Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi merupakan bagian dari masyarakat, ini akan terus
berubah seirama dengan berubahnya masyarakat yang terus-menerus berkembang
dan mengalami perubahan, demikian pula dengan keperawatan. Keperawatan dapat
dilihat dari berbagai aspek, antara lain keperawatan sebagai bentuk asuhan
profesional kepada masyarakat, keperawatan sebagai iptek, serta keperawatan
sebagai kelompok masyarakat ilmuwan dan kelompok masyarakat profesional.
Dengan terjadinya perubahan atau pergeseran dari berbagai faktor yang
memengaruhi keperawatan, maka akan berdampak pada perubahan dalam
pelayanan/asuhan keperawatan, perkembangan iptekkep, maupun perubahan dalam
masyarakat keperawatan, baik sebagai masyarakat ilmuwan maupun sebagai
masyarakat profesional.

Mendasarkan pada gambaran di atas, kepemimpinan yang efektif menjadi


faktor kritis yang sangat menentukan keberhasilan organisasi. Untuk
mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, organisasi membutuhkan
pemimpin dan kepemimpinan yang cocok dengan karakteristik organisasi masa
depan. Pertanyaannya, kepemimpinan yang bagaimana yang harus dimiliki yang
bisa membawa organisasi mencapai tujuannya? Untuk menjawab hal itu, tulisan ini
akan mencoba mencari dan menelusuri jawaban, serta menyodorkan karakteristik
kepemimpinan yang efektif organisasi masa depan. Pembahasan berturut-turut
meliputi teori kepemimpinan, karakteristik kepemimpinan yang efektif, pendekatan
peningkatan keefektifan kepemimpinan, dan disertai model diagnosis perilaku
organisasi yang mendukung kepemimpinan yang efektif.

Kepemimpinan merupakan lokomotif organisasi yang selalu menarik


dibicarakan. Daya tarik ini didasarkan pada latar historis yang menunjukkan arti
penting keberadaan seorang pemimpin dalam setiap kegiatan kelompok dan
kenyataan bahwa kepemimpinan merupakan sentrum dalam pola interaksi antar

1
komponen organisasi.Lebih dari itu, kepemimpinan dan peranan pemimpin
menentukan kelahiran, pertumbuhan dan kedewasaan serta kematian organisasi.

Manajemen keperawatan pada dasarnya berfokus pada perilaku manusia.


Untuk mencapai tingkat tertinggi dari produktivitas pada pelayanan keperawatan,
pasien membutuhkan manajer perawat yang terdidik dalam pengetahuan dan
ketrampilan tentang perilaku manusia untuk mengelola perawat profesional serta
pekerja keperawatan non profesional. Mc. Gregor menyatakan bahwa setiap
manusia merupakan kehidupan individu secara keseluruhan yang selalu
mengadakan interaksi dengan dunia individu lainnya. Apa yang terjadi dengan
orang tersebut merupakan akibat dari perilaku orang lain. Sikap dan emosi dari
orang lain mempengaruhi orang tersebut. Bawahan sangat tergantung pada
pimpinan dan berkeinginan untuk diperlakukan adil. Suatu hubungan akan berhasil
apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak.

B. Tujuan
Untuk mendeskripsikan, memberikan gambaran, dan membandingkan antara
konsep, teori dan prinsip kepemimpinan dalam Rumah Sakit dan Puskesmas yang
dilahirkan menurut beberapa ahli keperawatan

C. Manfaat
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh dan
bimbingan yang ditujukan kepada semua staf keperawatan untuk menciptakan
kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam
rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses yang sangat penting dalam setiap organisasi
karena kepemimpinan inilah yang akan menentukan sukses atau gagalnya suatu
organisasi.
Menurut Robbins (1993), kepemimpinan itu didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk memengaruhi sebuah kelompok menuju kepeda
pencapaian tujuan kelompok tersebut. Kepemimpinan telah didefinisikan dalam
kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-
pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administrasi, serta
persepsi oleh orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. (Azrul Azwar, 1998).
Seorang tujuan dapat mempengaruhi bawahannya untuk melaksanakan
kehenaknya untuk mencapai organisasi, menurut Jhon Frech, Bertram Raven, Lenc
magginsa, Amitzai, etzioni dan lain-lain, antara lain karena adanya daya kekuatan
(power) :
1. Daya kekuatan memaksa (coercive power)
2. Daya kekuatan memberi (reward power)
3. Daya kekuatan yang sah (legitimate power)
4. Daya kekuatan karena keahlian (expert power)
5. Daya kekuasaan refrensi (kekuatan menjadi nara sumber, acuan/ sumber
referensi)
6. Daya kekuatan kharisma (charismatic power)
7. Data kekuatan jabatan (position power)
8. Daya kekuatan pribadi (personal power)
9. Daya kekuatan informasi (information power)
10. Daya kekuatan informasi (information power)
11. Daya kekuatan koneksi (connection power) dan sebagainya.

3
B. Fungsi dan tugas
1. Berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan
1045 tahun 2006 disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai tugas
melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna, pendidikan dan pelatihan.
Rumah sakit juga dapat bertugas untuk melaksanakan penelitian,
pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan berdasarkan
kemampuan pelayanan kesehatan dan kapasitas sumber daya organisasi
yang dimiliki.
2. Rumah sakit mengemban fungsi :
1. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan paripurna tingkat sekunder dan tersier.
2. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam rangka
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
3. Permenkes RI Nomor 920/Men.Kes/Per/XII/1986, rumah sakit juga
mempunyai fungsi sosial yang mencerminkan upaya pelayanan medic
dengan mempertimbangkan imbalan jasa yang dapat dijangkau oleh
masyarakat dan menyediakan sebagian fasilitas pelayanan rawat inap untuk
orang yang kurang dan atau tidak mampu membayar sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Fungsi sosial rumah sakit adalah fungsi yang tetap melekat pada institusi
rumah sakit apapu bentuk, orientasi dan pola kepemilikannya. Rumah sakit
sebagai unit sosioekonomis memiliki fungsi sosial :
a) Menyediakan tempat tidur dan menyisihkan dana khusus untuk
penderita miskin
b) Layanan gawat daurat tanpa uang muka
c) Pengurangan biaya dan lain-lain

4
C. Sifat-Sifat Kepemimpinan

Upaya untuk menilai sukses atau gagalnya pemimpin antara lain dilakukan
dengan mengamati sifat dan mutu perilakunya yang dipakai sebagai kriteria untuk
menilai kepemimpinannya sebagai berikut.
1. Energi jasmani/badaniah dan mental/rohaniah.
Energi jasmani seperti daya tahan, keuletan, kekuatan tenaga serta
kemampuan berkembang secara mental berupa semangat juang, motivasi
kerja, disiplin, kesabaran, kedewasaan mental dan stabilitas emosi yang baik
dimana pemimpin yang baik tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung
dan tidak meledak-ledak secara emosional.
2. Kesadaran akan tujuan dan arah.
Memiliki keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan dari semua
perilaku yang dikerjakan dan pengaruhnya atas pihak lain maupun
persepsinya tentang situasi yang sedang dihadapi serta memiliki kemampuan
untuk menentukan tindakan yang terbaik dan tahu persis kemana arah yang
akan dituju yang pasti memberikan kemanfaatan dalam mencapai tujuan
kelompok yang dipimpinnya.
3. Antusiasme.
Pekerjaan yang dilakukan dan tujuan yang akan dicapai harus sehat, berarti,
bernilai, memberikan harapan yang menyenangkan, memberikan kesuksesan
dan menimbulkan semangat.
4. Keramahan, kecintaan, kasih sayang, simpati yang tulus, kepedulian terhadap
kemanusiaan, kesediaan berkorban, dedikasi, membuka hati untuk bekerja
sama demi mencapai satu sasaran tertentu.
5. Integritas.
6. Terbuka, merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah,
senasib dan sepenanggungan dalam satu perjuangan yang sama.
7. Pendidikan umum yang luas dan penguasaan teknis. Pemimpin harus
memiliki satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu. Terutama tehnik untuk
mengkoordinasikan tenaga manusia agar tercapai maksimalisasi efektifitas

5
kerja dan produktivitas, tehnik lain yang juga harus dikuasai adalah antara
lain ketrampilan atau kemampuan mengajar atau mendidik, ketrampilan
berkomunikasi dengan anggota secara efektif termasuk kemampuan
mendengar, sosial dan kecakapan teknis dan manajerial.
8. Kepercayaan. Kepercayaan bahwa para angggota dipimpin dengan baik,
dipengaruhi secara positif dan diarahkan pada sasaran yang benar. Apapun
tingkatan dan dimanapun keberadaannya, pemimpin yang baik harus
memiliki kewibawaan dan kelebihan atau kemampuan untuk mempengaruhi,
mengajak, meyakinkan, memotivasi serta mengarahkan bawahannya atau
orang lain untuk melaksanakan tugas secara efektif dan kooperatif serta
bertanggung jawab untuk mencapai tujuan.

D. Teori Kepemimpinan
Dalam beberapa literatur dikenal macam-macam teori kepemimpinan antara
lain menurut Robbins (2006) serta Kreitner dan Kinicki (2000) dalam
bukuOrganizational Behaviour, membagi teori kepemimpinan menjadi :
1. Teori Ciri Kepribadian
Diyakini bahwa pemimpin dilahirkan, tidak dibuat. Orang-orang terpilih
dianggap memiliki karakteristik bawaan lahir yang menjadikan mereka pemimpin.
Teori ini membedakan ciri-ciri pemimpin dari non pemimpin atau pengikut dengan
berfokus pada ciri dan karakteristik pribadi. Pencarian atribut kepribadian, sosial,
fisik atau intelektual yang akan mampu menggambarkan pemimpin dan
membedakan dari bukan pemimpin.
Temuan kumulatif dari penelitian kemudian menyimpulkan bahwa sejumlah
ciri meningkatkan kemungkinan sukses sebagai pemimpin tapi tidak satupun
karakter itu menjamin kesuksesan. Ciri-ciri melakukan pekerjaan yang lebih baik
dalam memperkirakan penampilan kepemimpinan daripada dalam membedakan
secara aktual antara pemimpin yang efektif ddan tidak efektif. Fakta bahwa individu
memperlihatkan ciri-ciri yang lain menganggap orang itu sebagai pemimpin tidak
selalu berarti bahwa pemimpin itu berhasil membuat kelompoknya mancapai
sasaran.

6
2. Teori Gaya Perilaku
Titik tolak teori ini berpusat pada perilaku pemimpin dan bukan pada
karakteristik kepribadian. Diyakini bahwa perilaku pemimpin secara langsung
mempengaruhi efektifitas kelompok kerja. Teori ini mengemukakan bahwa
perilaku khusus membedakan pemimpin dan bukan pemimpin sehingga orang-
orang dapat dilatih untuk menjadi pemimpin, mengajarkan kepemimpinan dan
merancang programprogram yang menanamkan pola perilaku ini ke dalam diri
individu yang berhasrat menjadi pemimpin yang efektif.

E. Tipe-Tipe Kepemimpinan

Ada beberapa tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya ialah :


1. Tipe Otokratik
Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang
yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otokratik cenderung mengadung nilai
organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk
pencapaian tujuannya. Sesuatu tindakan akan dinilainya benar apabila tindakan itu
mempermudah tercapainya tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang
akan dipandangnya sebagai sesuatu yang tidak baik dan dengan demikian akan
disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan kekerasan.
2. Tipe yang Paternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistic tentang peranannya dalam
kehidupan organisasional dapat dikatakan dawarnai oleh harapan para pengikutnya
kepadanya. Harapan itu pada umumnya berwujud keinginan agar pemimpin meraka
mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan
sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk.
3. Tipe yang Kharismatik
Tipe kepemimpinan kharismatik mempunyai karakteristik yang khas yaitu
daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang
jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin kharismatik

7
adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut
tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara kongkret mengapa orang tertentu itu
dikagumi.
4. Tipe yang Demokratis
Pemimpin yang demokratis biasanya memandang peranannya selaku
koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga
bergerak sebagai suatu totalitas. Seorang pemimpin yang demokratis perilakunya
mendorong para bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi
dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan
bahkan kritikan orang lain, terutama para bawahannya. Bahkan seorang pemimpin
yang demokratis tidak akan takut membiarkan para bawahannya berprakarsa.
Karakteristik seorang pemimpin yang demokratis lainnya yang sangat positif adalah
dengan cepat ia menunjukkan penghargaannya kepada para bawahannya yang
berprestasi tinggi.

F. Konsep Kepemimpinan Rumah sakit dan Puskesmas


Menurut Veithzal Rivai (2004) gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh
dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh
bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari
falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.

Beberapa keterampilan dalam organisasi pelayanan kesehatan bagi


kepemimpinan melibatkan lebih dari sekedar menggunakan kekuasaan dan
menjalankan wewenang, serta ditampilkan pada tingkat yang berbeda. Pada tingkat
individu, misalnya, kepemimpinan melibatkan pemberian nasehat, bimbingan,
inspirasi, dan motivasi.

1. Kepemimpinan dalam Puskesmas


Kepemimpinan Puskesmas hendaknya diselenggarakan melalui
kepemimpinan kolektif dan integratif (kemanunggalan) antara kepala puskesmas
dengan para penanggung jawab program Puskesmas serta menciptakan
kebersamaan dengan semua pegawai puskesmas.

8
Menurut Thoha (2009) gaya kepemimpinan konsultasi memiliki esensi di
mana pimpinan dan bawahan saling bergantian dalam hal pemecahan masalah.
Selain itu gaya kepemimpinan ini juga menunjukkan adanya saling tukar menukar
pendapat antara pimpinan dan bawahannya (komunikasi dua arah makin
meningkat).Sedangkan untuk hasil penelitian gaya kepemimpinan kepala
puskesmas dalam hal pengambilan keputusan lebih bersifat konsultasi yaitu
pimpinan secara aktif mendengar apa yang dikatakan oleh bawahannya. Nawawi
dan Martini (2009) menyatakan bahwa hak seseorang dalam jabatannya sebagai
pemimpin adalah untuk mengambil keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya
atau melakukan suatu tindakan/kegiatan dalam rangka mewujudkan eksistensi
kelompok/organisasinya.

2. Kepemimpinan dalam Rumah Sakit


Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan masyarakat, berfungsi
melayani masyarakat secara luas dalam bentuk jasa. Untuk mencapai sasaran yang
diinginkan anajemen, rumah sakit menuntut karyawan untuk meningkatkan
kinerjanya. Pasien yang atang baik untuk pelayanan rawat inap ataupun rawat jalan
akan memberikan respon yang positif terhadap pelayanan pegawai yang baik,
sehingga mampu meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit. Hasil akhir dari
keberhasilan pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari tingkat Bed Occupancy Rate
(BOR). Semakin tinggi tingkat BOR yang dicapai rumah sakit, dapat dijadikan
indikator untuk menilai kinerja karyawan dalam melaksanakan pengobatan maupun
perawatan pasien1.
Upaya peningkatan kinerja karyawan menuntut peran manajemen dalam
melakukan endekatan kepemimpinan yang efektif, bahwa keberhasilan rumah sakit
sangat tergantung ada kemampuan pemimpinnya. Dengan kemampuan yang
dimilikinya pemimpin dapat mempengaruhi pegawainya untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan apa yang iinginkannya. Kemudian dalam mengantisipasi
permasalahan diperlukan seorang pemimpin yang dapat melihat kondisi dan
kebutuhan karyawan (Porte-Lawller, dalam Steers RM, 1996). Dan dibutuhkan
seorang pemimpin yang bisa mengerti perilaku organisasi yang sedang dihadapinya

9
sehingga ia mampu membawa organisasinya mencapai tujuan yang telah ditetapkan
bersama melalui pencapaian visi organisasi.

Gaya kepemimpinan memprakarsai struktur yang diterapkan dimana


menghasilkan kinerja yang baik ditemukan bila pimpinan sering mengatur dan
mengarahkan, mengawasi serta meminta pertanggung jawaban petugas, sedangkan
pimpinan yang jarang menerapakan gaya kepemimpinan memprakarsai struktur
kinerjanya cenderung buruk. Sedangkan pimpinan yang jarang menerapkan gaya
kepemimpinan memprakarsai struktur kinerjanya buruk. Hal ini disebabkan
pemimpin yang gaya kepemimpinan memprakarsai struktur tinggi selalu mengatur
dan mengarahkan petugas, mengawasi pekerjaan petugas, dan meminta
pertanggung jawaban petugas atas pekerjaanya, sehingga petugas akan lebih mudah
dalam menjalankan pekerjaannya.

G. Kepemimpinan Di Ruang Rawat


Pemimpin Perawat Ruangan adalah seorang tenaga perawatan professional
yang diberi tanggung jawab dan wewenang memimpin dalam mengelola kegiatan
pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994 dalam Simanullang
2013). Kepala Perawat Ruangan bertanggung jawab untuk memimpin dan
mengorganisasi kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan (Swanburg, 2000
dalam Simanullang 2013), meliputi :
1. Struktur Organisasi
Struktur Organiasi terdiri dari: struktur, bentuk, dan bagan. Berdasarkan
keputusan Direktur rumah sakit dapat ditetapkan struktur organisasi untuk
menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertical maupun
horizontal.
2. Pengelompokan Kegiatan
Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus
diselesaikan untuk mencapai tujuan. Pengelompokan kegiatan dilakukan untuk
memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki serta sesuaikan dengan kebutuhan klien. Metoda
penugasan tersebut antara lain : metode fungsional, metode alokasi

10
klien/keperawatan total, metode tim keperawatan, metode keperawatan primer, dan
metode moduler.

3. Koordinasi Kegiatan
Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerjasama
yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan suasana kerja
yang kondusif. Selain itu, perlu adanya pendelegasian tugas kepada ketua tim atau
perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan.

4. Evaluasi Kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai apakah
pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala Ruang berkewajiban untuk memberi
arahan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu diperlukan
uraian tugas dengan jelas untuk masing-masing staf dan standar penampilan kerja.

5. Kelompok Kerja
Kegiatan diperlukan kerjasama antar staf dan kebersamaan dalam
kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja dan perasaan keterikatan
dalam kelompok untuk meningkatkan kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan
dan asuhan keperawatan.
Menurut Marquis dan Huston (2010, dalam Simanullang 2013), kepala
ruangan sangat berperan dalam penjadwalan, pengembangan perawat, sosialisasi
perawat, dan mengadakan pelatihan untuk perawat. Kepala Ruangan haruslah
menunjukkan bahwa ia memilki kemampuan bekerja harmonis, bersikap objektif
dalam menghadapi persoalan dalam pelayanan keperawatan melalui pengamatan,
dan objektif juga dalam menghadapi tingkah laku stafnya. Kepala Ruangan harus
peka akan kodrat manusia yang punya kelebihan dan kekurangan, memerlukan
bantuan orang lain dan mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial
(Mininjaya, 2004 dalam Simanullang 2013).

11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Organisasi masa depan yang mampu bertahan adalah organisasi yang
memiliki kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif memiliki 10
karakteristik: 1) mengembangkan, melatih, dan mengayomi bawahan, 2)
berkomunikasi secara efektif dengan bawahan, 3) memberi informasi kepada
bawahan mengenai apa yang diharapkan perusahaan dari mereka, 4) menetapkan
standar hasil kerja yang tinggi, 5) mengenali bawahan beserta kemampuannya, 6)
memberi peranan kepada para bawahan dalam proses pengambilan keputusan, 7)
selalu memberi informasi kepada bawahan mengenai kondisi perusahaan, 8)
waspada terhadap kondisi moral perusahaan dan selalu berusaha untuk
meningkatkannya, 9) bersedia melakukan perubahan dalam melakukan sesuatu, dan
10) menghargai prestasi bawahan.

Oleh karena menjadi pemimpin yang efektif membutuhkan proses, maka


sebuah organisasi dapat menggunakan strategi berikut untuk meningkatkan
keefektifan, yaitu: leadership substitues, ledaership enhancers, dan leadership
neutralizers. Kepemimpinan yang efektif juga memerlukan model untuk
mendiagnosa perilaku organisasi. Model yang bisa digunakan adalah “A
Congruence Model for Diagnosing Organizational Behavior”.

B. Saran
Alternatif strategi pemimpin organisasi perawat Indonesia dalam
menghadapi asuhan keperawatan di masa mendatang adalah “the nurse should do
no harm to your self” (Nightingale). Pernyataan ini berarti semua tindakan
keperawatan harus dapat memenuhi kebutuhan pasien tanpa adanya risiko negatif
yang ditimbulkan. Strategi yang harus ditempuh meliputi: (1) Peningkatan
pendidikan bagi perawat practicioners, (2) Pengembangan Ilmu Keperawatan, (3)
Pelaksanaan riset yang berorientasi pada masalah di klinik/komunitas, dan (4)
Identifikasi peran manajer perawat profesional di masa depan, dan (5) Menerapkan
model dan metode asuhan keperawatan profesional terbaru (MAKP).

12
DAFTAR PUSTAKA

Azrul Azwar. 2005. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: PT.
Bina Rupa Aksara.
Christina S.I. (1990), Pengantar Manajemen Keperawatan; Akper Padjajaran
Bandung (tidak dipublikasikan).
Dee Ann Gillies. 2002. Nursing Management. Philadelphia: WB. Saunders
Company.
Eleanor J. Sullivan dan Phillip J. Decker. 1995. Effective Management in Nursing.
California: Addison-Wesley Publishing Company.
Fiedler, F.E.1967. A Theory of Leadership Effectivenss, New York: McGraw-Hill.
Gillies, DA. (1996), Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem; W.B.
Saunders Company, Philadephia.
H. Moh. Isa. 2001. Beberapa Bacaan tentang Dasar-dasar Manajemen. Jakarta:
Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Depkes RI.
James A.F. Stoner, Management, Secont Editions, Prentice-Hall International, Inc.,
1982.
Lancoster, J. dan Lancoster, W. (1982), Change Agent as Leaders in Nursing; CV.
Mosby Company, St. Louis.
Prayitno, S. (1997), Dasar-dasar Administrasi Kesehatan Masyarakat; Airlangga
University Press, Surabaya.
Robert J. Thierauf, Robert C. Klekamp, Daniel W. Gedding, Management
Principles and Practices: A Contigency and Questionnare Approach, John
Willey & Son, New York, 1997
Robbins, Stephen, et.al. 1994. Organizational Beharviour: Concepts, Controversies
and Applications, Prentice-Hall Australia and New Zealand.

13

Anda mungkin juga menyukai