Anda di halaman 1dari 31

LABORATORIUM GEOFISIKA

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Segala aktivitas yang dilakukan oleh makhluk hidup di bumi dilakukan pada
bagian bumi yang terluar yaitu kerak bumi, kerak bumi adalah lapisan terluar
bumi yang terbagi menjadi dua kategori yaitu kerak samudra dan kerak benua.
Dimana kerak bumi disusun oleh batuan-batuan yang terbentuk baik dari proses-
proses baik pendinginan magma, karena pengaruh tekanan dan tempretaur yang
tinggi, maupun karena proses penggendapan fosil dan juga dari tumbuh-tumbuhan
maupun organisme-organisme laut. Pada batuan-batuan di bumi memiliki sifat-
sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya baik karena proses pembentukannya
serta dari penyusun mineral-mineral pembentuknya.
Mineral adalah bahan padat anorganik yang terdapat secara alamiah, yang
terdiri dari unsur –unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu, dimana atom-atom
didalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistematis. Mineral terbentuk
scara alamiah, senyawa anorganik, komposisi kimia tertentu, dan sifat-sifat fisik
yang konsisten,sifat fisik mineral mempunyai banyak ragam sebagian meliputi
kekerasan, bentuk, warna, belahan dan lain-lain. Mineral terbentuk secara alamiah
artinya material kristalin sintetis adalah bukan mineral.
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-
unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Oleh karena itu praktikum geologi mineral dan batubara ini dilaksanakan agar
mengetahui mineral-mineral yang terbentuk dan membentuk batuan pada lokasi-
lokasi dan formasi-formasi batuan yang ada pada lokasi penelitian, serta
mengetahui jenis mineral yang terdapat pada batuan yang ada dan dapat
mengindentifikasi jenis-jenis batubara yang terdapat pada formasi lokasi yang
diamati, mengingat bahwa Kalimantan Timur merupakan penghasil batubara yang
besar serta kegunaan mineral dan batu bara dalam perkembangan sumber daya
alam di kehidupan kita sehari – hari.
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

1.2 Tujuan Praktikum


1. Untuk mengetahui jenis-jenis mineral yang terdapat pada batuan yang
terdapat pada singkapan pada lokasi bukit baharua, Bengkuring
2. Untuk mengetahui jenis batu bara yang terdapat pada lokasi kelima pada
daerah batu besaung.
3. Untuk mengetahui formasi yang terdapat pada setiap lokasi singkapan
yang diamati

1.3 Manfaat Praktikum


1. Dapat mengetahui mengenai jenis batu bara yang ditemukan dilokasi
singkapan
2. Dapat mengetahui formasi formasi yang terdapat pada setiap lokasi
singkapan yang diamati
3. Dapat mengetahui mineral yang terdapat di lokasi singkapan.
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batu Bara


Batubara adalah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah
heterogen dan mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen sebagai
unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu
senyawa organik pembentuk “ash” tersebar sebagai partikel zat mineral dan
terpisah-pisah di seluruh senyawa batubara. Beberapa jenis batu meleleh dan
menjadi plastis apabila dipanaskan, tetapi meninggalkan residu yang disebut
kokas. Batubara dapat dibakar untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan
untuk membuat bahan bakar cair atau dihidrogenisasikan untuk membuat metan.
Gas sintetis atau bahan bakar berupa gas dapat diproduksi sebagai produk utama
dengan jalan gasifikasi sempurna dari batubara dengan oksigen dan uap atau udara
dan uap (Mulyanto, 2007).

Gambar 2.1 Proses Pembentukan Batubara (Rusman, 1992).


Batubara dapat tersusun atas bahan-bahan organik dan non organik, dengan
kandungan bahan organik pada batubara dapat mencapai lebih dari 75 %. Bahan
organik ini disebut maseral (maceral) yang berasal dari sisa tumbuhan dan telah
mengalami berbagai tingkat dekomposisi serta perubahan sifat fisik dan kimia
baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh lapisan di atasnya, sedangkan bahan
anorganik disebut mineral atau mineral matter. Kehadiran mineral dalam jumlah
tertentu akan mempengaruhi kualitas batubara terutama parameter abu, sulfur dan
nilai panas sehingga dapat membatasi penggunaan batubara. Keterdapatan mineral
dalam batubara bermanfaat dalam mempelajari genesa (Finkelman, 1993).
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,


panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas yaitu antrasit,
bituminus, sub bituminus, lignit dan gambut. Tingkat perubahan yang dialami
batubara dari gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan dan
memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut disebagai ‘tingkat mutu’
batubara.

1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan


(luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%. Batubara jenis ini adalah batubara dengan mutu yang
lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali berwarna hitam
cemerlang seperti kaca. Batubara jenis ini memiliki kandungan karbon yang
lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi
yang lebih banyak.
2. Bituminus mengandung 68% – 86% unsur karbon (C) dengan kadar air 8 –
10% dari beratnya, Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
3. Sub Bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air. Oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
4. Lignit atau batubara muda coklat adalah batubara yang sangat lunak dengan
kadar air 35 – 75% dari beratnya. Batubara muda memiliki tingkat kelembaban
yang tinggi an kandungan karbon yang rendah sehingga kandungan energinya
pun rendah.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah
(Sari, 2009).
Pembuatan neraca batubara dan gambut Indonesia, mengacu pada :
1. US System (ASTM (ASA)
2. International System (UN-ECE)
3. Amandemen I-SNI 13-50414-1998
4. Keppres No. 13 Tahun 2000 diperbaharui dengan PP No. 45 Tahun 2003
tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada
Departemen Pertambangan dan Energi bidang Pertambangan Umum
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

(Sari, 2009).
Berdasarkan acuan tersebut dibuat dasar pembagian kualitas batubara
Indonesia, yaitu :
1. Batubara Kalori Rendah adalah jenis batubara yang paling rendah
peringkatnya, bersifat lunak-keras, mudah diremas, mengandung kadar air
tinggi (10 – 70%), memperlihatkan struktur kayu, nilai kalorinya < 5100
kal/gr (adb).
2. Batubara Kalori Sedang adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi,
bersifat lebih keras, mudah diremas – tidak bisa diremas, kadar air relatif
lebih rendah, umumnya struktur kayu masih tampak, nilai kalorinya 5100 –
6100 kal/gr (adb).
3. Batubara Kalori Tinggi adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi,
bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kadar air relatif lebih rendah,
umumnya struktur kayu tidak tampak, nilai kalorinya 6100- 7100 kal/gr (adb).
4. Batubara Kalori Sanngat Tinggi adalah jenis batubara dengan peringkat
paling tinggi, umumnya dipengaruhi intrusi ataupun struktur lainnya, kadar
air dangat rendah, nilai kalorinya >7100 kal/gr (adb). Kualitas ini dibuat
untuk membatasi batubara kalori tinggi
(Sari, 2009).
Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu :
1. Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan yang disebut proses
peatification
Gambut adalah batuan sediment organic yang dapat terbakar yang berasal
dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam
keadaan tertutup udara ( dibawah air ), tidak padat, kandungan air lebih dari 75 %,
dan kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering (Rusman,
1992).
2. Tahap pembentukan batubara dari gambut yang disebut proses coalification
Lapisan gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh suatu lapisan
sediment, maka lapisan gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan sediment
di atasnya. Tekanan yang meningkatakan mengakibatkan peningkatan
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

temperature. Disamping itu temperature juga akan meningkat dengan


bertambahnya kedalaman, disebut gradient geotermik. Kenaikan temperature dan
tekanan dapat juga disebabkan oleh aktivitas magma, proses pembentukan gunung
api serta aktivitas tektonik lainnya.

Peningkatan tekanan dan temperature pada lapisan gambut akan mengkonversi


gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan kandungan air,
pelepasan gas gas ( CO2, H2O, CO, CH4 ), penigkatan kepadatan dan kekerasanb
serta penigkatan nilai kalor (Rusman, 1992).

2.2 Komponen Pembentuk Batubara


a) Komponen Organik
Secara mikroskopis bahan-bahan organik pembentuk batubara disebut
maseral (maceral), analog dengan mineral dalam batuan. Dengan mikroskop (sinar
pantul) maseral dapat dibedakan berdasarkan pada reflektifitas dan morfologinya.
Maseral dengan sifat optis dan susunan kimia yang sama dimasukkan dalam satu
grup maseral. Secara mikroskopis bentuk maseral ditentukan dari tumbuhan asal
dan dekomposisi awal sebelum dan selama tahap peatification dan coalification.
Grup maseral terbagi tiga yaitu grup maseral huminit/vitrinit (woody materials),
liptinit (spores, resins, and cutiles), dan inertinit (oxidized plant material). Liptinit
dan inertinit memiliki nama yang sama dalam brown coal dan hard coal,
sedangkan huminit pada brown coal dan virinit pada hard coal (Triantoro, 2013).

b) Komponen Anorganik
Mineral atau mineral matter pada batubara berasal dari unsur anorganik pada
tumbuh-tumbuhan pembentuk batubara atau disebut inherent mineral serta
mineral yang berasal dari luar rawa atau endapan kemudian ditransport ke dalam
cekungan pengendapan batubara melalui air atau angin dan disebut extraneous
atau adventitious mineral matter (Triantoro, 2013).
Berdasarkan episode pembentukannya, mineral matter menjadi dua kategori
yaitu: singenetik dan epigenetik. Sedangkan berdasarkan atas kelimpahannya,
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

mineral-mineral pada batubara dibedakan atas: mineral utama (major minerals),


mineral tambahan (minor minerals) dan mineral jejakmenggolongkan mineral
utama jika kadarnya >10% berat, mineral tambahan 1-10% dan mineral jejak, 1%
berat. Umumnya yang termasuk kelompok mineral utama adalah kelompok
mineral lempung dan kuarsa sedangkan kelompok mineral tambahan adalah
kelompok mineral karbonat, sulfida dan sulfat (Triantoro, 2013).

2.3 Kualitas Batubara


Untuk mengetahui kualitas batubara salah satunya dengan melakukan
analisis kualitas batubara secara kimia yaitu proximate dan ultimate analysis.
Analisis klasifikasi batubara diperlukan untuk mengetahui peringkat (rank) dari
batubara. Rank dipakai untuk menyatakan tahap yang telah dicapai oleh batubara
dalam urutan proses pembatubaraan (Winarno, 2016).’

2.4 Struktur Kimia Batubara


Batubara adalah batuan heterogen baik secara fisik dan kimia dimana
tersusun dari material organik, yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan. Material
organik dalam batubara mengandung unsur-unsur seperti: karbon (C), hidrogen
(H), oksigen (O), sulfur (S) dan nitrogen (N) dalam bentuk ikatan kimia.
Komposisi unsur-unsur ini akan berubah sesuai dengan bertambahnya peringkat
batubara. Unsur karbon pada lignit sekitar 55 wt% akan menjadi sekitar 92 wt%
pada antrasit, hidrogen sekitar 10 wt% akan turun menjadi 3 wt% dan oksigen dari
sekitar 35 wt% menjadi 2 wt%. Sulfur dan nitrogen prosentasenya hanya sedikit
dan perubahannya tidak terlalu signifikan (Winarno, 2016).
Batubara adalah batuan sedimen organik yang mengandung berbagai jumlah
karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, dan sulfur serta sejumlah elemen jejak
lainnya, termasuk bahan mineral. Model struktur organik batubara terdiri dari tiga
jenis utama yaitu: model alifatik/polyamantane, model aromatik/hidroaromatik,
dan model saringan molekuler. Batubara lignit dominasi oleh struktur alifatik,
struktur aromatik dalam jumlah kecil dan gugus fungsional eter (–O–) serta gugus
samping dihidroksil fenol (katekol) dan metoksil (CH3O–). Batubara sub-
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

bituminous dan bituminus dibentuk oleh campuran struktur alifatik (rantai lurus)
dan beberapa struktur aromatik siklik (tetrahidrofuran) serta gugus fungsional
(karboksil dan hidroksil), gugus sampingnya didominasi fenol (HO–). Batubara
antrasit didominasi oleh struktur aromatik (benzena) yang kompak dan sebagian
kecil aromatik siklik, alifatik serta fungsional (eter). Struktur hidrokarbon
batubara dari peringkat lignit sampai antrasit menunjukan kecenderungan dari
struktur alifatik ke aromatik (Winarno, 2016).

