Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS

OD ULKUS KORNEA
Disusun untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik bagian
Ilmu Penyakit Mata RSUD Kartini Jepara

Disusun oleh :

Maritsatun Nisa’
30101407235

Pembimbing :
dr. Iffah Zulfa, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

1
“ULKUS KORNEA”

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD RA Kartini Jepara.

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: 10 Mei 2019

Disusun oleh:

Maritsatun Nisa’
30101407235

Dosen Pembimbing,

dr. Iffah Zulfa, Sp. M.

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Karanggondang
Lensa Keruh tak merata
5/3 Mlonggo Jepara
Pekerjaan : Petani Ulkus Kornea
Status : Sudah Menikah Injeksi silier
Agama : Islam
No. RM : 6932xx

II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 30 April
2019 di Poliklinik Mata RSUD RA Kartini Jepara.
a. Keluhan Utama
OD: Pandangan buram saat melihat
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD RA Kartini hari Selasa, 30
April 2019 dengan keluhan pada mata kanan penglihatan buram saat
melihat. Keluhan pasien dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Sebelumnya, 5
hari lalu pasien mengaku pernah kelilipan daun padi saat bekerja, lalu
diberikan obat tetes warung dan merasa sudah sembuh, tapi sekarang
seperti kelilipan lagi. Pasien juga mengeluh adanya rasa mengganjal pada
mata kanan seperti ada benda kelilipan yang belum diambil, dan mata
kanan nrocos.
c. Riwayat Penyakit Dahulu dan Kebiasaan
 Riwayat pemakaian kacamata disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat adanya trauma seperti mata terkena bahan-bahan kimia,
terbentur benda tumpul atau benda tajam disangkal
 Riwayat penyakit hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat sakit serupa disangkal

3
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Di tanggung oleh BPJS. Kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Umum
 Kesadaran : Compos mentis
 Aktivitas : Normoaktif
 Kooperatif : Kooperatif
 Status gizi : Baik
b. Vital Sign
 TD : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 24 x/menit
 Suhu : 36,4oC
c. Status Ophthalmicus
No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister
1 Visus 1/300 6/15
Ortofori Ortofori
Bulbus Okuli
Normal Normal
- Gerak bola mata
- -
2 - Enoftalmus
- Eksoftalmus - -
- Strabismus
- -
- Nistagmus
- -
3 Suprasilia Normal Normal
Palpebra Superior : PalpebraSuperiInferior PalpebraSuperior-Inferi
- Vulnus laceratum - -
- Edema - -
- Hematom - -
- Hiperemia - -
4 - Entropion - -
- Ektropion - -
- Blefarospasme - -
- Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
- Ptosis/ Pseudoptosis - -
- Secret - -
5 Palpebra Inferior :
- Vulnus laceratum
- -
- Edema
- -
- Hematom

4
- -
- Hiperemia
- -
- Entropion
- -
- Ektropion
- -
- Blefarospasme
- -
- Silia
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Konjungtiva :
- Injeksi konjungtiva - -
- Injeksi siliar
6 + -
- Sekret
- Laserasi - -
- -
Kornea :
- Kejernihan Edem Jernih
- Edema
+ -
- Infiltrat
7 - Sikatrik + -
- Ulkus
- -
- Pannus
+ -
- -
COA :
- Kedalaman Dalam Dalam
8 - Hifema
- -
- Hipopion
- -
Iris :
- Kripta Normal Normal
- Edema
- -
9 - Sinekia
 Anterior
 Posterior - -
- -
Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
10 - Diameter
± 3mm ± 3mm
- Reflek pupil
+ +
11 Lensa:
- Kejernihan Keruh tak merata Keruh tak merata
- Iris shadow

5
- Snow flake - -
- Edema
- -
- -
Corpus Vitreum
- Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Floaters
12 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Hemoftalmos
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

13 TIO Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. RESUME:

Pasien laki-laki berumur 65 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD RA


