Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Rumah sakit sebagai badan usaha merupakan tempat berkumpulnya tenaga kerja,
pimpinan, pasien, pengunjung, dan mitra kerja yang lain. Dalam hubungannya antara
pimpinan dan tenaga kerja, ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan, salah satunya
adalah hak tenaga kerja untuk mendapatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
menjalankan tugasnya. Sedangkan kewajiban tenaga kerja di antaranya adalah
menjalankan atau mematuhi peraturan yang ditetapkan, misalnya tenaga kerja harus
memakai alat pelindung diri pada proses pekerjaan yang memerlukan alat pelindung diri.
Sementara itu, pimpinan berkewajiban untuk menyediakan alat pelindung diri sehingga
pekerja terhindar dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja untuk itu maka perlu di
bentuk Unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit Puri Medika.
Dalam pelaksanaan K3 diperlukan penanganan yang serius dan dukungan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang melibatkan seluruh bidang kegiatan
dan seluruh sumber daya manusia (SDM) yang ada. Dengan adanya komitmen antara
pimpinan, pegawai, dana, dan pengelolaan yang baik disertai pelaksanaan yang
berkesinambungan maka rumah sakit akan dapat melaksanakan kegiatan K3 sesuai
dengan harapan.
Buku Pedoman Pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit
Puri Medika ini diharapkan dapat menjadi acuan yang memberikan kemudahan bagi
pimpinan dan pegawai dalam melaksanakan berbagai program dan ketentuan K3 yang
ditetapkan.
Pelaksanaan K3 yang serius dan baik akan dapat mengurangi timbulnya kecelakaan
maupun penyakit akibat kerja baik bagi pegawai, pekerja, pasien, dan
masyarakat/pengunjung yang berada di Rumah Sakit Puri Medika. Sehingga pada
akhirnya, diharapkan segenap pegawai, pekerja, pasien, dan masyarakat/ pengunjung
akan merasa aman dan nyaman berada di Rumah Sakit Puri Medika.

B. Tujuan Pedoman.
1. Tujuan Umum :

Terwujudnya penyelenggaraan K3RS secara optimal, efektif, efisien dan


berkesinambungan.

2. Tujuan Khusus
a. Menciptakan tempat kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi sumber
daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan Rumah Sakit sehingga proses pelayanan berjalan baik dan lancar.
b. Mencegah timbulnya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), Penyakit Akibat Kerja
(PAK), penyakit menular dan penyakit tidak menular bagi seluruh sumber
daya manusia Rumah Sakit.

C. Ruang Lingkup Pelayanan.


a. SMK3 Rumah Sakit
b. Standar Pelaksanaan K3RS
c. Pendidikan dan Pelatihan

D. Batasan Operasional.
1. Manajemen risiko K3RS;
2. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;
3. Pelayanan Kesehatan Kerja;
4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
5. Pencegahan dan pengendalian kebakaran;
6. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja;
7. Pengelolaan peralatan medis dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan
8. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.

E. Landasan hukum.
1. Undang – Undang RI Nomor 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja
2. Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. Undang – Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
4. Undang – Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Undang – Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6. Undang – Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
10. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumha
Sakit
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah
Sakit
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 100 Tahun 2015 tentang Kesehatan Kerja
Terintegrasi
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang K3RS
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1335 Tahun 2002 tentang Operasional
pengambilan dan Pengukurusan Sample Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit
19. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 351 Tahun 2003 tentang Komite K3 sektor
kesehatan
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1758 Tahun 2003 tentang Standart
Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004 tentang persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 Tahun 2007 tentang Pedoman
Manajemen K3RS
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya manusia

NAMA JUMLAH
PENDIDIKAN SERTIFIKASI
JABATAN KEBUTUHAN
Pelatihan K3 umum/RS 1
Kepala Unit K3 S1
Pelatihan K3 lanjutan
S1 Pelatihan K3 umum 1
Sekretaris
Pelatihan Ahli K3 umum
Pelatihan K3 umum 2
Tim K3 D3
Pelatihan K3 lanjutan
Tim Tanggap Pelatihan K3 umum 6
D3
Darurat Pelatihan K3 lanjutan

B. Distribusi Ketenagaan
Kepala unit K3 dalam menjalankan kegiatan K3 rumah sakit berkoordinasi dengan
sekretaris K3 dan dibantu oleh tim. Kegiatan surveilens, audit, pelaporan KAK
(Kecelakaan Akibat Kerja) & PAK (Penyakit Akibat Kerja) dilakukan oleh HRD melalui
koordinasi dengan Kepala unit K3. Untuk pengumpulan data HRD juga mengumpulkan
dari masing – masing bidang & koordinator Tim. Tiap Tim wajib membuat program
kerja & SPO terkait job desk nya masing – masing. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh
Kepala unit K3 & Sekretaris K3.

C. Pengaturan Jaga
Untuk jadwal K3 sesuai dengan jadwal jaga/jam kerja masing – masing personil atau
dipanggil sewaktu-waktu bila ada masalah tentang K3.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Terlampir

B. Standar Fasilitas
1. Ruang sekretariat
2. Ruang pemeriksaan Kesehatan
3. Komputer dengan printer
4. Internet
5. Line telpon dengan nomor khusus (untuk keadaan darurat)
6. Telpon untuk intern & ekstern
7. Rak alat
8. Rak buku
9. APAR & aksesorisnya (fire hose,nozzle,safety shoes,helmet,dll)
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Beberapa elemen sistem Manajemen K3 yang digunakan Rumah Sakit Puri Medika adalah
sebagai berikut :
A. Manajemen risiko K3RS
1. Pengertian
Manajemen risiko K3RS adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara
komperhensif di lingkungan Rumah Sakit. Manajemen risiko merupakan aktifitas
klinik dan administratif yang dilakukan oleh Rumah Sakit untuk melakukan
identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Hal ini akan tercapai melalui kerja sama antara pengelola K3RS yang membantu
manajemen dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program
keselamatan dan Kesehatan Kerja, dengan kerjasama seluruh pihak yang berada di
Rumah Sakit.
2. Tujuan

Manajemen risiko K3RS bertujuan meminimalkan risiko keselamatan dan


kesehatan di Rumah Sakit pada tahap yang tidak bermakna sehingga tidak
menimbulkan efek buruk terhadap keselamatan dan kesehatan sumber daya
manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan Rumah Sakit.

Dalam melakukan manajemen risiko K3RS perlu dipahami hal-hal berikut:

a. Bahaya potensial/hazard yaitu suatu keadaan/kondisi yang dapat


mengakibatkan (berpotensi) menimbulkan kerugian
(cedera/injury/penyakit) bagi pekerja, menyangkut lingkungan kerja,
pekerjaan (mesin, metoda, material), pengorganisasian pekerjaan, budaya
kerja dan pekerja lain.
b. Risiko yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menjadi suatu kenyataan, yang
bergantung pada:

pajanan, frekuensi, konsekuensi

dose-response
c. Konsekuensi adalah akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif
atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit, cedera,

keadaan merugikan atau menguntungkan. Bisa juga berupa rentangan


akibat-akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan suatu kejadian.