2.5 Gasifikasi Batubara


Gasifikasi batubara adalah proses untuk mengkonversi batubara yang
berwujud padat menjadi campuran gas yang memiliki nilai bakar. Pada proses
gasifikasi digunakan pereaksi udara, O2, CO2, H2 atau campuran dari gas
tersebut. Gas produk gasifikasi memiliki komponen utama H2, CO dan CO2.
Medium penggasifikasi yang dapat digunakan sebagai penggasifikasi (gasfying
agent) adalah udara, steam, CO2, H2, atau campuran medium tersebut. Medium
penggasifikasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilai kalor dari gas
produk dan komposisi gas yang dihasilkan. Gas hasil gasifikasi batubara ada
yang memiliki konten panas rendah, sedang, atau tinggi yang ditentukan oleh
proses maupun pemanfaatannya (Winarno, 2016).
Proses gasifikasi terdiri dari beberapa tahap dan tidak ada batasan yang pasti
antara tahap satu dengan tahap lainnya. Gasifikasi batubara diawali dengan proses
pirolisis kemudian diikuti dengan proses gasifikasi. Hidrokarbon rantai pendek,
tar, fenol akan terlebih dahulu dilepaskan sebagai volatile matter. Arang hasil
pirolisis akan bereaksi dengan reaktan gas untuk melepaskan gas, uap, tar, dan
residu padat berupa arang dan abu. Produk utama dari proses gasifikasi adalah gas
yang mengandung CO, H2, dan sebagian CH4 dan CO2 (Winarno, 2016).
Proses gasifikasi dipengaruhi oleh komposisi bahan baku, ukuran partikel,
medium penggasifikasi, suhu, dan tekanan proses. Ada beberapafaktor yang
mempengaruhi reaktivitas arang batubara: sifat batubara (coal properties), efek
katalitik dari lapisan anorganik (inorganic matter) dalam batubara, kondisi dari
reaksi pirolisis, dan faktor-faktor lainnya.
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

1. Kandungan mineral batubara


Terdapat korelasi yang cukup baik antara laju gasifikasi dan indeks alkali
pada proses gasifikasi batubara. Laju gasifikasi meningkat secara proporsional
dengan konsentrasi Ca, tetapi korelasi ini tidak jelas dengan Na dan K. Indeks
alkali dapat digunakan untuk mengukur kemampuan katalis mineral yang
terkandung dalam batubara. Semakin tinggi indeks alkali semakin tinggi pula efek
katalitiknya.

2. Kondisi operasi (suhu dan tekanan gasifikasi)


Suhu adalah parameter yang paling penting dalam mengontrol laju
gasifikasi. Pada suhu rendah (kurang dari 1050°C) laju gasifikasi dikontrol oleh
reaksi kimia, sedangkan pada suhu tinggi (di atas 1050°C) laju gasifikasi dikontrol
oleh difusi melalui pori. Laju gasifikasi meningkat dengan meningkatnya tekanan
parsial gas CO2 atau uap air, hal ini disebabkan karena jumlah molekul gas CO2
atau uap air yang mendifusi dan terjerap pada permukaaan arang meningkat. Laju
gasifikasi meningkat dengan meningkatnya tekanan total pada rentang low sampai
medium pressure. Jika tekanan total cukup tinggi, pengaruh tekanan total dapat
diabaikan. Pada kondisi tekanan tinggi, terbentuknya gas CO akan menurunkan
laju reaksi. Pada kondisi tekanan rendah pengaruh konsentrasi gas CO terhadap
laju reaksi menjadi kecil.

3. Kondisi pirolisis
Laju pemanasan pirolisis mempunyai efek yang signifikan terhadap arang
yang dihasilkan. Reaktivitas gasifikasi untuk hasil pirolisis yang cepat akan lebih
tinggi beberapa kali daripada arang dengan pirolisis lambat. Batubara
subbituminous yang dipirolisis pada suhu 700°C akan memiliki reaktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan 500°C dan 900°C pada suhu gasifikasi yang sama.
Konversi karbon pada gasifikasi arang batubara akibat penambahan Ca(OH)2
dalam proses pirolisis lebih besar dibandingkan dengan tanpa penambahan
Ca(OH)2. Penambahan katalisator Ca(OH)2 dapat meningkatkan laju reaksi
gasifikasi arang dikarenakan beberapa mekanisme meliputi menonaktifkan
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

lempung asam yang mengganggu proses gasifikasi, meningkatkan aktivitas


mineralmineral pada proses, dekarbonisasi gugus fenol. Laju reaksi pembentukan
CO selama gasifikasi mempunyai korelasi dengan konsentrasi gugus fenol di
dalam batubara. Laju reaksi arang batubara dengan gas CO2 secara keseluruhan
ditentukan oleh proses dekarbonilasi gugus fenol (Winarno, 2016).
Reaksi gasifiksi berlangsung lambat pada suhu rendah, tetapi dapat
dipercepat dengan penambahan katalisator. Beberapa katalisator yang dapat
digunakan untuk reaksi gasifikasi batubara adalah sebagai berikut:
1. Logam dari golongan transisi
Logam golongan transisi yang dapat digunakan sebagai katalisator
diantaranya
adalah besi, nikel, seng, dan kobalt. Reaktivitas gasifikasi batubara menggunakan
katalisator logam mengikuti urutan In2O3>ZnO>Fe2O3 pada suhu tinggi di atas
1123K, sementara pada rendah urutan berubah menjadi In2O3<ZnO<Fe2O3.
Permasalahan yang sering muncul pada katalisator dari golongan transisi adalah
deaktivasi. Besi dan nikel adalah katalisator yang baik, tetapi juga mengalami
deaktivasi yang cepat.