Kartini hari Selasa, 30 April 2019 dengan keluhan pada mata kanan
penglihatan buram saat melihat. Keluhan pasien dirasakan sejak 5 hari
yang lalu. Sebelumnya, 5 hari lalu pasien mengaku pernah kelilipan daun
padi saat bekerja, lalu diberikan obat tetes warung dan merasa sudah
sembuh, tapi sekarang seperti kelilipan lagi. Pasien juga mengeluh adanya
rasa mengganjal pada mata kanan seperti ada benda kelilipan yang belum
diambil, dan mata kanan nrocos. Pasien menyangkal memiliki riwayat
hipertensi, Diabetes Mellitus dan asma. Pada pemeriksaan fisik didapati
pada OD, visus 1/300. Pada OS, visus 6/15. Pada OD ditemukan adanya
ulcus pada kornea.
VI. DIAGNOSA BANDING
Ulkus Kornea Infeksi
VII. DIAGNOSA KERJA
OD Ulkus Kornea Infeksi predisposisi korpal
VIII. TERAPI
 Medikamentosa
 Eye Drop :

6
o Moksifloxacin 1 tetes/jam OD
o SA 1% 2xOD

7
IX. PROGNOSIS
Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad sanam : Ad bonam Ad bonam
Quo ad functionam : Dubia Ad bonam Ad bonam
Quo ad cosmeticam : DubiaAd Bonam
Quo ad vitam : Ad bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA


Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan "jendela" yang dilalui
oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea
disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesens.
Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan
oleh "pompa" bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi,
dan kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada
epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya
sifat transparan, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi
perbaikan fungsi endotel. Kerusakan pada epitei biasanya hanya
menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang
dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. Penguapan air dari film air mata
prakornea menyebabkan film air mata menjadi hipertonik; proses tersebut dan
penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea
superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi obat melalui
kornea yang utuh terjadi secara bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui
epitel utuh, dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Jadi, agar
dapat melalui kornea, obat harus larutlemak sekaligus larut-air (Vaughan,
2010).

Histoanatomi
Secara anatomis, kornea berbentuk konveks atau cembung, bersifat jernih
dan transparan, dan berfungsi sebagai salah satu media refrakta. Kejernihan
struktur kornea ini disebabkan oleh karena struktur histologisnya yang terdiri dari

9
jaringan ikat padat yang sangat rapat dan avaskuler. Secara histologis, kornea
memiliki 5 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam (Abraham, 2016):
 Epitel squamous kompleks non keratin merupakan
struktur lanjutan dari konjungtiva bulbi) yang dilapisi
glikoprotein dan lipid untuk proteksi. Lapisan epitel ini
memiliki banyak struktur mikrovili yang memfasilitasi
terjadinya pertukaran ion untuk nutrisi kornea. Lapisan ini
sangat aktif membelah dan berperan penting dalam
regenerasi kornea (normalnya setiap 7 hari sekali). Epitel
kornea ini memiliki banyak ujung saraf bebas yang berasal
dari stroma dalam keadaan bermielin tetapi kehilangan
mielinnya ketika sampai pada membrana bowman.
Banyaknya ujung saraf bebas ini menyebabkan kornea
sangat sensitif terhadap rangsang. Ketika ujung saraf
terangsang maka akan timbul refleks berkedip untuk
melindungi kornea dan mata.

Gambar 8. Preparat Histologi Kornea (Abraham Histology and


Biology Cell, 2016)

10
Cornea
epithelium
Sel schwan
Membrana
bowman

Sel schwan

stroma
fibroblast

Membrana
descemet

Cornea
endotheliumm

Gambar 9. Preparat Histologi Kornea (Abraham Histology and


Biology Cell, 2016)
 Membran bowman atau membran limitas anterior yang
berasal dari substansia propria lapisan epitel di atasnya,
terdiri dari serat kolagen yang tersusun tak beraturan dan
berperan dalam kestabilan dan rigiditas struktur kornea;
 Stroma yang membentuk “badan kornea”, tersusun dari
banyak serat kolagen paralel yang membentuk lamela tipis
dan lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan bercabang, yaitu
keratosit, di antara serat kolagen.
 Membran descement atau membran limitans posterior
yang tersusun dari lamina propria epitel posterior (endotel)
dari kornea;

11
 Epitel squamous simpleks atau kuboid rendah posterior
(endotel) yang mempertahankan kadar air dalam kornea
dan mempertahankan kejernihannya melalui pengaliran ion
chlorida secara pasif dari arah stroma menuju apex endotel
kornea (Abraham).
Fisiologi Kornea
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea. Namun, sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan lapisan
Bowman mudah terinfeksi berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba,
dan jamur. Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri patogen
kornea sejati; patogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang
lemah (mis., defisiensi imun) untuk dapat menimbulkan infeksi. Moraxella
liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol (sebagai akibat
deplesi piridoksin), adalah contoh klasik oportunisme bakteri, dan dalam tahun-
tahun belakangan ini, telah diketahui sejumlah oportunis kornea baru. Di
antaranya adalah Serratia marcescens, kompleks Mycobacterium fortuitum-
chelonei, Streptococcus zsiridans, Staphylococcus epidermidis, serta berbagai
organisme coliform dan Proteus, bersama virus, amuba, dan jamur (Vaughan,
2010).
Kortikosteroid lokal atau sistemik mengubah reaksi imun pejamu dengan berbagai
cara dan memungkinkan organisme oportunistik masuk dan tumbuh dengan subur.
Karena kornea memiliki banyak serat nyeri, kebanyakan lesi kornea, baik
superfisial maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, fliktenula, keratitis
interstisial), menimbulkan rasa nyeri dan fotofobia. Rasa nyeri ini diperberat oleh
gerak palpebra (terutama palpebra superior) di atas kornea dan biasanya menetap
sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya mengaburkan penglihatan
terutama bila letaknya di pusat (Vauaghan, 2010).
Fotofobia pada penyakit kornea merupakan akibat kontraksi iris meradang yang
nyeri. Dilatasi pembuluh iris adaiah fenomena refleks yang timbul akibat iritasi
pada ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea,

12
hanya minimal pada keratitis herpes karena terjadi hipestesia pada penyakit ini,
yang juga merupakan suatu tanda diagnostik penting. Meskipun mata berair dan
fotofobia lazim menyertai penyakit kornea, sekret biasanya tidak ada, kecuali
pada
ulkus bakteri purulen (Vaughan, 2010).
2.2. ULKUS KORNEA
2.2.1. Definisi
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Pembentukan parut akibat ulserasi
kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh
dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila
diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Ulkus
kornea dapat terjadi akibat adanya trauma oleh benda asing atau penyakit yang
menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga
menimbulkan infeksi atau peradangan (Vaughan, 2010). Di Amerika, ulkus kornea
merupakan penyebab tersering kebutaan dengan insidensi 30.000 kasus pertahun.
Sedangkan di California, insidensi terjadinya ulkus kornea dilaporkan sebesar
27,6/100.000 orang pertahun, dengan perkiraan sebanyak 75.000 orang yang
mengalami ulkus kornea setiap tahunnya. Faktor predisposisi terjadinya ulkus
kornea antara lain trauma, pemakaian lensa kontak, riwayat operasi kornea,
penyakit permukaan okular, pengobatan topikal lama dan penyakit imunosupresi
sistemik (Amescua G, 2012).
Di Indonesia, Insiden ulkus kornea tahun 2013 adalah 5,5 persen dengan
prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta (10,2%) dan
Sulawesi Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di
Papua Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi kekeruhan kornea pada
laki‐laki cenderung sedikit lebih tinggi dibanding prevalensi pada perempuan.
Prevalensi kekeruhan kornea yang paling tinggi (13,6%) ditemukan pada
kelompok responden yang tidak sekolah. Petani/nelayan/buruh mempunyai
prevalensi kekeruhan kornea tertinggi (9,7%) dibanding kelompok pekerja

13
lainnya. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi pada kelompok pekerjaan
petani/nelayan/buruh mungkin berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau
kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja
belum optimal dilaksanakan di Indonesia (Depkes, 2013).
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa perforasi,
endoftalmitis, cumhipopion, prolaps iris, sikatrik kornea, katarak dan glaukoma
sekunder (Ilyas, 2015) .
2.2.2. Etiologi
Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya
kolagenase oleh sel epitel baru dan sel radang. Ulkus bisa dalam keadaan steril
(tidak terinfeksi mikroorganisme) ataupun terinfeksi. Ulkus terbentuk oleh karena
adanya infiltrat yaitu proses respon imun yang menyebabkan akumulasi sel-sel
atau cairan di bagian kornea. Faktor yang dapat menyebabkan ulkus kornea secara
umum antara lain (Budhiastra, 2010), :
 Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata
(insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal).
 Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka.
 Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : edema kornea
kronik, exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma),
keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik,
keratitis superfisialis virus.
 Kelainan-kelainan sistemik, malnutrisi, alkoholisme, sindrom
Stevens-Jhonson, sindrom defisiensi imun.
 Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun seperti
kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.
Berdasarkan etiologinya ulkus kornea disebabkan oleh (Budhiastra, 2010):
 Bakteri : Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea
adalah streptokokus pneumoniae, sedangkan bakteri lain
menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
 Virus : herpes simplek, zooster, variola

14
 Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium.
 Reaksi hipersensifitas : Reaksi terhadap stapilokokus
(ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten),
alergen tak diketahui (ulkus cincin)
2.2.3. Patofisiologi
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan
pada waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang
mengandung banyak vaskularisasi. Dengan adanya defek atau trauma pada
kornea, maka badan kornea, wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada
stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan
dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi di
perikornea. Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear,
sel plasma, leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat
yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan
permukaan tidak licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi,
peradangan dan terjadilah ulkus kornea. Ulkus kornea dapat menyebar ke
permukaan atau masuk ke dalam stroma. Kalau terjadi peradangan yang hebat,
tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin dari peradangan kornea dapat
sampai ke iris dan badan siliar dengan melalui membrana Descemet, endotel
kornea dan akhirnya ke camera oculi anterior (COA). Dengan demikian iris dan
badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di cairan COA disusul dengan
terbentuknya hipopion (pus di dalam COA). Hipopion ini steril, tidak
mengandung kuman. Karena kornea pada ulkus menipis, tekanan intra okuler
dapat menonjol ke luar dan disebut keratektasi. Bila peradangan terus
mendalam, tetapi tidak mengenai membrana Descemet dapat timbul tonjolan
pada membrana tersebut yang disebut Descemetocele atau mata lalat. Bila
peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat
sembuh dengan tidak meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam
penyembuhan berakhir dengan terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk
nebula yaitu bercak seperti awan yang hanya dapat dilihat di kamar gelap
dengan cahaya buatan, makula yaitu bercak putih yang tampak jelas di kamar

15
terang, dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen yang tampak dari jarak
jauh. Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan terjadinya perforasi.
Adanya perforasi membahayakan mata oleh karena timbul hubungan langsung
dari bagian dalam mata dengan dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke
dalam mata dan menyebabkan timbulnya endoftalmitis, panoftalmitis dan
berakhir dengan ptisis bulbi. Dengan terjadinya perforasi cairan COA dapat
mengalir ke luar dan iris mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris melekat
pada luka kornea yang perforasi dan disebut sinekia anterior atau iris dapat
menonjol ke luar melalui lubang perforasi tersebut dan disebut iris prolaps yang
menyumbat fistel (Budhiastra, 2010).

2.2.4 Macam-macam Ulkus Kornea

Ulkus kornea dibedakan menjadi dua berdasarkan letaknya yaitu ulkus


kornea sentral dan marginal.

1. Ulkus kornea sentral meliputi:

a. Ulkus kornea oleh bakteri

Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada
faktor pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah (Ilyas,
2015):

 Streptokokok pneumonia
 Streptokokok alfa hemolitik
 Pseudomonas aeroginosa
 Klebaiella Pneumonia
 Spesies Moraksella

Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri
patogen opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular,
sakus konjungtiva, atau rongga hidung yang pada keadaan sistem barier kornea
normal tidak menimbulkan infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah :

 Stafilokukkus epidermidis

16
 Streptokokus Beta Hemolitik
 Proteus

Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok


Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea
antara lain :
 Streptokok pneumonia (pneumokok)
 Streptokok viridans (streptokok alfa hemolitik0
 Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik)
 Streptokok faecalis (streptokok non-hemolitik)
Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada
keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh
stafilokokus dan pseudomonas. Ulkus oleh streptokokus viridans lebih sering
ditemukan mungkin disebabkan karena pneumokok adalah penghuni flora normal
saluran pernafasan, sehingga terdapat semacam kekebalan. Streptokok pyogenes
walaupun seringkali merupakan bakteri patogen untuk bagian tubuh yang lain,
kuman ini jarang menyebabkan infeksi kornea. Ulkus oleh streptokok faecalis
didapatkan pada kornea yang ada faktor pencetusnya. Gambaran Klinis Ulkus
kornea oleh bakteri Streptokokus : Ulkus berwarna kuning keabu-abuan, berbetuk
cakram dengan tepi ulkus menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karen aeksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.

Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan


intra vena (Ilyas, 2015)
Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus
Aureus, Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus Aureus adalah
yang paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi ulkus
marginal, infeksi ulkus alergi (toksik). Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus
Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor pencetus sebelumnya seperti
keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak yang telah lama
digunakan. Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus : pada

17
awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas
tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan
terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit.
Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya
minimal. Infeksi kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas terhadap Stafilokokus Aureus (Ilyas, 2015).
Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas

Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini
ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat
dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein. Keadaan ini
menerangkan mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat hancur dan
mengalami kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan
fluoresein, cairan lensa kontak. Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri
pseudomonas : biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea
dengan infiltrat berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus
kecil ini dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi
kornea. Ulkus mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.
Pengobatan : gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal,
subkonjungtiva serta intra vena (Ilyas, 2015).
b. Ulkus kornea oleh virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral (Ilyas, 2015).
c. Ulkus kornea oleh jamur
Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, beberapa penyebabnya antara lain:
 Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama
atau pemakaian kortikosteroid jangka panjang
 Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma
yang disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang
terbang mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda

18
atau binatang yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan
jamur yang berada di lingkungan hidup.
 Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik,
maka faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
 Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, di udara dan
sampah organik. Keduanya dapat menyebabkan penyakit pada tanaman
dan pada manusia dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku, saluran kencing.
Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan organisme
oportunistik, selain keratitis aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis
eksogen dan endogen, selulitis orbita, infeksi saluran lakrimal. Kandida
adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak mempunyai hifa
(filamen) menginfeksi mata yang mempunyai faktor pencetus seperti
exposure keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti, keratitis herpes
simpleks dengan pemakaian kortikosteroid. Pengobatannya dengan
pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila memungkinkan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas untuk dapat
memilih obat anti jamur yang spesifik (Ilyas, 2015).
2. Ulkus marginal
Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat
atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat
daerah kornea yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan pada
orang tua dan sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat
juga terjadi ebrsama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh
Moraxella, basil Koch Weeks dan Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat
dihubungkan dengan alergi terhadap makanan. Secara subyektif ; penglihatan
pasien dengan ulkus marginal dapat menurun disertai rasa sakit, lakrimasi dan
fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat
atau ulkus yang sejajar dengan limbus. Pengobatan : Pemberian kortikosteroid
topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4 hari, tetapi dapat rekurens. Antibiotika
diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman lainnya. Disensitisasi dengan

19
toksoid stafilokkus dapat memberikan penyembuhan yang efektif. Pembagian
ulkus marginal dibedakan menjadi 3 :
 Ulkus cincin : merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai
seluruh lingkaran kornea, bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu
mata. Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama
penyakit disentri basile, influenza berat dan penyakit imunologik. Penyakit
ini bersifat rekuren. Pengobatan bila tidak erjad infeksi adalah steroid saja.
 Ulkus kataral simplek : letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna
abu-abu dengan sumbu terpanjang tukak sejajar dengan limbus. Diantara
infiltrat tukak yang akut dengan limbus ditepinya terlihat bagian yang
bening. Terjadi ada pasien lanjut usia. Pengobatan dengan memberikan
antibiotik, steroid dan vitamin.
 Ulkus Mooren : merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian
perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adaya
kecenderungan untuk perforasi. Gambaran khasnya yaitu terdapat tepi
tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu
yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluruh permukaan kornea
terkenai. Penyebabnya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein,
virus atau autoimun. Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.
Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi
konjungtiva, keratektomi dan keratoplasti (Ilyas, 2015).
2.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Ulkus kornea menyebabkan nyeri, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan
peningkatan pembentukan air mata, yang kesemuanya bisa bersifat ringan. Pada
kornea akan tampak bintik nanah yang berwarna kuning keputihan. Kadang ulkus
terbentuk di seluruh permukaan kornea dan menembus ke dalam. Pus juga bisa
terbentuk di belakang kornea. Semakin dalam ulkus yang terbentuk, maka gejala
dan komplikasinya semakin berat. Gejala lainnya adalah: gangguan penglihatan,
mata merah, mata terasa gatal, kotoran mata. Dengan pengobatan, ulkus kornea
dapat sembuh tetapi mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang
menyebabkan pembentukan jaringan parut dan menganggu fungsi penglihatan.

20
Penegakan diagnosis dari ulkus kornea juga ditemukan tes fluoresin positif
disekitar ulkus. Diagnosis banding ulkus kornea antara lain keratitis, endoftalmitis
dan sikatrik kornea (Budhiastra, 2010)
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi dari ulkus kornea, antara lain (Budhiastra, 2010):
 infeksi di bagian kornea yang lebih dalam (Endophtalmitis,
Panophtalmitis)
 perforasi kornea (pembentukan lubang), Descemetocele.
2.2.6 Penatalaksanaan
Ulkus kornea sembuh dengan dua cara : migrasi sel-sel epitel sekeliling ulkus
disertai dengan mitosis dan masuknya vaskularisasi dari konjungtiva. Ulkus
superfisial yang kecil akan sembuh dengan cara yang pertama, ulkus yang lebih
besar dan dalam biasanya akan mengakibatkan munculnya pembuluh darah untuk
mensuplai sel-sel radang. Leukosit dan fibroblas menghasilkan jaringan granulasi
dan sikatrik sebagai hasil penyembuhan. Pengobatan umumnya untuk ulkus
kornea adalah dengan sikloplegik, antibiotika yang sesuai dengan topikal dan
subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat
memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat, dan perlunya obat sistemik.
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan
antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Secara umum ulkus
diobati sebagai berikut: Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu
sehingga akan berfungsi sebagai inkubator. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4
kali sehari. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
Debridemen sangat membantu penyembuhan. Diberi antibiotika yang sesuai
dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali bila keadaan berat. Pengobatan
dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat terang, kecuali bila
penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2 minggu.
Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan
pengobatan tidak sembuh dan terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan (Budhiastra, 2010).

21
2.2.7 Prognosis
Prognosis penderita ulkus kornea buruk karena komplikasi yang dapat terjadi
berupa perforasi kornea, endopthalmitis, panopthalmitis. Apabila sembuh maka
akan menyebabkan terbentuknya sikatriks kornea yang juga akan mengganggu
penglihatan penderita (Budhiastra, 2010).

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva,


Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 17. 2010. Jakarta :
Widya Medika
2. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Daerah Nasional. Badan penelitian dan
pengembangan kesehatan [internet]. Jakarta;
2013 [diakses tanggal 8 Mei 2016]. Tersedia dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/gene
ral/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
3. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Penyakit Mata RSUP Sanglah Denpasar.
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. 2010
4. Ilyas Sidarta, Sri Rahayu Y. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ke‐5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2015..
5. Abraham L Kierszenbaum M.D. Ph.D., Laura Tres
M.D. Ph.D - Histology and Cell Biology : An
Introduction to Pathology, 4e – Elsevier: 2016
6. Amescua G, Miller D, Alfonso EC. What is Causing
the Corneal Ulcer? Management strategies for
unresponsive corneal ulceration [internet]. USA;
2012 [diakses tanggal 6 Mei 2018. Tersedia dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22157915

23

Anda mungkin juga menyukai