Rumah Sakit perlu menyusun sebuah program manajemen risiko


fasilitas/lingkungan/proses kerja yang membahas pengelolaan risiko keselamatan
dan kesehatan melalui penyusunan manual K3RS, kemudian berdasarkan manual
K3RS yang ditetapkan dipergunakan untuk membuat rencana manajemen fasilitas
dan penyediaan tempat, teknologi, dan sumber daya. Organisasi K3RS
bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan manajemen risiko keselamatan dan
Kesehatan Kerja dimana dalam sebuah Rumah Sakit yang kecil, ditunjuk seorang
personil yang ditugaskan untuk bekerja purna waktu, sedangkan di Rumah Sakit
yang lebih besar, semua personil dan unit kerja harus dilibatkan dan dikelola
secara efektif, konsisten dan berkesinambungan.

d. Langkah-langkah Manajemen Risiko K3RS


a. Persiapan/Penentuan Konteks

Persiapan dilakukan dengan penetapan konteks parameter (baik


parameter internal maupun eksternal) yang akan diambil dalam kegiatan
manajemen risiko. Penetapan konteks proses menajemen risiko K3RS
meliputi:

1) Penentuan tanggung jawab dan pelaksana kegiatan manajemen risiko yang


terdiri dari karyawan, kontraktor dan pihak ketiga.

2) Penentuan ruang lingkup manajemen risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3) Penentuan semua aktivitas (baik normal, abnormal maupun emergensi),


proses, fungsi, proyek, produk, pelayanan dan aset di tempat kerja.
4) Penentuan metode dan waktu pelaksanaan evaluasi manajemen risiko
keselamatan dan Kesehatan Kerja.

b. Identifikasi Bahaya Potensial

Identifikasi bahaya potensial merupakan langkah pertama manajemen


risiko kesehatan di tempat kerja. Pada tahap ini dilakukan identifikasi
potensi bahaya kesehatan yang terpajan pada pekerja, pasien, pengantar dan
pengunjung yang dapat meliputi:

1) Fisik, contohnya kebisingan, suhu, getaran, lantai licin.

2) Kimia, contohnya formaldehid, alkohol, ethiline okside, bahan pembersih lantai,


desinfectan, clorine.

3) Biologi, contohnya bakteri, virus, mikroorganisme, tikus, kecoa, kucing dan sebagainya.

4) Ergonomi, contohnya posisi statis, manual handling, mengangkat beban.

5) Psikososial, contohnya beban kerja, hubungan atasan dan bawahan, hubungan antar
pekerja yang tidak harmonis.

6) Mekanikal, contohnya terjepit mesin, tergulung, terpotong, tersayat, tertusuk.

7) Elektrikal, contohnya tersengat listrik, listrik statis, hubungan arus pendek kebakaran
akibat listrik.
8) Limbah, contohnya limbah padat medis dan non medis, limbah gas dan
limbah cair.

Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan


terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan,
bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi,
serta limbah yang terbentuk proses produksi.
Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka perlu dipelajari
Material Safety Data Sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang
digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang
terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan
inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau
lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi
lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sumber
bahaya yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan
tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya penyakit
akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja.

Beberapa contoh bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan


di Rumah Sakit antara lain :

B. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit


Kepala unit K3 menjamin keselamatan untuk orang-orang yang ada di tempat kerja di
bawah tanggung jawabnya. Kepal K3 menerapkan kebijakan dan sistem dalam area
kontrol Rumah Sakit. Chief Executive officer (CEO) memikul tanggung jawab ini
pada level group, ia mendukung dengan tingkat kepedulian yang tinggi untuk
menjamin bahwa dalam tiap divisi dan unit bisnis manajemen memiliki otoritas,
keahlian dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.

C. Pelayanan Kesehatan Kerja;


D. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
E. Pencegahan dan pengendalian kebakaran;
F. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja;
G. Pengelolaan peralatan medis dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan
H. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.

A. Proses dan Alat Utama pada tingkat perusahaan


Divisi memiliki suatu sistem Manajemen K3 untuk memastikan adanya peningkatan
kinerja secara berkesinambungan. Hal ini didasarkan pada kebijakan K3 yang
merefleksikan kebijakan prusahaan dalam hal prinsip-prinsipnya, kerangka kerja,
tanggung jawab, koordinasi dan pengawasan, kewajiban ini juga mencakup Unit baru
yang bergabung dengan Perusahaan. Sumber daya tertentu seperti manusia, keuangan di
dedikasikan dan di identifikasikan guna mencapai target.

B. Analisa Resiko
Proses manajemen dipastikan tersedia untuk menjamin resiko telah di identifikasikan
secara baik, terkontrol dalam organisasi, dll. Pegawai, kontraktor dan konsumen berhak
dan wajib mendapatkan informasi mengenai resiko yang ada dan langkah-langkah yang
diambil untuk mengeliminasi atau meminimalkannya. Suatu sistem monitoring dan
kesiagaan/alert dipastikan tersedia, yang akan memastikan adanya kontrol pada resiko di
tingkat Manajemen sesuai tingkat keseriusannya.

C. Audit & Inspeksi Keselamatan


Audit dan inspeksi direncanakan dan dilakukan secara reguler. Audit & Inspeksi
dilaporkan dan digunakan untuk tindakan korektif dan preventif, yang dikelola dengan
cara yang sama seperti yang dilakukan saat analisa suatu cidera. Inspeksi dan audit ini
dilakukan oleh Manajemen tingkat lini yang dilatih untuk tujuan tersebut, mencakup juga
tingkat Management Atas. Personil dilibatkan sebanyak mungkin dalam audit dan
inspeksi ini. Sebagai tambahan audit internal ini, diperlukan adanya audit silang antara
lokasi kerja yang berbeda, yang menggunakan apa yang disebut tehnik “ fresh view”.

D. Analisa dan Pencatatan Kecelakaan Kerja


Cidera, kejadian hampir celaka/near-miss atau gangguan fungsi apapun merupakan
subyek dari suatu penyelidikan yang mendalam dan metodis, yang dilakukan oleh
Manager (disektor yang menjadi tanggung jawabnya), dengan bantuan dari staff/unit
keselamatan dan personil yang terluka atau terlibat. Laporan harus dibuat dan memuat
detail apa yang yang terjadi dan tindakan yang diambil (atau yang dilakukan dan skala
waktunya) untuk mencegah terulang kembali, usaha investigasi harus proporsional pada
resiko potensial. Pelaporan dan komunikasi mengenai cidera harus sesuai dengan arahan
Group dan Divisi. Komite Manajemen K3 wajib secara reguler memeriksa relevansi
tindakan yang diambil dan menjamin bahwa tindakan tersebut dilakukan.

E. Pencegahan dan Kontrol resiko Peralatan Menetap dan Bergerak


Instalasi baru didesain dan dibangun dengan mempertimbangkan keamanan operasi dan
keamanan personil perawatan. Instalasi dan peralatan yang bergerak harus diperlihara
secara efektif, diuji dan dilakukan inspeksi, merupakan subyek untuk dikontrol secara
rutin

F. Alat Pelindung Diri (APD)


APD guna keperluan kerja harus diidentifikasi, kondisi di mana APD harus dikenakan
harus ditentukan dan direncanakan secara sesuai dan dirancang meliputi training dan
pengawasan untuk menjamin APD dikenakan

G. Instruksi, peraturan dan prosedur


Instruksi, peraturan dan prosedur dibuat sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara aman,
tanpa resiko pada kesehatan, dan sesuai dengan penilaian resiko, akan bersifat :
1. Tertulis
2. Selalu disesuaikan / diperbaharui
3. Sesuai dengan peraturan hukum/regulasi
4. Realistik
5. Diketahui dan dimengerti oleh semua pihak yang terlibat
6. Ditindaklanjuti dan dihargai

H. Program Tanggap Darurat


Semua lokasi kerja harus memiliki rencana tanggap darurat, yang berhubungan dengan
sifat operasi mereka dan resiko yang telah dinilai. Rencana ini harus di perbaharui, jika
diperlukan dikomunikasikan dan dipraktekan secara rutin. Latihan wajib dilakukan dan
dilatih secara rutin mencakup skenario yang direncanakan atas resiko yang berpotensi
tinggi.

I. Pelatihan & Komunikasi Pelatihan


Rencana dan program yang sesuai harus dibuat untuk menjamin semua personil memiliki
kompetensi dalam bidang K3, ini mencakup tersedianya pelatihan & perlunya
pengalaman yang sesuai.
Pelatihan Keselamatan meliputi :
1. Pelatihan perilaku selamat dan mengapa K3 merupakan hal yang penting
2. Pelatihan Manajemen K3
3. Pelatihan penilaian resiko
4. Pelatihan mengenai prosedur dan metode
5. Pelatihan penggunaan peralatan kerja
6. Pelatihan guna mendapatkan otorisasi dan lisensi
Ini menyangkut semua personil seperti :
1. Pegawai baru dan pegawai tidak tetap
2. staff yang telah ada (penempatan kembali, promosi, transfer, mutasi)\
3. Manajemen (audit, investigasi, tindakan pencegahan, rapat untuk memfasilitasi, dll)
kontraktor sesuai keperluan
Semua pelatihan keselamatan terdata, khususnya pada file pribadi secara rutin harus
dikaji ulang.

Pelatihan Komunikasi meliputi


Komunikasi merupakan suatu faktor penting dari program keselamatan, harus mencakup
informasi mengenai program keselamatan khusus setiap lokasi, umpan balik dalam hal
kinerja dan tindakan yang diambil, mempelajari hal penting guna mencegah kecelakaan.
Hal ini akan mendukung arus informasi yang bebas (dari atas ke bawah dan sebaliknya)
BAB V
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien telah menjadi isu global dan merupakan prioritas utama untuk
rumah sakit dan keselamatan pasien juga merupakan prioritas utama karena terkait tuntutan
masyarakat akan pelayanan kesehatan yang mereka terima dan terkait dengan mutu dan citra
rumah sakit, disamping itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD di Rumah Sakit.
Keselamatan pasien dilaksanakan melalui 6 langkah menuju keselamatan pasien,
yaitu:
1. Tepat Identifikasi Pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang efektif.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien operasi.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh.
Keselamatan pasien di K3 meliputi pemeliharaan tempat tidur pasien& pengadaan bel
di semua toilet.Berikut ini adalah standart keselamatan pasien berdasarkan K3 di Rumah
Sakit Puri Medika :
NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR
1 Pemeliharaan
tempat tidur Pemeliharaan tempat tidur
pasien 100% () pasien/Jumlah tt tidur x 100 bed
2 Pengadaan bel di
toilet pasien 100% Pemasangan bel Bel yang terpasang
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Pelaksanaan manajemen hiperkes dan K3 RS, berupaya meminimalisasi kerugian
yang timbul akibat PAK dan KAK, perlindungan tenaga kerja serta pemenuhan peraturan
perundangan K3 yang berlaku (law-compliance). Perekonomian global telah menstandarkan
ISO baik seri 9000 maupun seri 14.000, kriteria yang ditetapkan antara lain kualitas produk
atau jasa/pelayanan yang tinggi, keamanan pada tenaga kerja dan konsumen atau pasien serta
ramah akan lingkungan. Fungsi manajemen, yang dikemukakan oleh beberapa ahli, mengacu
kepada tiga fungsi pokok manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan
atau pengendalian.
Fungsi manajemen lainnya disesuaikan dengan falsafah RS yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan dalam manajemen Hyperkes dan K3 RS, merupakan bagian integral dari
perencanaan manajemen perusahaan secara menyeluruh, yang dilandasi oleh komitmen
tertulis atau kesepakatan manajemen puncak.
NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR
Kepatuhan Pemakaian APD
1
pemakaian APD 90% sesuai standar Kegiatan yang diaudit
100% Jumlah ketersediaan Standar penyediaan apar
2
Tersedia APAR (APAR, APAR di RS di RS
Tersedia alarm 100% Jumlah ketersediaan Standar penyediaan alarm
3
kebakaran (alarm) alarm di RS di RS
Tersedia alat Jumlah ketersediaan Standar penyediaan alat
4
komunikasi 100% alat komunikasi di RS komunikasi di RS
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu dalam bidang P2K3 meliputi standart pelayanan yang ditentukan
Kementerian Kesehatan dan indikator kinerja yang telah dibuat.
Berikut ini adalah standart pengendalian mutu dari P2K3

INDIKATOR P2K3
NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR
Kepatuhan Pemakaian APD sesuai
1
pemakaian APD 90% standar Kegiatan yang diaudit
Pemeliharaan tempat
2 Pemeliharaan tidur pasien/Jumlah tt
tempat tidur pasien 100% (214) tidur x 100 bed
Pengadaan bel di
3 toilet pasien 100% Pemasangan bel Bel yang terpasang
100% (52 Jumlah ketersediaan Standar penyediaan
4 Tersedia APAR APAR APAR di RS apar di RS
Tersedia alarm 100% (6 Jumlah ketersediaan Standar penyediaan
5 kebakaran alarm) alarm di RS alarm di RS
Tersedia alat Jumlah ketersediaan Standar penyediaan
6 komunikasi 100% alat komunikasi di RS alat komunikasi di RS

Standar Pelayanan Minimal P2K3


NO INDIKATOR STANDAR
1 Adanya anggota tim P2K3 yang terlatih 90%
2 Ketersediaan APD di setiap instalasi/departemen ≥60 %
3 Rencana program P2K3 Ada
4 Pelaksanaan program P2K3 sesuai rencana 100 %
5 Penggunaan APD saat melaksanakan tugas 100%
BAB VIII
PANDUAN K3 KONSTRUKSI

A. Kegiatan Konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan.


1. Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain
yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan.
2. Kegiatan konstruksi harus dikelola dengan memperhatikan standar dan ketentuan K3
yang berlaku.
3. Karakteristik Kegiatan Proyek Konstruksi :
4. Memiliki masa kerja terbatas
5. Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar
6. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar (labour) yang berpendidikan relatif rendah
7. Memiliki intensitas kerja yang tinggi
8. Bersifat multidisiplin dan multi crafts
9. Menggunakan peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan kondisinya.
10. Memerlukan mobilisasi yang tinggi (peralatan, material dan tenaga kerja)

B. Landasan Hukum
1. UU No. 13/2003 : Ketenagakerjaan.
2. UU No. 1/1970 : Keselamatan Kerja.
3. UU No. 18/1999 : Jasa Konstruksi.
4. SKB Menaker & PU No.174/104/86-K3 Konstruksi
5. Permenaker No. 5/1996 – SMK3
6. Inst Menaker No 01/1992 Ttg Pemeriksaan Unit Organisasi K3

C. Perencanaan konstruksi harus menyertakan laporan


1. Identifikasi bahaya
2. Penilaian resiko dan pengendaliannya
3. Pemenuhan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
4. Sasaran dan Program

D. Jenis – jenis bahaya konstruksi


1. Physical hazards
2. Chemical hazards
3. Electrical hazards
4. Mechanical hazards
5. Physiological hazards
6. Biological hazards
7. Ergonomy

E. Peran K3 dalam proyek konstruksi


1. safety engineering
2. construction safety
3. personel safety
4. pencegahan kecelakaan konstruksi, penyebab kecelakaan konstruksi meliputi :
a. Faktor manusia :
Sangat dominan dilingkungan konstruksi,
Pekerja Heterogen, Tingkat skill dan edukasi berbeda, Pengetahuan tentang
keselamatan rendah. Perlu penanganan khusus
Pencegahan Faktor Manusia meliputi :
1) Pemilihan Tenaga Kerja
2) Pelatihan sebelum mulai kerja
3) Pembinaan dan pengawasan selama kegiatan berlangsung
b. Faktor teknis :
Berkaitan dengan kegiatan kerja Proyek seperti penggunaan peralatan dan alat
berat, penggalian, pembangunan, pengangkutan dsb.
Disebabkan kondisi teknis dan metoda kerja yang tidak memenuhi standar
keselamatan (substandards condition)
Pencegahan Faktor Teknis meliputi :
1) Perencanaan Kerja yang baik.
2) Pemeliharaan dan perawatan peralatan
3) Pengawasan dan pengujian peralatan kerja
4) Penggunaan metoda dan teknik konstruksi yang aman
5) Penerapan Sistim Manajemen Mutu
6) Tersedianya alat pemadam api ringan atau hydrant untuk pencegahan
kebakaran
c. Unsafe act / kecerobohan
d. Material / bahan bangunan
e. Equipment / perlengkapan
Equipment / perlengkapan meliputi :
1) APD meliputi :
a) Kacamata safety, kaca mata safety merupakan peralatan yang paling
banyak digunakan sebagai pelindung mata. Meskipun kelihatannya sama
dengan kacamata biasa, namun kaca mata safety lebih kuat dan tahan
benturan serta tahan panas dari pada kaca mata biasa.
b) Google, Goggle memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan
safety glass sebab lebih menempel pada wajah.
c) Pelindung wajah, Pelindung wajah memberikan perlindungan menyeluruh
pada wajah dari bahaya percikan bahan kimia, obyek yang beterbangan
atau cairan besi. Banyak dari pelindung wajah ini dapat digunakan
bersamaan dengan penggunaan helm.
d) Helm pengelas, Helm pengelas memberikan perlindungan baik pada wajah
dan juga mata. Helm ini menggunakan lensa penahan khusus yang
menyaring intesnsitas cahaya serta energi panas yang dihasilkan dari
kegiatan pengelasan.
e) Pelindung pendengaran, dan jenis yang paling banyak digunakan:
foam earplugs, PVC earplugs, earmuffs.
f) Pelindung kepala atau helm (hard hat) yang melindungi kepala karena
memiliki hal berikut: lapisan yang keras, tahan dan kuat terhadap benturan
yang mengenai kepala; sistem suspensi yang ada didalamnya bertindak
sebagai penahan goncangan; beberapa jenis dirancang tahan terhadap
sengatan listrik; serta melindungi kulit kepala, wajah, leher, dan bahu dari
percikan, tumpahan, dan tetesan.
g) Pelindung kaki berupa sepatu dan sepatu boot
h) Pelindung tangan berupa sarung tangan, jenis – jenis sarung tangan :
(1) Metal mesh, sarung tangan yang tahan terhadap ujung benda yang
tajam dan melindungi tangan dari terpotong
(2) Leather gloves, melindungi tangan dari permukaan yang kasar.
(3) Vinyl dan neoprene gloves, melindungi tangan dari bahan kimia
beracun
(4) Rubber gloves, melindungi tangan saat bekerja dengan listrik
(5) Padded cloth gloves, melindungi tangan dari sisi yang tajam,
bergelombang dan kotor.
(6) Heat resistant gloves, melindungi tangan dari panas dan api
(7) Latex disposable gloves, melindungi tangan dari bakteri dan kuman
2) Penggunan perancah (scaffolding)
Perancah atau scaffolding adalah peralatan kerja/ platform yang dibuat
sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan – bahan dan
peralatan kerja.
Syarat-Syarat Umum Keamanan Perancah (Scaffoldings)
a) Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat, lantai perancah
harus diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter
b) Pada perancah dengan tinggi 5 m harus dipasang jaring pengaman dan
untuk melindungi kejatuhan material harus dipasang perisai pengaman
c) Perancah diletakkan pada pondasi yang kuat dan rata. Tanah atau
pondasinya harus mampu menahan berat perancah dan berbagai beban
yang akan diletakkan diatasnya. Berikan pendukung tambahan bila
diperlukan. Jangan menggunakan kotak, drum, batu bata, atau balok beton
untuk mengganjal atau mendukung perancah
d) Perancah harus mampu menahan beban yang akan diletakkan diatasnya.
Perancah harus mampu menahan beban yang akan diletakkan diatasnya.
Rangka, lantai kerja, tangga naik, lantai dasar perancah, harus bersih dari
minyak, gemuk, lumpur dan bahan-bahan lain yang dapat membahayakan
penggunanya.Tenaga kerja / operator perancah / scaffolder harus selalu
menggunakan APD yang disyaratkan (Gunakan safety harness)
e) Rangka, lantai kerja, tangga naik, lantai dasar perancah, harus bersih dari
minyak, gemuk, lumpur dan bahan-bahan lain yang dapat membahayakan
penggunanya. Lebar perancah, lantai kerja, harus cukup untuk bekerja dan
meletakkan bahan-bahan. Bila diatas perancah ada orang yang bekerja,
maka perancah harus diberi pelindung untuk pekerja yang sedang
menggunakannya. Pelindung ini jangan lebih tinggi dari 3 meter diatas
lantai kerja perancah, terbuat dari papan atau bahan lain yang cukup kuat.
3) Alat Angkut, penggunaan alat angkut material seperti katrol baja hendaknya
diinspeksi secara berkala, pekerja konstruksi diharuskan menjaga jarak dengan
area sekitar bila menggunakan traktor, backhoe atau buldozer, kurang lebih 2
meter dari alat berat tersebut.
f. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja meliputi :
1) Ruang terbatas (confined space)
Ruang terbatas adalah :
a) Ruangan yang cukup luas dan memiliki konfigurasi sedemikian rupa
sehingga pekerja dapat masuk dan melakukan pekerjaan di dalamnya dan
Ruang terbuka di bagian atas yang melebihi kedalaman 1,5 meterseperti
lubang lalu orang yang tidak mendapat aliran udara yangcukup
b) Ruangan yang mempunyai akses keluar masuk yang terbatas. Seperti pada
tanki, tandon, tempat penyimpanan, lemari besi, galian, selokan atau ruang
lain yang mungkin mempunyai akses yang terbatas dan semua jenis tanki
yang mempunyai lubang dan orang didalamnya
c) Ruangan yang tidak dirancang untuk tempat kerja secara berkelanjutan
atau terus-menerus di dalamnya
Persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di ruang terbatas
a) Pekerja tidak boleh memasuki ruangan sebelumudara berbahaya di
dalamnya dibersihkan terlebihdahulu
b) Aliran udara tersebut diarahkan sedemikian rupasehingga dapat mencapai
area dimana pekerja akanberada dan harus berlangsung terus menerus
selamapekerja berada di dalam.Pengaturan aliran udara tersebut harus
diperolehdari sumber yang bersih dan tidak bolehmeningkatkan bahaya
dalam ruangan.
2) Rambu – rambu larangan dan peringatan
Dalam sebuah proyek konstruksi, wajib hukumnya untuk memasang rambu-
rambu. Rambu-rambu sangat penting perannya dalam menginformasikan
sesuatu di dalam proyek tersebut meliputi :
a) Rambu yang tidak berkepentingan dilarang masuk
b) Rambu larangan merokok
c) Rambu larangan parkir
d) Rambu dilarang melintas
e) Rambu dilarang menyalakan api
f) Rambu dilarang menggunakan peralatan
g) Rambu larangan masuk kecuali petugas
h) Rambu jalur evakuasi
i) peringatan bahaya dari atas
j) peringatan bahaya benturan kepala
k) peringatan bahaya longsoran
l) peringatan bahaya api
m) peringatan tersengat listrik
n) penunjuk ketinggian (bangunan yang lebih dari 2 lantai
o) penunjuk jalur instalasi listrik kerja sementara
p) penunjuk batas ketinggian penumpukan material
q) larangan membawa bahan-bahan berbahaya
r) petunjuk untuk melapor (keluar masuk proyek)
s) Dan rambu lainnya.
3) Tempat penyimpanan bahan beracun dan berbahaya
a) Rancang bangunan &luas penyimpanan sesuai jenis, karakteristik
&jumlah B3;
b) Terlindung dari masuknya air hujan secara langsung;
c) Tanpa plafond & mempunyai sistim ventilasi udara, memasang kasa/bahan
lain mencegah masuknya burung/ binatang kecil;
d) Mempunyai penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai,
dilengkapi dengan sistim penangkal petir;
e) Pada bagian luar diberi penandaan (simbol);
f) Lantai kedap air, tidak bergelombang, kuat & tidak retak, landai minimal
1%. Pada bagian luar bangunan, air hujan dapat mengalir menjauhi
bangunan penyimpana
BAB IX
PENUTUP
Tujuan Manajemen hiperkes dan K3RS adalah melindungi petugas RS dari risiko
PAK/KAK serta dapat meningkatkan produktivitas dan citra RS, baik dimata konsumen
maupun pemerintah. Keberhasilan pelaksaanaan K3RS sangat tergantung dari komitmen
tertulis dan kebijakan pihak direksi. Oleh karena itu, pihak direksi harus paham tentang
kegiatan, permasalahan dan terlibat langsung dalam kegiatan K3RS. Pelaksanaan K3 di
rumah sakit ditujukan pada 3 hal utama yaitu SDM, lingkungan kerja dan pengorganisasian
K3 dengan menggalakkan kinerja P2K3 (Panitia Pembina atau Komite K3) di RS.
Lampiran 1 :
RUMAH SAKIT PURI MEDIKA
Formulir Pelaporan Potensi Hazard / Risiko
Panitia pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

I. Tanggal,Waktu,dan Lokasi Temuan


Tanggal...............Waktu.............Lokasi
II. Fasilitas fisik yang ditemuan berisiko/ berpotensi hazard
NO. TEMUAN POTENSI RISIKO/HAZARD

Pembuat Laporan Penerima Laporan


Paraf Paraf
Tanggal diterima Tanggal diterima
Terima kasih sudah melapor, kami sangat menghargai saudara karena telah berperan demi
peningkatan mutu rumah sakit.
Langkah-langkah Pengisian :
i. Isilah tanggal, waktu dan lokasi temuan
Tanggal : 10 Mei 2014 Waktu 10.00 WIB Lokasi Intaslasi Rawat Jalan
ii. Isilah pada tabel yang disediakan dengan temuan fasilitas yang berpotensi hazard /
berisiko yang terkait dengan :
a. Pemakaian APD
b. Infeksi karena vektor dan binatang pengganggu
c. IPAL ( instalasi , bau , dll )
d. Kebakaran
e. Listrik
f. Pemeliharaan alat kesehatan
g. Tanggap darurat dan evakuasi
iii. Contoh
NO. TEMUAN POTENSI RISIKO/HAZARD
1. Ditemukan adanya kabel listrik tidak Berbahaya bagi pasien, pengunjung
beraturan dan tidak terlindungi di dekat pasien dan karyawan bisa tersengat
IRJ sebelah barat listrik
Menimbulkan konsleting

Pembuat Laporan Andik Penerima Laporan Dian


Paraf Paraf
Tanggal diterima 10 Mei 2014 10 Mei 2014

iv. Serahkan form ini ke sekretaris P22K3 bila keadaan cito atau segera diperlukan
perbaikan, serahkan form ini kepada petugas P2K3 yang keliling.
RUMAH SAKIT PURI MEDIKA
ALUR POTENSI HAZARD/RISIKO

TEMUAN

ISI FORM LAPORAN

Serahkan ke Sekretariat
P2K3 atau Petugas P2 K3
Lampiran 2 :
KODE DARURAT
Hal-hal yang perlu
Kode Panggilan Darurat
diwaspadai

Merah
Kebakaran 111

Henti jantung pada


505
Dewasa
Biru
Henti jantung pada
505
anak-anak
Biru
Penculikan bayi / anak-
111
anak Merah Muda
muda
Orang yang
111
membahayakan
Abu-abu
Orang yang

Perak
membahayakan dengan 111
senjata

Ancaman bom 111


Kuning
Bencana di dalam RS 505
Triage di
RS
Bencana diluar RS 505
Triage diluar RS

Tumpahan bahan
111
berbahaya Oranye
LAMPIRAN 3:

I. Alat Pelindung Diri


A. Bekerja di ketinggian :
Kontrol yang berkaitan dengan bekerja di ketinggian atau pada ruang
tertutup/confined space (mis. ijin kerja, penilaian resiko pekerjaan) akan efektif untuk
mengurangi cidera dengan meningkatkan kesadaran akan bahaya, menjamin
diterapkannya metode kerja yang benar dan pastikan bahwa peringatan yang sesuai
telah dikomunikasikan.
Penggunaan wajib dari berbagai peralatan keselamatan (harness, safety nets)
yang dipastikan untuk melindungi pekerja dari kemungkinan terjatuh, meminta
perijinan dan inspeksi secara rutin di tempat kerja biasanya merupakan metoda yang
umum dipergunakan misalnya:
1. Tangga
a. Tangga utama hanya untuk akses
b. Sebelum dipergunakan, pastikan apakah tangga
dalam kondisi baik
c. Tangga harus terikat dan berpijak pada alasnya
d. Tangga harus diperpanjang1 (satu) meter di atas
platform sebagai pegangan tangan saat naik/turun.
e. Sebagai pemandu sudut, tangga harus “one out
every four up”.
2. Scaffolding/perancah
a. Semua perancah harus didirikan, diubah
atau dibongkar oleh ahli perancah yang terlatih , kompeten dan mempunyai
sertifikat.
b. Peralatan pelindung jatuh (fall arrest) harus dipergunakan oleh ahli
perancah jika bekerja di atas 4 meter dengan sisi yang tidak terlindung
(untuk pekerja lain, batas ini biasanya hanya 2 meter)
c. Perancah harus diinspeksi oleh orang yang kompeten dan pelaporan hasil
inspeksi terdata pada buku log perancah dengan criteria sebagai berikut :
a. Sebelum penggunaan pertama
b. Setelah perubahan yang substansial
c. Setelah angin besar atau tumbukan
d. Jangka tertentu yang tidak melebihi 7 (tujuh) hari.
d. Jangan pergunakan dan bekerja dengan perancah kecuali luas platform
perancah tersebut minimal 4 board, dilengkapi dengan handrail,
intermediaterail dan toe board.
e. Pekerjaan ringan dapat dilakukan tanpa handrail tetapi diperlukan
penggunaan full harness yang dapat dikaitkan pada anchor
f. Akses harus dilengkapi dengan tangga yang aman
g. Jangan memindahkan board perancah, handrail atau anchor untuk
menjalankan kegiatan.

3. Tergelincir, Tersandung dan Jatuh (slips, trips, and falls)


a. Tergelincir, tersandung dan terjatuh adalah penyebab umum yang lain dari
cidera dalam industri, hal ini dapat terjadi di/dari permukaan yang tidak rata
pada lokasi penambangan dan jalan atau adanya masalah dengan
housekeeping yang kurang baik di area kerja.
b. Sebagaimana hasil dari analisa kecelakaan, tergelincir, tersandung dan
terjatuh
c. menyebabkan hampir 30% dari cidera
d. Kemungkinan tergelincir, tersandung dan terjatuh dapat dikurangi melalui
prosedur housekeeping sederhana sebagai
berikut :
1) Jaga tempat kerja agar selalu tetap rapi
2) Pergunakan tempat pembuangan scrap
dan sampah yang tersedia.
3) Tata letak dan tata ruang yang rapi
dapat menghindarkan kemungkinan cidera.
4) Pekerjaan tidak dapat dianggap selesai
sampai Anda selesai merapikannya.
5) Housekeeping yang baik mengarah
pada keselamatan secara lebih luas.
6) Tumpuk dan tatalah material pada
posisi yang stabil dan kokoh
7) Letakkan alat dan peralatan lain untuk menghindari terjatuh atau
menjatuhi orang di bawahnya
8) Pasang rambu-rambu dengan jelas di pagar atau penutup lubang di
lantai, atapatau tanah.
9) Rapikan dan bersihkan gang, jalan setapak, jalan dan tangga dari
penghalang.
10) Setiap pekerjaan penggalian di area kerja harus diberi tanda/dikelilingi
dengan handrail.
11) Menyediakan toeboard dan railing pada semua perancah dan platform.
12) Saat bekerja di ketinggian singkirkan semua material yang dapat
terlepas seperti baut, mur, pea\ralatantools, kayu-kayu,dll jika
pekerjaan telah selesai.
13) Jangan pernah melemparkan alat atau material, pastikan disampaikan
dari tangan ke tangan.
14) INGAT, sebuah mur atau baut yang terjatuh dari ketinggian dapat
membunuh seseorang.
4. Manual Handling
Karena sifat suatu tugas yang kadang berulang terkait dengan produksi semen,
penting untuk menjamin bahwa telah diberikan pelatihan yang benar pada
karyawan mengenai manual handling ( lihat appendix untuk Manual Handling
procedure):
a. Pertama kenali pekerjaan, jika anda pikir beban tersebut terlalu berat
mintalah bantuan atau gunakan keran (crane) atau forklift.
b. Perhatikan sisi yang tajam, pecahan atau paku
c. Lepaskan atau tekan paku yang ada sebelum anda melewati material tersebut
atau membuangnya.
d. Jangan mencoba membawa beban yang anda tidak dapat memikulnya dan
singkirkan dahulu penghalang yang ada sebelum mengangkat barang
tersebut.
e. Tumpuk barang dengan hati-hati dan rapi di truk atau trailer.
f. Saat mengangkat beban yang berat, pergunakan kaki anda sebanyak
mungkin untuk menopang otot punggung anda.
g. Pastikan ada pegangan yang cukup kuat untuk bahan tertentu.
h. Jaga punggung anda tetap lurus dan menghadap ke depan
i. Lenturkan dan tekuk lutut anda
j. Ambil posisi yang stabil, angkat dengan kokoh dan jangan memelintirkan
badan anda.
k. Saat mengangkat atau membawa suatu peralatan, perhatikan titik beban.
5. Kebakaran
Secara umum, terdapat beberapa jenis bahan/peralatan yang mudah
terbakar di area rumah sakit. Di bidang K3 hal yang penting adalah adanya jalan
keluar yang aman di kedua ujung conveyor, penggunaan detektor panas pada
conveyor tension station dan penggunaan belt dari bahan yang tidak mudah
terbakar, hal ini perlu direncanakan untuk mengurangi resiko kebakaran yang
mungkin terjadi.
Pastikan prosedur pemadam kebakaran telah tersedia. Kabel listrik dapat
pula menyebabkan atau menghantarkan kebakaran yang juga menghasilkan
emisi asap beracun tinggi, dengan alasan tersebut cable tunnel dapat merupakan
bahaya keselamatan yang cukup signifikan dalam kasus kebakaran. Sangat
penting untuk memiliki jalur yang telah ditentukan sebagai jalan keluar personil
secara cepatdari ruang tersebut.
Penyimpanan berbagai jenis bahan bakar harus sesuai dengan peraturan
dan praktek yang baik, hal ini juga menyangkut penyimpanan gas LPG, O2,
N2O, pet-coke, ban dan barang yang sejenis, bila perlu dapat dipasang rambu
peringatan kebakaran yang sesuai khususnya pada daerah dengan iklim yang
panas dan kering.
Pembuangan sampah yang benar dan housekeeping yang tertata adalah
bentuk pencegahan yang terbaik.
II. MANAJEMEN KESEHATAN
A. Issue Kesehatan
Bahaya kesehatan penting yang mungkin memiliki dampak kesehatan, terkait dengan
Kesehatan kerja di rumah sakit dan kegiatan lain dari aktivitas rumah sakit:
1. Debu yang berada dan melayang di udara
2. Kebisingan dan getaran
3. Atmosfir yang berbahaya
4. Radiasi
5. Tumpahan bahan kimia
6. Terbakar
7. Terpajan bahan kimia/ gelombang elektromagnetik
Penanganan bahan bakar alternatif
Panduan khusus untuk item kesehatan kerja ini dapat dilihat pada paragraph
selanjutnya. Beberapa isu kesehatan lain yang juga mungkin dihadapi, tapi tidak
secara langsung terkait dengan aktivitas pelayanan rumah sakit dan kegiatan
pelayanan yang terkait lainnya adalah :
1. Kebiasaan merokok dan ketergantungan alcohol/obat terlarang
2. Penyakit tekanan darah tinggi
3. Diabetes / kencing manis
4. Asupan makanan dan kegemukan/obesitas
5. Stres dan kesehatan mental
6. Heat stress atau cold stress
7. Penyakit jantung
8. Penyakit lain seperti HIV/AIDS, tipus, malaria

Pelayanan Kesehatan Kerja dalam Konsep Pencegahan Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan
Kerja
Panduan kesehatan untuk isu non-occupational dirasa telah mencukupi, karenanya
tidak akan dibahas lagi dalam dokumen ini. Namun banyak Perusahaan juga
memasukan panduan secara internal dan mendukungnya sebagai bagian dari program
kesehatan bagi karyawan mereka. Bahkan beberapa di antaranya juga menyediakan
dukungan yang sama bagi keluarga karyawan dan masyarakat lokal, yang patut
mendapat pujian.
B. Monitoring & pelaporan kesehatan
Saat dimana ditemui adanya resiko kesehatan akibat pajanan yang melebihi ambang
batasyang berdampak pada kesehatan pekerja seperti yang disebutkan di atas,
pelaporan yangada umumnya sedemikian rendah karena minimnya/tidak
dilakukannya monitoring danpelaporan secara statistik.
C. Panduan isu Kesehatan Kerja yang spesifik
1. Debu di udara
Produksi semen memungkinkan untuk menghasilkan debu, yang bila tanpa
kontrol yang adekuat dapat menimbulkan penyakit saluran napas. Penelitian yang
dilakukan oleh HSE di Inggris (1994) dan INRS di Norwegia ( 2002) tidak
menemukan bukti yang mendukung adanya hubungan sebab akibat antara pajanan
debu semen dengan timbulnya kanker pada para pekerja semen, walaupun ada
beberapa indikasi terjadi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
Jelaslah bahwa merupakan hal yang baik untuk membatasi tingkat debu
dan pajanan terhadap karyawan, baik dengan istilah kesehatan kerja ataupun
housekeeping yang baik. Nilai batas yang bervariasi bisa ditemui di berbagai
Negara, secara khusus batas pajanan untuk respirable crystalline silica saat ini
sedang dalam pembicaraan SCOEL ( Scientifis Committee on Occupational
Exposure Limits).
Pelindung pernapasan yang memadai harus dipergunakan di mana
pekerjaan harus dilakukan di lokasi yang berdebu di pabrik.
2. Kebisingan dan getaran
Sumber utama kebisingan adalah lokasi penggilingan yang digunakan
untuk menggiling produk semen. Deflektor kebisingan dan peredam suara saat ini
dapat dipergunakan untuk mengurangi tingkat kebisingan, penting untuk diingat
bahwa pekerja di bagian pemeliharaan dan petugas kebersihanlah yang paling
banyak mendapat resiko dari pajanan ini.
Alat pelindung diri (APD) dari pajanan di atas yang disempurnakan dapat
membantu mengurangi efeknya. Getaran yang diterima tubuh secara menyeluruh
(whole body vibration) adalah isu lain yang juga dibicarakan dalam agenda
keselamatan. Pekerja yang mengemudikan peralatan berat yang tua dapat terpajan
oleh getaran, tetapi resikonya lebih kecil dibandingkan dengan industri lain seperti
pertambangan atau kegiatan konstruksi, dimana peralatan yang menimbulkan
getaran ( mis. jack-hammer) umum dipergunakan. Peralatan bergerak (mobile
equipment) yang modern mengkombinasikan vibrasi dengan dudukan dan kabin
penyekat untuk mengurangi resiko.
Batas kebisingan dan getaran sesuai rekomendasi dari EU telah direvisi
untukmengurangi pajanan dari getaran badan secara keseluruhan (whole body
vibration) di lokasi kerja dan dari peralatan yang digunakan. Parlemen Eropa
memberikan suara pada Physical Agents (for vibration) Directive dan
amandemennya mengusulkan batas eksposure 0.8 metre/sec/sec telah diterima, di
mana hal ini akan membatasi lamanya pekerja untuk dapat mengoperasikan
mesin.
Tingkat desibel yang diijinkan juga sedang dievaluasi; APD akan
dipersyaratkan untuk digunakan pada tingkat kebisingan di atas 80 dB(A) dan 112
Pa, bandingkan dengan tingkat sebelumnya yaitu 85 dB(A) dan 200Pa.(lihat
appendix untuk tabel dari semua tingkat kebisingan). Guna perlindungan dari
kebisingan, adalah perlu bila tingkat kebisingan melebihi yang ditentukan untuk
memberikan dan menggunakan pelindung pendengaran yang sesuai bagi pekerja.
Kegagalan untuk melakukan perlindungan, akan menyebabkan
berkurangnya pendengaran secara bertahap. (lihat apendik untuk kebijakan APD
untuk kebisingan). Banyak Perusahaan secara rutin melakukan monitoring fungsi
pendengaran karyawan untuk menjamin penurunan yang terjadi tidak melebihi
penurunan yang seharusnya terjadi karena proses usia yang alamiah. Perlindungan
terhadap getaran sangat tergantung pada desain peralatan, secara umum pada
industri semen masalah ini berkaitan hanya dengan truk di area penambangan.
3. Bahaya radiasi
Dapat timbul jika dipergunakan peralatan nuklir tingkat rendah. Panduan berikut
ini wajib diterapkan :
a. Tidak ada seorangpun, kecuali seperti yang telah dijelaskan setiap saat oleh
Petugas Proteksi Radiasi (PPR), dapat mendekat ke garis lingkar sekitar
sumber radioakatif.
b. Tidak seorangpun boleh memasuki vessel di mana terpasang sumber
radioaktif.
c. Jika diperlukan untuk masuk ke dalam vessel tsb. seseorang harus menunggu
sampai PPR menyatakan bahwa sumber tersebut telah diamankan.
d. Hanya pemasok yang khusus, diperbolehkan untuk memindahkan atau
melengkapi kembali suatu sumber radioaktif dan PPR harus mendapat
informasi sebelum pemasok melakukan kegiatan tersebut.
4. Kesehatan Lingkungan
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang
essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan
faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya
masalah kesehatan masyarakat, sehingga keterkaitan antara kualitas atau
karakteristik “lingkungan bermasalah dan status kesehatan” perlu dipahami dan
dikaji secara cermat agar dapat digambarkan potensi besarnya risiko atau
gangguan kesehatan.
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI & KEAMANAN
LABEL BAHAN KIMIA

Explosive (bersifat mudah meledak)


Huruf kode: E
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya „explosive“ dapat meledak
dengan pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber nyala lain bahkan tanpa
oksigen atmosferik. Ledakan akan dipicu oleh suatu reaksi keras dari bahan. Energi tinggi
dilepaskan dengan propagasi gelombang udara yang bergerak sangat cepat. Resiko ledakan
dapat ditentukan dengan metode yang diberikan dalam Law for Explosive Substances Di
laboratorium, campuran senyawa pengoksidasi kuat dengan bahan mudah terbakar atau bahan
pereduksi dapat meledak . Sebagai contoh, asam nitrat dapat menimbulkan ledakan jika
bereaksi dengan beberapa solven seperti aseton, dietil eter, etanol, dll. Produksi atau bekerja
dengan bahan mudah meledak memerlukan pengetahuan dan pengalaman praktis maupun
keselamatan khusus. Apabila bekerja dengan bahan-bahan tersebut kuantitas harus dijaga
sekecil/sedikit mungkin baik untuk penanganan maupun persediaan/cadangan.
Frase-R untuk bahan mudah meledak : R1, R2 dan R3
Sebagai contoh untuk bahan yang dijelaskan di atas adalah 2,4,6-trinitro toluena (TNT)

Oxidizing (pengoksidasi)
Huruf kode: O
Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya „oxidizing“ biasanya tidak
mudah terbakar. Tetapi bila kontak dengan bahan mudah terbakar atau bahan sangat mudah
terbakar mereka dapat meningkatkan resiko kebakaran secara signifikan. Dalam berbagai hal
mereka adalah bahan anorganik seperti garam (salt-like) dengan sifat pengoksidasi kuat dan
peroksida-peroksida organik.
Frase-R untuk bahan pengoksidasi : R7, R8 dan R9
Contoh bahan tersebut adalah kalium klorat dan kalium permanganat juga asam nitrat pekat.
Extremely flammable (amat sangat mudah terbakar)
Huruf kode:F+
Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya „extremely flammable
merupakan likuid yang memiliki titik nyala sangat rendah (di bawah 0o C) dan titik didih
rendah dengan titik didih awal (di bawah +35oC). Bahan amat sangat mudah terbakar berupa
gas dengan udara dapat membentuk suatu campuran bersifat mudah meledak di bawah
kondisi normal.
Frase-R untuk bahan amat sangat mudah terbakar : R12
Contoh bahan dengan sifat tersebut adalah dietil eter (cairan) dan propane (gas)
Highly flammable (sangat mudah terbakar)

Very toxic (sangat beracun)


Huruf kode: T+
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ‘very toxic’ dapat menyebabkan
kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada konsentrasi sangat rendah
jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion), atau kontak dengan kulit.
Suatu bahan dikategorikan sangat beracun jika memenuhi kriteria berikut:
LD50 oral (tikus) ≤ 25 mg/kg berat badan
LD50 dermal (tikus atau kelinci) ≤ 50 mg/kg berat badan
LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu ≤ 0,25 mg/L
LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap ≤ 0,50 mg/L
Frase-R untuk bahan sangat beracun : R26, R27 dan R28
Contoh bahan dengan sifat tersebut misalnya kalium sianida, hydrogen sulfida, nitrobenzene
dan atripin

Harmful (berbahaya)
Huruf kode: Xn
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ‘harmful’ memiliki resiko merusak
kesehatan sedang jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion), atau
kontak dengan kulit.
Suatu bahan dikategorikan berbahaya jika memenuhi kriteria berikut:
a) LD50 oral (tikus) 200-2000 mg/kg berat badan
b) LD50 dermal (tikus atau kelinci) 400-2000 mg/kg berat badan
c) LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu 1 – 5 mg/L
d) LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap 2 – 20 mg/L
Frase-R untuk bahan berbahaya : R20, R21 dan R22
Bahan dan formulasi yang memiliki sifat
Karsinogenik (Frase-R :R45 dan R40)
Mutagenik (Frase-R :R47)
Toksik untuk reproduksi (Frase-R :R46 dan R40) atau
Sifat-sifat merusak secara kronis yang lain (Frase-R:R48) yang tidak diberi notasi toxic, akan
ditandai dengan simbol bahaya ‘harmful substances’ dan kode huruf Xn.
Bahan-bahan yang dicurigai memiliki sifat karsinogenik, juga akan ditandai dengan simbol
bahaya ‘harmful substances’ dan kode huruf Xn, bahan pemeka (sensitizing substances)
(Frase-R :R42 dan R43) diberi label menurut spektrum efek apakah dengan simbol bahaya
untuk ‘harmful substances’ dan kode huruf Xn atau dengan simbol bahaya ‘irritant
substances’ dan kode huruf Xi. Bahan yang dicurigai memiliki sifat karsinogenik dapat
menyebabkan kanker dengan probabilitas tinggi melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion)
atau kontak dengan kulit. Contoh bahan yang memiliki sifat tersebut misalnya solven 1,2-
etane-1,2-diol atau etilen glikol (berbahaya) dan diklorometan (berbahaya, dicurigai
karsinogenik).

Corrosive (korosif)
Huruf kode: C
Bahan dan formulasi dengan notasi ‘corrosive’ adalah merusak jaringan hidup. Jika suatu
bahan merusak kesehatan dan kulit hewan uji atau sifat ini dapat diprediksi karena
karakteristik kimia bahan uji, seperti asam (pH <2) dan basa (pH>11,5), ditandai sebagai
bahan korosif.
Frase-R untuk bahan korosif : R34 dan R35.
Contoh bahan dengan sifat tersebut misalnya asam mineral seperti HCl dan H2SO4 maupun
basa seperti larutan NaOH (>2%).

Irritant (menyebabkan iritasi)


Huruf kode : Xi
Bahan dan formulasi dengan notasi ‘irritant’ adalah tidak korosif tetapi dapat menyebabkan
inflamasi jika kontak dengan kulit atau selaput lendir.
Frase-R untuk bahan irritant : R36, R37, R38 dan R41
Contoh bahan dengan sifat tersebut misalnya isopropilamina, kalsium klorida dan asam dan
basa encer.

Bahan berbahaya bagi lingkungan


Huruf kode: N
Bahan dan formulasi dengan notasi ‘dangerous for environment’ adalah dapat menyebabkan
efek tiba-tiba atau dalam sela waktu tertentu pada satu kompartemen lingkungan atau lebih
(air, tanah, udara, tanaman, mikroorganisma) dan menyebabkan gangguan ekologi
Frase-R untuk bahan berbahaya bagi lingkungan : R50, R51, R52 dan R53.
Contoh bahan yang memiliki sifat tersebut misalnya tributil timah kloroda, tetraklorometan,
dan petroleum hidrokarbon seperti pentana dan petroleum bensin.

Bahaya Radiasi:
Gunakan selalu Apron/ Alat pelindung radiasi ketika menjalankan tugas/ melakukan tindakan
pemeriksaan pasien.

Penanda tombol Alarm Gunakan selalu Pelindung telinga

Gunakan selalu helm pelindung Gunakan selalu kacamata pelindung


AWAS/ HATI-HATI AWAS BAHAYA LISTRIK

STOP MEROKOK BAHAYA INFECTIUS

BAHAN MUDAH TERBAKAR

BAHAN KIMIA KOROSIF BAHAN BERACUN


Lampiran 4 :

FORMULIR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAM DAN SUBSTANSI TUBUH


BAGIAN A (Diisi oleh petugas/staff yang terpapar)

Tanggal laporan :……………….Jam :…………… Tgl Paparan :………… Tmpt


Dari unit kerja : kejadian:…..……
Atasan langsung : Jam :
Bagian tubuh yang terpajan (sebut
IDENTITAS TERPAJAN dengan jelas)
Nama : …………………………………….
Alamat :
Jelaskan urutan kejadian :
Memakai alat pelindung : Ya Tidak ……………………………………
Alat pelindung yang dipakai : …………..…..
Sarung tangan Baju pelindung/Apron ……………………………………
Masker Kaca mata/goggle/pelindung wajah ……………….
Lain-lain………………………………………. ……………………………………
Imunisasi Hepatitis B : ……………….
Ya (Lengkap) Ya (Tidak lengkap)
Tidak
Pertolongan pertama :
Dilakukan Tidak dilakukan Terpajan

(…………………………….)
BAGIAN B (Diisi oleh IPCN/Supervisor)

Tanggal periksa :……………… Jam :………… Jenis paparan :


Diperiksa oleh:…………………………................... Jarum suntik Pisau bedah
Kondisi luka (besarnya luka/dalamnya luka)
…………………………………………………… Gigitan Lain-lain sebutkan.
……………………………………………………
…………………………………………………… ………………………….
Materi dan jumlah paparan :
Darah,……………….cc Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Serum/plasma,……………..cc ;
Lain-lain,sebutkan…………………………….. HBSAg :……………
Anti HIV :…………….
Anti HCV :…………….

Resiko paparan
Resiko paparan rendah Resiko paparan tinggi

SUMBER (PASIEN)
Nama pasien :…………………… No MR :………………………. Ruang rawat
:……………………
Status infeksius : Hepatitis B Hepatitis C HIV
Tidak diketahui (+)……………….. Tidak diketahui(
- )…………
PENATALAKSANAAN
…………………………………………………… ……………………………………
…………………………………………………… ………………
…………………………………………………… ……………………………………
………………
……………………………………
………………
HIV :
Rujuk ke RSUD…………………
FOLLOW UP
6 Bulan 12 Bulan
HBSAg : HBSAg :
SARAN

IPCN

( ……………………….)
Lampiran 5

ALUR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAM INFEKSIUS


(UNTUK PETUGAS)

Tertusuk benda tajam infeksius

Cuci di bawah air mengalir dengan


cairan antiseptik

Tutup luka dengan alcohol swab


dan plester

Lapor Ke IPCN dan P2K3 dalam


jam kerja/supervisor diluar jam
kerja

Lengkapi form laporan paparan


di ruang PPI/KP

Ikuti advis IPCN/Supervisor

Anda mungkin juga menyukai