Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembanagan peternakan merupakan salah satu aspek penting

dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan

meningkatkan kesejahteraan peternak. Saat ini ayam buras sebagai ayam

lokal menjadi pusat perhatian dalam pengembangannya. Banyak penelitian

yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih

baik.

Salah satu plasma nutfah ayam buras adalah Ayam Arab (Gallus

turcicus). Ayam Arab merupakan keturunan Ayam Brakel Kriel-Silver dari

Belgia (Natalia et al., 2005) Ayam Arab mulai dikembangkan di Indonesia

pada awal tahun 90-an (Kholis dan Sitanggang 2002).

Secara genetik Ayam Arab tergolong galur ayam buras yang

unggul, karena mempunyai kemampuan produksi telur yang tinggi yaitu

mencapai 230-250/butir/ekor/tahun dengan rata-rata berat telur 42,3 g,

selama masa produktif antara 0,8-1,5 tahun betina Ayam Arab terus-

menerus bertelur, sehingga hampir setiap hari menghasilkan telur (Kholis

dan Sitanggang, 2002).

Ayam arab memiliki ciri-ciri antara lain memiliki sifat lincah,

berpostur tubuh ramping, agak liar, keinginan mengeram rendah , daya

seksual pejantan tinggi. tingkat efisiensi pakan yang tinggi, dan

kemampuan memproduksi telur yang tinggi (Triharyanto, 2001; Pambudhi,


2003), ayam arab juga memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dari ayam

ras. Ayam arab relatif jarang mengalami stress akibat perubahan musim atau

kondisi lingkungan yang buruk karena memiliki adaptasi yang baik

(Suprijatna,2005). sehingga berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia

dan dapat disilangkan dengan ayam lokal lain untuk memperoleh produksi

telur yang lebih tinggi dengan kualitas daging yang lebih baik (Sulandari

et al., 2007).

Keunggulan yang dimiliki ayam arab menyebabkan ayam tersebut

sering disilangkan dengan ayam jenis lain guna memperoleh bibit ternak

unggul, khususnya produksi telur. Keuntungan yang dapat diperoleh dari

persilangan tersebut yakni dapat memunculkan sifat unggul dari masing-

masing ternak. Namun, perkawinan alami yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi

sehingga dapat menyebabkan menurunnya produktivitas ayam arab

tersebut.

Konsumsi pakan ayam arab juga cukup efisien karena bobot

badannya yang kecil. Selain itu ayam arab juga tidak memerlukan waktu

untuk mengeram sehingga waktu bertelur menjadi lebih panjang (Natalia et

al., 2005; Sulandari et al., 2007).

Telur adalah Salah satu produk peternakan yang sangat digemari

dan merupakan sumber gizi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Telur

ayam Arab merupakan salah satu jenis telur ayam lokal yang banyak

beredar di pasar. Telur ayam Arab mempunyai bentuk dan warna kerabang
serta kualitas isi yang mempunyai kemiripan dengan telur ayam kampung

(Susmiyanto dkk, 2010 dalam Sodak 2011).

Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa

standar yang menentukan baik kualitas internal dan eksternal (E.Tugiyanti

dan N.Iriyanti) Kualitas eksternal difokuskan pada kebersihan kulit,

tekstur, bentuk, warna kulit, tekstur permukaan, kulit, dan keutuhan telur.

Kualitas internal mengacu pada putih telur (albumen) kebersihan dan

viskositas, ukuran sel udara, bentuk kuning telur dan kekuatan kuning

telur. Penurunan kualitas interior dapat diketahui dengan menimbang

bobot telur atau meneropong ruang udara (air cell) dan dapat juga dengan

memecah telur untuk diperiksa kondisi kuning telur, putih telur

kekentalan putih telur, warna kuning telur, posisi kuning telur, haugh unit

(HU) dan ada tidaknya noda-noda bintik darah (North and Bell, 1990;

Anonim, 2007).

Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa definisi

kualitas adalah ciri-ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang

menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan

konsumen.

Komposisi fisik dan kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya bangasa ayam, umur, musim, penyakit dan lingkungan,

pakan yang diberikan serta system pemeliharaan (North dan Bell, 1990).

Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan sangat menentukan terhadap

produksi dan kualitas telur baik secara fisik/ekternal maupun secara


kimiawi/internal. Produksi dan Kualitas telur akan tercapai secara

maksimal apabila kualitas pakan yang diberikan mencukupi sesuai umur

dan tatalaksana pemeliharaan, dan akan tercapai secara efisien apabila

tersedia pakan murah dengan kandungan nutrient yang dapat memenuhi

kebutuhan ayam.

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tenntang factor apa

saja yang memberikan pengaruh terhadap kualitas internal telur

diantaranya adalah Yeni, Praseno, dan Mardiati (2015) melakukan

penelitian tentang indeks kuning telur (IKT) dan haugh unit (HU) telur itik

lokal dari beberapa tempat budidaya itik di Jawa dimana penelitian

bertujuan mengetahui Indeks Kuning Telur (IKT) dan Haugh Unit (HU)

telur itik lokal dari beberapa tempat budi daya di Jawa dan mengetahui

manajemen masing-masing tempat sebagai pengetahuan untuk peternak di

Jawa dalam mengoptimalkan manajemen budi daya itik. Sampel diperoleh

dari empat tempat peternakan di Jawa, yaitu Desa Kroya Cirebon (A),

Desa Pasar Bawang Brebes (B), Desa Kalijoso Magelang (C), dan Desa

Modopuro Mojokerto (D), masing-masing 20 butir telur Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengukur parameter antara

lain bobot titik, bobot telur, tinggi albumen, tinggi kuning telur, diameter

kuning telur perhitungan nilai IKT dan HU yang dilakukan dilaboratorium

Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Matematika. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan bantuan program Statistical Analysis System (SAS). Hasil


IKT dan HU dari keempat tempat budi daya itik di Jawa berbeda, IKT

memiliki rata-rata (A) 0.419, (B) 0.463, (C) 0.482, dan (D) 0.492

sedangkan rata-rata nilai HU adalah (A) 86.93, (B) 97.53, (C) 100.33, (D)

99.45. Hal ini disebabkan perbedaan manajemen diantaranya perbedaan

pemberian jenis pakan. manajemen yang dapat dipilih untuk diterapkan

pada peternak lain adalah peternak di Desa Modopuro Mojokerto dan Desa

Kalijoso Magelang.

Selain itu Zuhri, Sudjarwo, dan Hamiyanti (2017) meneliti tentang

Pengaruh pemberian tepung bawang putih (allium sativum l) sebagai feed

additive alami dalam pakan terhadap kualitas eksternal dan internal telur

pada burung puyuh (coturnix-coturnix japonica) hasil penelitiannya

menyatakan bahwa bubuk bawang putih tidak meningkatkan persentase

berat telur ( 58,71 ± 1,20 ). Pakan dengan penambahan 1 % dari bubuk

bawang putih mewakili yang terbaik persentase skor warna kuning telur

( 6.33 ± 0.23).

Selanjutnya Hatta dan Sugiarto (2015) meneliti tentang Produksi

tepung tongkol jagung muda hasil biodegradasi kapang Pleurotus

ostreatus dengan enzim pemecah serat dan implikasinya pada pakan ayam

pedaging hasil penelitiannya menyatakan terjadi peningkatan kandungan

protein kasar dan lemak kasar serta penurunan kandungan serat kasar akibat

fermentasi menggunakan Pleurotus ostreatus. Namun, kandungan energi

tongkol jagung tidak berpengaruh nyata akibat fermentasi.

Berdasarkan uraian diatas dan hasil penelitian terdahulu peneliti ingin

melakukan penelitan tentang Uji Formula Ransum Berbasis Tepung


Tongkol Jagung Terhadap Kualitas Internal Telur (Indeks Kuning Telur

(IKT), Haugh Unit (HU) Warna Kuning Telur, Dan Berat Kuning

Telur ).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian terdahulu dan fakta-fakta empiris yang ada, penelitian

ini mencoba meneliti kembali

1. Bagaimana perbandingan tinggi kuning telur dengan diameter kuning

telur teterhadap pemberian tepung tongkol jagung yang sudah

dipermentasi?

2. Bagimana perbandingan antara tinggi putih telur dan bobot telur

3. Bagaimana warna kuning telur

4.
Daftar pustaka

Yeni, Praseno, dan Mardiati. 2015. Indeks Kuning Telur (Ikt) Dan Haugh Unit

(Hu) Telur Itik Lokal Dari Beberapa Tempat Budidaya Itik Di Jawa.
Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXIII, Nomor 2, Oktober 2015. Fakultas

Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai