PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Rumah sakit sebagai badan usaha merupakan tempat berkumpulnya tenaga kerja,
pimpinan, pasien, pengunjung, dan mitra kerja yang lain. Dalam hubungannya antara
pimpinan dan tenaga kerja, ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan, salah satunya
adalah hak tenaga kerja untuk mendapatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
menjalankan tugasnya. Sedangkan kewajiban tenaga kerja di antaranya adalah
menjalankan atau mematuhi peraturan yang ditetapkan, misalnya tenaga kerja harus
memakai alat pelindung diri pada proses pekerjaan yang memerlukan alat pelindung diri.
Sementara itu, pimpinan berkewajiban untuk menyediakan alat pelindung diri sehingga
pekerja terhindar dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja untuk itu maka perlu di
bentuk Unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit Puri Medika.
Dalam pelaksanaan K3 diperlukan penanganan yang serius dan dukungan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang melibatkan seluruh bidang kegiatan
dan seluruh sumber daya manusia (SDM) yang ada. Dengan adanya komitmen antara
pimpinan, pegawai, dana, dan pengelolaan yang baik disertai pelaksanaan yang
berkesinambungan maka rumah sakit akan dapat melaksanakan kegiatan K3 sesuai
dengan harapan.
Buku Pedoman Pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit
Puri Medika ini diharapkan dapat menjadi acuan yang memberikan kemudahan bagi
pimpinan dan pegawai dalam melaksanakan berbagai program dan ketentuan K3 yang
ditetapkan.
Pelaksanaan K3 yang serius dan baik akan dapat mengurangi timbulnya kecelakaan
maupun penyakit akibat kerja baik bagi pegawai, pekerja, pasien, dan
masyarakat/pengunjung yang berada di Rumah Sakit Puri Medika. Sehingga pada
akhirnya, diharapkan segenap pegawai, pekerja, pasien, dan masyarakat/ pengunjung
akan merasa aman dan nyaman berada di Rumah Sakit Puri Medika.
B. Tujuan Pedoman.
1. Tujuan Umum :
2. Tujuan Khusus
a. Menciptakan tempat kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi sumber
daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan Rumah Sakit sehingga proses pelayanan berjalan baik dan lancar.
b. Mencegah timbulnya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), Penyakit Akibat Kerja
(PAK), penyakit menular dan penyakit tidak menular bagi seluruh sumber
daya manusia Rumah Sakit.
D. Batasan Operasional.
1. Manajemen risiko K3RS;
2. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;
3. Pelayanan Kesehatan Kerja;
4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
5. Pencegahan dan pengendalian kebakaran;
6. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja;
7. Pengelolaan peralatan medis dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan
8. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.
E. Landasan hukum.
1. Undang – Undang RI Nomor 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja
2. Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. Undang – Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
4. Undang – Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Undang – Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6. Undang – Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
10. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumha
Sakit
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah
Sakit
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 100 Tahun 2015 tentang Kesehatan Kerja
Terintegrasi
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang K3RS
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1335 Tahun 2002 tentang Operasional
pengambilan dan Pengukurusan Sample Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit
19. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 351 Tahun 2003 tentang Komite K3 sektor
kesehatan
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1758 Tahun 2003 tentang Standart
Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004 tentang persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 Tahun 2007 tentang Pedoman
Manajemen K3RS
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
NAMA JUMLAH
PENDIDIKAN SERTIFIKASI
JABATAN KEBUTUHAN
Pelatihan K3 umum/RS 1
Kepala Unit K3 S1
Pelatihan K3 lanjutan
S1 Pelatihan K3 umum 1
Sekretaris
Pelatihan Ahli K3 umum
Pelatihan K3 umum 2
Tim K3 D3
Pelatihan K3 lanjutan
Tim Tanggap Pelatihan K3 umum 6
D3
Darurat Pelatihan K3 lanjutan
B. Distribusi Ketenagaan
Kepala unit K3 dalam menjalankan kegiatan K3 rumah sakit berkoordinasi dengan
sekretaris K3 dan dibantu oleh tim. Kegiatan surveilens, audit, pelaporan KAK
(Kecelakaan Akibat Kerja) & PAK (Penyakit Akibat Kerja) dilakukan oleh HRD melalui
koordinasi dengan Kepala unit K3. Untuk pengumpulan data HRD juga mengumpulkan
dari masing – masing bidang & koordinator Tim. Tiap Tim wajib membuat program
kerja & SPO terkait job desk nya masing – masing. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh
Kepala unit K3 & Sekretaris K3.
C. Pengaturan Jaga
Untuk jadwal K3 sesuai dengan jadwal jaga/jam kerja masing – masing personil atau
dipanggil sewaktu-waktu bila ada masalah tentang K3.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Terlampir
B. Standar Fasilitas
1. Ruang sekretariat
2. Ruang pemeriksaan Kesehatan
3. Komputer dengan printer
4. Internet
5. Line telpon dengan nomor khusus (untuk keadaan darurat)
6. Telpon untuk intern & ekstern
7. Rak alat
8. Rak buku
9. APAR & aksesorisnya (fire hose,nozzle,safety shoes,helmet,dll)
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Beberapa elemen sistem Manajemen K3 yang digunakan Rumah Sakit Puri Medika adalah
sebagai berikut :
A. Manajemen risiko K3RS
1. Pengertian
Manajemen risiko K3RS adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara
komperhensif di lingkungan Rumah Sakit. Manajemen risiko merupakan aktifitas
klinik dan administratif yang dilakukan oleh Rumah Sakit untuk melakukan
identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Hal ini akan tercapai melalui kerja sama antara pengelola K3RS yang membantu
manajemen dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program
keselamatan dan Kesehatan Kerja, dengan kerjasama seluruh pihak yang berada di
Rumah Sakit.
2. Tujuan
dose-response
c. Konsekuensi adalah akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif
atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit, cedera,
3) Biologi, contohnya bakteri, virus, mikroorganisme, tikus, kecoa, kucing dan sebagainya.
5) Psikososial, contohnya beban kerja, hubungan atasan dan bawahan, hubungan antar
pekerja yang tidak harmonis.
7) Elektrikal, contohnya tersengat listrik, listrik statis, hubungan arus pendek kebakaran
akibat listrik.
8) Limbah, contohnya limbah padat medis dan non medis, limbah gas dan
limbah cair.
B. Analisa Resiko
Proses manajemen dipastikan tersedia untuk menjamin resiko telah di identifikasikan
secara baik, terkontrol dalam organisasi, dll. Pegawai, kontraktor dan konsumen berhak
dan wajib mendapatkan informasi mengenai resiko yang ada dan langkah-langkah yang
diambil untuk mengeliminasi atau meminimalkannya. Suatu sistem monitoring dan
kesiagaan/alert dipastikan tersedia, yang akan memastikan adanya kontrol pada resiko di
tingkat Manajemen sesuai tingkat keseriusannya.
Keselamatan pasien telah menjadi isu global dan merupakan prioritas utama untuk
rumah sakit dan keselamatan pasien juga merupakan prioritas utama karena terkait tuntutan
masyarakat akan pelayanan kesehatan yang mereka terima dan terkait dengan mutu dan citra
rumah sakit, disamping itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD di Rumah Sakit.
Keselamatan pasien dilaksanakan melalui 6 langkah menuju keselamatan pasien,
yaitu:
1. Tepat Identifikasi Pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang efektif.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien operasi.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh.
Keselamatan pasien di K3 meliputi pemeliharaan tempat tidur pasien& pengadaan bel
di semua toilet.Berikut ini adalah standart keselamatan pasien berdasarkan K3 di Rumah
Sakit Puri Medika :
NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR
1 Pemeliharaan
tempat tidur Pemeliharaan tempat tidur
pasien 100% () pasien/Jumlah tt tidur x 100 bed
2 Pengadaan bel di
toilet pasien 100% Pemasangan bel Bel yang terpasang
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Pelaksanaan manajemen hiperkes dan K3 RS, berupaya meminimalisasi kerugian
yang timbul akibat PAK dan KAK, perlindungan tenaga kerja serta pemenuhan peraturan
perundangan K3 yang berlaku (law-compliance). Perekonomian global telah menstandarkan
ISO baik seri 9000 maupun seri 14.000, kriteria yang ditetapkan antara lain kualitas produk
atau jasa/pelayanan yang tinggi, keamanan pada tenaga kerja dan konsumen atau pasien serta
ramah akan lingkungan. Fungsi manajemen, yang dikemukakan oleh beberapa ahli, mengacu
kepada tiga fungsi pokok manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan
atau pengendalian.
Fungsi manajemen lainnya disesuaikan dengan falsafah RS yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan dalam manajemen Hyperkes dan K3 RS, merupakan bagian integral dari
perencanaan manajemen perusahaan secara menyeluruh, yang dilandasi oleh komitmen
tertulis atau kesepakatan manajemen puncak.
NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR
Kepatuhan Pemakaian APD
1
pemakaian APD 90% sesuai standar Kegiatan yang diaudit
100% Jumlah ketersediaan Standar penyediaan apar
2
Tersedia APAR (APAR, APAR di RS di RS
Tersedia alarm 100% Jumlah ketersediaan Standar penyediaan alarm
3
kebakaran (alarm) alarm di RS di RS
Tersedia alat Jumlah ketersediaan Standar penyediaan alat
4
komunikasi 100% alat komunikasi di RS komunikasi di RS
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu dalam bidang P2K3 meliputi standart pelayanan yang ditentukan
Kementerian Kesehatan dan indikator kinerja yang telah dibuat.
Berikut ini adalah standart pengendalian mutu dari P2K3
INDIKATOR P2K3
NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR
Kepatuhan Pemakaian APD sesuai
1
pemakaian APD 90% standar Kegiatan yang diaudit
Pemeliharaan tempat
2 Pemeliharaan tidur pasien/Jumlah tt
tempat tidur pasien 100% (214) tidur x 100 bed
Pengadaan bel di
3 toilet pasien 100% Pemasangan bel Bel yang terpasang
100% (52 Jumlah ketersediaan Standar penyediaan
4 Tersedia APAR APAR APAR di RS apar di RS
Tersedia alarm 100% (6 Jumlah ketersediaan Standar penyediaan
5 kebakaran alarm) alarm di RS alarm di RS
Tersedia alat Jumlah ketersediaan Standar penyediaan
6 komunikasi 100% alat komunikasi di RS alat komunikasi di RS
B. Landasan Hukum
1. UU No. 13/2003 : Ketenagakerjaan.
2. UU No. 1/1970 : Keselamatan Kerja.
3. UU No. 18/1999 : Jasa Konstruksi.
4. SKB Menaker & PU No.174/104/86-K3 Konstruksi
5. Permenaker No. 5/1996 – SMK3
6. Inst Menaker No 01/1992 Ttg Pemeriksaan Unit Organisasi K3
iv. Serahkan form ini ke sekretaris P22K3 bila keadaan cito atau segera diperlukan
perbaikan, serahkan form ini kepada petugas P2K3 yang keliling.
RUMAH SAKIT PURI MEDIKA
ALUR POTENSI HAZARD/RISIKO
TEMUAN
Serahkan ke Sekretariat
P2K3 atau Petugas P2 K3
Lampiran 2 :
KODE DARURAT
Hal-hal yang perlu
Kode Panggilan Darurat
diwaspadai
Merah
Kebakaran 111
Perak
membahayakan dengan 111
senjata
Tumpahan bahan
111
berbahaya Oranye
LAMPIRAN 3:
Pelayanan Kesehatan Kerja dalam Konsep Pencegahan Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan
Kerja
Panduan kesehatan untuk isu non-occupational dirasa telah mencukupi, karenanya
tidak akan dibahas lagi dalam dokumen ini. Namun banyak Perusahaan juga
memasukan panduan secara internal dan mendukungnya sebagai bagian dari program
kesehatan bagi karyawan mereka. Bahkan beberapa di antaranya juga menyediakan
dukungan yang sama bagi keluarga karyawan dan masyarakat lokal, yang patut
mendapat pujian.
B. Monitoring & pelaporan kesehatan
Saat dimana ditemui adanya resiko kesehatan akibat pajanan yang melebihi ambang
batasyang berdampak pada kesehatan pekerja seperti yang disebutkan di atas,
pelaporan yangada umumnya sedemikian rendah karena minimnya/tidak
dilakukannya monitoring danpelaporan secara statistik.
C. Panduan isu Kesehatan Kerja yang spesifik
1. Debu di udara
Produksi semen memungkinkan untuk menghasilkan debu, yang bila tanpa
kontrol yang adekuat dapat menimbulkan penyakit saluran napas. Penelitian yang
dilakukan oleh HSE di Inggris (1994) dan INRS di Norwegia ( 2002) tidak
menemukan bukti yang mendukung adanya hubungan sebab akibat antara pajanan
debu semen dengan timbulnya kanker pada para pekerja semen, walaupun ada
beberapa indikasi terjadi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
Jelaslah bahwa merupakan hal yang baik untuk membatasi tingkat debu
dan pajanan terhadap karyawan, baik dengan istilah kesehatan kerja ataupun
housekeeping yang baik. Nilai batas yang bervariasi bisa ditemui di berbagai
Negara, secara khusus batas pajanan untuk respirable crystalline silica saat ini
sedang dalam pembicaraan SCOEL ( Scientifis Committee on Occupational
Exposure Limits).
Pelindung pernapasan yang memadai harus dipergunakan di mana
pekerjaan harus dilakukan di lokasi yang berdebu di pabrik.
2. Kebisingan dan getaran
Sumber utama kebisingan adalah lokasi penggilingan yang digunakan
untuk menggiling produk semen. Deflektor kebisingan dan peredam suara saat ini
dapat dipergunakan untuk mengurangi tingkat kebisingan, penting untuk diingat
bahwa pekerja di bagian pemeliharaan dan petugas kebersihanlah yang paling
banyak mendapat resiko dari pajanan ini.
Alat pelindung diri (APD) dari pajanan di atas yang disempurnakan dapat
membantu mengurangi efeknya. Getaran yang diterima tubuh secara menyeluruh
(whole body vibration) adalah isu lain yang juga dibicarakan dalam agenda
keselamatan. Pekerja yang mengemudikan peralatan berat yang tua dapat terpajan
oleh getaran, tetapi resikonya lebih kecil dibandingkan dengan industri lain seperti
pertambangan atau kegiatan konstruksi, dimana peralatan yang menimbulkan
getaran ( mis. jack-hammer) umum dipergunakan. Peralatan bergerak (mobile
equipment) yang modern mengkombinasikan vibrasi dengan dudukan dan kabin
penyekat untuk mengurangi resiko.
Batas kebisingan dan getaran sesuai rekomendasi dari EU telah direvisi
untukmengurangi pajanan dari getaran badan secara keseluruhan (whole body
vibration) di lokasi kerja dan dari peralatan yang digunakan. Parlemen Eropa
memberikan suara pada Physical Agents (for vibration) Directive dan
amandemennya mengusulkan batas eksposure 0.8 metre/sec/sec telah diterima, di
mana hal ini akan membatasi lamanya pekerja untuk dapat mengoperasikan
mesin.
Tingkat desibel yang diijinkan juga sedang dievaluasi; APD akan
dipersyaratkan untuk digunakan pada tingkat kebisingan di atas 80 dB(A) dan 112
Pa, bandingkan dengan tingkat sebelumnya yaitu 85 dB(A) dan 200Pa.(lihat
appendix untuk tabel dari semua tingkat kebisingan). Guna perlindungan dari
kebisingan, adalah perlu bila tingkat kebisingan melebihi yang ditentukan untuk
memberikan dan menggunakan pelindung pendengaran yang sesuai bagi pekerja.
Kegagalan untuk melakukan perlindungan, akan menyebabkan
berkurangnya pendengaran secara bertahap. (lihat apendik untuk kebijakan APD
untuk kebisingan). Banyak Perusahaan secara rutin melakukan monitoring fungsi
pendengaran karyawan untuk menjamin penurunan yang terjadi tidak melebihi
penurunan yang seharusnya terjadi karena proses usia yang alamiah. Perlindungan
terhadap getaran sangat tergantung pada desain peralatan, secara umum pada
industri semen masalah ini berkaitan hanya dengan truk di area penambangan.
3. Bahaya radiasi
Dapat timbul jika dipergunakan peralatan nuklir tingkat rendah. Panduan berikut
ini wajib diterapkan :
a. Tidak ada seorangpun, kecuali seperti yang telah dijelaskan setiap saat oleh
Petugas Proteksi Radiasi (PPR), dapat mendekat ke garis lingkar sekitar
sumber radioakatif.
b. Tidak seorangpun boleh memasuki vessel di mana terpasang sumber
radioaktif.
c. Jika diperlukan untuk masuk ke dalam vessel tsb. seseorang harus menunggu
sampai PPR menyatakan bahwa sumber tersebut telah diamankan.
d. Hanya pemasok yang khusus, diperbolehkan untuk memindahkan atau
melengkapi kembali suatu sumber radioaktif dan PPR harus mendapat
informasi sebelum pemasok melakukan kegiatan tersebut.
4. Kesehatan Lingkungan
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang
essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan
faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya
masalah kesehatan masyarakat, sehingga keterkaitan antara kualitas atau
karakteristik “lingkungan bermasalah dan status kesehatan” perlu dipahami dan
dikaji secara cermat agar dapat digambarkan potensi besarnya risiko atau
gangguan kesehatan.
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI & KEAMANAN
LABEL BAHAN KIMIA
Oxidizing (pengoksidasi)
Huruf kode: O
Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya „oxidizing“ biasanya tidak
mudah terbakar. Tetapi bila kontak dengan bahan mudah terbakar atau bahan sangat mudah
terbakar mereka dapat meningkatkan resiko kebakaran secara signifikan. Dalam berbagai hal
mereka adalah bahan anorganik seperti garam (salt-like) dengan sifat pengoksidasi kuat dan
peroksida-peroksida organik.
Frase-R untuk bahan pengoksidasi : R7, R8 dan R9
Contoh bahan tersebut adalah kalium klorat dan kalium permanganat juga asam nitrat pekat.
Extremely flammable (amat sangat mudah terbakar)
Huruf kode:F+
Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya „extremely flammable
merupakan likuid yang memiliki titik nyala sangat rendah (di bawah 0o C) dan titik didih
rendah dengan titik didih awal (di bawah +35oC). Bahan amat sangat mudah terbakar berupa
gas dengan udara dapat membentuk suatu campuran bersifat mudah meledak di bawah
kondisi normal.
Frase-R untuk bahan amat sangat mudah terbakar : R12
Contoh bahan dengan sifat tersebut adalah dietil eter (cairan) dan propane (gas)
Highly flammable (sangat mudah terbakar)
Harmful (berbahaya)
Huruf kode: Xn
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ‘harmful’ memiliki resiko merusak
kesehatan sedang jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion), atau
kontak dengan kulit.
Suatu bahan dikategorikan berbahaya jika memenuhi kriteria berikut:
a) LD50 oral (tikus) 200-2000 mg/kg berat badan
b) LD50 dermal (tikus atau kelinci) 400-2000 mg/kg berat badan
c) LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu 1 – 5 mg/L
d) LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap 2 – 20 mg/L
Frase-R untuk bahan berbahaya : R20, R21 dan R22
Bahan dan formulasi yang memiliki sifat
Karsinogenik (Frase-R :R45 dan R40)
Mutagenik (Frase-R :R47)
Toksik untuk reproduksi (Frase-R :R46 dan R40) atau
Sifat-sifat merusak secara kronis yang lain (Frase-R:R48) yang tidak diberi notasi toxic, akan
ditandai dengan simbol bahaya ‘harmful substances’ dan kode huruf Xn.
Bahan-bahan yang dicurigai memiliki sifat karsinogenik, juga akan ditandai dengan simbol
bahaya ‘harmful substances’ dan kode huruf Xn, bahan pemeka (sensitizing substances)
(Frase-R :R42 dan R43) diberi label menurut spektrum efek apakah dengan simbol bahaya
untuk ‘harmful substances’ dan kode huruf Xn atau dengan simbol bahaya ‘irritant
substances’ dan kode huruf Xi. Bahan yang dicurigai memiliki sifat karsinogenik dapat
menyebabkan kanker dengan probabilitas tinggi melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion)
atau kontak dengan kulit. Contoh bahan yang memiliki sifat tersebut misalnya solven 1,2-
etane-1,2-diol atau etilen glikol (berbahaya) dan diklorometan (berbahaya, dicurigai
karsinogenik).
Corrosive (korosif)
Huruf kode: C
Bahan dan formulasi dengan notasi ‘corrosive’ adalah merusak jaringan hidup. Jika suatu
bahan merusak kesehatan dan kulit hewan uji atau sifat ini dapat diprediksi karena
karakteristik kimia bahan uji, seperti asam (pH <2) dan basa (pH>11,5), ditandai sebagai
bahan korosif.
Frase-R untuk bahan korosif : R34 dan R35.
Contoh bahan dengan sifat tersebut misalnya asam mineral seperti HCl dan H2SO4 maupun
basa seperti larutan NaOH (>2%).
Bahaya Radiasi:
Gunakan selalu Apron/ Alat pelindung radiasi ketika menjalankan tugas/ melakukan tindakan
pemeriksaan pasien.
(…………………………….)
BAGIAN B (Diisi oleh IPCN/Supervisor)
Resiko paparan
Resiko paparan rendah Resiko paparan tinggi
SUMBER (PASIEN)
Nama pasien :…………………… No MR :………………………. Ruang rawat
:……………………
Status infeksius : Hepatitis B Hepatitis C HIV
Tidak diketahui (+)……………….. Tidak diketahui(
- )…………
PENATALAKSANAAN
…………………………………………………… ……………………………………
…………………………………………………… ………………
…………………………………………………… ……………………………………
………………
……………………………………
………………
HIV :
Rujuk ke RSUD…………………
FOLLOW UP
6 Bulan 12 Bulan
HBSAg : HBSAg :
SARAN
IPCN
( ……………………….)
Lampiran 5