Anda di halaman 1dari 10

MODEL “ADAPTASI” ROY

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KOPING IBU:


STUDI KASUS PADA IBU DENGAN KEHAMILAN
EKTOPIK TERGANGGU

Awatiful Azza
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember

ABSTRAK

Kehamilan merupakan suatu proses yang alami dan fisiologis, karena


merupakan salah satu fase dalam kehidupan wanita pada masa reproduksi.
Namun, terkadang kehamilan yang diharapkan tidak sesuai dengan
perkembangannya dan mengalami komplikasi. Kehamilan ektopik terganggu
(KET) merupakan salah satu komplikasi yang dapat menjadi penyebab kematian
maternal trimester pertama. Selain itu ibu juga akan mengalami respon kehilangan
yang luar biasa akibat kehilangan bayi dan organ reproduksinya. Pendekatan yang
holistik meliputi bio-psiki-sosial dan spiritual dalam membantu klien dapat
mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan. Tujuan penelitian ini untuk
memberikan gambaran penerapan model adaptasi Roy terutama dalam
meningkatkan koping ibu yang mengalami kehamilan dengan KET.
Hasil dari penelitian didapatkan ibu mampu menerima kondisinya melalui
upaya meningkatkan koping dengan melihat kemampuan yang dimiliki.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka rekomendasi yang dapat disarankan
pada penelitian ini adalah perlu pendekatan bertahap pada ibu dengan masalah
psikologis sesuai dengan tahapan adaptasi yang dimilikinya. Berikan alternatife
pilihan dalam menyelesaikan masalahnya sesuai dengan tahapan psikologis ibu.

Kata Kunci : Model adaptasi roy, hoping, kehamilan ektopik.

A. PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan suatu proses yang alami dan fisiologis, karena
merupakan salah satu fase dalam kehidupan wanita pada masa reproduksi. Setiap
ibu hamil menginginkan keselamatan baik bagi diri dan janin yang dikandungnya
mulai dari proses kehamilan sampai dengan melahirkan. Perubahan yang terjadi
pada ibu sepanjang masa kehamilan tentunya akan melibatkan banyak aspek baik
dari aspek fisik maupun psikologis. Perubahan psikologis dapat terjadi sebagai

1
respon perubahan fisiologis yang berlangsung cepat, dan memiliki efek pada
semua organ tubuh ibu (Pillitery, 2003).
Kehamilan ektopik terganggu merupakan keadaan emergency yang
menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama (Bader,
2005). Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di
luar kavum uteri (Gilbert & Harmon, 2003). Menurut data statistik di Amerika
pada tahun 2000, terdapat 16 kasus kehamilan ektopik terganggu dalam 1000
persalinan, 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida
(Jones, 2003). Insiden ini mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam
beberapa tahun terakhir ini. Penelitian yang dilakukan Ezzedin di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru dalam periode 1 Januari 2003 - 31 Desember 2005
melaporkan bahwa, ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu (KET)
sebesar 133 dari 7498 kehamilan dengan komplikasi (1,77%) dan tertinggi pada
kelompok umur 20 - 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
Data tersebut menjadi menarik untuk dibahas karena tidak hanya
insidennya yang cenderung meningkat, akan tetapi kejadian KET juga banyak
ditemukan pada ibu dengan usia yang masih sangat produktif. Kondisi ini
tentunya akan menjadi permasalahan yang kompleks bagi ibu dan keluarganya,
sehingga dibutuhkan bantuan penyelesaian untuk meminimalkan dampak yang
merugikan.
Dampak yang terjadi pada ibu dengan KET tidak hanya berkaitan dengan
masalah fisik yang merupakan kondisi yang mengancam keselamatan jiwa pada
ibu, akan tetapi kondisi psikologis juga menjadi pertimbangan dalam membantu
ibu untuk meningkatkan adaptasi terhadap respon berduka karena kehilangan
bayi. Secara psikologis ibu tidak hanya merasa kehilangan bayi yang
dikandungnya, ibu juga akan merasa kehilangan organ reproduksi karena tindakan
operasi. Kondisi depresi dan kurang mampu mengontrol diri dalam menerima
keadaannya pada ibu dengan KET membutuhkan suport yang tinggi terutama dari
lingkungannya untuk membantu ibu dan keluarganya dalam menerima keadaan
ini (Kuczynski, 2006).

