Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada tauladan sepanjang masa, Nabi Muhammad
SAW, beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman,
aamiin. Penulisan laporan kasus yang berjudul “Kanker Paru“ ini dimaksudkan
untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di bagian ilmu
radiologi di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu, terutama kepada dr. Ida Widayanti, Sp. Rad yang telah
memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas
beliau.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
guna perbaikan di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Serang, 21 Maret 2019,

Farah Zahida
Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

Kanker paru adalah penyebab utama pada kelompok penyakit akibat


keganasan. Terlihat kecenderungan peningkatan jumlah kasus bukan hanya pada laki-
laki tetapi juga pada perempuan dari tahun ke tahun. Data Setiap tahun sekitar enam
juta orang di dunia meninggal akibat kanker, dimana satu juta di antaranya
disebabkan oleh kanker paru. Karsinoma paru di Indonesia menduduki peringkat ke-4
dari seluruh kanker yang sering ditemukan di rumah sakit. Data Departemen
Kesehatan menunjukkan jumlah penderita kanker di Indonesia mencapai 6% dari
populasi (Padmi, 2008).
Kanker Paru adalah salah satu dari 3 penyebab kematian akibat keganasan
laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat dan di dunia. Di Amerika Serikat tercatat
angka insidennya 172.000 kasus baru per tahun. Kanker paru merupakan keganasan
terbanyak kedua setelah kanker prostat pada laki-laki dan merupakan keganasan
terbanyak kedua setelah kanker payudara pada wanita. Penyebab utama kanker paru
adalah akibat merokok (85-90 % ) dan penelitian yg lebih lanjut ratusan karsinogen
ditemukan di asap yang dihirup oleh perokok.

Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan


terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang
tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini
membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli
radiologi, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli
rehabilitasi dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat
bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan
kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan
diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh
kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat
menyembuhkannya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Neoplasma atau tumor dikenal dalam 2 macam yaitu jinak dan ganas
(Kanker). Tumor ganas (Kanker) adalah sel tumor yang berkembang biak secara tidak
terkontrol dan menginvasi jaringan sekitar serta dapat bermetastasis atau melakukan
penyebaran ke organ lain. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kanker paru
merupakan kanker yang terjadi pada paru baik unilateral maupun bilateral. Metastasis
pada kanker paru sering dan cepat mengenai tulang, otak, hepar serta jaringan tubuh
lain karena paru memiliki akses langsung ke sirkulasi besar/sistemi (Benyamin,
2010).

2.2 Epidemiologi
Kanker paru merupakan penyakit keganasan dan penyebab utama kematian
di seluruh dunia. Kira-kira 1/3 kematian karena kanker pada laki-laki ternyata
disebabkan kanker paru.1 Menurut World Health Organization (WHO) terdapat
sekitar 1,2 juta kasus baru setiap tahun dan merupakan 17,8% penyebab kematian
karena kanker. The American Cancer Society, 2015 menyebutkan bahwa Kanker paru
merupakan keganasan terbanyak kedua setelah kanker prostat pada laki-laki dan
merupakan keganasan terbanyak kedua setelah kanker payudara pada wanita.
(Kalantari, 2011)
Kanker paru memiliki angka mortalitas yang tinggi, 28% dari seluruh
kematian akibat kanker. Di Indonesia, prevalensi kanker paru berada di urutan ke-3
terbanyak setelah kanker payudara dan leher rahim. Kanker paru jarang ditemui pada
usia dibawah 40 tahun dan insidensnya terus meningkat hingga usia 80 tahun.

3
2.3 Etiologi

Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti dari pada kanker
paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain. (Sudoyo, 2010)
Laporan beberapa penelitian terakhir ini mengatakan bahwa perokok pasif
pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama
25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan
25 % kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif.

2.4 Manifestasi Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukan gejala-gejala


klinis. Bila sudah menampakan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
(Suyono,2010)

Gejala-gejala dapat bersifat :


1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Batuk darah
c. Mengi karena ada obstruksi saluran napas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis

2. Invasi lokal
a. Nyeri dada
b. Sesak karena cairan pada rongga pleura
c. Invasi ke perikardium  terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cara superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis

4
3. Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)

4. Sindrom Para neoplastik (10% pada Ca Paru), dengan gejala:


a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertrofi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endoktrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)

5
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal: Syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)

5. Asimtomatik dengan kelainan radiologi

Gambar 2.1 Manifestasi klini Ca Paru

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam
dua kriteria:
1. Kanker paru primer
Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cell Lung
Cancer (SCLC) dan Non Small Cell Lung Cancer (NCLC).

a. Small cell lung cancer (SCLC)


SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil (banyak) dan memiliki daya
pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya disebut
“oat cell carcinomas” (karsinoma sel gandum). Sel –sel yang
bermitosis banyak sekali ditemukan begitu juga gambaran nekrosis.
DNA yang terlepas memberikan warna gelap di sekitar pembuluh

6
darah. Tipe ini sangat erat kaitannya dengan perokok, Penanganan
cukup berespon baik melalui tindakan kemoterapi dan radioterapi.
Stadium (Stage) SCLC ada 2 yaitu:
 Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru
(hemitoraks)
 Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks
atau menyebar ke organ lain
b. Non-small cell lung cancer (NSCLC).
NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi
seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru, mencakup
adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar
(Large Cell Ca) dan karsinoma adenoskuamosa. (Makoto,2010)
 Adenokarsinoma : Khas dengan bentuk formasi glandular dan
kecenderungan kea rah pembentukan konfigurasi papilari.
Biaanya membentuk musin, sering tumbuh dari bekas luka
jaringan paru (Scar).
 Karsinoma sel skuamosa : Berciri khas memiliki proses
keratinisasi dan pembentukan “bridge” intraseluler. Studi
sitology memperlihatkan perubahan nyata dari dysplasia
skuamosa ke karsinoma in situ.
 Karsinoma sel besar : Termasuk NSCLC tapi tak ada gambaran
diferensiasi sel skuamosa atau glandular, sel bersifat anaplastic,
tak berdiferensiasi, biasanya disertai oleh infiltrasi sel netrofil.

Sebagian besar pasien yang didiagnosa dengan NSCLC (70–80%) sudah


dalam stadium lanjut III – IV. Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter
spesialis Patologi Anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis
yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harus
ditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK atau small
cell

7
lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK, non small cell lung cancer, NSCLC).

Stage NSLCLC dibagi atas : Stage IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB, IIIC, IVA dan
IVB yang ditentukan menurut The Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery
tahun 2018.

Stadium TNM
IA
T1 N0 M0
IB
T2a N0 M0
IIA
T2b N0 M0
IIB
T1 N1 M0, T2 N1 M0, T3 N0 M0
IIIA T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T4 N0
M0, T4 N1 M0
IIIB T1 N3 M0, T2 N3 M0, T3 N2 M0, T4 N2
M0
IIIC T3 N3 M0, T4 N3 M0
IVA T berapapun N berapapun M1a dan M1b
IVB T berapapun N berapapun M1c

Gambar 2.2 Staging Ca Paru

Tumor yang dimaksud disini adalah seberapa besar massa tumor primernya
dan seberapa jauh daerah sekitarnya diinfiltrasi. Hal ini dapat dilihat dari pemeriksaan
imaging foto toraks dan CT scan. Walaupun tumor dapat dilihat dengan foto polos
toraks, tapi ada banyak kekurangan dari pemeriksaan ini. Misalnya hanya bisa
melihat massa yang sudah besar dan tidak dapat melihat dari berbagai potongan. Hal
ini dapat dilengkapi oleh CT-Scan. Modalitas lain yang dapat dipakai adalah
bronkoskopi.

8
Kategori T Keterangan

T0 Tidak tampak tumor atau lesi primer

TIS Carcinoma in situ

T1 Ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm .


T1 juga terbagi menjadi:
T1mi  Adenokarsinoma minimal invasif
T1a  ukuran tumor ≤ 1 cm
T1b  ukuran tumor > 1 cm tetapi ≤2 cm
T1c  ukuran tumor > 2 cm tetapi ≤3 cm

T2 Ukuran tumor > 3 cm dan ≤ 5 cm, invasi intrabronkus dari


distal karina, berhubungan dengan atelektaksis atau
obstruksif pada daerah hilus atau invasi ke pleura visceral.
T2 juga dapat dibagi 2 yaitu :
T2a  ukuran tumor > 3 cm tetapi ≤ 4 cm
T2b  ukuran tumor > 4 cm tetapi ≤ 5 cm

T3 Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm atau tumor


menginvasi dinding dada, diafragma, nervus phrenikus,
pleura mediastinum, dan pericardium. Lebih dari 1 nodul
dalam lobus yang sama

T4 Tumor > 7cm atau invasi ke mediastinal, trakea, jantung,


pembuluh darah besar, karina, nervus laring, esofagus,
vertebra atau lebih dari satu nodul berbeda lobus pada sisi
yang sama.

Nodus limfatikus regional menunjukkan apakah ada metastasis ke


kelenjar getah bening yang ada di regional toraks. Modalitas
pemeriksaan utama adalah CT-Scan karena pada foto toraks tidak dapat
melihat pembesaran KGB dengan baik.

9
Kategori N Keterangan
N0 Tidak ditemukan metastasis ke kelenjar getah bening
(KGB)
N1 Metastasis ke kelenjar getah bening hilus, pulmonal
ipsilateral
N2 Metastasis ke kelenjar getah bening mediastinum
ipsilateral dan/atau subkarina
N3 Metastasis ke kelenjar getah bening (KGB) hilus,
mediastinum kontralateral dan atau KGB supra
klavikula

M yang dimaksudkan disini adalah adanya metastasis ke organ


lain. Untuk mengetahui metastasis ke organ lain, dapat digunakan
pemeriksaan radiologi dan/atau radionuklir.

Kategori Keterangan
M
M0 Tidak ditemukan metastasis

M1a Metastasis ke paru kontralateral


atau nodul di pleura, efusi pleura,
efusi pericardium

M1b Metastasis 1 extrathorakal

M1c Metastasis multiple extrathorakal


(1 atau >1 organ)

10
Gambar 2.3 Klasifikasi Ca Paru

Gambar 2.4 Gambaran Klasifikasi Ca Paru

11
2. Kanker Paru Sekunder

Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak


penyebaran kanker dari bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah
kanker payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar melalui darah,
sistem limpa atau karena kedekatan organ.

2.6 Gambaran Radiologis Kanker Paru


A. Foto Polos
Perhatikan gambaran lateral dengan proyeksi PA dan lateral untuk
memastikan letak lesi. Gambaran foto polos memiliki kecenderungan
keganasan jika berupa massa yang berukuran lebih dari 3 cm (massa).
Masssa pada kanker paru biasanya berupa masa soliter perifer sedangkan
40% massa letaknya sentral. Massa memiliki batas yang tidak beraturan
serta dapat berkavitas. Nodul satelit dapat menjadi gambaran massa.

 Golden S sign

Golden S sign merupakan gambaran dari tumor yang terletak pada hilus
yang mengakibatkan atelektasis perifer (umumnya sumbatan berada di
lobus kanan atas). Dengan adanya atelektasi maka secara normal lobus atas
paru kanan akan kolaps dan diikuti dengan melipatnya fisura minor ke atas
yang muncul dari hilus ke aspek lateral dada. Dengan adanya massa yang
terletak di dekat hilus, lipatan tadi akan terlihat di dekat hilus mengelilingi
massa sehingga membentuk “S” sebagai batas inferior dari paru yang
kolaps.

12
 Tumor Pancoast

Tumor Pancoast merupakan kanker pada lobus atas yang telah mengenai
pleura dan struktur yang berdekatan seperti iga. Gambar di bawah ini
menunjukan gambaran tumor pancoast pada bagian apeks paru kanan.

