kofaktor koagulasi sirkulasi

Peningkatan resistensi heparin dikaitkan dengan penurunan 40-60% dari

antitrombin III (AIII) dan telah dicatat kasus resistensi berat pada penurunan AIII

lebih dari 60%. AIII adalah suatu proses protease inhibitor dengan berat 65

kilodalton yang di sintesa di hati. Defisiensi AIII harus dipertimbangkan ketika

9
terjadi clotting extracorporeal yang berat, terutama bila penyebab clotting bukan

dari mekanik seperti rendahnya QB dan bila gagal ginjal berhubungan dengan

sindroma nefrotik sebagai penyebab yang mendasarinya.7

Kofaktor plasma lain yang berhubungan dengan hiperkoagulasi adalah

protein C, vitamin K dependen plasma protein yang dapat menetralisir faktor V

dan VIII dan protein S.7

d) Agent Farmakologi

Farmakologi agent menunjukkan aktivasi dari sistem koagulasi dan

menunjukkan peningkatan clotting. Sebagai contoh pemberian eritropoetin untuk

anemia pada PGK juga menunjukkan perbaikan fungsi trombosit pada pasien

dialisis dan dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya trombosis.7

Heparin juga dikaitakan dengan aktivasi imunologik trombosit dan

menghasilkan trombositopenia. Nitrogliserin telah dilaporkan mengganggu

aktivitas antikoagulan dari heparin.7

e) Hiperkoagulasi pada pasien gagal ginjal kronik

Penderita gagal ginjal kronik mempunyai resiko untuk mengalami

hiperkoagulasi yang disebabkan oleh karena beberapa sebab, antara lain defisiensi

AT-III, hiperhomosistein dan penyakit kronis.1,7

Insiden trombosis arteri dan vena pada pasien gagal ginjal kronik cendrung

meningkat (10-40%). Beberapa penelitian memeriksa aktifitas hemostasis

10
diantaranya kadar fibrinopeptide A di plasma yang berasal dari pemecahan fibrin

oleh trombin dan diperkirakan sebagai penyebab terjadinya koagulasi yang

berlebihan pada pasien gagal ginjal kronik yang asimtomatik, mengapa hal ini

terjadi masih belum jelas. 1,7

Beberapa kelainan hemostasis yang terjadi antara lain menurunnya kadar

Anti Trombin III (AT-III). Peningkatan aktifitas trombosit dan terdapatnya high

molecular weight fibrinogen didalam sirkulasi. Kemungkinan lain adalah immune

mediated injury pada glomerulus mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas

prokoagulan dan hal ini dapat berakibat secara sistemik. 1,7

Karen Kaufman tahun 2003 mengatakan hiperhomosistein dapat

merangsang terjadinya hiperkoagulasi darah dan beresiko terjadi trombosis.

Peningkatan kadar homosistein pada gagal ginjal kronik sejalan dengan

penurunan fungsi ginjal dan semakin meningkat pada gagal ginjal terminal.

Beberapa penelitian melaporkan hiperhomosistein terdapat pada 75-100 % pasien

dialisis dan 67% pada pasien peritoneal dialisis. 1,7

2.4 Pemberian Antikoagulan

Selama Berlangsungnya hemodialisis dibutuhkan antikoagulasi supaya

tidak terjadi clotting di dalam sirkuit extracorporeal. Pemberian heparin berat

molekul besar (unfractioned heparine) masih merupakan standar antikoagulan.

Pada pasien dengan risiko perdarahan aktif dapat diupayakan pemberian heparin

11
dengan molekul rendah. Jenis heparinisasi ada 3 yaitu heparinisasi rutin, minimal

dan free heparin yang akan dijelaskan dibawah ini.5

Heparinisasi rutin

Pemberian heparin rutin atau standar diberikan pada pasien stabil tanpa risiko

perdarahan dan heparin dapat diberikan secara kontinyu:

1) Diberikan dosis awal secar bolus 2000 u

2) Tunggu 3-5 menit untuk memberi kesempatan heparin menyebar merata,

kemudian dialisis di mulai. Dilanjutkan dengan infus heparin dengan

kecepatan 1000u/jam secara kontinyu (dengan pompa).

3) Dilakukan penilaian koagulasi.

Heparin dapat diberikan secara bolus yang berulang-ulan/intermiten:

1) Berikan dosis bolus awal : 3000-4000u (50-100u kgbb)

2) Kemudian setiap jam diberikan 1000-2000unit tergantung masa

pembekuan.

3) Dilakukan penilaian koagulasi

Heparinisasi minimal

Pemberian heparin secara ketat dilakukan pada pasien beresiko sedang

untuk mengalami perdarahan. Heparin minimal dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

1) Target waktu pembekuan (clothing time/CT) sebagai dasar + 40%

2) Bolus heparin 500 unit dalam 30 menit

12
3) Lebih disukai dengan cara sbb :infus heparin konstan 250-2000 unit/jam

(biasanya 600 unit/jam, setelah bolus dikurangi atau tidak diberikan bolus

awal (750 unit dan cek ACT/ Activated Clothing Time setelah 3 menit)

4) Monitor ACT tiap 30 menit

5) Pemberian heparin dilakukan sampai akhir dialysis

Free heparin

Diberikan pada pasien dengan perdarahan aktif, pasien perikarditis,

koagulopati, trombositopeni, perdarahan intraserebral, baru menjalani operasi atau

baru melakukan transplantasi ginjal Pengawasan ketat oleh perawat (hanya 5%

resiko untuk pembekuan sirkuit secara lengkap). Cara :

1) Bilas sirkuit dialiser dengan NaCL 0,9 % yang telah dicampur heparin

3000-5000 unit.

2) Bilas dan keluarkan cairan tersebut diatas (jangan dimasukkan kedalam

tubuh pasien)

3) Gunakan secepat mungkin aliran darah (250ml-menit)

4) Bilas sirkuit dialisis tiap 15-30 menit dengan cairan NaCL 0,9 % sebanyak

25-200 ml untuk mencegah pembekuan di jalur arteri

5) Naikkan laju ultrafiltrasi untuk mengeluarkan NaCL ekstra

6) Perhatikan dialiser dan awasi tekanan vena dengan hati-hati untuk

mendeteksi tanda-tanda awal pembekuan darah

7) Hindari pemberian transfusi darah

13
Low Molecular Weight heparin:

a. Enoxaparin sodium

Dosis : 0,5-1mg/kg BB, disuntikkan ke jalur arteri. Dari sirkuit dialisis pada awal

dialisis, akan cukup untuk dialisis selama 4 jam. Bila tampak cincin vibrin tambah

suntikan 0,5-1mg/kgBB

b. Nadroparin kalsium, Dosis :

- BB < 50 kg : 0,3ml

- BB 50-69 kg : 0,4ml

- BB > 70 kg : 0,5ml

Disuntikkan ke dalam jalur arteri dari sirkuit dialisis pada awal hemodialisis

2.5 CARA KERJA ANTIKOAGULAN

Unfractionated Heparin (UFH) adalan antikoagulan dengan berat molekul

besar yang menghambat faktor XIIa, XIa, Xa dan IIa. Enoxaparin (Lovenox)

adalah antikoagulan dengan berat molekul yang rendah (low molecular weight

heparin-LWMH), bekerja menghambat fakor Xa dan IIa. Fondaparinux (Arixtra)

adalah antikoagulan yang menghambat Faktor Xa. LMWH dan Arisxtra bekerja

dengan menghambat faktor koagulan sehingga menghambat pementukan trombus

tanpa mengganggu jumlah trombosit.8

14
Gambar 2.2 Gambar cara kerja antikoagulan8

2.6 Penilaian clotting selama dialisis5

Menilai koagulasi sewaktu dialisis :

1) Secara visual :

a. Darah dalam sirkuit ekstrakorporeal berwarna sangat tua

b. Dalam dialiser terlihat garis – garis merah

c. Dalam drip chumber terlihat busa dan pembentukan bekuan darah

d. Darah setelah melalui dialiser tak dapat masuk ke venous chumber

e. Terlihat bekuan dalam arterial header dari dialiser

2) Tekanan dalam sirkuit ekstrakorporeal

3) Keadaan dialiser paska dialisis

4) Mengukur volume residual dari dialiser

15
5) Tes masa pembekuan

Tes Reagen Heparin Selama HD Pada


rutin akhir Hd
Nilai
diingikan
Nilai normal
WBPTT Actin FS 60-80 dtk +80% +40%
120-140 dtk 85-105 dtk
ACT Siliceous 120-150 dtk +80% 40%
earth 200-250 170-190
LWCT Tidak ada 4-8 mnt 20-30
WBPTT = whole Blood Partial Tromboplastin Time
ACT = activated clotting time
LWCT = Lee White Clotting Time

2.7 Penatalaksanaan bekuan darah selama hemodialisa

Bekuan darah minimal

Dialisis dapat dilanjutkan, pertimbangkan untuk meningkatkan dosis

heparin atau pada kasus dengan free heparin, dapat meningkatkan frekuensi

bilasnya. Cek juga tubing yang terlipat.5,9

Bekuan darah pada sebagian besar blood line dan dialiser (severe clotting) 5,9

Hentikan dialisis dan mencari kolega untuk membantu prosedur, yaitu:

1) Bilas dengan normal saline hingga venous line terlihat jernih, stop blood pump

2) Hubungkan blood line baru pada dialiser, unclamp arterial line dan jalankan

blood pump, alirkan sampai darah melewati venous trap

3) Hubungkan venous line pada pasien dan lepaskan klem.