2
Stressor yang dialami ibu dengan KET dapat menyebabkan ibu berupaya
untuk menggunakan mekanisme pertahanan diri sesuai dengan koping yang telah
dimiliki. Dukungan baik dari keluarga terdekat maupun dari petugas kesehatan
terkait juga sangat dibutuhkan. Ibu yang mengalami kehilangan janin pada
trimester pertama merupakan kondisi krisis situasional yang membutuhkan
dukungan dari perawat (Bobak, 2005).
Upaya yang perlu dilakukan dalam membantu ibu meminimalkan dampak
dari KET baik secara fisik maupun psikologis adalah dengan memandang klien
secara holistik meliputi bio-psiki-sosial dan spiritual. Pada pemenuhan kebutuhan
psikologis tindakan untuk membantu ibu dan keluarganya dalam melewati proses
kehilangan dan berduka secara adaptif dapat dilakukan dengan memfasilitasi
koping ibu dan keluarga untuk menerima realitas. Tindakan ini dapat melibatkan
sistem pendukung yang dimiliki klien, keterlibatan keluarga dalam pemberian
asuhan keperawatan akan membantu ibu untuk meningkatkan kemampuan
adaptasinya dan dapat memasuki respon kehilangan dan berduka secara fisiologis
(Chapman, 2003). Peran dan fungsi untuk membantu ibu dalam meningkatkan
koping tersebut dapat dilaksanakan melalui aplikasi model konsep dan teori
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan
komprehensif. Teori adaptasi Roy memandang bahwa setiap individu mempunyai
kemampuan dan potensi untuk beradaptasi dalam mencapai kondisi sejahtera
(Tomey & Alligood, 2006). Hal ini diharapkan dapat membantu ibu untuk
meningkatkan kemampuan klien dan keluarganya menuju ke proses penerimaan
terhadap perubahaan yang terjadi pada dirinya.

B. STUDI KASUS
Gambaran Kasus
Ny. I. K 30 tahun didiagnosa dengan kehamilan ke tiga premature satu
kali dan pernah mempunyai riwayat operasi pada tuba kanan dan saat ini ibu
dinyatakan hamil anak ke tiga dengan KET pada tuba kiri.
Keluhan yang dirasakan ibu, 6 jam sebelum masuk rumah sakit ibu
mengalami perdarahan dan nyeri yang sangat hebat nyeri perut berlanjut sejak 12

