Anda di halaman 1dari 102

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT


PUSKESMAS JATILAWANG

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI DI DESA MARGASANA WILAYAH KERJA PUSKESMAS
JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS

Disusun Oleh:
Wisnu Lisa Pratiwi G4A015118
Regina Wahyu Apriani G4A015159

Perseptor fakultas : ​dr. Yudhi Wibowo, M.PH


Perseptor lapangan : ​dr. Esti Haryati

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2016
2

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS


KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT
PUSKESMAS JATILAWANG

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI DI DESA MARGASANA WILAYAH KERJA PUSKESMAS
JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:
Wisnu Lisa Pratiwi G4A015118
Regina Wahyu Apriani G4A015159

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Tanggal
3
4

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka
kesakitan yang tinggi. Menurut Adnil Basha (2004), hipertensi adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka
kematian atau mortalitas. Menurut WHO, batas normal tekanan darah adalah
120 – 140 mmHg tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik.
Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 130/90
mmHg. Menurut JNC VIII, tekanan darah pada orang dewasa dengan usia
diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan
sistoliknya 140 – 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 – 99 mmHg.
Penderita diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan
sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg (Sustrani,
2004).
Hipertensi sering kali disebut sebagai ​silent killer karena termasuk yang
mematikan tanpa disertai atau dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai
peringatan bagi korbannya. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk
terjadinya penyakit jantung koroner dan gangguan pembuluh darah otak yang
dikenal dengan stroke. Bila tekanan darah semakin tinggi maka harapan hidup
semakin turun. Hipertensi akan memberi gejala yang berlanjut untuk suatu
target organ seperti otak (stroke), pembuluh darah jantung (penyakit jantung
koroner), otot jantung (​left ventricle hypertrophy​) (Bustan, 2000; Wardoyo,
2006).
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor
risiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor risiko yang dapat
dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan seperti keturunan,
jenis kelamin, ras, dan umur. Faktor risiko yang dapat dikendalikan, yaitu
5

olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol, stres, kelebihan berat


badan (obesitas), kehamilan, dan penggunaan pil kontrasepsi (Pajario, 2002).
Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan sekitar 15-20%.
Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan
umur 55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18%
pada tahun 2009 (Depkes, 2010).
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2008, prevalensi
hipertensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga.
Pada tahun 2008, prevalensi hipertensi di Indonesia pada laki-laki dari 134
per 1.000 anggota rumah tangga (13,6%) naik menjadi 165 per 1.000 anggota
rumah tangga (16,5%). Hal tersebut juga terjadi pada angka prevalensi
hipertensi pada perempuan dari 174 per 1.000 anggota rumah tangga (16,0%)
naik menjadi 176 per 1.000 anggota rumah tangga (17,6%) (Depkes, 2010).
Angka kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang di Desa
Margasana pada bulan Juni tahun 2016 sebanyak 28 dari 33 jumlah lansia di
Desa Margasana (84.85 %).
Selain prevalensi hipertensi yang semakin meningkat, hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 juga menunjukkan bahwa
sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini
terlihat dari hasil kuisioner dengan jumlah presentase hanya 24% kasus yang
minum obat hipertensi. Hal ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui
bahwa mereka menderita hipertensi (Depkes, 2010).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (​Community Health Analysis​) di Desa
Margasana wilayah kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas.
2. Tujuan Khusus
6

a. Menentukan prevalensi hipertensi di Desa Margasana wilayah kerja


Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas
b. Menentukan faktor risiko hipertensi di Desa Margasana wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas
c. Mencari alternatif pemecahan masalah hipertensi di Desa Margasana
wilayah kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas
d. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah hipertensi untuk
mengatasi masalah kesehatan di Desa Margasana wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang permasalahan
kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah kesehatan di
wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.
b. Bagi masyarakat desa
Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, dan rehabilitatif) kepada
masyarakat yang desanya terpilih untuk penelitian khususnya yang
berkaitan dengan hipertensi.
c. Bagi instansi terkait
Membantu lima program essensial dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah hipertensi
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan
kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah.
d. Bagi fakultas kedokteran UNSOED
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
penelitian selanjutnya.
7
8

II. ANALISIS SITUASI

I. GAMBARAN UMUM
A. Keadaan Geografi
Kecamatan Jatilawang merupakan salah satu bagian wilayah
kabupaten Banyumas dengan luas wilayah kurang lebih 4.815,92 Ha/
48,16 km​2 dan berada pada ketinggian 25-75 m dari permukaan laut
dengan curah hujan 2.650 mm​2​/tahun dengan batas wilayah sebagai
berikut:
- Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Purwojati
- Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Wangon
- Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Cilacap
- Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Rawalo
Kecamatan Jatilawang terdiri dari 11 desa, 32 dusun, 56 RW dan 351 RT.
Desa terluas adalah desa Tunjung yaitu 8,32 km​2 dan desa tersempit adalah
Margasana dengan luas 1,83 km​2​. Berdasarkan dari jaraknya maka desa
Gunungwetan adalah desa terjauh dengan jarak 5 km dari pusat kota
Jatilawang dan desa Tunjung merupakan desa terdekat dengan jarak 0,15
km.
Sebagian besar tanah pada Kecamatan Jatilawang dimanfaatkan sebagai
tanah sawah dengan rincian:
- Tanah sawah : 1.637 Ha
- Tanah pekarangan : 591.02 Ha
- Tanah kebun : 1.565 Ha
- Kolam : 9 Ha
- Hutan negara : 433 Ha
- Perkebunan rakyat: 227 Ha
B. Keadaan Demografi
1. Pertumbuhan Penduduk
9

Jumlah penduduk kecamatan Jatilawang berdasarkan data pada


tahun 2015 adalah 69.177 jiwa yang terdiri dari jumlah laki-laki
34.844 jiwa (50,37%) dan jumlah perempuan 34.333 jiwa (49,63%),
jumlah kepala keluarga 18.215 KK dan sex ratio sebesar 0.995.
Jumlah penduduk terbanyak di kecamatan Jatilawang yaitu
desa Tinggarjaya sebesar 11.189 jiwa (16,71 % dari seluruh jumlah
penduduk di kecamatan Jatilawang). Jumlah penduduk terkecil yaitu
desa Margasana dengan jumlah 2.334 (3,37 % dari seluruh jumlah
penduduk di kecamatan Jatilawang).
2. Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk menurut golongan umur di kecamatan
Jatilawang dibagi menjadi 16 kelompok umur dengan berbagai variasi.
Penduduk terbanyak terdapat pada kelompok umur 10-14 tahun
sebesar 6.117 jiwa atau 8,84% dari sebagian besar penduduk yang
berada pada usia produktif merupakan asset sumber daya manusia
yang besar. Rincian jumlah penduduk menurut golongan umur secara
rinci sebagai berikut :

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur


Kelompok Perempua
umur Laki-laki n Jumlah

0–4 2.884 2.836 5.720

5–9 2.994 2.886 5.860

10 – 14 3.146 2.971 6.117

15 – 19 2.703 2.358 5.061

20 – 24 1.771 1.818 3.589

25 – 29 1.852 2.094 3.946

30 – 34 2.162 2.373 4.535

35 – 39 2.331 2.631
4.962
10

40 – 44 2.431 2.595 5.026

45 – 49 2.358 2.595 4.953

50 – 54 2.258 2.353 4.611

55 – 59 2.150 2.024 4.174

60 – 64 1.640 1.540 3.180

65 – 69 1.341 1.336 2.677

70 – 74 1.069 1.083 2.152

> 75 1.256 1.358 2.614

JUMLAH 34.346 34.841 69.177

Sumber : ​Jatilawang Dalam Angka Tahun 2015

3. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk di kecamatan Jatilawang pada tahun 2015
sebesar 1.436,00 jiwa/km​2​. Desa terpadat adalah desa Bantar yaitu
sebesar 2.227,37 jiwa/km​2 dan desa Karanglewas merupakan desa
dengan kepadatan penduduk terendah yaitu 52,39 jiwa/km​2​.
C​.​ Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya
1. Agama
Sebagian besar masyarakat Jatilawang adalah penduduk
pemeluk agama Islam yaitu sebesar 67.049 orang (99,22%), sisanya
adalah pemeluk agama Katholik, Protestan, Budha dan Hindu.
Rincian pemeluk agama adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Jatilawang


Tahun 2014
No Agama Jumlah Pemeluk
1 Islam 67.049

2 Katolik 279

3 Protestan 240
11

4 Budha 9

5 Hindu 0

Sumber : ​Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2014


2. Mata pencaharian penduduk
Sebagian besar penduduk kecamatan Jatilawang adalah bekerja
sebagai petani, baik petani mandiri maupun sebagai buruh tani yaitu
sebanyak 16.868 orang (39,47%). Mata pencaharian yang lain
diantaranya sebagai pengusaha, buruh industri, buruh bangunan,
pedagang, pengangkutan, PNS, dan ABRI.
3. Pendidikan penduduk
Data pendidikan penduduk berdasarkan data tahun 2015,
pendidikan di kecamatan Jatilawang terbanyak adalah tamat Sekolah
Dasar (SD).

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan


Kecamatan Jatilawang Tahun 2015

No Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk

1 Tidak/Belum tamat SD 14.746

2 SD/MI 23.165

3 SLTP/MTS 6.924

4 SLTA/MA 7.842

5 Akademi/Universitas 652

Sumber: ​kecamatan Jatilawang dalam Angka tahun 2015


4. Budaya
Masyarakat di wilayah Kecamatan Jatilawang masih ada unsur
budaya, dimana masih ditemui kelompok masyarakat yang memiliki
kepercayaan kejawen yaitu di Desa Pekuncen. Selain itu terdapat pula
masyarakat yang dalam pengambilan keputusan masih dipegang oleh
12

suami maupun hasil musyawarah keluarga besar, contoh pada kasus


rujukan gawat darurat, keluarga masih sulit memberikan keputusan
sebelum ada hasil musyawarah keluarga. Hal tersebut berpengaruh
pada terlambatnya proses rujukan pada kasus gawat darurat.
5. Pencarian Pelayanan Kesehatan
Pola pencarian pelayanan kesehatan masyarakat dipengaruhi
oleh budaya setempat. Ktersediaan pelayanan kesehatan di setiap desa
sudah baik, terdapat pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yaitu
Poliklinik Kesehatan Desa yang di laksanakan oleh masing masing
bidan desa. Hal tersebut mempermudah masyarakat dalam mengakses
pelayanan kesehatan.
D. Program Kesehatan Puskesmas Jatilawang
a. Program kerja
Program kerja yang dilaksanakan di Puskesmas Jatilawang meliputi
kegiatan sebagai berikut :
a. Lima program esensial puskesmas
1) Promosi kesehatan
2) KIA/KB
3) Perbaikan gizi
4) Kesehatan lingkungan
5) P2M
b. Program pengembangan : konsultasi gizi, laboratorium, klinik sanitasi
c. Puskesmas dengan tempat perawatan (puskesmas DPT)
b. Sumber daya puskesmas
a. Sarana dan prasarana
1) Puskesmas pembantu : 2 buah
2) PKD : 16 buah
3) Posyandu : 94 buah
b. Sumber dana
1) Dana dari pemerintah pusat : BPJS
13

2) Dana dari pemerintah daerah : APBD I dan II


3) Dana dari masyarakat : Retribusi puskesmas
4) Bantuan operasional kesehatan : BOK
c. Ketenagaan
Berdasarkan data pada tahun 2015, jumlah tenaga puskesmas
Jatilawang berjumlah 53 orang dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 2.4 Jenis Ketenagaan di Puskesmas Jatilawang Tahun 2015
No. Jenis Tenaga Jml

1. Dokter Umum 4
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 13
4. Perawat Gigi (SPRG) 1
5. Bidan 24
6. Apoteker 1
7. Pranata Lab 1
8. Sanitarian 1
9. Petugas Promkes 1
10. Nutrisionis 1
11. Analisis Kesehatan 1
12. Sopir 2
13. Penjaga Malam 2

JUMLAH 53

Sumber :​ Profil Puskesmas Jatilawang 2015

II. CAPAIAN PROGRAM DAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT


Permasalahan kesehatan yang ada di kecamatan Jatilawang dapat
dilihat dari terpenuhi atau tidaknya target dari setiap program yang telah
disepakati dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Terdapat 8 masalah di puskesmas Jatilawang yang pencapaian program
kesehatan belum mencapai standar pelayanan minimal (SPM), antara lain
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4, Cakupan pelayanan ibu nifas, Cakupan
14

pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga
miskin, Penemuan penderita pneumonia balita, Penemuan pasien baru TB
BTA positif, Penemuan penderita diare, cakupan pelayanan kesehatan dasar
masyarakat miskin, dan Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus
diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota.
Persentase angka cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 didapatkan
sebesar 98,6% dan target nilai SPM tahun 2015, yaitu sebesar 100%. Kriteria
tersebut termasuk dalam program pelayanan kesehatan dasar yang masih
belum mencapai target SPM.
Angka cakupan pelayanan ibu nifas termasuk dalam pelayanan
kesehatan dasar. Akan tetapi, cakupan pelayanan ibu nifas di kecamatan
Jatilawang masih belum memenuhi SPM tahun 2015 sebesar 100%, yaitu
berkisar 98,4%.
Persentase angka cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada
anak usia 6-24 bulan keluarga miskin sebesar 24,5 % dan masih jauh dari
target SPM 2015 yaitu 100%.
Persentase angka penemuan penderita pneumonia balita sebesar 8,9%
dan masih belum memenuhi SPM 2015 100%. Presentase angka penemuan
pasien baru TB BTA positif sebesar 82% dan masih belum memenuhi SPM
2015 100%. Presentasi angka penemuan penderita diare sebesar 17,12 % dan
masih belum memenuhi SPM 2015 100%. Ketiga hal tersebut termasuk
dalam program pelayanan kesehatan dasar.
Presentase cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin
13,16% dan hal ini masih belum memenuhi target pemenuhan target SPM
2015 yaitu sebesar 100%. Presentasi angka cakupan pelayanan gawat darurat
level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota
sebesar 11%, masih tidak memenuhi target SPM 2015 sebesar 100%. Kedua
hal tersebut termasuk dalam Pelayanan kesehatan Rujukan.
Angka kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang pada
bulan Juni tahun 2016 :
15

Tabel 2.5 Angka Kejadian HT di wilayah kerja Puskesmas


Jatilawang
No Nama Desa Jumlah Jumlah HT Persentase
lansia
1 Tunjung 70 42 60 %
2 Margasana 33 28 84,8 %
3 Bantar 40 27 67,5 %
4 Gunungwetan 90 36 40 %
5 Adisara 32 19 59 %
6 Pekuncen 34 15 44 %
7 Tinggarjaya 72 38 52,8 %
8 Kedungwringin 50 24 48 %
9 Karanglewas 35 18 51,4 %
10 Karanganyar 60 32 53,3 %
11 Gentawangi 58 21 36,2 %

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


16

Berikut ini adalah data sepuluh penyakit dengan prevalensi terbesar di Puskesmas
Jatilawang bulan Januari-Desember 2015.
Tabel 3.1. Data sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Jatilawang bulan
Januari-Desember 2015.
N PREVALENS
PENYAKIT
O I
1 ISPA 2.390
2 Myalgia 1.896
3 Nyeri Kepala 1.068
4 Dispepsia 880
5 Faringitis Akut 459
6 Hipertensi 370
7 DKA 318
8 Pulpitis 253
Diare dan
9 GEA 233
10 Bronkitis akut 222
(sumber: Data Sekunder Puskesmas Jatilawang)
B. Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang
dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok
kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah ​(magnitude of the problem)
2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D : PEARL ​factor​, yaitu penilaian terhadap
propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality
17

Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah


di Puskesmas Jatilawang adalah sebagai berikut :
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.2.​ Kriteria A Hanlon Kuantitatif
N PREVALENS
PENYAKIT SKOR
O I
1 ISPA 2.390 5
2 Myalgia 1.896 5
3 Nyeri Kepala 1.068 5
4 Dispepsia 880 5
5 Faringitis Akut 459 4
6 Hipertensi 370 4
7 DKA 318 3
8 Pulpitis 253 3
Diare dan 3
9 GEA 233
10 Bronkitis akut 222 3
2. Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan​ : (paling cepat mengakibatkan kematian)
Skor : 1 = Tidak gawat
2 = Kurang gawat
3 = Cukup gawat
4 = Gawat
5 = Sangat gawat
Urgensi​: (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian)
Skor : 1 = Tidak urgen
2 = Kurang urgen
3 = Cukup urgen
4 = Urgen
5 = Sangat urgen
Biaya​: (biaya penanggulangan)
Skor : 1 = Sangat murah
2 = Murah
18

3 = Cukup mahal
4 = Mahal
5 = Sangat mahal
Tabel 3.3.​ Kriteria B Hanlon Kuantitatif
Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai
ISPA 2 2 1 5
Myalgia 1 1 3 5
Nyeri Kepala 1 1 2 4
Dispepsia 1 2 1 4
Faringitis Akut 1 2 1 4
Hipertensi 4 3 3 10
DKA 1 2 1 4
Pulpitis 1 2 2 5
Diare 3 3 1 7
Bronkitis Akut 1 2 2 5

3. Kriteria C (penanggulangan masalah)


Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
Skor : 1 = Sangat sulit ditanggulangi
2 = Sulit ditanggulangi
3 = Cukup bisa ditanggulangi
4 = Mudah ditanggulangi
5 = Sangat mudah ditanggulangi
Penentuan nilai C dilakukan dengan pemberian skor dari empat
orang kemudian diambil rata- ratanya.
Tabel 3.4 ​Nilai Kriteria C Metode Hanlon
Masalah N
ISPA 3,75
Myalgia 2,5
Nyeri Kepala 2,5
Dispepsia 3,75
Faringitis Akut 3
Hipertensi 3
19

DKA 3
Pulpitis 3,75
Diare 3,25
3,25
Bronkitis Akut

4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resourcesavailability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.5.​ Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif
Masalah P E A R L Hasil
ISPA 1 1 1 1 1 1
Myalgia 1 1 1 1 1 1
Nyeri Kepala 1 1 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Faringitis Akut 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
DKA 1 1 1 1 1 1
Pulpitis 1 1 1 1 1 1
Diare 1 1 1 1 1 1
Bronkitis Akut 1 1 1 0 1 0

Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut:
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.6. ​Penetapan Prioritas Masalah
D Urutan
Masalah A B C D NPD NPT priorita
P E A R L
s
5 5 3,7 1 1 1 1 1 1
37,5 37,5 2
ISPA 5
Myalgia 5 5 2,5 1 1 1 1 1 1 25 25 6
20

Nyeri Kepala 5 4 2,5 1 1 1 1 1 1 22,5 22,5 8


5 4 3,7 1 1 1 1 1 1 33,7
33,75 3
Dispepsia 5 5
Faringitis Akut 4 4 3 1 1 1 1 1 1 24 24 7
4 1 3 1 1 1 1 1 1
42 42 1
Hipertensi 0
DKA 3 4 3 1 1 1 1 1 1 21 21 9
3 5 3,7 1 1 1 1 1 1
30 30 5
Pulpitis 5
3 7 3,2 1 1 1 1 1 1
32,5 32,5 4
Diare 5
3 5 3,2 1 1 1 0 1 0
5 26 0 10
Bronkitis Akut

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.


Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Hipertensi
2. ISPA
3. Dispepsia
4. Diare
5. Pulpitis
6. Myalgia
7. Faringitis Akut
8. Nyeri Kepala
9. DKA
10. Bronkitis Akut
21

IV. KERANGKA KONSEP MASALAH

A. HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi dapat diartikan dengan penyakit tekanan darah tinggi yang
melebihi batasan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh ​Joint
National Commite on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment on
High Blood Pressure VII (​ JNC VII) (Davis dan Braverman, 2004). JNC
VII membatasi definisi hipertensi sebagai tekanan darah persisten dengan
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
Hipertensi juga merupakan penyakit yang dapat terjadi akibat berbagai
macam faktor termasuk lingkungan, gaya hidup dan genetik (Yeni ​et al.,
2010).
2. Etiologi
22

Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan penyebabnya,


yaitu :
a) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 90% kasus. Hipertensi primer
biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun.
b) Hipertensi sekunder
Terdapat sekitar 10 % kasus karena hipertensi sekunder. Penyebab spesifik
diketahui, seperti penyakit ginjal kronik, sindroma cushing, penyakit
paratiroid, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer,
feokromositoma, koarktasio aorta, dan lain – lain.

3. Klasifikasi
Diagnosis hipertensi derajat 1 dan derajat 2 ditegakkan dengan
pemeriksaan tekanan darah dan berdasarkan kriteria ​Join National
Commitee (JNC) 7​ (​Department of Health and Human Services​, 2003).
Tabel 4.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut ​JNC 7 (​Department of
Health and Human Services,​ 2003)
fikasi Tekanan Darah anan Darah Sistolik kanan Darah
(mmHg) Diastolik
(mmHg)

al < 120 < 80

pertensi 120-139 80-89

tensi derajat 1 140-159 90-99

tensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100


23

Hipertensi yang idiopatik didefinisikan sebagai hipertensi essensial


dan bukan merupakan sesuatu entitas tunggal. Hipertensi primer memiliki
kecenderungan genetik yang kuat, yang dapat diperparah akibat
faktor-faktor kontribusi yang dapat dikontrol seperti kegemukan, stres,
merokok, dan asupan garam yang berlebihan (Sherwood, 2002).
4. Patogenesis
Hipertensi dapat terjadi bergantung pada kecepatan denyut jantung,
volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR), oleh karena itu
peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat
menyebabkan hipertensi. Besar tekanan darah seseorang dapat dihitung
dengan rumus, Tekanan darah = Curah jantung x denyut Jantung
(Sherwood, 2012).
24

Pada dasarnya di dalam darah terdapat sistem yang berfungsi

mencegah perubahan tekanan darah secara akut dan berusaha


mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem
kontrol tersebut ada yang beraksi segera seperti refleks kardiovaskular
melalui refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat,
baroreseptor, dan rekfleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan
otot polos (Yusuf, 2008). Berikut adalah bagan sistem pengaturan tekanan
darah.

Gambar 4.1​ Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah (Sherwood, 2012)

Peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara


lain stres, hiperinsulinisme, konsumsi garam yang berlebihan, obesitas,
dan disfungsi endotel. Stres dan hiperinsulinisme akan meningkatkan saraf
25

simpatis yang akan merangsang pengeluaran hormon katekolamin yang


akan meningkatkan produksi renin dan kontraktilitas jantung. Pengeluaran
renin yang berlebihan akan merangsang pengeluaran angiotensinogen dan
dengan bantuan ​angiotensin converting enzyme akan mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II yang akan meningkatkan resistensi
perifer dan berdampak dalam peningkatan tekanan darah (Price, 2006).
Peningkatan kontraktilitas jantung, konsumsi garam yang berlebih,
dan obesitas akan meningkatkan curah jantung yang akan meningkatkan
tekanan darah. Konsumsi garam berlebih mampu meningkatkan curah
jantung dikarenakan meningkatnya konsentrasi Na​+ sehingga
meningkatkan ​venous return yang akan meningkatkan preload sehingga
tekanan darah akan meningkat. Disfungsi endotel juga mempengaruhi
kenaikan tekanan darah, hal ini karena disfungsi endotel akan menurunkan
reaktivitas NO dan vasodilator, hal ini akan meningkatkan resistensi
perifer sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah (Price, 2006).
5. Diagnosis
Penegakkan diagnosis hipertensi didasarkan pada objektifitas
pemeriksa melalui pengukuran tekanan darah dengan menggunakan alat
sphymomanometer. JNC VII menegaskan bahwa pengukuran tekanan
darah untuk mendiagnosis suatu hipertensi harus dilakukan
sekurang-kurangnya dua kali pada saat yang berbeda. Pada pengukuran
pertama harus dikonfirmasi setidaknya dua kunjungan lagi dalam waktu
satu sampai beberapa minggu bergantung dari tingginya tekanan darah
tersebut. Diagnosis hipertensi ditegakan bila dari pengukuran berulang
tersebut diperoleh nilai rata-rata tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik > 90 mmHg (Amiruddin et al., 2015).
Pada saat melakukan pengukuran tekanan darah, untuk
menghasilkan hasil yang akurat disarankan menggunakan
sphymomanometer dengan ukuran cuff yang sesuai, selanjutnya balon di
pompa sampai 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik, yaitu saat pulsasi nadi
26

tidak teraba lagi, kemudian dibuka secara perlahan-lahan dengan


kecepatan kira-kira 2-3 mmHg per detik. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari auscultatory gap yaitu hilangnya bunyi setelah bunyi pertama
terdengar yang disebabkan oleh kekakuan arteri. Pembacaan hasil tekanan
darah secara auskultasi dengan denyutan pertama atau korotkoff I yang
merupakan tekanan sistolik, dan denyutan terakhir atau korotkoff IV/V
yang menunjukkan tekanan diastolik (Uliyah dan Aziz, 2008).
6. Faktor Risiko
Penyebab dari hipertensi essensial hingga saat ini tidak diketahui
dengan pasti. Hipertensi ini disebabkan oleh faktor yang saling berkaitan.
Faktor-faktor risiko terbagi ke dalam 2 kategori yaitu faktor risiko
terkontrol dan tidak terkontrol. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
antara lain faktor genetik, usia, jenis kelamin dan etnis. Sedangkan faktor
yang terkontrol berupa stres, obesitas, asupan garam, merokok, kurang
aktivitas fisik dan alkohol (Anggraini, 2009).
a. Faktor genetik
Faktor genetik dalam keluarga akan menyebabkan anggota
keluarga mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini terjadi karena
peningkatan kadar Na intraseluler dan rendahnya rasio antara K
terhadap Na individu dengan orang tua terdapat hipertensi mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dibandingkan
dengan orang yang dalam riwayat keluarga tidak ada hipertensi (Wade,
2003).
b. Usia
Bertambahnya usia menyebabkan tekanan darah akan meningkat.
Hal ini terjadi karena dinding arteri mengalami penebalan karena
adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh
darah berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku setelah usia 45
tahun. Peningkatan resistensi dan aktivitas simpatik serta hal yang lain,
kurangnya sensitivitas baroreseptor dan peran ginjal akan aliran darah
27

ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar, 2005). Menurut


Saeed (2011), penelitian menunjukkan adanya hubungan antara usia
dengan hipertensi. Risiko terjadinya hipertensi lebih besar terjadi
dengan bertambahnya usia sehingga prevalensi hipertensi dikalangan
usia lanjut cukup tinggi sekitar 57,5 % diatas usia 55 tahun.
Pertambahan usia menyebabkan penebalan dan hilangnya elastisitas
arteri sehingga sebagai faktor meningkatnya tekanan darah.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadi hipertensi pada wanita dan pria sama, namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.
Hormon estrogen melindungi wanita sebelum mengalami menopause
karena berperan dalam meningkatkan kadar ​High Density Lipoprotein
(HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi sebagai faktor pelindung
terjadinya aterosklerosis. Wanita premenopause mulai kehilangan
hormon estrogen yang melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Hormon estrogen akan berubah kuantitasnya sesuai dengan usia wanita
secara alami, terjadi pada wanita usia 45-55 tahun (Kumar, 2005).
d. Merokok
Merokok menyebabkan aktivitas simpatik, stres oksidatif, dan
efek vasopresor akut yang dihubungkan dengan peningkatan tanda
inflamasi yang menyebabkan hipertensi. Merokok yang sudah lama
menyebabkan disfungsi endotel, kerusakan vaskuler, pembentukan plak
dan meningkatnya kekakuan arteri yang menimbulkan adanya hipertensi
(Bowman, 2007). Menurut Saeed (2011), penelitian menunjukkan
adanya hubungan antara merokok dengan hipertensi. Kadar tar yang
rendah dalam rokok berisiko terjadinya penyakit kardiovaskuler
dibandingkan yang tidak merokok (Ambrose, 2004).
e. Asupan garam
Garam berperan penting dalam mekanisme timbulnya hipertensi.
Pengaruh konsumsi garam terhadap hipertensi melalui peningkatan
28

volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini diikuti
oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada
keadaan hemodinamik yang normal. Pada hipertensi essensial
mekanisme ini mengalami gangguan dan ditambah faktor lain yang
berpengaruh (Mohan, 2009). Menurut Alderman (2002), penelitian
menunjukkan terdapat hubungan konsumsi garam dengan hipertensi
pada beberapa individu. Konsumsi garam akan berlebih akan
menyebabkan retensi cairan yang meningkatkan volume darah.
f. Stres
Stres menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis dan perubahan
fungsi membran sel dapat menyebabkan konstriksi fungsional dan
hipertrofi struktural. Faktor lain yang berperan adalah endotelin yang
bersifat vasokonstriktor. Berbagai promotor ​pressor-growth ​bersama
dengan kelainan fungsi membran sel yang mengakibatkan hipertrofi
vaskular akan menyebabkan tahanan perifer dan peningkatan tekanan
darah (Yusuf, 2008). Menurut Nozoe (2002), penelitian menunjukkan
terdapat hubungan stres dengan hipertensi. Stres diakibatkan oleh
interaksi antara stimulus lingkungan dan kognitif situasional pada
individu terjadi hipertensi pada beberapa individu.
g. Obesitas
Obesitas adalah berat badan mencapai indeks massa tubuh > 25
dimana menggunakan perhitungan berat badan (kg) dibagai kuadrat
tinggi badan (m). Obesitas terjadi akibat keseringan mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi lemak dan kurangnya olah raga.
Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang
obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan penderita hipertensi yang
tidak obesitas. Peningkatan berat badan normal relatif sebesar 10 %
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg (Sheps, 2005).
Menurut Saeed (2011), penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara obesitas dengan hipertensi. Hubungan obesitas dengan hipertensi
29

disebabkan fenotif mutilfaktorial yang disebabkan oleh interaksi gen


dan lingkungan. Obesitas yang berhubungan dengan hipertensi adalah
obesitas viseral karena terjadi resistensi insulin dan dislipidemia
(Kotchen, 2010).
h. Kurang aktivitas fisik
Aktivitas fisik seperti olahraga dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah (Yusuf, 2008). Kurangnya
aktivitas fisik menambah profil lipid dalam tubuh. Aktivitas fisik juga
memperbaiki fungsi endotel, dimana meningkatkan fungsi vasodilatasi
dan vasomotor dalam pembuluh darah. Aktivitas fisik juga berperan
dalam pengaturan antithrombotik dengan mengurangi viskositas darah.
i. Alkohol
Konsumsi alkohol berdampak pada peningkatan tekanan darah
terutama pada tekanan darah sistolik, peningkatan kadar kortisol, dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah, berperan
dalam menaikkan tekanan darah. Efek ​pressor pada pembuluh darah
diduga dari alkohol karena menghambat natrium dan akan memudahkan
kontraksi sel otot (Roslina, 2008). Menurut Skliros (2012), penelitian
menunjukkan terdapat hubungan antara konsumi alkohol dengan
hipertensi. Peminum alkohol berat meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler. Selain itu juga aspek pola minum alkohol juga
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Stranges, 2004).
7. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Non Farmakologis
Terapi non farmakologi ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah pasien dengan jalan memperbaiki pola hidup pasien. Terapi ini
sesuai untuk segala jenis hipertensi. ​Joint National Committeeon
Prevention, Detection, Evaluation and Treatmentof High Blood
Pressure ​(JNC) menganjurkan modifikasi gaya hidup dalam mencegah
dan menangani tekanan darah tinggi, selain terapi dengan obat.
30

Termasuk dalam modifikasi gaya hidup adalah penurunan berat badan,


penerapan dietkombinasi ​Dietary Approach to Stop Hypertension
(DASH), reduksi asupan garam, aktivitas fisik yang teratur, dan
pembatasan asupan alkohol.1 Selain itu, berhenti merokok juga
dianjurkan untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara
keseluruhan. Masing-masing mempunyai efek penurunan tekanan
darah yang berperan dalam pencegahan komplikasi hipertensi dan bila
dijalankan secara bersamaan akan mempunyai efek penurunan tekanan
darah yang lebih nyata (Tabel 4.2) (Ridjab, 2007).

Tabel 4.2​ Modifikasi Gaya Hidup untuk Penurunan Tekanan Darah


31

Modifikasi gaya hidup dianjurkan pada setiap stadium hipertensi.


Pada penderita hipertensi stadium I tanpa risiko faktor penyakit
serebrovaskular yang berarti (seperti penyakit jantung koroner, stroke
atau diabetes melitus), penanganan hipertensi dapat dimulai dengan
modifikasi gaya hidup. Apabila target yang diharapkan tidak tercapai
setelah pelaksanaan modifikasi gaya hidup, penanganan dengan
menambahkan obat-obatan merupakan langkah berikutnya (Ridjab,
2007).
b. Farmakologis
Keputusan untuk memberikan pengobatan farmakologik
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu derajat kenaikan tekanan
darah, adanya kerusakan organ target, dan adanya penyakit
kardiovaskular. Antihipertensi hanya menghilangkan gejala tekanan
32

darah tinggi dan tidak penyebabnya. Tujuan pengobatan adalah untuk


menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi yang
berhubungan dengan kerusakan organ target, seperti gangguan
kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal
dengan memelihara tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg dan
tekanan darah diastole di bawah 90 mmHg, sehingga obat
antihipertensi harus diminum seumur hidup, tetapi setelah beberapa
waktu dosis pemeliharaan pada umumnya dapat diturunkan (Tjay dan
Kirana, 2007).
JNC 8 telah merilis panduan baru pada manajemen hipertensi
orang dewasa terkait dengan penyakit kardiovaskuler. Tatalaksana
hipertensi pada pedoman terbaru ini lebih sederhana dibandingkan
dengan JNC 7. Pedoman tatalaksana hipertensi terbaru ini terdiri dari 9
rekomendasi terkait target tekanan darah dan golongan obat hipertensi
yang direkomendasikan (Gambar 4.2) (Vila, 2015).
33

Gambar 4.2​ Algoritma Terapi Hipertensi menurut JNC 8.


Terdapat lima kelompok obat yang digunakan untuk pengobatan
awal hiperternsi, diantaranya adalah :
a. Diuretik
Diuretik memiliki empat subkelas, yaitu tiazid, diuretik kuat,
antagonis aldosteron, dan hemat kalium. Mekanisme kerja diuretik
dalam menurunkan tekanan darah ialah melalui efek diuresis yang
menyebabkan volume plasma darah berkurang sehingga ​cardiac
output akan menurun. Pada dasarnya diuretik memiliki fungsi
utama untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstrasel kembali menjadi normal (Syarif ​et al.,​ 2007).
b. β-blocker
Mekanisme penurunan tekanan darah oleh β-blocker adalah
dengan penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas
miokard yang akan menurunkan curah jantung, hambatan sekresi
rennin, serta efek sentral yang akan mempengaruhi aktivitas saraf
simpatis.
c. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
ACEI bekerja dengan menghambat enzim angiotensin
converting sehingga menghambat perubahan angiotensin I
menjadi angiotensin II, dimana angiotensin merupakan
vasokonstriktor poten yang juga akan merangsang sekresi
aldosteron (Syarif et al., 2007).
d. Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB)
ARB secara langsung menghambat reseptor angiotensin II
sehingga efek angiotensin seperti vasokontriksi, pelepasan
aldosteron, dan aktivitas simpatik dihambat (Neal, 2006).
e. Calcium Channel Blocker
34

Ca Channe Blocker bekerja dengan menghambat influks


kalsium sepanjang membran sel otot polos pembuluh darah. di
pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan
relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. penurunan
resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardi dan
vasokonstriksi (Syarif et al., 2007).

B. USIA LANJUT
1. Pengertian lansia
Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu
hal wajar yang akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang.
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000). Lanjut
usia (lansia) adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas yang
mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
ber- negara (Depkes RI, 2013).
Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada
500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025
akan mencapai 1,2 milyar. Sesuai dengan sensus penduduk tahun 1990,
sebanyak 55,7% golongan umur lansia memegang peranan sebagai kepala
keluarga dan lebih dari 60% tidak pernah mengenyam pendidikan formal di
sekolah yang memadai. Tingkat partisipasi saat aktif bekerja adalah di
bawah 50%, khususnya pada usia di atas 60 tahun (Nugroho, 2000).
Dengan demikian dapat dilihat dalam beberapa dekade terakhir ini
usia atau angka harapan hidup penduduk Indonesia telah meningkat karena
adanya peranan pada lansia meski memiliki pendidikan rendah dan sudah
usia lanjut. Di samping peningkatan angka harapan hidup, jumlah dan
proporsi kelompok lanjut usia di negara kita pun menunjukkan
35

kecenderungan meningkat yaitu 5,3 juta jiwa atau 4,48% pada tahun 1971,
12,7 juta jiwa atau 6,65% pada tahun 1990 dan akan meningkat tajam
menjadi 28,8 juta jiwa atau 11,34% pada tahun 2010 nanti. Seiring dengan
bertambah lanjutnya usia, pola dan gaya hidup lansia juga akan berubah,
seperti misalnya mereka akan menikmati waktu luang lebih banyak karena
aktivitas sehari-hari yang mungkin menurun sejalan dengan bertambahnya
usia. Maka untuk menangani masalah kesehatan lansia, pemerintah
mengeluarkan beberapa kebijakan/program yang diterapkan oleh puskesmas.
Program pelayanan lansia disebut juga posyandu lansia (Hamid, 2001).
2. Klasifikasi lansia
Batasan usia menurut Depkes RI (2003), pra usia lanjut
(virilitas/pra senilis) 45-59 tahun, usia lanjut 60-69 tahun dan usia lanjut
resiko tinggi yaitu usia yang lebih dari 70 tahun. Sedangkan menurut
Andayuna (2009), batasan usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok
usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly), antara 60 samapi 74 tahun,
lanjut usia (old), antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old),
diatas 90 tahun.
C. POSYANDU LANSIA
1. Definisi posyandu lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat
usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakan
oleh masyarakat di mana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesegatan
bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program puskesmas dengan
melibatkan peran lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi social
penyelenggaraannya (Erfandi, 2009).
Pelayanan kesehatan di kelompok usia lanjut meliputi pemeriksaan
kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu menuju sehat (KMS) usia lanjut
sebagai alat pencatat dan memamntau untuk mengetahuilebih awal penyakit
yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yan dihadapi
dan mencatat perkembangannya dalam buku pedoman pemeliharaan
36

kesehatan usia lanjut atau catatan kesehatan yang lazim digunakan di


puskesmas (Depkes RI, 2003).
2. Tujuan posyandu lansia
Menurut Depkes RI (2003), tujuan penyelenggaraan posyandu
lansia adalah:
a. Meningkatkan keejahteraan usia lanjut melalui kegiatan kelompok
usia lanjut yang mandiri dalam masyarakat.
b. Memudahkan bagi usia lanjut dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan.
c. Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan usia
lanut, khususnya aspek peningkatan dan pencegahan tanpa
mengabaikan aspek pengobatan dan pemulihan.
d. Berkembangnya usia lanjut yang aktif melaksankan kegiatan
dengan kualitas yang baik secara berkesinambungan.
3. Mekanisme pelayanan posyandu lansia
Pelayanan yang diselenggarkan dalam posyandu lansia
menggunakan system lima meja, ada juga yang hanya menggunakan system
pelayanan tiga meja (Erfandi, 2008). Depkes RI (2003),
mendefinisikanmekanisme pelaksanaan kegiatan sebaiknya menggunakan
system lima meja.
D. Kerangka Teori
37

Gambar 4.3.​ Kerangka Teori


E. Kerangka Konsep

Hipertensi

Gambar 4.4.​ Kerangka Konsep.


A. Hipotesis
Terdapat keterkaitan faktor risiko yang teridentifikasi dengan kejadian hipertensi
pada pasien hipertensi masyarakat Desa Margasana Kecamatan Jatilawang.
38

V. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan
pendekatan ​cross sectional​. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa
Margasana, Kecamatan Jatilawang.
B. Ruang Lingkup Kerja
Ruang lingkup kerja pada penelitian ini di Desa Margasana yang
merupakan wilayah cakupan Puskesmas Jatilawang.
C. Populasi
1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh warga Desa Margasana
Kecamatan Jatilawang.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah warga Desa Margasana
Kecamatan Jatilawang yang hadir pada posyandu lansia bulan Agustus
tahun 2016.
D. Sampel
1. Metode Pengambilan Sampel
39

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik ​total sampling.


Teknik ini memungkinkan peneliti mendapatkan seluruh jumlah pasien
yang datang ke posyandu lansia.
2. Besar Sampel
Seluruh lansia anggota posyandu lansia Desa Margasana.
3. Kriteria inklusi dan ekslusi
a. Kriteria inklusi meliputi :
Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan menjadi subyek penelitian setelah membaca lembar
informed consent.
b. Kriteria eksklusi meliputi :
1) Warga Desa Margasana yang tidak bersedia menjadi responden
2) Tidak kooperatif mengikuti penelitian
3) Tidak hadir pada saat pengumpulan data saat pelaksanaan
Posyandu Lansia
E. Faktor yang Diteliti
1. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian hipertensi, diantaranya usia, jenis kelamin,
genetik, nutrisi, aktivitas fisik, obesitas, stress, merokok, dan alkohol.
Variabel tergantung termasuk skala nominal.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kejadian hipertensi. Variabel
bebas termasuk skala nominal.
F. Definisi Operasional
Tabel 5.1. Definisi Operasional
bel angan
ian Hipertensi Keadaan seseorang memiliki tekanan darah sistolik nal
≥140 mmHg dan atau Diastolik ≥90 mmHg yang
diukur dengan menggunakan ​sphygmomanometer
dalam kondisi istirahat pada posisi duduk.
Dikategorikan menjadi :
Ya : hipertensi
40

Tidak : hipertensi

Rentang kehidupan seseorang yang diukur dengan nal


satuan tahun.
Dikategorikan menjadi :
1. Usia 45-60 tahun
2. Usia 61-75 tahun

Kelamin Pengelompokkan jenis manusia secara biologis yang nal


dibawa sejak lahir.
Dikategorikan menjadi:
1. Laki-laki
2. Perempuan

ik tau tidaknya keluarga yang menderita hipertensi, yaitu nal


kakek dan atau nenek, bapak dan atau ibu kandung.
egorikan menjadi:
miliki predisposisi genetik.
ak memiliki predisposisi genetik.

umsi garam Konsumsi makanan yang memiliki kadar garam ​≥ ​6 nal


tinggi gram dalam sehari atau setara dengan ​≥ 1 sendok teh
per hari.
Dikategorikan menjadi:
1. Ya
2. Tidak

umsi makanan Kebiasaan mengonsumsi makanan yang nal


lemak jenuh mengandung lemak jenuh dan memakannya minimal
tiga kali atau lebih dalam seminggu.
Dikategorikan menjadi:
1. Ya
2. Tidak
itas fisik
Melakukan olahraga teratur minimal tiga kali nal
seminggu selama 30 menit dengan jenis olahraga
aerobik (berjalan, berenang, bersepeda, atau
jogging​).
Dikategorikan menjadi:
1. Olahraga tidak rutin
2. Olahraga rutin
tas
Kelebihan berat badan yang diukur menggunakan nal
IMT dengan rumus berat badan dalam kg dibagi
kuadrat tinggi badan dalam meter.
Dikategorikan menjadi:
1. Obesitas (IMT ≥ 25,0)
41

2. Tidak obesitas (IMT < 25,0)

Stress adalah keadaan psikis seseorang yang nal


mempengaruhi terjadinya tekanan darah menjadi
tinggi. Dinilai menggunakan kuesioner DASS
(​Depression Anxiety and Stress Scale)​ ​.
Stress: skor > 14
Tidak stress: skor 0-14
kok
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman nal
(IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok
dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang-Berat : 200 sampai > 600

m minuman Kegiatan minum minuman beralkohol nal


beralkohol Ya: minum minuman beralkohol
Tidak: tidak minum minuman beralkohol

G. Instrumen Pengambilan Data


Sumber data adalah primer yang diperoleh dari wawancara terstruktur
dengan menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan saat pelaksanaan
Posyandu Lansia yang dilakukan di Desa Margasana, Jatilawang.
H. Rencana Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat yang terdapat dalam hipotesis penelitian. Analisis data yang
digunakan :
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran setiap variabel yang
diukur dalam penelitian, baik variabel bebas maupun variabel terikat.
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk semua
variabel yang diteliti.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis
terhadap dua variabel yang diduga berhubungan menggunakan uji
42

Chi-Square untuk menghubungkan variabel terikat dengan variabel bebas


yang berskala kategorik (nominal/ordinal). Jika tidak memenuhi
persyaratan maka akan digunakan uji alternatif ​Fisher​.
I. Tata Urutan Kerja
Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, diperlukan adanya suatu desain atau skema langkah penelitian
sebagi acuan pelaksanaan penelitian yang dilakukan. Pada penelitian ini
dibuat suatu desain penelitian sebagai berikut :

Gambar 5.1.​ Alur Penelitian

J. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Desa Margasana di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang, Kecamatan Jatilawang,
Kabupaten Banyumas.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2016.
43

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Analisis Univariat (Karakteristik Responden)
Hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Margasana
Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. Responden yang mengikuti
penelitian ini diambil dengan menggunakan tekhnik ​total sampling​.
Penelitian ini dilakukan pada Posyandu Lansia Desa Margasana dengan
jumlah lansia 30 orang. Penelitian ini dengan menggunakan metode
wawancara langsung pengisian kuesioner yang dipandu langsung oleh
peneliti. Anailis univariat yang digunakan dengan menggunakan distribusi
frekuensi pada masing-masing variabel dan presentasenya.
44

Tabel 6.1.​ Gambaran Umum Responden


Variabel Frekuensi %
Tekanan darah
Hipertensi 17 56.7
Tidak 13 43.3
Usia
​Usia 45-60 14 53.3
Usia 61-75 16 46.7

Jenis Kelamin 5 16.7


​Laki-laki 25 83.3
Perempuan
Riwayat Genetik
Ya 8 26.7
Tidak 22 73.3
Konsumsi garam > 1 sdt
garam/hari
Ya 11 36.7
Tidak 19 63.3
Konsumsi lemak jenuh
Ya 17 56.7
Tidak 13 43.3
Aktivitas Fisik
Rutin 13 43.3
Tidak Rutin 17 56.7
IMT (obesitas= >25 kg/m​2​)
Obes 13 43.3
Tidak Obes 17 56.7

Stress
Ya 5 16.7
Tidak 25 83.3
Merokok
Berat 4 13.3
Ringan - Sedang 26 86.7
Alkohol
Ya 0 0
Tidak 30 100
Tabel 6.1 menunjukkan bahwa terdapat 17 responden dengan
hipertensi (56,7%) dan 13 responden tidak hipertensi (43,3%). Untuk usia
45-60 tahun terdapat 14 orang (53,3 %) dan usia 61-75 tahun terdapat 16
orang (46,7 %). Sedangkan Jenis kelamin laki-laki terdapat 5 responden
(16,7 %) dan jenis kelamin perempuan 25 orang (83,3 %). Data hasil
45

penelitian juga menunjukkan bahwa 8 responden memiliki riwayat


keluarga penyakit hipertensi (26,7 %) dan 22 lainnya tidak memiliki
riwayat keluarga penyakit hipertensi (73,3 %).
Untuk konsumsi garam per hari, dengan diet < 1 sdt garam per hari
terdapat 19 responden (63,3 %) dan responden yang konsumsi garam > 1
sdt per hari terdapat 11 responden (36,7 %). Kebiasaan konsumsi tinggi
lemak jenuh dimiliki oleh 17 (56,7 %) responden dan 13 (43,3 %) lainnya
tidak memiliki kebiasaan tersebut. Dari 30 responden, 13 responden (43,3
%) diantaranya tercatat memiliki aktivitas fisik rutin sedangkan 17 (56,7
%) lainnya memiliki aktivitas fisik tidak rutin. Sebanyak 13 (43,3 %)
responden memenuhi kriteria obesitas dan 17 (56,7 %) sisanya tidak
memenuhi kriteria obesitas.
Untuk tingkat stress berdasarkan kuesioner DASS responden yang
mengalami stress sebanyak 5 orang (16,7 %) dan yang tidak mengalami
stress 25 orang (83,3 %). Sebanyak 4 orang (13,3 %) merupakan perokok
berat, sebanyak 26 orang (86,7 %) merupakan perokok ringan-sedang.
Untuk alkohol, semua responden tidak mengonsumsi alkohol.

2. Analisis Bivariat
Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara variabel ​independent
dan ​dependent digunakan uji ​Chi-Square.​ Namun, terdapat variabel yang
tidak memenuhi syarat ​Chi-Square ​yaitu nilai ​expected ​count kurang dari
5, maka dilakukan analisis menggunakan uji ​Fisher exact test,​ dengan
melihat nilai ​p value. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil sebagai
berikut
a. Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Usia
Tabel 6.2. ​Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Usia
Tekanan Darah Total
46

Hipertensi Tidak
61-75 10 6 16
Usia
45-60 7 7 14
Total 17 13 30
​ R: 0,475 p = 0.491
Nilai uji ​Chi-Squre O
Pengujian terhadap data (tabel 6.2) yang diperoleh memenuhi
syarat uji ​chi-square dengan hasil uji statistik p = 0,491 dengan
demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Jadi, hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan ​tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara hipertensi dengan usia.
b. Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Jenis Kelamin
Tabel 6.3. ​Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Jenis kelamin
Tekanan Darah
Total
Hipertensi Tidak
Laki-laki 3 2 5
Jenis
Perempua
kelamin 14 11 25
n
Total 17 13 30
Nilai uji ​Fisher ​ p = 1.00
Pengujian terhadap data (tabel 6.3) tidak memenuhi syarat
Chi-Square ​karena ditemukan nilai ​expected ​count kurang dari 5, maka
​ iperoleh hasil
dilakukan analisis menggunakan uji ​Fisher exact test. D
uji statistik p = 1,00 dengan demikian nilai p lebih besar dari α (α =
0,05). Jadi, hasil penelitian ini secara statistik menunjukkan ​tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan jenis
kelamin.

c. Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Genetik


Tabel 6.4. ​Hubungan Kejadian Hipertensi dengan genetik
Tekanan Darah
Total
Hipertensi Tidak
Ya 4 4 8
Genetik
Tidak 13 9 22
Total 17 13 30
Nilai uji ​Fisher ​ p = 0,698
47

Pengujian terhadap data (tabel 6.4) tidak memenuhi syarat


Chi-Square ​karena ditemukan nilai ​expected ​count kurang dari 5, maka
​ iperoleh hasil
dilakukan analisis menggunakan uji ​Fisher exact test. D
uji statistik p = 0,698 dengan demikian nilai p lebih besar dari α (α =
0,05). Jadi, hasil penelitian ini secara statistik menunjukkan ​tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan
genetik.
d. Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Konsumsi Garam
Tabel 6.5.​ Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Konsumsi Garam
Tekanan Darah
Total
Hipertensi Tidak
Konsumsi > 1 sdt 4 7 11
Garam < 1 sdt 13 16 19
Total 17 13 30
Nilai uji ​Fisher​ p = 0,132
Pengujian terhadap data (tabel 6.5) tidak memenuhi syarat
Chi-Square ​karena ditemukan nilai ​expected ​count kurang dari 5, maka
​ iperoleh hasil
dilakukan analisis menggunakan uji ​Fisher exact test. D
uji statistik p = 0,132 dengan demikian nilai p lebih besar dari α (α =
0,05). Jadi, hasil penelitian ini secara statistik menunjukkan ​tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan
konsumsi garam.

e. Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Konsumsi Lemak Jenuh


Tabel 6.6.​ Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Konsumsi Lemak Jenuh
Tekanan Darah
Total
Hipertensi Tidak
48

Konsumsi Ya 15 2 17
Lemak
Tidak 2 11 13
Jenuh
Total 17 13 30
​ R = 15.9, p < 0,001
Nilai uji ​Chi square O
Pengujian terhadap data (tabel 6.6) yang diperoleh memenuhi
syarat uji ​chi-square dengan hasil uji statistik p = < 0,001 dengan
demikian nilai p kurang dari α (α = 0,05). Jadi, hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan ​terdapat hubungan yang bermakna
antara hipertensi dengan konsumsi makanan lemak jenuh.
f. Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Aktifitas Fisik
Tabel 6.7. ​Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Aktifitas Fisik
Tekanan Darah
Total
Hipertensi Tidak
Aktivitas Aktivitas 13 4 17
Fisik Tidak 4 9 13
Total 17 13 30
Nilai uji ​Chi square ​ OR = 6.266, p = 0,012
Pengujian terhadap data (tabel 6.7) yang diperoleh memenuhi
syarat uji ​chi-square dengan hasil uji statistik p = 0,012 dengan
demikian nilai p kurang dari α (α = 0,05). Jadi, hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan ​terdapat hubungan yang bermakna
antara hipertensi dengan aktifitas fisik.
g. Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Obesitas
Tabel 6.8.​ Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Obesitas
Tekanan Darah
Total
Hipertensi Tidak
Indeks Obesitas 10 3 13
Massa
Tidak 7 10 16
Tubuh
Total 17 13 30
Nilai uji ​Chi square; ​ p = 0,05
Pengujian terhadap data (tabel 6.8) yang diperoleh memenuhi
syarat uji chi-square dengan hasil uji statistik p = 0,05 dengan
demikian nilai p = α (α = 0,05). Jadi, hasil penelitian ini secara statistik
49

menunjukkan ​terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi


dengan obesitas.
h. Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Stres
Tabel 6.9. ​Hubungan Kejadian Hipertensi dengan genetik
Tekanan Darah
Total
Hipertensi Tidak
Ya 3 2 5
Stress
Tidak 14 11 25
Total 17 13 30
Nilai uji ​Fisher ​ p = 1.00
Pengujian terhadap data (tabel 6.9) tidak memenuhi syarat
Chi-Square ​karena ditemukan nilai ​expected ​count kurang dari 5, maka
​ iperoleh hasil
dilakukan analisis menggunakan uji ​Fisher exact test. D
uji statistik p = 1,00 dengan demikian nilai p lebih besar dari α (α =
0,05). Jadi, hasil penelitian ini secara statistik menunjukkan ​tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan stress.
i. Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Merokok
Tabel 6.10.​ Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Merokok
Tekanan Darah
Total
Hipertensi Tidak
Berat-Sed
3 1 4
Merokok ang
Ringan 14 12 26
Total 17 13 30
Nilai uji ​Fisher p​ = 0,613
Pengujian terhadap data (tabel 6.10) tidak memenuhi syarat
Chi-Square karena ditemukan nilai ​expected count kurang dari 5, maka
dilakukan analisis menggunakan uji ​Fisher exact test.​ Diperoleh hasil
uji statistik p = 0,613 dengan demikian nilai p lebih besar dari α (α =
0,05). Jadi, hasil penelitian ini secara statistik menunjukkan ​tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan
merokok.

B. Pembahasan
50

Penelitian ini meneliti mengenai faktor risiko yang berhubungan dengan


kejadian hipertensi berupa usia, jenis kelamin, genetik, konsumsi garam
tinggi, konsumsi makanan lemak jenuh, aktivitas fisik, obesitas, stress,
merokok, dan minum-minuman beralkohol di Desa Margasana wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang, Banyumas. Hipotesis yang peneliti ajukan yaitu
terdapat hubungan hipertensi dengan usia, jenis kelamin, genetik, konsumsi
garam tinggi, konsumsi makanan lemak jenuh, aktivitas fisik, obesitas, stress,
merokok, dan minum-minuman beralkohol di Desa Margasana wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang, Banyumas.
Responden pada penelitian ini adalah masyarakat lansia yang datang ke
Posyandu Lansia Desa Margasana pada bulan Agustus 2016. Hasil analisis
bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian
hipertensi dengan obesitas, aktivitas fisik dan konsumsi tinggi lemak jenuh
(p<o,o5), sedangkan tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan usia,
jenis kelamin, genetik, konsumsi tinggi garam, stress, merokok dan
minum-minuman beralkohol (p>0,05).
Sebagian besar responden adalah lansia dimana usia yang dikategorikan
lansia adalah lebih dari sama dengan 55 tahun. Kejadian hipertensi lebih besar
pada usia lanjut dibandingkan dengan usia dewasa maupun usia muda
(Erfandi, 2008)​.
Jenis kelamin, genetic, dan kebiasaan mengonsumsi garam memiliki
nilai p (> 0,05) sehingga faktor-faktor risiko tersebut tidak memiliki hubungan
bermakna dengan kejadian hipertensi. Jenis kelamin yang tidak bermakna ini
sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Basha (2004) bahwa pada
wanita setelah menopause memiliki perbandingan kejadian hipertensi yang
sama dengan pria, selain itu penelitian lain yang pernah dilakukan juga
menyebutkan bahwa pada 220 responden 77 orang mengalami hipertensi
dengan komplikasi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan jenis
kelamin (Sofyan ​et al., ​2015). Hasil yang tidak signifikan ini mungkin
disebabkan karena responden wanita pada penelitian kali ini sudah termasuk
51

ke dalam menopause sehingga hormon esterogen yang dimilikinya mengalami


penurunan sehingga kadar LDL akan meningkat disertai dengan tidak adanya
hormon yang melindungi sel endotel pembuluh darah dari kerusakan
(Novitaningtyas, 2014).
Nilai ​p value genetik pada penelitian ini tidak signifikan (p =0,698). Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kalangi ​et al (​ 2015) bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan natara faktro genetik dengan kejadian
hipertensi pada 80 responden. Pada dasarnya penelitian oleh Henulili ​et al
(2011) tentang pola pewarisan penyakit hipertensi dalam keluarga
mengemukakan bahwa gen hipertensi bersifat dominan, namun menurut
hukum Mendel, jika hanya salah satu orang tua menderita hipertensi, maka
kemungkinan anaknya untuk tidak menderita hipertensi yaitu 50%, oleh
karena itu dari teori tersebut, diambil kesimpulan jika salah satu orangtua
responden tidak hipertensi, alel dominan hipertensi tidak diwariskan kepada
mereka (Kalangi ​et al.,​ 2015).
Konsumsi kadar garam yang tinggi dalam penelitian kali ini juga tidak
memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini bertolak belakang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Anggara dan Prayitno (2013) yang
menyebutkan bahwa konsumsi natrium memiliki hubungan yang signifikan
dengan hipertensi dengan risiko 15 kali lebih besar terjadi pada orang yang
sering dan mengkonsumsi tinggi natrium. Pada penelitian lain juga
menyebutkan bahwa natrium yang dikonsumsi akan mempengaruhi kejadian
hipertensi melalui jalur transport ion Na+ (Syahrini et al., 2012). Perbedaan
hasil yang mungkin terjadi pada penelitian ini dikarenakan adanya perbedaan
jumlah takaran sebagai standar banyak dan sering mengkonsumsi garam,
selain itu terdapat faktor lain yang lebih bermakna dibandingkan dengan
asupan natrium. Subyektifitas responden dalam mengakui jumlah konsumsi
garam juga sedikit banyak mempengaruhi hasil (Maria et al., 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara konsumsi makanan lemak jenuh dan kejadian hipertensi (p < 0,001).
52

Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden memiliki kebiasaan


mengonsumsi makanan dengan kandungan lemak jenuh tinggi, seperti
gorengan (mendoan) dan telur ayam. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sugiharto (2007) di Karanganyar yang menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi lemak dengan peningkatan
tekanan darah atau hipertensi dibuktikan dengan nilai p=0,024. Begitu juga
penelitian yang dilakukan oleh Fathina (2007) di Klinik Rawat Jalan di RSU
Kodia bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p=0,00) antara asupan lemak
dengan peningkatkan kadar tekanan darah diastolik dan sistolik.
Hal ini disebabkan, kebiasaan mengonsumsi lemak terutama lemak
jenuh sangat erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang dapat
berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga dapat
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitannya dengan tekanan darah
(Almatsier, 2003). Konsumsi lemak yang berlebihan dapat menimbulkan
risiko hipertensi karena akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.
Kolesterol tersebut akan melekat pada dinding pembuluh darah yang
lama-kelamaan pembuluh darah akan tersumbat diakibatkan adanya plaque
dalam darah yang disebut dengan aterosklerosis. Plaque yang terbentuk akan
mengakibatkan peredaran darah terganggu sehingga volume darah dan
tekanan darah akan meningkat (Morrell, 2005). Penurunan konsumsi lemak
jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi asam lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan yang lain yang bersumber dapat
menurunkan tekanan darah (Hull, 1996).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara aktivitas fisik dan kejadian hipertensi (p=0.012). Aktivitas fisik secara
teratur sebanyak tiga kali dalam seminggu dapat memaksimalkan tekanan
darah. Aktivitas fisik atau olahraga dapat menjaga tubuh tetap sehat,
meningkatkan mobilitas, menghindari faktor risiko tulang keropos, dan
mengurangi stres. Penelitian membuktikan bahwa orang yang berolahraga
53

memiliki faktor risiko lebih rendah untuk menderita penyakit jantung, tekanan
darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Orang yang aktivitasnya rendah berisiko
terkena hipertensi 30- 50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, latihan fisik
antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari
hipertensi (Cortas, 2008). Salah satu bentuk latihan fisik adalah dengan
berolahraga. Prinsip terpenting dalam olahraga bagi orang yang menderita
hipertensi adalah mulai dengan olahraga ringan yang dapat berupa jalan kaki
ataupun berlari-lari kecil.
Faktor lain yang mempengaruhi kejadian hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang adalah obesitas (0.05). Obesitas adalah suatu keadaan
penimbunan lemak yang berlebihan di dalam jaringan adiposa tubuh yang
dapat menimbulkan masalah kesehatan. Obesitas akan mengaktifkan kerja
jantung dan dapat menyebabkan hipertrofi jantung dalam kurun waktu lama,
curah jantung, isi sekuncup jantung, volume darah, dan tekanan darah juga
cenderung naik. Hasil penelitian Sihombing (2010) menemukan bahwa orang
dengan obesitas yang berumur 55 tahun ke atas memiliki resiko 8,4 kali untuk
terkena hipertensi dibandingkan orang obesitas usia 18-24 tahun. Menurutnya
secara umum tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur dan semakin meningkat lagi dengan berat badan lebih dan obesitas.
Peningkatan tekanan darah akan menjadi lebih besar lagi bila ada faktor lain,
seperti riwayat keluarga dan stress.
Hubungan antara obesitas dengan hipertensi telah lama diketahui,
namun mekanisme yang pasti bagaimana terjadinya hipertensi akibat obesitas
saat ini masih belum jelas. Patogenesis obesitas sehingga mengakibatkan suatu
hipertensi merupakan hal yang kompleks, karena penyebabnya multifaktorial
dan saling berhubungan. Sebagian peneliti menitikberatkan patofisiologi
tersebut pada tiga hal utama, yaitu adanya gangguan sistem otonom, resistensi
insulin, dan abnormalitas struktur, serta fungsi pembuluh darah.
Studi ​Trials of Hypertension Prevention​, Phase II​, menunjukkan
penurunan berat badan berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan
54

penurunan resiko terjadinya hipertensi. Hal ini dapat dicapai bahkan dengan
penurunan berat badan yang sedikit. Penurunan berat badan sebanyak 5-10%
dari berat badan awal berkaitan dengan reduksi tekanan darah, kadar lemak
dan mortalitas. Penurunan berat badan sebanyak 5,1 kg menurunkan tekanan
darah sistolik sebanyak 4,44 mmHg dan tekanan darah diastolik sebanyak 3,57
mmHg. Setiap kilogram penurunan berat badan menurunkan tekanan darah
sistolik sebanyak 1,05 mmHg dan diastolik 0,92 mmHg (Ridjab, 2007).
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang
bermakna antara stres dan kejadian hipertensi. Hubungan antara stres dengan
hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan
darah secara intermiten. Hubungan ini tidak terjadi secara langsung. Apabila
stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang
menetap. Meskipun dapat dikatakan bahwa stres emosional benar-benar
meningkatkan tekanan darah untuk jangka waktu yang singkat, reaksi tersebut
lenyap kembali seiring dengan menghilangnya penyebab stress tersebut.
Hanya jika stress menjadi permanen, dan tampaknya tidak ada jalan untuk
mengatasinya atau menghindarinya, maka organ yang demikian akan
mengalami hipertensi sedemikian terus-menerus sehingga stress menjadi
risiko (Armilawaty, 2007).
Hasil uji bivariat a​ ntara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi
menunjukkan hasil nilai yang tidak signifikan dengan nilai ​p 0​ ,839. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Jegathes tahun 2010. Penelitian
Jegathes meyatakan bahwa kebiasaan merokok memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan penelitian tersebut
disebutkan bahwa perilaku merokok meningkatkan risiko 6,9 kali lebih besar
untuk terjadinya hipertensi. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan
tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per
menit. Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh
besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian Jegathes (2010) mungkin dikarenakan teknik
55

pengambilan sampel yaitu ​total sampling ​sehingga memungkinkan butuhnya


sampel yang lebih banyak untuk hasil yang lebih bagus.
C. Kesimpulan Penyebab Utama Masalah
Berdasarkan hasil penelitian diantara sembilan faktor risiko yang diteliti
terdapat tiga faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi.
Signifikansi hubungan dapat dilihat pada nilai p value dari setiap variabel.
Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
kejadian hipertensi adalah :
1. Konsumsi tinggi lemak jenuh (p < 0,001).
2. Aktivitas fisik (p = 0,012).
3. Obesitas (p = 0.05).
Sedangkan, faktor-faktor yang tidak secara signifikan berhubungan dengan
kejadian hipertensi adalah :
1. Usia (p=0,491)
2. Jenis kelamin (p = 1,00)
3. Genetik (p = 0,698)
4. Konsumsi tinggi garam (p = 0.132)
5. Stress (p = 0.109).
6. Rokok (p=0,613).

Gambar 6.1 ​Analisi ​fish bone


56

Dari hasil analisis ​fish bone d​ apat dilihat bahwa faktor obesitas, aktivitas
fisik, konsumsi tinggi makanan lemak jenuh memiliki kontribusi dalam
mempengaruhi kejadian hipertensi. Berdasarkan hasil analisis bivariat faktor
risiko dengan ​p value paling rendah adalah konsumsi tinggi makanan lemak
jenuh. Hal ini merupakan faktor resiko yang dapat dirubah, oleh karena itu
peneliti akan melakukan intervensi terhadap resiko tersebut dengan cara
melakukan tindakan nyata pada lansia di Posyandu Lansia Desa Margasana
wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.

VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang faktor risiko yang
berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di Desa Margasana maka dapat
diketahui bahwa obesitas, konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh,
kurangnya aktivitas fisik memberikan pengaruh terhadap kejadian hipertensi
di Desa Margasana Kecamatan Jatilawang. Dengan melihat analisis data,
faktor risiko yang paling berpengaruh adalah konsumsi makanan yang
mengandung lemak jenuh, yang merupakan faktor risiko yang dapat diubah,
maka dapat dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah terkait dengan
konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh dan faktor risiko yang
dapat diubah lainnya terhadap kejadian Hipertensi di Desa Margasana
Kecamatan Jatilawang, yaitu :
a. Penyuluhan tentang hipertensi, dengan materi penyebab terjadinya
hipertensi, tanda dan gejala hipertensi, faktor risiko hipertensi,
57

komplikasi hipertensi, serta penanggulangan hipertensi dengan cara


mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.
b. Mengadakan kegiatan senam lansia rutin baik saat dilaksanakannya
kegiatan Prolanis maupun Posyandu Lansia.
c. Pembagian poster dan leaflet mengenai hipertensi.
d. Pemeriksan kolesterol yang merupakan salah satu upaya ​early
diagnostic.
B. Penentuan Alternatif Terpilih
Pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah harus dilakukan
karena adanya berbagai keterbatasan baik dalam sarana, tenaga, dana, serta
waktu. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemilihan prioritas
pemecahan masalah adalah metode Rinke. Metode ini menggunakan dua
kriteria, yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Kriteria efektifitas terdiri dari pertimbangan mengenai besarnya
masalah yang dapat diatasi, kelanggengan selesainya masalah, dan kecepatan
penyelesaian masalah. Efisiensi dikaitkan dengan jumlah biaya yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Skoring efisiensi jalan keluar
adalah dari sangat murah (1), hingga sangat mahal (5).

Tabel 7.1.​ Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
C
M I V (jumlah biaya
(besarnya (kelanggengan (kecepatan yang diperlukan
Skor
masalah yang selesainya penyelesaian untuk
dapat diatasi) masalah) masalah) menyelesaikan
masalah)
1 Sangat kecil Sangat tidak Sangat Sangat murah
langgeng lambat
2 Kecil Tidak langgeng Lambat Murah
3 Cukup besar Cukup langgeng Cukup cepat Cukup murah
4 Besar Langgeng Cepat Mahal
5 Sangat besar Sangat langgeng Sangat cepat Sangat mahal

Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Rinke


adalah sebagai berikut :
Tabel 7.2.​ Prioritas Pemecahan Masalah Metode Rinke
58

Efisiens Urutan
Daftar Alternatif Jalan Efektivitas MxIxV
No i Prioritas
Keluar M I V C C
Masalah
1 Penyuluhan tentang 1 2 3 1 6 3
hi-pertensi, dengan
materi penyebab
terjadinya hi-pertensi,
tanda dan gejala
hipertensi, faktor risiko
hipertensi, kompli-kasi
hipertensi, serta
penanggulangan
hiper-tensi dengan cara
mengubah gaya hidup
menjadi lebih sehat
2 Mengadakan kegiatan 4 3 3 3 12 2
senam lansia rutin baik
saat dilaksanakannya
ke-giatan Prolanis
maupun Posyandu
Lansia.
3 Pembagian poster dan 4 2 2 4 4 4
leaflet mengenai
hiper-tensi.
4 Pemeriksaan kolesterol 5 4 3 4 15 1
yang merupakan salah
satu upaya ​early
diagnostic.

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah


menggunakan metode Rinke, didapatkan prioritas alternatif pemecahan
masalah, yaitu pemeriksaan kolesterol yang merupakan salah satu upaya ​early
diagnostic.
59

VIII. RENCANA KEGIATAN (​PLAN OF ACTION​)

A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau diastolik 90 mmHg atau
lebih pada dua kali pengukuran dengan selang waktu minimal lima menit
dalam keadaan cukup istirahat atau tenang (Pusdatin, 2014). Hipertensi
merupakan penyebab yang paling umum terhadap morbiditas dan mortalitas
pada usia yang lebih tua seperti stroke, penyakit jantung iskemik dan
insufisiensi ginjal dan prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia
(Sherlock ​et al., 2014). Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Angka
kejadian hipertensi di seluruh dunia mencapai 1 milyar orang dan sekitar 7,1
juta kematian akibat hipertensi terjadi setiap tahunnya (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia hasil
pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen. Prevalensi hipertensi
di Jawa Tengah mencapai 26,4% (Riskesdas, 2013).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan tujuh kali lebih berisiko terkena stroke, enam
kali lebih berisiko menderita ​congestive heart failure ​(CHF), dan tiga kali
lebih berisiko terkena serangan jantung (Rahajeng ​et al., 2009). Hipertensi
merupakan penyebab kematian nomor tiga pada semua umur di Indonesia,
yakni mencapai 6,8% setelah stroke (15,4 %) dan tuberkulosis (7,5 %)
(Depkes RI, 2008). Oleh karena itu, perlu adanya pencegahan, deteksi dini
dan pengobatan yang adekuat untuk penderita hipertensi.
Angka kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang di
Desa Margasana pada bulan Juni tahun 2016 sebanyak 28 dari 33 jumlah
lansia di Desa Margasana (84.85 %). Oleh karena itu, masalah ini perlu
mandapat perhatian yang serius agar dapat diupayakan cara pencegahan dan
penanggulangannya yang efektif. Hasil studi CHA ini diharapkan dapat
60

menjadi dasar untuk pelaksanaan intervensi komunitas guna mengendalikan


angka kejadian penderita hipertensi di Desa Margasana wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang.
B. Tujuan
1. Melakukan pemeriksaan terhadap kadar kolesterol para lansia Desa
Margasana Kecamatan Jatilawang sebagai salah satu upaya ​early
diagnostic d​ alam​ five level of prevention.​
2. Meningkatkan motivasi para lansia Desa Margasana Kecamatan
Jatilawang, Kabupaten Banyumas untuk membatasi konsumsi makanan
berlemak dan olahraga secara rutin.
C. Bentuk Kegiatan
Kegiatan yang akan dilaksanakan akan dibagi menjadi :
1. Senam lansia kepada para lansia Posyandu Lansia Desa Margasana
Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas.
2. Penyuluhan tentang hipertensi, dengan materi penyebab terjadinya
hipertensi, tanda dan gejala hipertensi, faktor risiko hipertensi,
komplikasi hipertensi, serta penanggulangan hipertensi dengan cara
mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat (sebelum penyuluhan
dilakukan ​pre test ​dan sesudah penyuluhan dilakukan ​post test).
3. Pemeriksaan kolesterol.
4. Konsultasi mengenai hasil pemeriksaan kolesterol yang didapat.
D. Sasaran
Seluruh Lansia di Posyandu Lansia Desa Margasana Kecamatan Jatilawang,
Kabupaten Banyumas sejumlah 30 orang pada bulan Agustus 2016.
E. Pelaksanaan
1. Personil
a. Penanggung jawab : dr. Esti Haryati
b. Pembimbing : dr. Yudhi Wibowo, MPH
c. Pelaksana :
1) Wisnu Lisa Pratiwi
61

2) Regina Wahyu Apriani


2. Waktu dan Tempat
a. Hari : Sabtu
b. Tanggal : 06 Agustus 2016
c. Tempat : Posyandu Lansia Desa Margasana
F. Rencana Anggaran
Biaya:
Stick Kolesterol : 3x100.000 : Rp 300.000
Snack untuk Lansia dan Kader : 40x5000 : Rp 200.000+
Total : Rp 500.000
G. Susunan Acara
Sabtu, 06 Agustus 2016
Persiapan Acara 08.00 - 08.45
Pendaftaran Peserta 08.45 - 09.00
Senam Lansia 09.00 - 09.40
Penyuluhan 09.40 - 10.10
Pemeriksaan Kolesterol dan konsultasi 10.10 - selesai
H. Rencana Evaluasi Program
Evaluasi jadwal pelaksanaan kegiatan dinilai dari ketepatan tanggal
dan waktu pelaksanaan kegiatan. Kegiatan direncanakan berlangsung pada
hari Sabtu, 06 Agustus 2016 pukul 09.00 – selesai di Posko Posyandu Lansia
Desa Margasana, Kecamatan Jatilawang.
62

IX. PELAKSANAAN DAN EVALUASI PROGRAM

A. Pelaksanaan
Setelah dilakukan pemeriksaan kolesterol, penyuluhan hipertensi, dan
senam lansia diharapkan lansia Desa Margasana dapat mengetahui kadar
kolesterol sehingga dapat membatasi konsumsi makanan berlemak, serta
mengetahui pentingnya berolahraga, dan menambah pengetahuan mengenai
penyakit hipertensi. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui 3 tahap,
yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Perizinan
Perizinan diajukan dalam bentuk lisan oleh dokter muda kepada Kepala
Puskesmas Jatilawang (Preseptor Lapangan), Pemegang Program
Posyandu Lansia, Balai Desa Margasana, Bidan Desa serta
Kader-kader Posyandu Lansia Desa Margasana.
b. Materi
Materi yang disiapkan adalah pemeriksaan kolesterol, senam lansia yang
berisi gerakan-gerakan dasar senam persendian, serta materi
penyuluhan tentang hipertensi (penyebab hipertensi, tanda dan gejala
hipertensi, faktor risiko hipertensi, komplikasi hipertensi, serta
penanggulangan hipertensi dengan cara mengubah gaya hidup
menjadi lebih sehat).
c. Sarana
Sarana yang dipersiapkan berupa video senam, laptop, speaker, alat tulis,
leaflet,​ dan​ ​alat untuk pengecekan kolesterol.
63

2. Tahap Pelaksanaan
a. Judul Kegiatan
“Lansia Margasana Selalu Sehat Selalu Semangat Yes Yes Yes ”
b. Waktu
Sabtu, 6 Agustus 2016 pukul 09.00 – selesai
c. Tempat
Posko Posyandu Lansia Desa Margasana, Kecamatan Jatilawang.
d. Penanggung Jawab
1) dr. Yudhi Wibowo, MPH selaku pembimbing fakultas
2) dr. Esti Haryati selaku Kepala Puskesmas Jatilawang dan
pembimbing lapangan
3) Mba Endah selaku pemegang program posyandu lansia
4) Bu Desi selaku bidan desa dan kader-kader Posyandu Lansia
Margasana
e. Pelaksana
Dokter Muda Unsoed (Regina Wahyu A., Wisnu Lisa P.)
f. Peserta
Lansia di Posyandu Lansia Desa Margasana Kecamatan Jatilawang
g. Penyampaian Materi
1) Senam lansia dilakukan bersama seluruh lansia Posyandu Desa
Margasana, Kecamatan Jatilawang dan kader. Gerakan senam
merupakan gerakan dasar persendian.
2) Penyuluhan baik dengan lisan dan tulisan berupa ​leaflet ​untuk
menjelaskan tentang tentang hipertensi (penyebab hipertensi,
tanda dan gejala hipertensi, faktor risiko hipertensi, komplikasi
hipertensi, serta penanggulangan hipertensi dengan cara
mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat). Sebelum penyuluhan
dilakukan ​pre test ​dan sesudah penyuluhan dilakukan ​post test.
64

3) Pemeriksaan terhadap kadar kolesterol para lansia Desa


Margasana Kecamatan Jatilawang sebagai salah satu upaya ​early
diagnostic d​ alam​ five level of prevention.​
B. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu
evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek.
1. Evaluasi sumber daya
Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu ​man,
money, method, material, machine.

a. Man
1) Narasumber memiliki materi berupa video senam lansia yang
cukup meliputi gerakan dasar senam persendian untuk lansia.
Peserta melakukan senam lansia bersama dengan instruktur
sebagai panduan gerakan. Jumlah peserta yaitu 32 orang.
2) Secara keseluruhan dalam pelaksanaan penyuluhan sudah
termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan yang
cukup memadai mengenai materi yang disampaikan.
3) Untuk pelaksana pemeriksaan kolesterol, pelaksana sendiri
sudah cukup baik dan cukup belajar tentang bagaimana cara
pemeriksaannya serta mengetahui kadar normalnya sehingga
dapat memberikan konseling kepada lansia tentang hasil
kolesterol yang didapat.
b. Money
Sumber pembiayaan yang digunakan cukup untuk menunjang
terlaksananya kegiatan. Anggaran yang dihabiskan adalah sejumlah
Rp. 500.000.
c. Methode
65

1) Metode senam dilakukan dengan gerakan dasar senam


persendian. Sasaran tertarik dengan kegiatan ini karena kegiatan
ini membuat tubuh menjadi lebih segar dan mengerti
manfaatnya baik bagi penyakit hipertensinya. Peserta posyandu
lansia sebagian sudah paham dengan gerakan dasar persendian
sehingga bisa melakukan senam dengan baik.
2) Metode penyuluhan yang digunakan adalah melalui pemberian
materi secara lisan dan tulisan dengan pembagian ​leaflet.​
​ engetahui sejauh
Sebelum penyuluhan dilakukan ​pre test m
mana para lansia tahu tentang hipertensi itu sendiri, dan sesudah
penyuluhan dilakukan ​post test ​untuk mengetahui apakah materi
​ valuasi
yang disampaikan oleh narasumber dapat diterima​. E
pada metode ini termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan
tertarik untuk mengikuti dan mendengarkan penjelasan
narasumber.
3) Metode pemeriksaan kolesterol adalah menggunakan alat
kolesterol, dan setelah hasilnya keluar akan ditulis di kertas
kecil supaya disimpan oleh para lansia, setelah itu dapat
melakukan konsultasi mengenai hasil kolesterol yang didapat.
d. Material
1) Materi yang diberikan yaitu gerakan senam sebagai salah satu
kegiatan yang bisa memperbaiki faktor resiko penyakit
hipertensi.
2) Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan
dengan baik, materi penyuluhan berupa lisan dan tulisan dengan
pembagian ​leaflet, ​serta alat tulis dan materi ​pre test ​dan ​post
test.
3) Untuk pemeriksaan kolesterol hanya menggunakan 1 alat,
sehingga membuat pemeriksaannya lama dan para lansia harus
menunggu untuk pemeriksaan kolesterol.
66

e. Machine
Kegiatan ini dilakukan oleh 32 orang peserta. Hal ini karena
lansia antusias terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pelaksana
serta peran kader Desa Margasana yang aktif.
2. Evaluasi Proses
a. Sasaran
Target kegiatan yaitu 30 orang, Target tersebut sudah tercapai sesuai
harapan karena lansia yang datang pada kegiatan yaitu sebanyak 32
orang.
b. Waktu
Dilakukan hari Sabtu, 06 Agustus 2016 pukul 09.00 s.d. selesai. Tidak ada
hambatan berarti selama jalan acara.
c. Tempat
Posyandu Lansia Desa Margasana, Kecamatan Jatilawang.

d. Kegiatan
Kegiatan yang dijadwalkan pada hari Sabtu, 06 Agustus 2016 pukul 09.00 WIB
sesuai dengan waktu yang sudah dijadwalkan. Proses kegiatan
berlangsung kurang lebih 180 menit, dimulai dengan senam lansia,
penyuluhan hipertensi dan tanya jawab, serta selanjutnya
pemeriksaan kolesterol.
1) Senam dilakukan dengan gerakan dasar senam persendian.
Antusiasme para lansia dan para kader dengan kegiatan ini
dinilai cukup, karena senam lansia membuat tubuh menjadi lebih
segar dan mengerti manfaatnya baik bagi penyakit
hipertensinya. Peserta posyandu lansia sebagian sudah paham
dengan gerakan dasar persendian sehingga bisa melakukan
senam dengan baik.
2) Metode penyuluhan yang digunakan adalah melalui pemberian
materi secara lisan dan tulisan dengan pembagian leaflet.
67

Sebelum penyuluhan dilakukan ​pre test d​ an sesudah penyuluhan


​ valuasi pada metode ini termasuk cukup
dilakukan ​post test. E
baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk mengikuti dan
mendengarkan penjelasan narasumber, serta saat diskusi dinilai
cukup aktif. Melalui hasil ​post test ​didapatka para lansia sudah
cukup mengerti tentang materi yang disampaikan oleh
narasumber.
3) Metode pemeriksaan kolesterol adalah menggunakan alat
kolesterol, dan setelah hasilnya keluar akan ditulis di kertas kecil
supaya disimpan oleh para lansia, setelah itu dapat melakukan
konsultasi mengenai hasil kolesterol yang didapat. Metode
pemeriksaan kolesterol sudah cukup baik, para lansia sendiri
cukup antusias untuk pemeriksaan kolesterol. Tetapi
dikarenakan alat untuk pemeriksaan kolesterol hanya 1 sehingga
membuat pemeriksaannya berlangsung lama dan para lansia
harus menunggu giliran untuk pemeriksaan kolesterol.

3. Evaluasi hasil
Sebagian besar peserta senam bisa mengikuti gerakan dengan luwes
karena dipandu dengan musik dan hitungan gerakan. Peserta tampak
puas karena kegiatan senam ini membuat badan menjadi lebih segar
walaupun dilakukan pada hari yang terik. Peserta posyandu berharap
kegiatan ini terus berlanjut secara kontinu. Untuk kegiatan pemeriksaan
kolesterol sendiri, para lansia sudah mengerti tentang nilai normal
kolesterol, dan melalui konsultasi sudah mengerti makanan apa saja yang
harus dihindari.
Untuk kegiatan penyuluhan, peserta sudah cukup mengerti tentang
materi yang disampaikan narasumber terkait hipertensi, dibuktikan
dengan penilaian menggunakan ​pre test ​dan ​post test. ​Uji T berpasangan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna a​ ntara rerata ​pre
68

test ​dan rerata ​post test p​ ada lansia di Posyandu Margasana sesudah
dilakukan penyuluhan hipertensi (p < 0,001).
69

X. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Hasil analisis permasalahan kesehatan komunitas yang terjadi di Desa
Margasana, wilayah kerja Puskesmas Jatilawang, yaitu hipertensi, yang
difokuskan kepada faktor risiko penyebab hipertensi.
2. Faktor yang didapatkan dari hasil prioritas masalah dan analisis kesehatan
komunitas yang paling berpengaruh di Desa Margasana yaitu konsumsi
tinggi makanan lemak jenuh
3. Alternatif pemecahan masalah yang diprioritaskan untuk masalah tersebut
adalah pemeriksaan terhadap kadar kolesterol para lansia Desa Margasana
Kecamatan Jatilawang sebagai salah satu upaya ​early diagnostic.​
4. Intervensi yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan motivasi para
lansia Desa Margasana Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas
untuk membatasi konsumsi makanan berlemak dan olahraga secara rutin.

B. Saran
1. Lansia diharapkan lebih berperan aktif dalam melakukan pencegahan
hipertensi dengan melakukan perubahan pola hidup menjadi lebih sehat.
2. Perlu diadakannya penyuluhan secara periodik dan terpadu kepada
masyarakat Desa Margasana tentang pentingnya upaya pengendalian
hipertensi serta komplikasi yang dapat ditimbulkan apabila hipertensi tidak
terkendali.
3. Bagi Puskesmas sebaiknya lebih aktif dalam melakukan ​screening dan
pencatatan kejadian hipertensi di masyarakat terutama keluarga pasien
yang sudah menderita hipertensi.
4. Perlu diaktifkan kembali adanya senam pada posyandu lansia yang
sebelumnya pernah berjalan, dengan pengaktifan kader-kader desa dalam
menjaring masyarakat yang menderita hipertensi untuk turut serta dalam
senam lansia.
70

DAFTAR PUSTAKA

Aisyiyah, Farida Nur. 2009. ​Faktor Risiko Hipertensi pada Empat


Kabupaten/Kota dengan Prevalensi hipertensi Tertinggi Di Jawa dan
​ ogor: D
Sumatera. B ​ epartemen gizi masyarakat Fakultas Ekologi Manusia
IPB.
Alderman, M. H. 2002. Salt, Blood Pressure and Health: A Cautionary Tale.
International Journal of Epidemiology​ , 311-315
Almatsier, Sunita. 2006. ​Penuntun Diet Edisi Baru.​ Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Anggraini, A. D., Waren, A., Situmorang, E., & Hendra Asputra, S. S. 2009.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada
Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang
Periode Januari sampai Juni 2008. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran
Universitas Riau
Bowman, T. S., Gaziano, J. M., Buring, J. E., & Sesso, H. D. 2007. A Prospective
Study of Cigarette Smoking and Risk of Incident Hypertension in
Women. ​Journal of the American College of Cardiology​ , 2085-2094
Cahyono, Suharjo. 2008. ​Gaya Hidup dan Penyakit Modern.​ Jakarta : Kanisius.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI). 2008. ​Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007, Laporan Nasional​. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, hal. 116
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2010. ​Prevalensi Hipertensi di
Indonesia Tahun 2010.​ Jakarta. www.depkes.go.id
Depkes RI. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Diunduh dari
URL : http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Lansia.pdf. Pada
tanggal 28 April 2014
Erfandi. 2008. ​Pengelolaan Posyandu Lansia​. Diunduh dari
http://puskesmas-oke.blogspot.com/2009/04/pengelolaan-posyandu-lansia.
html.​ Pada tanggal 28 April 2014.
Formand, J.P., Stampfer, M.J., Curhan, G.C. 2009. Diet and lifestyle risk factors
associated with incident hypertension in women. ​JAMA.​ 302 (4) : 401-411.
Hamid, A. Y. 2001. ​Psikologi perkembangan pribadi dari bayi sampai lanjut
usia​. Jakarta: Universitas Indonesia.
71

Hollenberg, Norman. 2006. The Influence of Dietary Sodium on Blood Pressure.


J Am Coll Nutr​, 25 (3 Suppl) : 240S-246S.
Irza, S. 2009. ​Analisis Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat Nagari Bungo
Tanjung, Sumatera Barat.​ Medan: Universitas Sumatera Utara
Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, dkk. 2005. Global burden of hypertension:
analysis of worldwide data. ​Lancet:​ Vol 365: 217-23
Kotchen, T. A. 2010. Obesity-Related Hypertension: Epidemiology,
Pathophysiology, and Clinical Management. ​American Journal of
Hypertension​ , 1170-1178
Kumar V, Abbas AK, and Fausto N. 2005. ​Robbins and Cotran Pathologic Basic
of Disease 7th​. China: Elsevier Inc.
Kumar, V., Abbas, AK., Fausto, N., & Aster, JC. 2010. ​Robbins and Cotran
Phatologic Basis of Disease,​ Eigth Edition. Philadelphia: Saunders, an
imprint of Elsevier, Inc., hal. 1131-42
Ledikwe ​et al. ​2007. ​Reductions in dietary energy density are associated with
weightloss in overweight and obesitas participants in the PREMIER trial​.
Am J Clin
Mohan, S., & Campbell, N. R. 2009. Salt and High Blood Pressure. ​Clinical
Science​ , 1-7
Nozoe, S., & Munemoto, T. 2002. Stress and Hypertension. ​the Journal of the
Japan Medical Association Vol. 126, No. 3​ , 187-191
Nugroho. 2000. ​Perawatan gerontik​. Jakarta: EGC.
Nutr 85:1212–21
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2011. ​Konsensus
Pencegahan dan Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia 2011​.
Jakarta: Pengurus Besar PERKENI, hal. 1-10
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2006. ​Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.​ Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rahajeng, Ekowati dan Sulistyowati Tuminah. Prevalensi hipertensi dan
determinannya di Indonesia . Jakarta: Pusat Penelitian Biomedis dan
Farmasi Badan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2009.
Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009
Roslina. 2008. ​Analisa Determinan Hipertensi Essensial di Wilayah Kerja Tiga
Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007. Medan: Universitas
Sumatera Utara
Saeed, A. A., Al-Hamdan, N. A., Bahnassy, A. A., Abdalla, A. M., Abbas, M. A.,
& Abuzaid, L. Z. 2011. Prevalence, Awareness, Treatment, and Control
72

of Hypertension among Saudi Adult Population: A National Survey.


International Journal of Hypertension​ , 1-8
Sheps, Sheldon G. 2005. ​Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah
Tinggi.​ Jakarta: PT Intisari Mediatama; 26,158
Sherwood, L. 2009. ​Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Skliros, E. A., Papadodima, S. A., Sotiropoulos, A., Xipnitos, C., Kollias, A., &
Spiliopoulou, C. A. 2012. Relationship Between Alcohol Consumption
and Control of Hypertension Among Elderly Greeks. The Nemea
Primary Care Study. ​Hellenic Journal of Cardiology​ , 26-32
Stewart, Kerry. 2005. Exercise Alone No High Blood Pressure Cure. Available
from, URL :
http://www.webmd.com/hypertension-high-blood-pressure/news/20050412/
exercise-alone-no-high-blood-pressure-cure.
Stranges, S., Wu, T., Dorn, J. M., Freudenheim, J. L., Muti, P., Farinaro, E., et al.
2004. Relationship of Alcohol Drinking Pattern to Risk of Hypertension :
A Population-Based Study. ​Hypertension​ , 813-819
​ ogyakarta : CV.
Susanto. 2010. ​Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern. Y
Andi
Utama
Wade, A., Weir, D., Cameron, A., & Tett, S. 2003. Using a Problem Detection
Study (PDS) to Identify and Compare Health Care Provider and
Consumer Views of Antihypertensive Therapy. ​Journal of Human
Hypertension​ , 397-405
Wahba. 2007. Obesity and obesity inisiated metabolic syndrome: mechanistic link
to chronic kidney disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2:550-562.
Wang, et. al. 2006. A Longitudinal Study of Hypertension Risk Factors and Their
Relation to Cardiovascular Disease : The Strong Heart Study. ​American
Heart Association.​ 47 : 403-9.
WHO. 2003. International Society of Hypertension (ISH) Statement on
Management of Hypertension. ​Journal of Hypertension​ , 1983-1990
WHO. 2009. Global Health Risk : Mortality and Burden of Disease attributable to
selected Major Risk. Hlm 10-15
Wolf. 2005. ​Management Diagnose of Hypertention. The New England Journal
of Medicine​. Vol 311 : 858-867. No 9.

Yogiantoro, Mohammad. 2006. ​Hipertensi Essensial. ​Dalam : Buku Ajar Ilmu


Penyakit​ d​ alam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI
73

Yusuf, I. 2008. ​Hipertensi Sekunder.​ Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO
Kampus RSUD Prof. dr. MargonoSoekardjo
Jl. dr. Gumbreg No.1 Purwokerto

LEMBAR INFORMASI PENELITIAN


Kami adalah dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto, akan melakukan penelitian dengan judul “​FAKTOR
RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI
DESA MARGASANA WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATILAWANG
KABUPATEN BANYUMAS.” ​Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
faktor-faktor risiko hipertensi pada masyarakat Desa Margasana Kecamatan
Jatilawang Kabupaten Banyumas. Tugas subyek penelitian adalah mengisi
kuesioner atau angket yang disediakan oleh peneliti.
Keikutsertaan subyek dalam penelitian ini adalah secara sukarela. Identitas
dan jawaban subyek dijamin kerahasiannya. Semua jawaban subyek hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Tidak ada risiko yang akan terjadi pada
subyek dalam penelitian ini.
Subyek memiliki hak untuk mengundurkan diri dalam keikutsertaan
sebagai subyek dalam penelitian ini. Subyek dapat mengundurkan diri sebelum
dilakukan pengambilan data dengan memberitahu peneliti. Subyek yang
membutuhkan informasi lebih lanjut tentang penelitian ini dapat menghubungi
Regina Wahyu dan Wisnu Lisa, dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto.
74

Hormat Kami,

Peneliti

INFORMED CONSENT

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO
Kampus RSUD Prof. dr. MargonoSoekardjo
Jl. dr. Gumbreg No.1 Purwokerto

Informed Consent
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama :
Usia :
Alamat :
Telah memahami dan mensetujui penelitian yang dilaksanakan oleh para dokter
muda Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman dan akan memberikan
berbagai informasi yang dibutuhkan melalui jawaban kuesioner dalam rangka
menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di Desa
Margasana wilayah kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas.

Purwokerto, Agustus 2016


75

Responden

KUESIONER
KUESIONER ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI
PUSKESMAS JATILAWANG
KABUPATEN BANYUMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Bagian A: Data Demografi
Jawablah daftar pertanyaan berikut ini dengan menuliskan ​check list​ pada kolom
dan mengisi pada isian titik-titik yang telah tersedia.
1. Inisial nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
€ Laki-laki
€ Perempuan
4. Pendidikan terakhir :
€ Tidak tamat SD
€ Tamat SD/sederajat
€ Tamat SMP/sederajat
€ Tamat SMA/sederajat
€ Tamat Sarjana/sederajat
5. Pekerjaan :
€ PNS
€ Pegawai swasta
76

€ Wiraswasta
€ Pension
€ Tidak bekerja
€ Lainnya (tuliskan)
6. Berat badan :
Tinggi badan :
IMT :
7. Tekanan Darah :

Bagian B
B.1. Gambaran Faktor Risiko Hipertensi
(Riwayat keluarga, kebiasaan mengonsumsi makanan asin, kebiasaan
mengonsumsi makanan lemak jenuh, kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga)
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan menuliskan tanda ​check list pada pilihan
jawaban Ya atau Tidak.
No Pertanyaan Ya Tidak
.
Bagian 1 1 0
1 Keluarga saya (ayah, ibu, atau anak) mempunyai riwayat tekanan
darah tinggi yaitu tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
2 Saya mengonsumsi garam ≥ 1 sendok teh/ hari
3 Saya suka makan makanan berlemak seperti gorengan, jeroan, daging
kambing, telur ayam, daging sapi, dan memakannya 3 kali dalam
seminggu atau lebih
4 Saya saat ini adalah perokok (Jika pertanyaan nomor 4 dijawab Ya,
maka pertanyaan lanjut ke nomor 5. Apabila dijawab Tidak maka
pertanyaan lanjut ke nomor 6).
77

5 Saya mempunyai kebiasaan merokok sebanyak…/hari dan selama…


tahun
6 Saya minum-minum beralkohol
Bagian 2 0 1
7 Saya terbiasa berolah raga minimal 3 kali setiap minggu
8 Saya terbiasa menggunakan waktu selama 30-45 menit setiap kali
berolah raga
9 Saya memiliki kebiasaan olahraga seperti berjalan/ ​jogging/​
berenang/ bersepeda

B.2 Faktor Risiko Hipertensi : Stress


Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda checklist
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.
1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan
sering.
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.
Cuku
Tidak Sanga
Kadan p
PERNYATAAN Perna t
g Serin
No h Sering
g
Di satu bulan yang lalu, seberapa sering Anda
0 1 2 3
merasakan hal ini :
Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah
1
karena hal-hal sepele.
Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap
2
suatu situasi.
3 Saya merasa sulit untuk bersantai.

4 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.

Saya merasa telah menghabiskan banyak energi


5
untuk merasa cemas.
78

Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar


6 ketika mengalami penundaan (misalnya:
kemacetan lalu lintas, menunggu sesuatu).
7 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.

8 Saya merasa sulit untuk beristirahat.

9 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.

Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu


10
membuat saya kesal.
Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi
11
gangguan terhadap hal yang sedang saya lakukan.
12 Saya sedang merasa gelisah.

Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang


13 menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang
sedang saya lakukan.
14 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.

Terima kasih atas partisipasi Anda dalam pengisian kuesioner ini. semoga hasil
penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat Desa Margasana Wilayah Kerja
Puskesmas Jatilawang untuk kehidupan yang lebih sehat dan sejahtera.

PRE TEST HIPERTENSI

1. Berapakah tekanan darah normal manusia :


a. 140/90
b. 140/80
c. 120/90
d. 120/80
e. 130/80
2. Apa saja tanda dan gejala hipertensi :
a. Pusing dan kaku di leher
b. Penglihatan kabur
c. Mudah lelah
d. Semua benar
79

3. Hal apa saja yang kita lakukan untuk mengontrol


hipertensi :
a. Kurangi garam dan lemak
b. Olahraga teratur
c. Konsumsi makanan sehat
d. Semua benar
4. Di bawah ini manakah yang bukan akibat lanjut dari
hipertensi :
a. Penyakit jantung
b. Penyakit ginjal
c. Stroke
d. Hidup sejahtera
5. Apa penyebab penyakit hipertensi :
a. Faktor keturunan
b. Faktor usia
c. Obesitas
d. Semua benar

POST TEST HIPERTENSI

1. Berapakah tekanan darah normal manusia :


a. 140/90
b. 140/80
c. 120/90
d. 120/80
e. 130/80
2. Apa saja tanda dan gejala hipertensi :
a. Pusing dan kaku di leher
80

b. Penglihatan kabur
c. Mudah lelah
d. Semua benar
3. Hal apa saja yang kita lakukan untuk mengontrol
hipertensi :
a. Kurangi garam dan lemak
b. Olahraga teratur
c. Konsumsi makanan sehat
d. Semua benar
4. Di bawah ini manakah yang bukan akibat lanjut dari
hipertensi :
a. Penyakit jantung
b. Penyakit ginjal
c. Stroke
d. Hidup sejahtera
5. Apa penyebab penyakit hipertensi :
a. Faktor keturunan
b. Faktor usia
c. Obesitas
d. Semua benar
Kom.
Kom.
N Nam Usi Lema Aktivitas Meroko Alkoho
JK HT gara IMT Stress
o a a Geneti k fisik k l
m
k Jenuh
H 49 Tida Non Norma Ringan
P
1 k Tidak Tidak Tidak Rutin OB l Tidak
S 53 Tida Tidak Non Ringan
P
2 k Tidak Ya Tidak rutin OB Stres Tidak
3 K P 70 Ya Ya Ya Tidak Tidak rutin OB Stres Ringan Tidak
4 S P 57 Ya Tidak Tidak Ya Tidak rutin OB Stres Ringan Tidak
W
P 60 Rutin OB Norma Ringan
5 Ya Tidak Tidak Tidak l Tidak
N 64 Rutin Non Norma Ringan
P
6 Ya Tidak Tidak Ya OB l Tidak
81

S 47 Non Norma Ringan


P
7 Ya Ya Tidak Ya Tidak rutin OB l Tidak
S 54 Norma Ringan
8
P
Ya Tidak Tidak Ya Tidak rutin OB l Tidak
D 73 Tida Non Norma Ringan
P
9 k Tidak Ya Ya Rutin OB l Tidak
R 62 Tida Non Norma Ringan
P
10 k Tidak Tidak Tidak Tidak rutin OB l Tidak
T 63 Rutin Non Norma Ringan
P
11 Ya Tidak Tidak Ya OB l Tidak
N 72 Tida Rutin Norma Ringan
P
12 k Tidak Tidak Tidak OB l Tidak
T
L 75 Rutin Norma Ringan
13 Ya Tidak Tidak Ya OB l Tidak
T 57 Non Norma Ringan
P
14 Ya Tidak Tidak Ya Tidak rutin OB l Tidak
W 64 Tida Non Norma Ringan
P
15 k Ya Ya Tidak Rutin OB l Tidak
J
P 58 OB Norma Ringan
16 Ya Ya Ya Ya Tidak rutin l Tidak
R 64 OB Sedang-
P
17 Ya Tidak Tidak Ya Tidak rutin Stres Berat Tidak
N
P 71 OB Norma Ringan
18 Ya Ya Tidak Ya Tidak rutin l Tidak
N 72 Tida Non Ringan
P
19 k Tidak Ya Ya Tidak rutin OB Stres Tidak
H 59 Tida Non Norma Ringan
L
20 k Ya Tidak Tidak Tidak rutin OB l Tidak
R 63 Non Norma Ringan
P
21 Ya Tidak Tidak Ya Tidak rutin OB l Tidak
C 64 Norma Ringan
22
P
Ya Tidak Tidak Ya Tidak rutin OB l Tidak
S 59 Non Norma Sedang-
L
23 Ya Tidak Tidak Ya Tidak rutin OB l Berat Tidak
K 72 Tida Tidak Norma Sedang-
L
24 k Tidak Ya Rutin OB l Berat Tidak
A 49 Tida Tidak Norma Ringan
P
25 k Ya Ya Rutin OB l Tidak
T 50 Tida Tidak Non Norma Ringan
P
26 k Tidak Tidak Rutin OB l Tidak
P 55 Tida Tidak Non Norma Ringan
P
27 k Ya Ya Rutin OB l Tidak
S 48 Tida Tidak Non Norma Ringan
P
28 k Tidak Tidak Rutin OB l Tidak
S
P 70 Norma Ringan
29 Ya Tidak Ya Ya Tidak rutin OB l Tidak
82

S 72 Non Norma Sedang-


L
30 Ya Tidak Ya Ya Tidak rutin OB l Berat Tidak

Pre Post
No. Test Test
1 40 100
2 80 100
3 60 60
4 40 100
5 40 100
6 60 80
7 60 100
8 20 40
9 60 60
10 40 80
11 40 100
12 20 100
13 40 80
14 20 60
15 20 100
16 40 100
17 40 100
18 20 60
19 20 100
20 100 100
21 20 80
22 40 60
23 80 100
24 60 100
25 80 100
26 80 100
27 80 100
28 20 80
29 60 100
30 20 80
31 40 100
83
84

ANALISIS UNIVARIAT
Frequency Table
85
86

HIPERTENSI & KONSUMSI LEMAK


Crosstabs
87

HIPERTENSI & AKTIVITAS FISIK

Crosstabs
88

HIPERTENSI & OBESITAS (IMT)


Crosstabs
89

HIPERTENSI & GENETIK

Crosstabs
90

HIPERTENSI vs KONSUMSI GARAM

Crosstabs
91

HIPERTENSI DAN STRESS


Crosstabs
92

HIPERTENSI & MEROKOK


Crosstabs
93

HIPERTENSI DAN JENIS KELAMIN


Crosstabs
94

HIPERTENSI DAN USIA


95

Crosstabs
96

HIPERTENSI DAN ALKOHOL


Crosstabs
97

HASIL UJI T BERPASANGAN UNTUK ​PRE ​DAN ​POST TEST

UJI NORMALITAS

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Predicted Value
N 31
Normal Parameters​a Mean 46.4516129
Std. Deviation 8.40888346
Most Extreme Differences Absolute .369
Positive .244
Negative -.369
Kolmogorov-Smirnov Z 2.056
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Test distribution is Normal.

UJI HOMOGENITAS

Test of Homogeneity of Variances


Pretest

Levene Statistic df1 df2 Sig.


1.340 2 27 .279

PAIRED T-TEST

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 Pretest & Postest 31 .361 .046
98

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval


Std. Std. Error of the Difference Sig.
Mean Deviation Mean Lower Upper t df (2-tailed)

Pair 1 Pretest - -4.1290


23.62794 4.24370 -49.95712 -32.62352 -9.730 30 .000
Postest 3E1
99

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Pemeriksaan kolesterol pada Lansia Desa Margasana

Konsultasi hasil pemeriksaan kolesterol


100

Penyuluhan Hipertensi pada Lansia Desa Margaasana


101

Senam Lansia di Posyandu Lansia Desa Margasana


102

Dokter Muda bersama dengan Ibu Lurah, Lansia Desa Margasana, Bidan Desa,
dan Para Kader

Anda mungkin juga menyukai