16
4) Lanjutkan dialisis dan pertimbangkan pegukuran heparin ulang (50-100 mg/kg

bb) atau frekuensi yang lebih sering.

5) Bila terdapat clotting pada blood line dan dialiser, segera masukkan darah ke

dalam tubuh pasien dan pasang blood line dan dialiser yang baru.

Penatalaksaan Medis1,6,8,9

1) Pada kasus AIII rendah, dapat digunakan terapi AIII sintetis

2) Penggunaan yang menghambat aktivasi trombosit terutama yang short

acting seperti protacyclin atau yang ling acting seperti sulfinpyrazone,

mungkin berguna pada hiperkoagulabilitas yang dikaitkan dengan

hiperagregabilitas.

3) Penggunaan membran dialiser jenis plyacrylonitrile yang tidak

mengaktivasi mediator inflamasi secara akut dapat berguna pada pasien

yang hiperkoagulabilitas.

4) Bila heparin itu sendiri yang berkontribusi terhadap hiperkoagulabilitas

atau bila patogenesis nya tidak jelas, maka dapat diberikan low molecular

weight heparinoids dapat mencegah imunogenitas dan terbukti lebih

effektif dalam beberapa situasi.

2.8 Komplikasi

1) Hilangnya darah dalam jumlah kurang lebih 200-300 cc tergantung dari

volume sirkuit extracorporeal yang digunakan.

2) Penurunan kadar HB pasien akibat kehilangan darah

17
3) Hipotensi dapat terjadi akibat berkurangnya volume darah

4) Gangguan oksigenasi akibat HB yang rendah

5) Keluhan mual, pusing nyeri dada, kram dapat timbul akibat komplikasi-

komplikasi di atas.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian pasien

1) Observasi adekuasi akses


2) Kaji dialisr dan AVBL : hitam sebagian atau menyeluruh

18
3) Kaji warna darah pada dialiser :berbeda lebih gelap dibandingkan dengan

warna AVB
4) Kaji warna dialiser dan AVBL sesudah dibilas

Pengkajian mesin

1) Observasi suhu mesin


2) Observasi tekanan vena
3) Observasi tekanan arteri
4) Observasi TMP
5) Observasi QB

6) pengkajian AVBL dan dialiser

3.2 Masalah keperawatan

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hilangnya volume ekstra

corporeal dan penurunan hb

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Kriteria dan Intervensi
Hasil
gangguan perfusi jaringan Setelah 1. kaji tanda tanda dehidrasi
b.d banyaknya volume diberikan askep
2. observasi tanda-tanda vital
darah ekstra corporeal yang masalah teratasi
keluar disertai penurunan dengan kriteria 3. periksa hb

hb hasil : 4. kolaborasi pemberian transfusi jika

1. turgor kulit hb kurang

elastic 5.bilas nacl 0'9 %

2. Intake dan 6. pastikan letak clothing jika di BL


output cairan ganti BL jika di dialiser ganti dialiser
seimbang

19
3. Membrane
mucus lembab

BAB IV

KESIMPULAN

Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah dari tubuh pasien

menuju dialyser, darah yang kontak dengan udara, plastik tubing, dan membran

dialiser, dapat memicu terjadinya bekuan darah. Bekuan darah yang masuk

20
kedalam tubuh manusia dapat menyebabkan tromboemboli. Untuk mencegah

clotting dibutuhkan terapi antikoagulan tetapi pastikan tidak ada kontraindikasi

pemberian heparin pada pasien. Pada pasien dengan free heparin (pasien dengan

kontraindikasi Heparin) dibutuhkan pemantauan dan penilaian clotting pada blood

line dan dialyser.1,4,5,6,7

Faktor faktor yang berhubungan dengan patogenesis terjadinya clotting

yaitu QB yang rendah, kontak darah dengan bahan sintetik, kofaktor koagulasi

sirkulasi, agen farmakologik, dan hiperkoagulasi pada pasien PGK.7

Penatalaksanaan bekuan darah tergantung dari berat ringan nya bekuan

darah. Pada kasus bekuan darah clotting masukkan darah pasien, lakukan sirkulasi

tertutup, heparin 2000 u, lanjutkan dialisis. Pada kasus bekuan darah total ganti

blood line dan dialiser yang baru dan lakukan kembali rinsing dan priming.

Komplikasi yang terjadi tergantung dari kasus dan penatalaksanaan yang

dilakukan. Pada kasus clotting total, darah yang terbuang dapat menyebabkan

pasien kehilangan darah 200-300 cc tergantung banyaknya darah extrakorporeal.

Yang selanjutnya, pasien dapat mengalami hipotensi dan HB yang menurun.4,5,6,9

21

Anda mungkin juga menyukai