3
jam sebelum masuk rumah sakit. Ibu juga sempat pingsan di rumah, terdapat mual
dan muntah. Pemeriksaan fisik saat masuk ditemukan abdomen tegang, defans
muskuler positif, bising usus positif, nyeri sekitar lapangan abdomen, kulit
lembab, akral dingin. Pemeriksaan tekanan darah 90/60, nadi 108,x/mnt,
pernafasan 20x/mnt, suhu 36,5oC. Status gynecologi, inspekulo didapatkan portio
livid, orivisium uteri eksternum tertutup, terdapat fluxus, fluor albus tidak ada.
Pemeriksaan vagina cerviks - uterus sulit dinilai, adneksa sulit dinilai. USG
didapatkan uterus ante fleksi 10 cm, tampak hemoperitonium pada cavum
Dauglas. Kesan berasal dari adneksa kanan, terdapat cairan bebas. Ibu dilakukan
operasi tanggal 20/4-2010 jam 16.20 dengan general anestesi. Terdapat darah dan
bekuan darah kurang lebih 1750 ml, dan massa ukuran 3x4x3 cm pada tuba
kanan. Ampula robek compang-camping dan dilakukan salpingektomi dekstra,
operasi selesai jam 17.30. Terapi pasca operasi tranfusi hingga Hb lebih dari 8
gr/dl, cefriaxon 1 x 2gr intra vena, profenid supp 3 x 1, infus RL 2500/ 24 jam,
transamin 3 x 5 mg intra vena, selanjutnya amoxciclav 3 x 625 mg, asam
mefenamat 3 x 500 mg, hemobion 2x 1, peptisol 4 x 200 cc.
Ibu kemudian dilakukan operasi untuk mengangkat saluran tuba sebelah
kiri. Hasil dari pengkajian psikologis setelah operasi, ibu tampak lebih fokus ke
dirinya, ibu agak panik karena nyeri yang dirasakan sangat hebat. Ibu sesekali
menangis menahan sakit. Ibu juga mengatakan sangat takut saat ini dan juga
sedih harus kehilangan bayi. Ibu sebenarnya sangat berharap bahwa kehamilan
yang sekarang tidak ada masalah seperti kehamilan sebelumnya. Respon fisik ibu
tampak tertutup, sedikit bicara dan hanya berbicara saat ditanya. Tampilan tampak
kurang rapi, rambut tidak tersisir, kebersihan diri cukup. Saat dilakukan
pendekatan lebih jauh kemudian ibu baru berani terbuka tentang kondisinya, ibu
mengatakan malu karena sudah tidk punya organ reproduksi lagi, dan merasa
sebagai wanita saya kurang sempurna karena saya sudah tidak punya harapan lagi
untuk bisa hamil, walaupun saat ini sudah mempunyai anak satu.Saat bercerita
tampak mata ibu berkaca-kaca.

4
C. ANALISA TEORI
Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk kebutuhan
akan cinta, kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa
aman. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka individu tersebut akan
mengalami ketidakseimbangan pada diri dan lingkungannya. Gangguan tersebut
dapat berupa perasaan atau perilaku yang tidak diharapkan, seperti ansietas,
kemarahan, kesepian dan rasa tidak pasti (Niven, 2003).
Kehilangan merupakan penarikan sesuatu dan atau seseorang pada situasi
yang berharga atau bernilai , baik sebagai pemisah yang nyata maupun yang
diantisipasi (Elizabeth, 2000). Kehilangan sesuatu atau seseorang yang sangat
berharga dapat sangat menyakitkan, membawa kesedihan panjang, dan
mengganggu keseimbangan (Niven, 2003). Jenis-jenis Kehilangan :1). Actual
Loss, diakui orang lain dan sama-sama dirasakan bahwa hal tersebut merupakan
suatu bentuk kehilangan nyata, misal : kehilangan anggota badan, kehilangan
suami/istri , kehilangan pekerjaan. 2). Perceived Loss. Dirasakan seseorang, tetapi
tidak sama dirasakan orang lain, misal : kehilangan masa muda, keuangan,
lingkungan yang berharga. 3). Phishical Loss. Kehilangan secara fisik. misal :
seseorang mengalami kecelakaan dan akibat luka yang parah tangan atau kaki
harus diamputasi. 4). Psychologis Loss. Kehilangan secara psikologis. 5).
Anticipatory Loss. Kehilangan yang bisa dicegah. Respon emosi yang normal
terhadap suatu yang hilang / akan hilang setelah beberapa saat dan disebut
berduka (Niven, 2003).
Berduka merupakan suatu keadaan dimana seseorang atau keluarga
mengalami respon yang melibatkan reaksi psikososial dan fisiologis terhadap
kehilangan yang nyata atau di rasakan. Ibu dengan KET selain mengalami
gangguan fisik sebagai kondisi emergency, ibu juga mengalami perubahan
psikologis karena kehilangan bayi dan terkadang organ reproduksinyapun juga
harus diangkat. Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu apabila tidak
dilakukan penanganan lanjut mempunyai resiko untuk mengalami gangguan pada
fisik. Saat ibu dan keluarga mengalami kondisi kehilangan, maka harus ada upaya
untuk dapat membantu ibu meningkatkan kemampuannya untuk menerima