2. Alkali dan alkali tanah


Logam dari alkali tanah dapat digunakan sebagai katalisator. Umumnya
katalisator digunakan dalam bentuk karbonat dan oksidanya. Katalisator bimetal
dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan single catalyst pada gasifikasi.
Katalisator bimetal akan tetap aktif selama durasi yang lebih lama dan lebih tahan
terhadap racun katalisator. Katalisator yang tidak mengalami deaktivasi oleh
sulfur akan memungkinkan gasifikasi batubara dengan kandungan sulfur tinggi
(Sukandarrumidi, 2006).
Batubara terbentuk melalui proses yang sangat komplek dan memerlukan
waktu yang sangat lama, bisa puluhan hingga jutaan tahun tergantung jenis
batubaranya. Proses itu berlangsung dibawah pengaruh fisika, kimia
maupunkeadaan geologi setempat. Batubara sebagai senyawa karbon terbentuk
dari sisa-sisa tanaman yang terurai setelah mati dan mengalami proses perubahan
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

dalam waktu yang sangat panjang. Melalui pengamatan mikroskopik, dapat


ditemukan serat-serat dan pori-pori tumbuhan pembentuk batubara tersebut
(Sukandarrumidi, 2006).
Di dalam tanah berlumpur dan air menggenang yang kekurangan oksigen ,
tanaman tidak mengalami proses pembusukan. Tanaman ini pada waktunya
memadat dan membentuk masa spon yang disebut tanah gambut. Proses ini
berlangsung terus di dalam lumpur pada berbagi bagian bumi. Tanah gambut
menggambarkan tahap pertama perubahan dari tumbuhan mati menjadi batubara.
Kecepatan pembentukan gambut bergantung pada kecepatanperkembangan
tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh airdengan cepat,
maka akan terhindar oleh proses pembusukan, tetapi terjadi proses disintegrasi
atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah mati terlalu lama di
udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, sehingga
hanya bagian keras saja tertinggal dan menyulitkan penguraian oleh mikrobiologi
(Sukandarrumidi, 2006).
Tahap kedua dalam proses pembentukan batubara adalah penimbunan atau
penguburan oleh sedimen baru. Pada tahap ini, proses dinamokimia sangat
dominan sehingga proses degradasi biokimia tidak berperan lagi. Tanah gambut
berangsur-angsur terbentuk selama berjuta- juta tahun dan terkubur dibawah pasir
serta lumpur. Karena waktu itu struktur bumi masih labil, maka terjadi banyak
lipatan dan pergeseran kerak bumi. Endapan tanah gambut mengalami tekanan
yang sangat dahsyat dan diikuti oleh timbulnya panas yang tinggi. Karena
peristiwa itu, maka serentetan kejadian mengubah tanah gambut menjadi batubara
(Sukandarrumidi, 2006).
Ada dua macam teori untuk menjelaskan proses terbentuknya lapisan
batubara, yaitu teori insitu dan teori drift :
1. Teori In Situ
Teori In Situ yang menyatakan bahwabahan-bahan pembentuk lapisan
batubara terbentukdi tempat di mana tumbuhan-tumbuhan asal itu berada. Setelah
tumbuhan tersebut mati dan belum mengalami proses transportasi, segera tertutup
oleh lapisan sedimen dan mengalami proses pembatubaraan. Jenis batubara yang
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

terbentuk melalui proses ini mempunyai sebaran yang luasdan merata, kualitasnya
baik karena kadar abunya relative kecil.

2. Teori Drift
Teori Drift yang menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan
batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup
dan berkembang. Tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan
terakumulasi di suatu tempat yang selanjutnya tertutup oleh batuan sedimen dan
mengalami proses pembatubaraan (Sukandarrumidi, 2006).
Tanaman merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan
tanaman itu terakumulasi pada suatu lingkungan zona fisiografi dengan iklim dan
topografi tertentu . faktor tekanan selama proses penimbunan gambut dan waktu
merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai jenis batubara. Tekanan dapat
disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik.
Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa
organik. Proses inilah yang selanjutnya mengubah gambut menjadibatubara sesuai
dengan perubahan sifat kimia , fisika dan optiknya. Evolusi dari kehidupan
menciptakan kondisi yang berbeda selam masa sejarah geologi. Batubara terdapat
dalam batuan sedimen klastik. Penyebaranya tidak merata. Penyebaran dan
pengendapan batubara yaang mempunyai nilai ekonomi sangat dipengaruhi oleh
keadaan geologi daerah yang bersangkutan dan besarnya cadangan endapan
batubara (Sukandarrumidi, 2006).

