Anda di halaman 1dari 9

Abortus merupakan pengeluaran Hasil Konsepsi Sebelum Dapat Hidup di Luar

Kandungan. Definisi abortus berdasarkan umur yaitu <20 minggu dan berdasarkan
BB yaitu kurang dari 500 gr.

Abortus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:


1. Faktor Janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya
menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
- kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau
kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi).
- Embrio dengan kelainan lokal.
- Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).
2. Faktor Maternal
a. Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester
kedua. Penyakit yang dapat menyebabkan abortus diantaranya:
- virus (rubella, sitomegalovirus, herpes simpleks, varicella zoster,
vaccinia, campak, hepatitis, polio dan ensefalomielitis).
- Bakteri (salmonella typhi)
- Parasit (toxoplasma gondii, plasmodium)
b. Penyakit vaskular (hipertensi)
c. Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak mencukupi
atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin.
d. Faktor imunologis
Ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (human leukocyte
antigen).
e. Trauma
f. Kelainan Uterus
Hipoplasia uterus, mioma, serviks inkompeten atau retroflexio uteri
gravidi incarcerata.
3. Faktor Eksternal
a. Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat
merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
b. Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan
c. Bahan-bahan kimia lainnya (bahan yg mengandung arsen, benzen)

Faktor Risiko
1. Usia
Semakin tua usia semakin besar kemungkinan untuk mengalami abortus, anak
premature, persalinan lama dan pendarahan. Hal tsb disebabkan karena usia
diatas 35 tahun secara medik merupakan usia yang rawan untuk kehamilan dan
seiring bertambahnya usia kesehatan seseorang semakin menurun,. Selain itu,
perhatian ibu cenderung menurun karena sudah mengalami kehamilan lebih
dari sekali dan tidak bermasalah pada kehamilan sebelumnya.
2. Paritas
Bila ibu telah melahirkan anak lebih dari 4 kali, maka perlu diwaspadai adanya
gangguan saat kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini karena pada kehamilan
rahim ibu teregang oleh janin, bila terlalu sering melahirkan rahim akan
semakin lemah.
3. Riwayat Abortus Sebelumnya
4. Jarak Kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan
kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Insiden abortus meningkat pada
wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm.
5. Sosial Ekonomi (pendapatan)
Pendapat mempengaruhi kemampuan dalam mengakses pelayanan kesehatan,
pemenuhan kebuthan hidup dan juga pemenuhan zat gizi.
6. Pendidikan
Pendidikan yang rendah membuat seseorang acuh tak acuh terhadap program
kesehatan sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi.
7. Penyakit Infeksi
8. Alkohol
9. Merokok
Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan
daripada wanita yang tidak merokok.

Rahmani SL. 2014. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Abortus di RS Prikasih


Jakarta Selatan Pada Tahun 2013. [Online] Tersedia Pada:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27175/1/SILMI%20
LISANI%20RAHMANI-FKIK.pdf [Diakses: 26 Mei 2019]

Patogenesis
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta
yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi
uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio
rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis
cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih
tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi
saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme
diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan
diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam
cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih
melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan
pervaginam yang banyak. Pada Universitas Sumatera Utara kehamilan minggu ke 14
– 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta
beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus
sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih
menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya
perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002)

Gambaran Klinis Abortus

Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion),
abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus (incomplete abortion)
atau abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed abortion),
abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion)
(Cunningham et al., 2005; Griebel et al., 2005).

1. Abortus Iminens (Threatened abortion)

Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama kehamilan
awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapat
mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar
setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus (Cunningham et al., 2005).

Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari
atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung
bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks,
kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens
karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat
membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain
membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata et al., 2005).

2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan


banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi
rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat
masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan
kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga
evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan
kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).

3. Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus

Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau
teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap
terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing
(corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada
abortus insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus
komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus,
perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya
dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah
sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali.
Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau
endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005).
4. Abortus Tertunda (Missed abortion)

Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam
rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan
dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada
permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah
rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar,
1998).

5. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)

Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan
struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis (Jauniaux et
al., 2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis merupakan abortus yang
terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari
ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah
patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta
yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum
atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.

6. Abortus Septik (Septic abortion)

Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau
toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada
abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa
memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat
menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes,
Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci (Mochtar, 1998; Dulay,
2010).

Diagnosis Abortus
- Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak
- Perut nyeri dan kaku
- Pengeluaran sebagian produk konsepsi
- Serviks dapat tertutup maupun terbuka
- Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
Diagnosis ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan ultrasonografi
Jenis Abortus Kriteria Diagnosis
Abortus Iminens - Adanya tanda-tanda kehamilan
- Nyeri perut bagian bawah
- Perdarahan pervaginam
- Tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan
- Pada pemeriksaan inspekulo dan VT ditemukan osteum uteri
tertutup
Abortus Insipien - Adanya tanda-tanda kehamilan
- Nyeri perut bagian bawah
- Tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan
- pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan
osteum uteri terbuka dan ketuban utuh
Abortus - Adanya tanda-tanda kehamilan
Inkomplit - Nyeri perut bagian bawah
- Tinggi fundus uteri lebih kecil dari usia kehamilan
- Pada pemeriksaan inspekulo dan VT didapatkan osteum uteri
terbuka dan teraba jaringan
Abortus Komplit - Adanya tanda-tanda kehamilan
- Tidak ada nyeri perut bagian bawah dan perdarahan
pervaginam
- Tinggi fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
- Pada pemeriksaan inspekulo dan VT didapatkan osteum uteri
tertutup
Abortus - Adanya tanda-tanda kehamilan
Infeksiosus - Nyeri peut bagian bawah
- Tinggi fundus uteri lebih kecil atau sama dengan umur
kehamilan
- Pada pemeriksaan inspekulo dan VT ditemukan osteum uteri
terbuka dan teraba jaringan
- Ada tanda-tanda infeksi (klinis dan laboratorium)

Diagnosis Banding dari Abortus


- KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)
- Mola Hidatidosa
- Kehamilan dengan kelainan pada cerviks
- Perdarahan Implantasi

Daftar Pustaka
Bag/SMF Obstetrik dan GInekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, 2015. Panduan Praktek Klinik Obstetrik dan
Ginekologi.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.

TATALAKSANA

Stabilisasi
Pada tahap ini, dilakukan penilaian keadaan umum ibu secara menyeluruh
mencakup tanda vital dan memeriksa tanda-tanda syok seperti akral dingin, pucat,
takikardi, dan tekanan sistolik <90 mmHg). Resusitasi cairan dilakukan jika terjadi
hipotensi dan syok.1

Medikamentosa
Obat mungkin diperlukan untuk membantu mengeluarkan sisa jaringan yang
masih ada. Golongan obat yang mungkin diberikan pada abortus adalah penginduksi
rahim dan Rh immunoglobulin.
Penginduksi Rahim
Pilihan obat penginduksi rahim adalah oksitosin dan misoprostol. Oksitosin
diberikan pada abortus yang terjadi dengan usia kehamilan lebih dari 16 minggu
melalui infus oksitosin 40 IU dalam 1L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes
per menit.3
Pilihan lainnya adalah pemberian misoprostol. Dengan pemberian misoprostol,
71-84% ekspulsi komplit akan terjadi. Pemberian per vaginam lebih dianjurkan
karena obat oral dan sublingual akan memberikan lebih banyak efek samping seperti
diare, mual, dan muntah.4 Penggunaan misoprostol pada abortus dilaporkan
mengurangi kebutuhan dilakukan tindakan kuretase hingga 60%. Dosis yang
disarankan adalah 400-800 mcg per vaginam.2

Rh Immunoglobulin
Jika ibu memiliki golongan darah rhesus negatif, ibu dianjurkan untuk
menerima Rh immunoglobulin setelah terjadi abortus agar tidak terjadi
inkompatibilitas rhesus jika pada kehamilan berikutnya janin memiliki golongan
darah rhesus positif. Dosis yang diberikan adalah 50 mikrogram (250 IU) akan efektif
pada 12 minggu gestasi, diberikan setelah tindakan kuretase.5

Pembedahan
Tindakan bedah dilakukan jika :
 Risiko perdarahan meningkat misalnya jika terjadi pada trimester pertama akhir.
 Memiliki pengalaman traumatik sebelumnya misalnya karena riwayat abortus
sebelumnya, stillbirth atau perdarahan antepartum.
 Meningkatnya efek samping perdarahan misalnya karena koagulopati atau tidak bisa
mendapat transfusi darah.
 Pasien tidak ingin menunggu spontan atau menolak pemberian obat induksi rahim.
 Adanya infeksi.
Tindakan dilakukan dengan teknik aspirasi vakum atau kuretase tajam. Jika
perdarahan masih berlanjut, disarankan untuk mempertimbangkan perlunya tindakan
laparoskopi atau laparotomi.4

PROGNOSIS

Prognosis abortus bergantung pada penyebab abortus, umur pasien dan hasil
pemeriksaan ultrasonografi. Temuan USG yang konsisten dengan kemungkinan
abortus adalah denyut jantung janin kurang dari 90 kali per menit, abnormalitas
bentuk dan ukuran kantong gestasi, serta ada perdarahan subkorionik.

Prognosis abortus umumnya baik, terutama pada pasien yang baru pertama kali
mengalami abortus. Sebuah studi menunjukkan bahwa pasien abortus dapat hamil
kembali dan melahirkan hidup dalam jangka kurang lebih 5 tahun setelah abortus,
apapun penatalaksanaan yang digunakan pada abortus sebelumnya.6
DAPUS

1. Prine LW, Macnaughton H. Office Management of Early Pregnancy Loss. Am


Fam Phys, 2011. 84(1): 75-82.
2. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Clinical Management
Guideline for Obstetrician and Gynecologist : Early Pregnancy Loss. Practice
Bulletin, 2017. 150:1-10.
3. S.V. Gaufberg. Early Pregnancy Loss In Emergency Medicine. 2018. 17. Prine
LW, Macnaughton H. Office Management of Early Pregnancy Loss. Am Fam
Phys, 2011. 84(1): 75-82.
4. A. Y. Weintraub and E. Sheiner, In Bleeding During Pregnancy: A Comprehensive
Guide, 2011, 25-44. DOI 10.1007/978-1-4419-9810-1
5. National Institute for Health and Care Excellence. Management of Miscarriage.
2016:1-12
6. Smith, L. F. P., Ewings, P. D., & Quinlan, C. (2009). Incidence of pregnancy after
expectant, medical, or surgical management of spontaneous first trimester
miscarriage: long term follow-up of miscarriage treatment (MIST) randomised
controlled trial. BMJ, 339(oct08 2), b3827–b3827.doi:10.1136/bmj.b3827

Anda mungkin juga menyukai