5
kondisinya. Awal intervensi yang dapat dilakukan adalah harus dapat
menemukan persepsi yang dimiliki ibu dan anggota keluarga tentang kehilangan.
Intensitas dan durasi respon berduka seseorang dapat tergantung pada persepsi,
usia, keyakinan agama, perubahan kehilangan yang dibawa ke dalam
kehidupannya, kemampuan personal untuk mengatasi kehilangan dan system
pendukung yang ada (Potter & Perry, 2005).
Karakteristik berduka dan berkabung karena kehilangan dan perpisahan
dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1) Syok dan hilang rasa, biasanya dialami
orangtua ketika mereka mengungkapkan perasaan, sangat tidak percaya, panik,
tertekan atau marah. Pengambilan keputusan sangat sulit dilakukan pada kondisi
ini dan fungsi normal seseorang menjadi terganggu. Fase ini dapat mendominasi
selama dua minggu petama setelah kehilangan. 2) Mencari dan merindukan dapat
diidentifikasikan sebagai perasaan gelisah, marah, bersalah dan mendua. Fase ini
terjadi saat kehilangan dan memuncak antara dua minggu sampai empat bulan
setelah kehilangan. 3) Disorganisasi diidentifikasikan saat individu berkabung
mulai berbalik terhadap realitas kehilangan. Perasaan tertekan, sulit konsentrasi
pada pekerjaan dan penyelesaian masalah serta perasaan tidak nyaman dengan
kondisi fisik dan emosi dapat terjadi. Fase ini memuncak sekitar lima sampai
sembilan bulan dan secara perlahan akan menghilang. 4) Reorganisasi terjadi bila
individu yang berduka dapat berfungsi di rumah dan di tempat kerja dengan lebih
baik disertai peningkatan harga diri dan rasa percaya diri. Fase ini memuncak
setelah tahun pertama setelah melanjutkan kehidupannya (Stuart & Laria, 2005).

D. ANALISA KASUS DAN PEMBAHASAN


Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka
orang tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Menurut
adaptasi Roy, mekanisme belajar merupakan suatu proses didalam sistem adaptasi
(cognator) yang meliputi mempersepsikan suatu informasi, baik dalam bentuk
implisit maupun eksplisit. Belajar implisit umumnya bersifat reflektif dan tidak

6
memerlukan kesadaran (focal) keadaan ini ditemukan pada perilaku kebiasaan,
sensitisasi dan keadaan.
Perubahan respon psikologis yang terjadi pada kasus di atas, ibu sangat
membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan permasalahannya akibat proses
kehilangan. Abortus, kehamilan ektopik terganggu, kematian bayi dan kematian
neonatus merupakan krisis situasional yang dapat terjadi pada perempuan.
Kondisi tersebut berdampak pada perubahan psikologis ibu yang akan mengalami
kecemasan, hargadiri rendah dan kehilangan serta depresi (Elizabeth, 2002). Ibu
yang mengalami kehilangan janin pada trimester pertama merupakan kondisi
krisis situasional yang membutuhkan dukungan dari perawat (Bobak, 2005).
Kondisi depresi dan kurang mampu mengontrol diri dalam menerima
keadaannya pada ibu dengan KET membutuhkan suport yang tinggi terutama dari
lingkungannya untuk membantu ibu dan keluarganya dalam menerima keadaan
ini (Kuczynski, 2006). ibu dan keluarga membutuhkan dukungan untuk
meningkatkan penerimaannya terhadap kehilangan bayi melalui pendekatan
spiritual, serta melibatkan suami dalam membantu mengambil keputusan
berkaitan dengan pembedahan.
Strategi Koping pada kasus di atas dilakukan dengan 3 strategi dalam
mengatasi stress:
a). Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri).
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu
dalam memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan
lingkungan . Dengan Karakterisik:
(1). Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri).
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori
dari Colley’s looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk
mengatasi masalah yg dihadapi.
(2). Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan
situasi (internal control) dan external control (bahwa kehidupannya