13
 Pneumonic form pada karsinoma

Gambaran yang terbentuk berupa konsolidasi homogen atau bercak dengan


batas tidak tegas pada distribusi segmental atau non segmental. Terkadang
dapat juga terlihat air alveologram dan air bronchogram. Konsolidasi
seperti ini sering didiagnosis dengan pneumonia. Bentuk khusus dari
pneumonic carcinoma adalah multicentric bronchioalveolar
adenocarcinoma- pulmonary adenomatosis.

 Karsinoma invasif

Tanda pada foto polos yang dapat menunjukan adanya karsinoma invasif
adalah invasi pada iga dan vertebra yang mengakibatkan osteolisis dan
fraktur patologis, paralisis diafragmatika yang disebabkan oleh infiltrasi
pada saraf frenikus, striktur esofagus, dan efusi pleura.

14
 Pembesaran nodus limfa mediastinum

Adanya pembesaran pada nodus limfa voluminous, paratrakeal,


trakeobronkial, dan peribronkial mengakibatkan meluasnya bayangan
mediastinum sehingga terlihat kontur polisiklik pada paru. Dibawah ini
merupakan contoh gambaran adenokarsinoma pada lobus atas paru kanan
yang disertai dengan pembesaran hilus pada paru kanan.

 Gambaran radiologis Small Cell Lung Carcinoma (SCLC)


15
Tampak gambaran opasitas pada paru bagian kiri atas. Juga tampak
gambaran nodul pada paru kanan bagian bawah yang diduga deposit
metastasis. Peningkatan opasitas pada paratracheal paru kanan yang
mengindikasikan limfadenopathy. Efusi pleura yang minimal dengan
blunting sudut costiphrenicus.

16
Tampak peningkatan opasitas pada hilus dan region peretracheal
kanan dengan penebalan garis paratracheal kanan. Pengurangan volume
juga terlihat pada lobus bawah paru kanan. SCLC sering muncul sebagai
massa pada hilus atau mediastinal.

 Gambaran radiologis Non Small Cell Lung Carcinoma

Tampak gambaran efusi pleura dan berkurangnya volume sekunder dari


NSCLC pada lobus basal paru kiri. Pemeriksaan pada cairan efusi pleura
didapatkan hasil maligna dan lesi tidak dapat dioperasi

NSCLC, kolaps pada puncak paru kiri yang hampir selalu disebabkan oleh
carcinoma endobronchial brokhogenik.

17
NSCLC, kolaps penuh pada paru kiri sekunder dari carcinoma
bronkhogenik pada bronkus utama kiri.

Tumor pankos dengan destruksi costae 1 depan belakang, costae 2-3


belakang kanan

 CT Scan

CT scan adalah modalitas pencitraan yang paling penting untuk


staging kanker paru. Pemeriksaan CT scan biasanya disertai kontras intravena
agar tumor, adenopati, dan pembuluh darah paru apa terlihat jelas. Analisis
CT scan harus mecakup lokasi dan ukuran tumor paru, keterlibatan dinding
dada dan pleura, serta ada/tidaknya limfadenopati hilus atau mediastinum.
18
Akurasi CT scan dalam menentukan keterlibatan dinding dada hanya sekitar
50%, namun invasi tersebut ditandai dengan penebalan pleura, sudut tumpul
antara tumor dan pleura, atau peningkatan densitas lemak ekstrapleura. CT-
Scan dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada foto
toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm
secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga
tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap
bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan
telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan
untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3)
dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan
metastasis intrapulmoner. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya

metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut. 5
Nodul paru soliter dapat diidentifikasi lebih lanjut dengan CT scan
berdasarkan ukuran, kalsifikasi, atenuasi, batas, morfologi, dan kecepatan
pertumbuhan

Kanan :CT scan posisi mediastinal pria 68 tahun dengan gejala batuk produktif dan hemoptysis.
Gambaran hiperdens, carcinoid endobonchial pada bronchus intermedius. Kiri, CT scan potongan
paru memperlihatkan kistik postobstuktif bronkiektasis yang berat