2.6 Jenis-jenis Batubara


Tanaman merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan
tanaman itu terakumulasi pada suatu lingkungan zona fisiografi dengan iklim dan
topografi tertentu . faktor tekanan selama proses penimbunan gambut dan waktu
merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai jenis batubara. Tekanan dapat
disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik.
Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa
organik. Proses inilah yang selanjutnya mengubah gambut menjadi batubara
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

sesuai dengan perubahan sifat kimia , fisika dan optiknya. Evolusi dari kehidupan
menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi. Batubara
terdapat dalam batuan sedimen klastik. Penyebaranya tidak merata. Penyebaran
dan pengendapan batubara yang mempunyai nilai ekonomi sangat dipengaruhi
oleh keadaan geologi daerah yang bersangkutan dan besarnya cadangan endapan
batubara (Sukandarrumidi, 2006).
Energi matahari yang semula diserap oleh tanaman masih tetap tersimpan
dalam batubara yang terbentuk. Energi ituakan keluar kembali katika batubara
dibakar. Berdasarkan kandungan energi dan karakteristik pembakarannya, dikenal
ada empat jenis atau golongan batubara, yaitu :
1. Batubara Lignit
Batubara lignit, merupakan tingkat batubara paling muda dengan kualitas
paling rendah. Disebut lignit karena masih memperlihatkan struktur dari
zattumbuhan asli termasuk unsur kayunya. Bahan ini memiliki phrosentase karbon
terendah dibandingkan golongan lainnya . batubara muda ini juga mempunyai
kadar tertinggi zat volatil yang mudah menguap dan lembab. Tidak disukai karena
menghasilkan suhu nyala yang rendah.
Mempunyai “banded”, berkekar, berwarna coklat hingga kehitaman, berat
jenis relatif rendah, daya serap cahaya relatif tinggi, sifat daya pantul cahaya
relatif rendah mudah hancur bila dikeringkan, serta mempunyai daya simpan
energi panas relatif rendah “low heating value”

2. Batubara Sub-bituminus
Batubara sub-bituminus yang berwarna hitam dan tidak menunjukkan
sedikitpun zat kayu jika dilihat dengan mata telanjang. Golongan batubara ini
memiliki lebih 40% karbon terikat dan 25% embun.
Mempunyai “banded”, berwarna hitam, mempunyai kilap kusam – kilap
lilin, bersifat membelah (splits) sejajar terhadap perlapisan, masih menunjukkan
adanya struktur organik atau serat dan partikel organik lainnya, berat jenis relatif
tinggi, sifat reflaktan terhadap cahaya relatif tinggi, daya simpan energi panas
masih relatif rendah namun bersifat bersih “good clean fuel”
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

3. Batubara Bituminus
Batubara bituminus yang berisi karbon terikat lebih dari 70% sedang kadar
embunnya kurang dari 15%. Dikenal juga bahan yang mudahtersundut api dengan
nyala api kuning. Nilai kalorinya relatif tinggi sehinggadapat menghasilkansuhu
nyala yang lebih tinggi.
Mempunyai “banded”, berwarna hitam, kilap terang “bright” seperti kaca,
“well jointed”, namun padat “dense”, tidak mudah hancur, berat jenis relatif
tinggi, serta daya serap energi panas tinggi.

4. Batubara Antrasit
Batubara antrasit yang merupakan tingkat tertinggi batubara. Mengandung
lebih dari 90% karbon terikat dan menghasilkan api biru. Ketika dibakar tidak
mengeluarkan asap dan hanya sedikit berbau. Karena kadar abu dan sulfurnya
rendah. Deposit ini ditemukan pada batuan yang sudah terlipat selama
pembentukan gunung zaman dahulu (Sukandarrumidi, 2006).

Tabel 2.1 Klasifikasi Peringkat Batubara (Salinita, 2017).


LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

Gambar 2.2. Hubungan Tingkat Pembatubaraan Kadar Unsur Utama


(Salinita, 2017).
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat
pembatubaraan,maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan
oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan tingkat
pembatubaraan rendah –disebut pula batubara bermutu rendah–
seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh
dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang
tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah.
Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta
warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan
berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan
energinya juga semakin besar (Salinita, 2017).

2.7 Pengertian Mineral


Mineralogi adalah suatu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang
mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, diantaranya
mempelajari tentang sifat - sifat fisik, cara terjadinya, cara terbentuknya, sifat -
sifat kimia, dan juga kegunaannya. Mineralogi terdiri dari kata mineral dan logos.
Logos yang berarti ilmu apabila digabungkan dengan mineral maka arti
Mineralogi adalah Ilmu tentang Mineral (Rusman, 1992).
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

Mineral adalah sebagian besar zat – zat hablur yang ada dalam kerak bumi
serta bersifat homogen fisik maupun kimiawi. Mineral merupakan persenyawaan
anorganik asli, serta mempunyai susunan kimia yang tetap. Yang dimaksud
dengan persenyawaan kimia asli ialah bahwa mineral itu harus terbentuk dalam
alam, karena banyak zat – zat yang mempunyai sifat yang sama dengan mineral
dapat di bentuk dalam laboratorium. Istilah mineral termasuk tidak hanya bahan
komposisi kimia tetapi juga termasuk struktur mineral. Mineral Mineral termasuk
dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat
kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya
termasuk) (Sulistyo, 2008).

2.8 Proses Terbentuknya Mineral


Proses pembentukan endapan mineral dapat diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu proses internal atau endogen dan proses eksternal atau eksogen.
Endapan mineral yang berasal dari kegiatan magma atau dipengaruhi oleh faktor
endogen disebut dengan endapan mineral primer. Sedangkan endapan endapan
mineral yang dipengaruhi faktor eksogen seperti proses weathering, inorganic
sedimentasion, dan organic sedimentation disebut dengan endapan sekunder,
membentuk endapan plaser, residual, supergene enrichment, evaporasi/presipitasi,
mineral-energi (minyak&gas bumi dan batubara dan gambut) (Rusman, 1992).
Mineral pembentuk batuan dapat dibagi menjadi 3 :
1. Mineral Utama (Essential minerals)
Pada dasarnya sebagian besar (99%) batuan beku hanya terdiri dari unsur
utama yaitu oksigen, silikon, alumunium, besi, kalsium, sodium, potasium, dan
magnesium, unsur ini membentuk mineral yang tergolong mineral utama yaitu:
· Kuarsa
· Plagioklas
· Ortoklas
· Olivin
· Piroksin
· Amfibol
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

· Mikafelpatora
(Harbowo, 2000).

2. Mineral Ikutan / Tambahan (Accessory minerals)


Adalah mineral-mineral yang terbentuk oleh kristalisasi magma, terdapat
dalam jumlah yang sedikit (kurang dari 5%). kehadirannya tidak menentukan
nama batuan. Contoh dari mineral tambahan ini antara laian : Zirkon, Magnesit,
Hematit, Pyrit, Rutil Apatit, Ganit, Sphen (Harbowo, 2000).

3. Mineral Sekunder (Secondary mineral)


Merupakan mineral-mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari hasil
pelapukan, reaksi hidrotermal maupun hasil metamorfosisme terhadap mineral
utama. contoh dari mineral sekunder antara lain : Serpentit, kalsit, serisit,
kalkopirit, kaolin, klorit, pirit (Harbowo, 2000).
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum tentang Geologi Mineral dan Batubara ini dilaksanakan pada
tanggal 01 Maret – 22 Maret 2018 yang dilaksanakan di Laboratorium Geofisika,
Gedung G lantai 3, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Praktikum Lapangan dilaksanakan
pada hari Sabtu, 24 Maret 2018 pada pukul 07.30 - 12.00 WITA, bertempat di
Jalan Bengkuring, Jalan besaung
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Kompas geologi
2. 2 buah palu geologi
3. 2 buah GPS
4. Meteran
5. Plastik sampel
6. ATK (Pensil, Penghapus, Rautan Pensil, Penggaris)
7. Buku saku
8. Kamera
9. Komperator batuan dan loupe
10. Alat pembanding (dapat berupa pensil, spidol, koin atau papan LJK)
11. Alat gores batuan untuk mendeskripsi sampel batuan
12. Alat pelindung diri (sepatu safety, jas hujan, pakaian panjang, topi)
3.2.2 Bahan
1. Batuan Sedimen yang ditemukan pada lokasi
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Cara Pengamatan Lokasi
1. Diamati bentuk morfologi yang terdapat pada singkapan.
2. Diamati vegetasi yang terdapat pada singkapan.
3. Digambar bentuk singkapan pada lokasi dan titik pengamatan.
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

4. Diukur jarak singkapan dan ketebalan lapisan pada titik


pengamatan.
5. Dicari titik koordinat dan nilai elevasi dengan menggunakan
GPS.
6. Dicari nilai strike dan dip.
7. Dihitung banyaknya lapisan yang terdapat pada singkapan dan
dilakukan pengamatan pada setiap lapisan.
8. Diambil sampel pada setiap lapisan dan disimpan pada plastik
sampel.
9. Dilakukan pengambilan gambar pada singkapan dengan alat
pembanding berupa palu geologi.
3.3.2 Cara Mengukur Strike
1. Dilihat arah utara pada kompas geologi untuk menentukan arah.
2. Diletakkan papan scanner pada bidang yang akan diukur lalu leletakkan
kompas geologi diatas papan scanner.
3. Diempelkan sisa kompas yang bertanda ‘E’ pada bidang yang akan diukur.
4. Diposisikan kompas secara horizontal dengan memanfaatkan gelembung
udara pada bull eyes hingga berada ditengah lingkaran.
5. Dibuat garis lurus searah strike untuk menentukan dip
6. Dicatat drajat yang di hasilkan oleh jarum yang mengarah ke utara. Itulah
angka strike.
3.3.3 Dip
1. Dilihat arah utara pada kompas geologi untuk menentukan arah.
2. Diletakkan kompas geologi yang bertanda ‘W’ pada garis lurus yang
dibentuk strike secara tegak lurus.
3. Putar tuas klinometer agar gelembung udara berada ditengah.
4. Dicatat angka yang dihasilkan pada jarum klinometer. Itulah angka dip.
3.3.4 Pengukuran Perlapisan
1. Dilihat banyaknya lapisan pada singkapan.
2. Diukur jarak singkapan dengan menggunakan meteran.
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

3. Diukur tebal singkapan menggunakan alat pembanding dengan ukuran


yang umum diketahui.
4. Diukur ketebalan lapisan pada singkapan menggunakan pembanding
berupa palu geologi.
5. Dicari nilai strike dan dipnya.
3.3.5 Identifikasi Batuan
1. Disiapakan batuan yang didapat dari tiap singkapan.
2. Diamati jenis batuan, struktur batuan, warna batuan, kekompakkan, warna
gores, kebundaran, ukuran butir, porositas, permeabilitas, pemilahan,
kemas, komposisi, serta nama batuan pada batuan sedimen terhadap
batuan batu pasir, lanau, coral, lempung, gamping, batu bara.
3. Diamati struktur batuan yang dilihat dari kelainan pada bidang perlapisan
yang normal (paralel atau horizontal).
4. Diamati warna dari masalah lingkungan pengendapannya.
5. Diamati kekompakkan dari sifat fisik batuan.
6. Diamati warna gores yang dilihat dari batuan yang telah digores dengan
alat penggores batuan.
7. Diamati kebundaran yang dapat dilihat dari bentuk batuan yang terdapat
dalam batuan tersebut.
8. Diamati ukuran butir berdasarkan skala wentworth.
9. Diamati porositas dari perbandingan seluruh permukaan pori dengan
volume batuan.
10. Diamati permeabilita dengan proses pendekatan, yaitu dengan dtetesi air
pada sekeping yang kering dan mengamati kecepatan air yang merembes.
11. Diamati pemilahan dari keseragaman butir didalam batuan sedimen
klastik.
12. Diamati kemas terbuka dan tertutup, bila kemas terbuka maka butiran
tidak saling bersentuhan (mengambil di dalam matriks), dan bila kemas
tertutup makabutiran saling bersentuhan satu sama lainyya.
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

13. Diberi HCL untuk menentukan bahwa batuan tersebut memiliki


kandungan mineral karbonat yang terkandung dalam batuan tersebut atau
tidak.
14. Disketsa batuan yang telah diamati.
15. Diukur panjang, tinggi, dan lebar batuan.
16. Dicatat hasil deskripsi.
17. Diambil gambar batuan sedimen menggunakan kamera dan
pembandingannya dengan koin 1000.
18. Diulangi prosedur 1 sampai 17 untuk batuan sedimen selanjunya.
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Anailisis dan Interpretasi Data


4.1.1 Lokasi 1

Ukuran Sampel Panjang :13 cm , Lebar : 8,5 cm,Tinggi 5.4 cm


Jenis Batuan Sedimen Klastik
Struktur Batuan Thin Bedding
a. Warna Batuan : putih kekuningan
b. Kekompakan : soft
c. Warna Gores : Putih
d. Kebundaran : rounded
e. Ukuran Butir : Pasir menengah (¼ - ½
mm)
Tekstur Batuan
f. Porositas : Very Good
g. Permeabilitas : Good
h. Pemilahan : poor sorted
i. Kemas : Terbuka
j. Komposisi : Fragmen : ¼ - ½ mm (pasir
menengah)
Matriks : 1/8 – 1/4 mm
Semen : 1/16-1/8 mm
Nama Batuan Batupasir
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

4.1.2 Lokasi 2

Ukuran Sampel Panjang : 13.3 cm , Lebar: 10 cm, Tinggi : 9.2 cm


Jenis Batuan Sedimen Klastik
Struktur Batuan Struktur erosi

a. Warna Batuan : Merah bata


b. Kekompakan : soft
c. Warna Gores : Orange
d. Kebundaran : sub rounded
e. Ukuran Butir : Pasir halus (1/4- 1/8 mm)
Tekstur Batuan
f. Porositas : Very Good
g. Permeabilitas : very Good
h. Pemilahan : poor sorted
i. Kemas : Terbuka
j. Komposisi : Fragmen : pasir halus
Matriks : pasir snagat halus
Semen : lempung

Nama Batuan Batupasir


LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

4.1.3 Lokasi 3

Ukuran Sampel Panjang : 6.5 cm , Lebar: 5 cm, Tinggi : 5.4 cm


Jenis Batuan Sedimen Klastik
Struktur Batuan Laminasi

a. Warna Batuan : Putih


b. Kekompakan : soft
c. Warna Gores : Putih
d. Kebundaran : sub rounded
e. Ukuran Butir : Pasir halus (1/4- 1/8 mm)
Tekstur Batuan
f. Porositas : Very Good
g. Permeabilitas : very Good
h. Pemilahan : well sorted
i. Kemas : Terbuka
j. Komposisi : Fragmen : pasir halus
Matriks : pasir snagat halus
Semen : lempung

Nama Batuan Batupasir


LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

4.1.3 Lokasi 4

Ukuran Sampel Panjang : 9 cm , Lebar: 5.7 cm, Tinggi : 3.2 cm


Jenis Batuan Sedimen Klastik
Struktur Batuan Erupsi air
a. Warna Batuan : Abu -abu
b. Warna Gores : Putih
c. Ukuran Butir : Lanau
Tekstur Batuan
d. Porositas : Good
e. Permeabilitas : Good
f. Pemilahan : well sorted
g. Kemas : Tertutup
h. Komposisi : Fragmen : lanau
Nama Batuan Batu Lanau
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

4.1.4 Lokasi 5

Ukuran Sampel Panjang : 5 cm , Lebar: 6.7 cm, Tinggi : 2.8 cm


Jenis Batuan Batubara Gambut
Struktur Batuan Erupsi air
a. Warna Batuan : Coklat Kehitaman
b. Warna Gores :Coklat
c. Kilap : Corel Do
Tekstur Batuan
d. Kekerasan : very soft
e. Ketahanan :Britle
f. Pecahan : Tidak beraturan
g. Pengotor : Lempung
h. Ukuran butir : Lempung
Nama Batuan Batubara
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

4.2 Pembahasan

Mineral didefinisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara


alamiah, yang terdiri dari unsur- unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu.
Mineralogi ialah pengetahuan tentang mineral yang merupakan cabang geologi.
Sedangkan Kristal adalah bahan padat yang homogeny yang memiliki pola
internal susunann tiga dimensi yang teratur. Studi yang mempelajari tentang
Kristal yaitu kristalografi.
Sifat fisik mineral:
1. Bentuk kristalnya : setiap mineral memiliki bentuk yang khas, yang
merupakan perwujudan kenampakan luar
2. Berat jenis : besarnya ditentukan oleh unsur –unsur pembentukannya serta
kepadatan dari ikatan unsur-unsur tersebut dalam susunan kristalnya
3. Bidang belah : kecendrungan untuk pecah melalui suatu bidang yang
mempunyai arah tertentu
4. Warna : penciri utama untuk dapat membedakan antara mineral yang satu
dengan yang lainnya
5. Kekerasan : sifat resistansi dari suatu mineral terhadapa kemudahan
mengalami abrasi atau mudah tergores ( skala mohs)
6. Goresan : goresan pada bidangnya
7. Kilap : kenampakan atau kualitas pemantulan cahaya dari permukaan
suatu mineral
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk karena adanya proses
pelapukan dari batuan induknya. Dimana Melalui proses ini batuan akan
mengalami penghancuran. Selanjutnya, batuan yang telah dihancurkan ini akan
dipindahkan/digerakkan dari tempatnya terkumpul oleh gayaberat, air yang
mengalir diatas dan dibawah permukaan, angin yang bertiup, gelombang dipantai
dan gletser dipegunungan-pegunungan yang tinggi. Media pengangkut tersebut
juga dikenal sebagai alat pengikis, yang dalam bekerjanya berupaya untuk
meratakan permukaan Bumi. Bahan-bahan yang diangkutnya baik itu berupa
fragmen-fragmen atau bahan yang larut, kemudian akan diendapkan ditempat-
tempat tertentu sebagai sedimen.
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

Struktur geologi yang pada umumnya dapat diamati pada citra


penginderaan jauh adalah lipatan, kekar, sesar dan ketidakselarasan. Lipatan
terjadi karena batuan mengalami gaya kompresi. Kekar adalah bagian permukaan
atau bidang yang memisahkan batuan, dan sepanjang bidang tersebut belum
terjadi pergeseran. Sesar adalah kekar yang dinding sebelah menyebelahnya sudah
saling bergeser satu sama lain disebabkan oleh gaya kompresi. Ketidakselarasan
adalah suatu permukaan erosi atau nondeposisi (umumnya yang pertama), yang
memisahkan lapisan-lapisan yang lebih muda dari batuan-batuan yang lebih tua.
Tahap pertama yaitu pembentukan batuan yang lebih tua, umumnya diikuti oleh
pengangkatan dan erosi, akhirnya lapisan-lapisan muda diendapkan.
Pada praktikum ini dalam mengamati dan mendeskripsikan batuan sedimen
digunakan alat dan bahan yang memiliki fungsi-fungsi yaitu Lup berfungsi dalam
mengemati tekstur batuan yang mikroskopik, kamera digunakan untuk mengambil
gambar pada batuan, uang logam 1000 rupiah berfungsi sebagai pembanding pada
batuan yang diamati, buku gambar berfungsi sebagai media untuk menggambar
sketsa batuan. ATK yang terdiri dari pensil, penghapus, penggaris, serta pensil
warna berfungsi sebagai alat tulis dalam mendeskripsikan batuan sedimen.
Pada praktikum kuliah lapangan geologi mineral dan batubara pada lokasi
pertama yaitu Bukit Puspita Bengkuring dimana cuaca cerah dengan morfologi
curam, vegetasi terdapat tanaman putri malu dan ilalang, lebar singkapan 8 meter,
panjang singkapan 11 meter dengan strike/dip 50/70 koordinat 0517827 dan
9951992, dan arah singkapan 49 °E. Pada singkapan lokasi pertama ini didapatkan
3 jenis batu sedimen yang berbeda.
Pada praktikum kuliah lapangan geologi mineral dan batubara pada lokasi
kedua yaitu Bukit Puspita Bengkuring II dimana cuaca cerah dengan morfologi
curam, vegetasi terdapat tanaman paku dan ilalang, lebar singkapan 15,4 meter,
panjang singkapan 6 meter dengan strike/dip 173/32 koordinat 0518217 dan
9951670, dan arah singkapan 31°E. Pada singkapan lokasi kedua ini didapatkan 2
jenis batu sedimen yang berbeda
Pada praktikum kuliah lapangan geologi mineral dan batubara pada lokasi
ketiga yaitu Batu Besaung dimana cuaca cerah dengan morfologi curam, vegetasi
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

terdapat ilalang, tinggi singkapan 7,5 meter dan panjang singkapan 5,5 meter
dengan strike/dip 46/42 koordinat 0516142 dan 9952254, dan arah singkapan
25°E. Pada singkapan lokasi kedua ini didapatkan 1 jenis batuan.
Pada praktikum kuliah lapangan geologi mineral dan batubara pada lokasi
keempat yaitu Batu Besaung II dimana cuaca cerah dengan morfologi curam,
vegetasi terdapat tanaman paku dan ilalang, tinggi singkapan 13 meter dan lebar
singkapan 12 meter dengan strike/dip 72/32 koordinat 0516564 dan 9954257, dan
arah singkapan 62°E. Pada singkapan lokasi kedua ini didapatkan 2 jenis batuan.
Pada praktikum kuliah lapangan geologi mineral dan batubara pada lokasi
ketiga yaitu batu Besaung dimana cuaca cerah dengan morfologi curam, vegetasi
terdapat ilalang, tinggi singkapan 7 meter dan lebar singkapan 11 meter dengan
strike/dip 45/32 koordinat 0516605 dan 9954080, dan arah singkapan 66°E. Pada
singkapan lokasi kedua ini didapatkan.
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Jenis mineral yang terdapat pada batuan batupasir di lokasi
bengkuring yaitu mineral kuarsa.
2. Jenis batubara yang terdapat pada lokasi kelima yaitu batu gambut
dimana karena batubara pada lokasi ini masih memiliki kadar air
yang tinggi dan juga masih menyerupai tanah.
3. Formasi yang terdapat pada lokasi perta…
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN

DAFTAR PUSTAKA

Harbowo, Danni Gahtot. 2000 Proses pembentukan Biopatika Pada Batuan. Jurnal
Ilmiah, Vol.7, No.1 Bandung: Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut
Teknologi Bandung
Mulyanto. 2007. Ilmu Lingkungan.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rusman, Rinawa.1992. Pengantar Kuliah Geologi Batubara, Sekolah Tinggi
Teknologi Mineral Indonesia, Bandung.
Salinita, Silti. 2017. Perubahan Komposisi Maseral Dalam Batubara Wahau
Setelah Proses Pengeringan/Upgrading. Vol: 13, No: 3, Jurnal Teknologi
Mineral dan Batubar.
Sari, Nopryani Linda. 2009. Jurnal Potensi Batu Bara Indonesia.Vol: 1, No: 1,1,
Promine Journal.
Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.
Sulistyo. 2008. Pengaruh Sifat Fisik dan Mineral Batubara Terhadap Sifat
Pembakaran. Vol: 10, No: 2, Rotasi.
Triantoro, A, dkk. (2013). Pengaruh Agen Gasifikasi Batubara Terhadap Produk
Gas yang Dihasilkan oleh Batubara Peringkat Rendah. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
Winarno, Agus, dkk. 2016. Jurnal Studi Pendahuluan Pengaruh Karakteristik
Batubara Peringkat Rendah Cekungan Kuta Terhadap Gasifikasi Batubara.
Vol: 1, No: 2, Jurnal Lingkungan Hidup.

Anda mungkin juga menyukai