7
dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar) sehingga pasien akan
mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for silver lining).
Kemampuan mengontrol diri akan dapat memperkuat koping pasien,
perawat harus menguatkan kontrol diri pasien dengan melakukan: (1) Membantu
pasien mengidentifikasi masalah dan seberapa jauh dia dapat mengontrol diri, (2)
Meningkatkan perilaku menyelesaikan masalah, (3) Membantu meningkatkan rasa
percaya diri, bahwa pasien akan mendapatkan hasil yang lebih baik, (4) Memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan terhadap dirinya, dan (5)
Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi dan lingkungan yang dapat
meningkatkan kontrol diri: keyakinan, agama
b) Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres
dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam menghadapi
situasi stres, respons individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara
terus terang, mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa
masalah tersebut bukan sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan
berakhir dengan sendirinya. Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian
akan menjadi sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan
semua permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri
kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari semua yang terjadi.
c) Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat
dalam menunjang kesembuhannya.
Pada masalah psikologis perawat juga dapat memberikan beberapa pilihan
pada ibu untuk meningkatan kopingnya melalui relaksasi, dukungan keluarga,
memberi penjelasan tentang dampak KET dan operasinya pada kehamilan
berikutnya (Gilbert & Harmon, 2003). Ibu diberi kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya saat ini, dan mendengarkan keluhan yang
disampaikan. Edukasi tentang kondisinya saat ini dan perubahan yang terjadi pada

8
organ reproduksinya juga perlu diberikan setelah ibu menerima perubahan
kondisinya.
Tingkat adaptasi seseorang merupakan titik berubah secara konstan, yang
disusun berdasar rangsangan fokal, kontekstual, dan residual yang telah
dikembangkan oleh Roy sebagai model adaptasi. Kondisi tersebut sangat
dipengaruhi oleh perkembangan individu dan kemampuan penggunaan koping.
Penggunaan koping yang maksimal mengembangkan tingkat adaptasi seseorang
dan meningkatkan rentang stimulus agar dapat berespon secara positif.

DAFTAR PUSTAKA

Bader. (2005). Ectopic pregnancy: Obs-Gyn secrets. 3rd ed. Philadelphia:


Elsevier-Mosby.

Bobak, L., Jensen. (2005). Maternity nursing (Wijayarini M.A & Anugrah P.I
penerjemah). California; Mosby.

Chapman, V. (2003). The midwife’s labour and birth handbook. Oxford :


Blackwell publishing company.

Elizabeth. (2000). The impact of previous perinatal loss on subsequent pregnancy


and parenting. The Journal of Perinatal Education. 11 (2). 20-25.

Gilbert, E.S., Harmon, J.S. (2003). High risk pregnany and delivery. 3th ST.
Louis: Mosby, Inc.

Jones, H.W. (2003). Ectopic pregnancy. In: Novak’s text book of gynecology. 3rd
Edition. Sydney: William & Wilkins.

Kuczynski. (2006). Support for the Woman with an Ectopic Pregnancy. JOGGN.
15(4). 306 – 310

Niven, N. (2003). Psikologi kesehatan pengantar untuk perawat dan profesional


kesehatan lain. edisi 2. Jakarta : EGC

Pillitery, A. (2003). Maternal and childhealth nursing. Care of the childbearing


and childrearing family. 4th ed. Philadelphia : Lippincott

Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Fundamental of nursing concept, process and
practice. Philadelphia; Mosby year book, Inc.

9
Stuart., Laria. (2005). Prinsiples and practice of psychiatric nursing. St.Louis :
Mosby.Inc.

Tomey, A.M., Alligood, M.R. (2006). Nursing Theories and Their Work. 6th
edition. St. Louis: Mosby.

10

Anda mungkin juga menyukai