19
Staging Tumor berdasarkan gambaran CT

• Staging tumor paling baik menggunakan CT untuk menentukan ekstensi local


dan melihat nodul satelit. Namun, terdapat beberapa kekurangan CT yaitu
prediksi preoperatif dengan CT berbeda dengan staging operatif pada 45%
kasus. Oleh karena itu, mungkin terjadi over- dan under-staging.
• Staging dengan CT menunjukkan hasil yang kurang memuaskan untuk deteksi
keterlibatan nodus limfe hilus (N1) dan mediastinum (N2 dan N3) serta
keterlibatan dinding dada (T3) atau invasi mediastinum (T4). Oleh karena itu,
pada kasus pertumbuhan mediastinum, tumor pancoast, dan pertumbuhan
vertebra MRI lebih unggung dibandingkan dengan CT. Peran PET dalam T-
staging terbatas karena resolusinya kurang baik, namun PET sangat berguna
untuk menentukan staging N dan M
• Untuk menentukan status metastasis, dilakukan pemeriksaan klinis dan
radiologi seperti CT scan kepala, CT scan atau USG abdomen, dan pemindaian
tulang.13 Beberapa tanda metastasis seperti nodul pleura, efusi pleura, dan efusi
perikardium dapat terlihat dari CT scan.

20
BAB III
KESIMPULAN

Kanker paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab


kematian utama pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki
laki tetapi juga pada perempuan. Prognosis pasien sesuai dengan stadiumnya,
namun kanker ini sulit dideteksi secara dini karena biasanya asimptomatik pada
stadium awal. Gejala yang muncul pada stadium lanjut antara lain batuk, sesak,
hemoptisis, suara serak sampai gejala metastasis seperti nyeri kepala dan nyeri
tulang. Modalitas radiologi yang dapat digunakan untuk diagnosis kanker paru
meliputi foto polos toraks, CT scan, MRI, PET scan, dan radiologi nuklir. Foto
polos toraks masih banyak digunakan untuk deteksi awal kanker paru karena
banyak tersedia di berbagai pusat kesehatan namun relatif tidak sensitif. Modalitas
baru yang sekarang lebih sering digunakan untuk diagnosis dan penentuan stadium
kanker paru adalah CT scan. MRI juga memiliki peran dalam diagnosis dan
penentuan stadium kanker paru, bersaing dengan CT scan. Namun CT scan lebih
sering digunakan karena lebih banyak tersedia di berbagai tempat di bandingkan
dengan MRI dan harganya lebih murah. Gambaran radiologis yang paling sering
ditemui pada kanker paru adalah nodul soliter sehingga penting untuk mengetahui
karakteristik nodul yang sugestif malignansi dan diagnosis bandingnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ronan Joseph Kelly, Elad Sharon, Raffit Hassa. Chemotherapy and targeted
therapies for unresectable malignant mesothelioma. Lung Cancer, Volume 73,
Issue 3, September 2011, Pages 256-263
2. Makoto et al., Gefitinib or Chemotherapy for Non–Small-Cell Lung Cancer
with Mutated EGFR. N Engl J Med 2010;362:2380-8.
3. *Azwar, bahar. 2009. Suara Dokter.com. Kanker Paru. 12 Juni 2009
4. Kalantari Farhad, Sarami Abdollah, Shahba Nariman, Marashi seyed Kamal,
Reza Shafiezadeh. Prevalence of cancers in the National Oil Company
employees referred to Ahwaz health and industrial medicine in 5 years
(Ministry of oil). Life Science Journal. 2011;8(4):698-700] (ISSN:1097-
8135).
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta
6. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N.
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil . Pedoman nasional untuk
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. PDPI dan POI, Jakarta,
2005.
7. National Collaborating Center for Acute Care. Lung cancer: The diagnosis
and treatment of lung cancer. Clinical Effectiveness Unit, London, 2010.
8. Wilson, L.D., Detterbeck, F.C., and Yahalom, J. 2007. The New England
Journal of Medicine 356;1862-9. Superior Vena Cava Syndrome with
Malignant Case.
9. Suyono, Slamet, (2010), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3,
Balai Penerbit FKUI,Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai