Anda di halaman 1dari 44

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT


karena kita telah diberikan suatu nikmat yaitu kesehatan sehingga kita dapat
membuat makalah seminar ini dengan GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL “FRAKTUR TIBIA”, serta tak lupa shalawat
beriring salam kita kirimkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad
SAW karena berkat perjuangan neliau kita sama-sama dapat merasakan
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi seperti saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah


membantu dalam penyusunan makalah ini. Jika dikemudian hari terdapat
kesalahan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, serta kami mohon
kritik dan saran dari segenap pembaca sekalian. Demikian yang dapat kami
ucapkan lebih dan kurangnya kami ucapkan terima kasih.

Makassar, Mey 2013

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
2. Jenis-jenis Patah Tulang
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Gejala Klinis
6. Penatalaksanaan
7. Fase Penyembuhan Tulang
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Etiologi
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
PENYIMPANGAN KDM
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada
dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan
mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat/mobilitas masyarakat
yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat
transfortasi/kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal
diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas yang
tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan
kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan
cedera tulang atau disebut fraktur.
Menurut Smeltzer (2001), fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Penanganan segera pada
klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi
bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
interna melalui operasi Orif. Penanganan tersebut dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi umunya oleh akibat tiga fraktur utama
yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi.
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi
asuhan keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur,
sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah
komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya
meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan
keperawatan dengan fraktur tibia.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien denga fraktur
tibia, penulis mampu :
a) Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan
pada fraktur tibia
b) Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur
tibia
c) Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan fraktur tibia
d) Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien fraktur tibia
e) Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan fraktur
tibia
f) Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat
serta penyelesaian masalah (solusi) dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tibia.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien
dengan fraktur tibia
b. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali tentang penyakit
fraktur tibia
2. Bagi Pasien
a. Pasien mengetahui tentang penyakit fraktur tibia
b. Pasien mengetahui tentang penanganan fraktur tibia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa//trauma.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berubah trauma
langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan
patah tulang radius dan ulna dan dapat berubah trauma tidak langsung
misalnya jatuh bertumbuh pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau rudas distal patah ( Sjamsuhidayat dan Wim De Jang,
2003).
Fraktur tibia ( fraktur calles) adalah fraktur yang terjadi pada
bagian tibia sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpuh pada tangan
dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi pada anak-anak dan
wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dan tulang lemah yang
tak mampu menahan energi akibat jatuh (Oswari, 2008).
2. Jenis-jenis Patah Tulang
a. Patah tulang terbuka atau tertutup
Patah tulang terbuka yaitu bila tulang yang patah menembus
jaringan lunak disekitarnya dan terjadi hubungan antara tulang dan
udara. Patah tulang tertutup yaitu patah tulang yang tidak
menyebabkan jaringan kulit robek.
b. Patah tulang lengkap dan tidak lengkap
Patah tulang lengkap (complete) bila patahan-patahan tulang satu
sama lainnya. Patah tulang tidak lengkap yaitu bila antara patahan
tulang terjadi hubungan sebagian. Patah tulang tidak lengkap
sering terjadi pada anak yang tulangnya lebih lentur.
c. Tulang menurut garis patahnya
1) Patah tulang melintang
2) Patah tulang oblik atau miring
3) Patah tulang memanjang
4) Patah tulang bertindih yaitu bagian tulang yang patah sering
berhadapan dan berdekatan
5) Patah tulang baji yaitu kepingan tulang masuk kebagian tulang
yang lunak (Oswari, 2008).

3. Etiologi
Fraktur dapat terjadi diakibatkan oleh beberapa hal :
a. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya
kekerasan itu sendiri, biasanya bersifat terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan, biasanya terjadi pada bagian
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan (Oswari,
2008).
4. Patofisiologi
Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat
merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit
sampai struktur terjadilah respon peradangan dengan pembentukan
gumpalan atau bekuan fibrin, osteoblas mulai muncul dengan jumlah
yang besar untuk membentuk suatu metrix baru antara fragmen-
fragmen tulang. Klasifikasi terjadinya fraktur dapat dibedakan yang
terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka, fraktur tertutup yaitu
tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur
terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,
(Suriadi dan Rita Yuliani, 2007).
Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari
tulang dan terobek terus terisi berlawanan dari sisi yang mendapat
trauma, akibatnya darah keluar melalui celah-celah periosteum dan ke
otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar melalui
celah perosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya
pembuluh darah didaerah terjadinya fraktur.
Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadinya dan bertambah
selama 24 jam pertama, menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang
elastisitasnya. Oleh karena itu reposisi lebih mudah dilakukan selama
beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau
immobilitas maka perumbuhan atau penyatuan tulang mulai dengan
pembentukan kallus (Sjamsuhidayat dan Wim De Jong, 2003).
5. Gejala Klinis
Menurut Oswari (208), gejala klinis fraktur tibia dapat
dibedakan sebagai berikut :
a. Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah
b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota
gerak tampak lebih pendek
c. Angota badan yang patah tidak dapat digerakkan
d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa
gesekan tulang
e. Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna
f. Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgent
6. Penatalaksanaan
Menurut Brunner dan Suddarth (2002). Prinsip penanganan
fraktur yaitu :
a. Reduksi fraktur adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis.
b. Imobilisasi fraktur adalah mempertahankan dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, imobilisasi
dapay dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak, reduksi da imobilisasi harus dipertahankan sesuai
dengan kebutuhan.
7. Fase Penyembuhan Tulang
Menurut Sjamsuhidayat dan Wim De Jong (2003). Fase
penyembuhan tulang meliputi :
a. Fase hematoma
Proses penyembuhan yang terjadi dari proses perdarahan
disekitar patahan tulang, proses ini terjadi secara biologis
alami pada setiap patahan tulang.
b. Fase jaringan fibrosis
Hematoma akan menjadi pertumbuhan sel jaringan fibrosis,
jaringan ini yang menyebabkan fregmen tulang saling
menempel.
c. Fase pembentukan kallus
Jaringan fibrosis yang menempel pada patahan tulang akan
membentuk kadroid yang merupakan bahan dasar
pembentukan tulang.
d. Osifikasi
Tejadi penulangan total yang disebabkan oleh kallus fibrosa
menjadi kallus tulang
e. Ree modelling
Kemampuan tulang untuk menyesuaikan bentuknya seperti
bentuk semula.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematika untuk
mengumpulkan data atau informasi dan menganalisanya sehingga
dapat diketahui kebutuhan pasien.
a. Identitas pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu
ditanyakan adalah nama, umur (batas usia akan
mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan),
pendidikan (pendidikan masyarakat yang rendah cenderung
memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan
belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara
modern), pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan
dalam menegakkan diagnosis atau menetukan kebutuhan
pasien. Nyeri pada daerah fraktur, kondisi fisik yang lemah,
tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan
nafsu makan menurun ( Brunner dan Suddart, 2002).
c. Riwayat penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan
mempengaruhi proses perawatan post operasi
(Sjamsuhidayat dan Wim De Jong, 2003).
d. Riwayat penyakit keluarga
Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan
tetapi adanya riwayat keluarga dengan DM pelu diperhatikan
karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi
(Sjamsuhidayat dan Wim De Jong, 2003).
e. Pola kebiasaan
1) Pola nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami
perubahan, namun ada beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang
hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien yang
merupakan pengalaman pertama masuk rumah sakit,
(Dongoes, 2000).
2) Pola eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi
BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine
akibat adanya program eliminasi dilakukan ditempat
tidur, (Dongoes, 2000).
3) Pola istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak
mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa
kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan
dampak hospitalisasi, (Dongoes, 2000).
4) Pola aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas
(rutinitas) sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh
aktivitas dilakukan ditempat tidur. Hal ini dilakukan
karena ada perubahan fungsi anggota gerak serta
program immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya
pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat
melakukannya sendiri, (Dongoes, 2000).
5) Personal hygiene
Pasien mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, (Dongoes, 2000).
f. Riwayat psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap
fraktur, selain itu dapat juga terjadi gangguan konsep diri
body image, jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan
bersisik. Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien
yang masih dalam perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat
terjadi karena adanya program Indonesia serta proses
penyembuhan yang cukup, (Dongoes, 2000).
g. Riwayat spiritual
Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya
tidak mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap
bisa bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa
mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien
terhadap penyakitnya, (Dongoes, 2000).

h. Riwayat sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang
lain dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri
lingkungannya.
i. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat
kesehatan dikmpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap
biasanya dimulai secara berurutan yaitu inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
j. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
- Rontgent
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan
integritas tulang (fraktur).
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, oedema, dan cedera pada jaringan lunak.
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler.
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan fraktur terbuka.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurang mengingat.
3. Intervensi
a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan
integritas tulang (fraktur).
Tujuan : mempertahankan stabilisasi
Kriteria hasil :
- Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan
stabilitas pada posisi fraktur
- Menunjukkan pembentukan kallus/mulai penyatuan
fraktur dengan tepat.

Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring / ektremitas sesuai dengan
indikasi
Rasional : meningkatkan stabilitas, menurunkan
kemungkinan gangguan posisi / penyembuhan
2) Sokong dengan bantal / gulungan selimut, pertahankan
posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir
Rasional : mencegah gerakan yang tidak perlu dan
perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal jyga dapat
mencegah tekanan deformitas pada gip yang kering.
3) Pertahankan posisi / integritas traksi
Rasional : traksi memungkinkan tarikan pada aksis
panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot /
pemendekan untuk memudahkan posisi / penyatuan.
4) Bantu meletakkan beban dibawah roda tempat tidur bila
diindikasikan
Rasional : membentuk posisi pasien dan fungsi traksi
dengan memberikan keseimbangan timbal balik.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, oedema, dan cedera pada jaringan lunak.
Tujuan : mengatakan nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil : nyeri hilang
Intervensi :
1) Pertahankan imobilitas bagian yang sakit dengan tirah
baring
Rasional : menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan
posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera
2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
Rasional : meningkatkan aliran balik vena, menurunkan
oedema dan menurunkan oedema dan menurunkan nyeri
3) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan
dengan cedera
Rasional : membantu untuk menghilangkan ansietas,
pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan
pengalaman cedera
4) Lakukan dan awasi latihan tentang gerak pasif/aktif
Rasional : mempertahankan kekuatan otot yang sakit dan
memudahkan resolusi, inflamasi pada jaringan yang
cedera
5) Identifikasi aktivitas terapeutik yang tepat untuk usia
pasien, kemampuan fisik dan penampilan pribadi
Rasional : mencegah kebosanan, menurunkan tegangan
dan dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan
koping
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler.
Tujuan : mempertahankan mobilitas pada tingkat yang mungkin
Kriteria hasil :
- Mempertahankan posisi fungsional
- Meningkatkan kekuatan/yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh
Intervensi :
1) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh
cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien
terhadap immobilisasi
Rasional : pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual,
memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan
kemajuan kesehatan
2) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi,
pertahankan rangsangan. Misalnya kunjungan keluarga
atau teman
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengeluarkan
energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan
rasa kontrol diri/ harga diri dan membantu menurunkan
isolasi sosial
3) Instruksikan pasien untuk membantu dalam rentan gerak
pasien pada ektremitas yang sakit dan yang tidak sakit
Rasional : meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang
untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak
sendi, mencegah gerak konfoaktur
4) Berikan bantuan dalam imobilisasi dengan kursi roda,
tongkat segera mungkin instruksikan keamanan dalam
menggunakan alat mobilitas
Rasional : mobilitas diri menurunkan komplikasi tirah
baring dan mningkatkan penyembuhan dan normalisasi
fungsi organ
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan fraktur terbuka.
Tujuan : mengatakan ketidaknyamanan hilang
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perilaku/tekhnik mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
- Mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi
Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan,
pendarahan, perubahan warna, kelabu, memutih
Rasional : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit
dan masalah yang mungkin disebabkan oleh pemasangan
gip
2) Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat
tidur kering dan bebas kerutan
Rasional : menurunkan tekanan pada area yang peka dan
resiko kerusakan kulit
3) Ubah posisi dengan sesering mungkin
Rasional : mengurangi tekanan konstan pada area yang
sama dan meminimalkan resiko keruakan kulit
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen atau demam
Kriteria hasil :
- Pasien mengutarakan nyeri pada luka berkurang
- Perawatan memberikan hasil yang baik
- Tanda infeksi tidak terjadi
Intervensi :
1) Infeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
Rasional : peningkatan kawat tidak harus dimasukkan
melalui kult yang terinfeksi, kemerahan/abrasi (dapat
menimbulkan infeksi tulang)
2) Kaji sisi pen atau kulit, perhatikan keluhan peningkatan
nyeri/rasa terbatas atau adanya oedema, eritema,
drainase/bau tak enak
Rasional : dapat mengidentifikasi timbulnya indikasi lokal
atau nekrosis jaringan yang dapat menimbulkan
oestomiditis
3) Berikan perawatan pen atau kawat steril sesuai protokol
dan latihan cuci tangan
Rasional : dapat mencegah kontaminasi silang dan
kemungkinan infeksi
4) Instruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi
Rasional : meminimalkan kesempatan untuk kombinasi
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurang mngingat.
Tujuan : mngatkan pemhaman kondisi prognosis dan pengobatan
Kriteria hasil :
- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan
- Menjelaskan alasan tindakan
Intervensi :
1) Dorong pasien untuk menjalankan latihan aktif/pasif
Rasional : mencegah kekauan sendi dan kelelahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini
2) Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis
Rasional : penyembuhan fraktur memerlukan waktu
tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama pasien
dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan
yang tepat dari tulang
3) Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat
Rasional ; menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan
dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis
4) Kaji ulang patologi, pronosis dan harapan yang akan
datang
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien
dapat membuat pilihan informasi
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah pengolahan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan. Tujuan pelaksanaan untuk
memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Pelaksanaan perawatan
yang dilakukan berdasarkan diagnosa perenacanaan perawatan pada
pasien fraktur tibia yaitu :
a. Memberikan rasa nyaman pada pasien
b. Melakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien
c. Mencegah terjadinya infeksi gangguan integritas kulit
d. Membantu memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari
e. Melibatkan peran serta anggota keluarga dalam tindakan
f. Memberikan penyuluhan dan bimbingan pada keluarga
pasien, dan memberikan dorongan pada pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran terhadap kebersihan dari rencana
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien, evaluasi. Semua
masalah yang dihadapi oleh pasien teratasi sebagian hal ini disebabkan
masih adanya luka bekas operasi yang tidak mungkin dapat sembuh
dalam waktu yang sangat singkat dan nyeri yang dirasakan pasien
belum sembuh total, serta pasien belum bisa melakukan aktivitas
secara mandiri sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Dan dari
hasil evaluasi tersebut didapatkan perubahan-perubahan pasien yang
mengarah kepada kondisi yang lebih luas dari sebelumnya. Seperti
misalnya pada masalah resiko terhadap infeksi, tidak ditemukan
adanya tanda-tanda infeksi.
PENYIMPANGAN KDM
ASUHAN KEPERAWATAN
Tanggal masuk : 18 April 2013
Tanggal pengkajian : 18 April 2013
No. Rekam medis : 28 46 69
Ruangan : ICU (Intensif Care Unit)
Diagnosa : Fraktur Tibia

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
Nama : Tn “J”
Umur : 43 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Supir
Agama : Islam
Alamat : BT. Buddung
b. Identitas penanggung
Nama : Ny “H”
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Alamat : BT. Buddung
Hubungan dengan klien : Istri
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Nyeri
b. Riwayat keluhan utama :
“ Klien masuk Rumah Sakit Syech Yusuf Gowa pada tanggal 18
April 2013, pukul 13.17 WITA, dengan keluhan
c. Riwayat kesehatan masa lalu
- Klien tidak mempunyai riwayat penyakit DM, Hipertensi
dan lain-lain.
- Kilen pernah dirawat di RS sebelumnya
- Klien tidak alergi terhadap makanan dan obat-obatan
d. Riwayat kesehatan keluarga
- Tidak ada keluarga klien yang menderita penyakit
hipertensi, stroke, DM dan lain-lain.
e. Riwayat psikososial
- Keluarga klien mengatakan cemas dengan keadaan klien
- Keluarga klien berharap agar klien cepat sembuh
- Hubungan dengan anggota keluarga baik
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status fisik
1) Keadaan umum : Lemah
2) Kesadaran : Composmenthis
3) Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 80 x/i
- Pernafasan : 22 x/i
- Suhu : 37,6ᵒC
b. Sistem pernafasan
1) Hidung
 Inspeksi
- Bentuk hidung klien simetris kiri dan kanan
- Tidak nampak sekret maupun cairan
- Tidak nampak sputum
 Palpasi
- Tidak teraba adanya nyeri tekan
2) Dada
 Inspeksi
- Simetris kiri dan kanan
- Tidak nampak adanya benjolan pada area dada
 Palpasi
- Tidak teraba adanya nyeri tekan
 Perkusi
- Bunyi resonan pada area kiri
 Auskultasi
- Bunyi nafas vesikuler diseluruh lapang paru, tidak
adanya nafas tambahan
3) Leher
 Inspeksi
- Tidak nampak adanya pembesaran kalenjar thyroid
- Tidak nampak adanya deviasi trachea
 Palpasi
- Tidak teraba adanya nyeri tekan
- Tidak teraba adanya pembesaran kalenjar thyroid
c. Sistem kardiovaskuler
1) Jantung
 Inspeksi
- Tidak ada pembesaran vena jugularis dan ictus cordis
 Palpasi
- Ictus cordis teraba pada ICS IV dan tidak ada nyeri tekan
 Perkusi
- Tidak terdengar bunyi pekak pada jantung
 Auskultasi
- Bunyi jantung murni (lup-dup) dan tidak ada bunyi
tambahan
d. Sistem pencernaan
1) Mulut dan tenggorokan
 Inspeksi
- Keadaan gigi nampak bersih
- Tidak ada peradangan pada gusi
- Kemampuan bicara klien baik, bibir klien nampak kering
dan kemampuan menelan baik
 Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
2) Abdomen
 Inspeksi
- Bergerak mengikuti irama nafas
 Palpasi
- Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian kanan
 Perkusi
- Tidak terdengar bunyi thympani pada daerah abdomen
 Auskultasi
- Tidak terdengar bunyi pristaltik usus
e. Sistem indra
1) Mata
 Inspeksi
- Simetris kiri dan kanan, mampu membuka dan menutup
kelopak matanya, skelera dan konjungtiva agak pucat,
pupil bereaksi jika ada cahaya
 Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada penekanan intra okuler
2) Hidung
 Inspeksi
- Simetris kiri dan kanan
- Tidak nampak adanya sputum atau secret
 Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
3) Telinga
 Inspeksi
- Simetris kiri dan kanan
- Tidak nampak adanya serumen
- Tidak terdapat adanya alat bantu pendengaran
 Palpasi
- Tidak teraba adanya nyeri tekan
- Tidak teraba adanya massa atau benjolan
f. Sistem saraf
1) Fungsi serebral
 Status mental : baik
 Kesadaran : composmenthis
2) Fungsi kranial
 Nerfus I ( olfactorius ) : penciuman baik
 Nerfus II ( optikus ) : lapang pandang baik
 Nerfus III, IV , V ( okulomotorius, throchealis,
abducens ) :
- Pupil miosis jika terkena cahaya
- Klien dapat menggerakkan bola matanya
- Gerakan bola mata baik
 Nerfus VI ( trigeminas ) : klien dapat merasakan
rangsangan pada wajah, otot temporal, motoideus
bergerak saat mengunyah.
 Nerfus VII ( vacialis )
 Nerfus VIII ( auditorius ) : pendengaran baik
 Nerfus IX ( glosafaringeus ) : klien mampu menelan
baik
 Nerfus X ( vagus ) : pengecapan baik, mampu
membedakan rasa asam, manis, asin dan pahit.
 Nerfus XI ( assesories ), XII ( hipoglossus ) : klien
mampu menggerakkan kepala kekiri dan kekanan, klien
mampu menggerakkan lidahnya
g. Sistem muskuloskeletal
1) Kepala
 Inspeksi
- Bentuk kepala klien oval
- Distribusi rambut merata
- Keadaan rambut agak kotor dan kusam
 Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
2) Ektremitas atas
 Motorik
- Tidak ada kelainan pada ekstremitas atas, kekuatan otot
dan tonus otot normal
 Refleks
- Bisep dan trisep baik
 Sensoris
- Reaksi sistem perabaan baik
3) Ektremitas bawah
 Lutut
- Klien tidak dapat menggerakkan lututnya
- Terdapat oedema pada lutut sebelah kanan
 Kaki
- Klien tidak mampu menggerakkan kakinya
- Terdapat oedema pada kaki sebelah kanan
- Terdapat luka verban
h. Sistem integument
1) Rambut
- Warna rambut klien hitam
2) Kulit
- Warna kulit sawo matang
- Tidak ada riwayat DM
i. Sistem perkemihan
- Tidak terdapat nyeri tekan dan distensi kandung kemih
j. Sistem reproduksi
- Tidak dikaji
k. Sistem imun
- Klien tidak memiliki alergi baik makanan maupun obat-
obatan
4. Tes Diagnostik
Nama : Tn “ J”
Diagnosa : Fraktur Tibia
No. RM : 28 46 69
a. Pemeriksaan laboratorium
HASIL NORMAL
WBC 14 10^3/µL 4.0-12.0
LYM 1.9 10^3/µL 1.0-5.0
MON 1.0 10^3/µL 0.1-1.0
GRA 11.2 10^3/µL 2.0-8.0
RBC 3.64 10^6/µL 4.00-6.20
HCT 27.0 % 35.0-55.0
MCV 74.2 mm^3 80.0-100.0
MCH 30.8 pq 26.0-34.0
RDW 14.3 % 10.0-16.0
Hb 8 d/L 13.5-18.0
SGOT 27 µ/i
SGPT 45 µ/i
Ureum 36 mg/dl
Kreatinin 0,55 mg/dl
Glukosa 64 mg/dl

b. Pengobatan
- Infus RL 28 tpm
- Injeksi ketorolac 1amp/8jam/IV
- Injeksi ranitidine 1amp/8jam/IV
- Injeksi tramadol 1amp/8jam/IV
- Injeksi meropenem 1gr/12jam/IV
5. Aktivitas sehari-hari
NO KEGIATAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT
1 Nutrisi
- Nafsu makan Baik Nafsu makan menurun
- Frekuensi 3x1, dihabiskan 3x1, tidak dihabiskan
- Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
Minuman
- Jenis Kopi dan air putih Air puih
- Frekuensi Tidak tentu Tidak tentu
2 Eliminasi
 BAK
- Frekuensi 3-5x sehari Tidak teratur
- Warna dan bau Kuning jernih/amoniak Kuning pekat/amoniak
 BAB
- Frekuensi 1x sehari Tidak teratur
- Konsistensi Padat Encer
4 Istirahat dan tidur
- Siang 13.30-16.30 Tidak teratur
- Malam 21.00-06.00 Tidak teratur
(sering terbangun)
5 Personal hygiene
 Mandi
- Frekuensi 2x sehari -
 Cuci rambut
- Frekuensi 3x seminggu -
 Gosok gigi
- Frekuensi 3x sehari 1x sehari

 Gunting kuku
- Frekuensi 1x perminggu -

- Cara Mandiri -

6. Pengumpulan Data
- Klien mengeluh sakit pada kaki kanan pasca
pembedahan
- Klien mengeluh nyeri pada daerah kaki kanan
- Klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas
- Klien mengatakan cemas terhadap luka operasinya
- Klien mengatakan hanya bisa berbaring ditempat tidur
- Klien sering bertanya-tanya tentang penyakitnya
- Ekspresi wajah klien nampak meringis
- Klien nampak cemas
- Klien nampak gelisah
- Klien nampak berbaring ditempat tidur
- Klien nampak lemah
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/i
Pernafasan : 22 x/i
Suhu : 37,6ᵒC
7. Klasifikasi Data
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Klien mengeluh sakit pada kaki kanan pasca - Klien sering bertanya-tanya tentan
pembedahan penyakitnya
- Klien mengeluh nyeri pada daerah kaki - Ekspresi wajah klien nampak meringis
kanan - Klien nampak cemas
- Klien mengatakan tidak dapat melakukan - Klien nampak gelisah
aktivitas - Klien nampak berbaring ditempat tidur
- Klien mengatakan cemas terhadap luka - Klien nampak lemah
operasinya - Tanda-tanda vital
- Klien mengatakan hanya bisa berbaring Tekanan darah : 120/80 mmHg
ditempat tidur Nadi : 80 x/i
Pernafasan : 22 x/i
Suhu : 37,6ᵒC

8. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : Fraktur Tibia Nyeri
- Klien mengeluh sakit pada kaki
kanan pasca pembedahan Tindakan pembedahan
- Klien mengeluh nyeri pada (debridement)
daerah kaki kanan
DO : Terputusnya kontinuitas jaringan
- Ekspresi wajah klien nampak
meringis Terjadi pelepasan mediator
- Tanda-tanda vital kimia
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/i
Pernafasan : 22 x/i
Thalamus
Suhu : 37,6ᵒC

Cortex cerebri

Nyeri
2 DS : Pembengkakan pada persendian Intoleransi aktivita
- Klien mengatakan tidak dapat
melakukan aktivitas
Kelelahan
- Klien mengatakan hanya bisa
berbaring ditempat tidur
Aktifitas terganggu
DO :
- Klien nampak berbaring
ditempat tidur Intoleransi aktifitas (ADL)
- Klien nampak lemah

3 DS : Perubahan status kesehatan Kecemasan


- Klien mengatakan cemas
terhadap luka operasinya
Kurang pengetahuan dan
DO :
informasi
- Klien sering bertanya-tanya
tentang penyakitnya
- Klien nampak cemas Stress psikologi
- Klien nampak gelisah

Kecemasan
B. Rencana Asuhan Keperawatan
NO RENCANA KEGIATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri (akut) berhubungan Nyeri hilang atau 1. Kaji skala nyeri 1. Untuk
dengan spasme otot, gerakan terkontrol, dengan mengidentifikasi
fragmen tulang, oedema pada kriteria : intervensi selanjut
jaringan lunak, ditandai - Klien tidak 2. Observasi tanda- 2. Untuk menget
dengan : mengeluh nyeri tanda vital perubahan
DS : - Klien nampak perkembangan kli
- Klien mengeluh sakit tenang 3. Dorong pasien 3. Membantu
pada kaki kanan pasca - TTV dalam batas untuk menhilangkan
pembedahan normal mendiskusikan ansietas, pasien d
- Klien mengeluh nyeri masalah merasakan kebutu
pada daerah kaki kanan sehubungan untuk menghilang
DO : dengan cedera pengalaman ceder
- Ekspresi wajah klien 4. Lakukan latihan 4. Mempertahankan
nampak meringis gerak aktif/pasif kekuatan otot y
- Tanda-tanda vital sakit
Tekanan darah : memudahkan reso
120/80 mmHg imflamasi
Nadi : 80 x/i jaringan yang ced
Pernafasan : 22 x/i 5. Kolaborasi dengan 5. Terapi yang t
Suhu : 37,6ᵒC tim medis dalam dapat memperc
pemberian obat proses penyembuh
2 Kerusakan mobilitas fisik Mempertahankan 1. Kaji tingkat 1. Pasien mun
berhubungan dengan mobilitas pada mobilisasi yang dibatasi oleh pers
kerusakan rangka tingkat yang dihasilkan oleh diri ten
neuromuskular, ditandai mungkin, dengan cedera/pengobatan keterbatasan
dengan : kriteria : klien aktual, memerlu
DS : - Mempertahankan intervensi u
- Klien mengatakan posisi fungsional meningkatkan
tidak dapat melakukan - Meningkatkan kemajuan kesehat
aktivitas kekuatan yang 2. Anjurkan klien 2. Meningkatkan
- Klien mengatakan sakit dan untuk darah ke otot
hanya bisa berbaring mengkompensasi menggerakkan tulang
ditempat tidur bagian tubuh ektremitas yang mempertahankan
DO : - sakit dan yang gerak se
- Klien nampak tidak sakit mencegah konfrak
berbaring ditempat 3. Berikan bantuan 3. Mobilitas
tidur dalam mobilisasi menurunkan
- Klien nampak lemah pada klien komplikasi
baring
meningkatkan
penyembuhan
normalisasi fu
organ
3 Kecemasan berhubungan Klien mengerti 1. Dorong klien 1. Mencegah tek
dengan kurang pengetahuan dengan kondisi dalam menjalankan sendi dan kelel
tentang kondisi post operasi, yang dialaminya, latihan otot
ditandai dengan : dengan kriteria : meningkatkan
DS : - Klien tidak cemas kembalinya akti
- Klien mengatakan - Klien nampak sehari-hari secara
cemas terhadap luka tenang 2. Bina hubungan 2. Untuk men
operasinya - saling percaya kerjasama
DO : antara pasien dan
- Klien sering bertanya- perawat
tanya tentang 3. Beri penjelasan 3. Agar klien
penyakitnya tentang keluarga d
- Klien nampak cemas penyakitnya mengerti
- Klien nampak gelisah kepada klien atau
keluarganya
4. Libatkan orng 4. Menjamin si
terdekat sesuai pendukung u
dengan indikasi klien menunjuk
yang akan orang terdekat ter
dilakukan dengan tepat

C. Implementasi
NO HARI/TGL NDX JAM IMPLEMENTASI
1 Kamis, I 14.00 1. Mengkaji skala nyeri
18 April 2013 Hasil : klien mngeluh nyeri pada daerah kaki kanan, sk
nyeri yang dirasakan 9
16.00 2. Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil : TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/i
S : 37,6 ᵒC
P : 22 x/i
14.30 3. Mendorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubung
dengan cedera
Hasil : klien menceritakan kondisinya
15.00 4. Melakukan latihan gerak aktif/pasif
Hasil : klien belum mampu menggerakkan kakinya
18.00 5. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
Hasil : klien diberi injeksi Tramadol 1 amp/8jam/IV

II 19.00 1. Mengkaji tingkat mobilisasi yang dihasilkan o


cedera/pengobatan klien
Hasil : klien belum mampu bergerak dan menggerakk
daerah yang telah dioperasi
19.15 2. Menganjurkan klien untuk menggerakkan ektremitas ya
sakit dan yang tidak sakit
Hasil : klien mengatakan tidak mampu menggerakk
kakinya
20.00 3. Memberikan bantuan dalam mobilisasi pada klien
Hasil : memberikan penyangga pada kaki kann klien a
klien merasa nyaman

III 15.30 1. Mendorong klien dalam menjalankan latihan


Hasil : klien belum mampu melakukan latihan
16.20 2. Membina hubungan saling percaya antara pasien dan peraw
Hasil : klien nampak senang dengan perawat ya
merawatnya
20.15 3. Memberi penjelasan tentang penyakitnya kepada klien a
keluarganya
Hasil : klien nampak mendengarkan penjelasan perawat nm
klien belum mengerti
20.40 4. Melibatkan orng terdekat sesuai dengan indikasi yang ak
dilakukan
Hasil : istri klien nampak selalu mendampingi klien

2 Jum’at, I 14.00 1. Mengkaji skala nyeri


19 April 2013 Hasil : klien masih mengeluh nyeri pada daerah kaki ya
telah dioperasi, skala nyeri yang dirasakan 9
16.00 2. Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil : TD : 130/100 mmHg
N : 84 x/i
S : 37 ᵒC
P : 20 x/i
14.30 3. Mendorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubung
dengan cedera
Hasil : klien selalu menceritakan kondisinya
15.00 4. Melakukan latihan gerak aktif/pasif
Hasil : klien nampak mulai melakukan latihan sedikit de
sedikit meskipun belum mampu manggerakk
kakinya
18.00 5. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
Hasil : klien diberi obat :
- Injeksi tramadol 1amp/8jam/IV
- Injeksi ketorolac 1amp/8jam/IV
- Injeksi meropenem 1gr/12jam/IV

II 20.00 1. Mengkaji tingkat mobilisasi yang dihasilkan o


cedera/pengobatan klien
Hasil : klien belum mampu bergerak atau menggerakk
bagian yang telah dioperasi
20.30 2. Menganjurkan klien untuk menggerakkan ektremitas ya
sakit dan yang tidak sakit
Hasil : klien blum mampu mengerakkan kakinya
20.45 3. Memberikan bantuan dalam mobilisasi pada klien
Hasil : memberi penyangga pada kaki kanan klien deng
mengunakan bantal

III 19.00 1. Mendorong klien dalam menjalankan latihan


Hasil : klien nampak melakukan latihan sedikit demi sediki
19.35 2. Membina hubungan saling percaya antara pasien dan peraw
Hasil : klien nampak tenang dirawat oleh perawat
19.50 3. Memberi penjelasan tentang penyakitnya kepada klien a
keluarganya
Hasil : klien mulai mengerti dengan penjelasan perawat
20.00 4. Melibatkan orang terdekat sesuai dengan indikasi yang ak
dilakukan
Hasil : istri klien selalu mendampingi klien

3 Sabtu, I 10.00 1. Mengkaji skala nyeri


20 April 2013 Hasil : klien masih mengeluh nyeri, skala nyeri ya
dirasakan 7
10.30 4. Melakukan latihan gerak aktif/pasif
Hasil : klien selalu berusaha menggerakkan kakinya
13.00 5. Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
Hasil : klien diberi obat :
- Injeksi tramadol 1amp/8jam/IV
- Injeksi ketorolac 1amp/8jam/IV
- Injeksi meropenem 1gr/12jam/IV
- Injeksi ranitidine 1amp/8jam/IV

II 11.00 1. Mengkaji tingkat mobilisasi yang dihasilkan o


cedera/pengobatan klien
Hasil : klien mulai mampu mengerakkan kakinya sedikit de
sedikit
11.15 2. Menganjurkan klien untuk menggerakkan ektremitas ya
sakit dan yang tidak sakit
Hasil : klien selalu berusaha menggerakkan kakinya
12.00 3. Memberikan bantuan dalam mobilisasi pada klien
Hasil : membantu untuk menggerakkan kaki klien deng
cara memberi penyangga dengan menggunak
bantal
III 13.15 1. Mendorong klien dalam menjalankan latihan
Hasil : klien selalu berusaha melakukannya

D. Evaluasi

NO HARI/TGL NDX JAM EVALUASI


1 Kamis, I 20.30 S : klien mengeluh nyeri pada daerah yang telah dioperasi
18 April 2013 O : klien nampak meringis
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, dan 5
1. Kaji skala nyeri
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan
dengan cedera
4. Lakukan latihan gerak aktif/pasif
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat

II 20.50 S : klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas


O : klien nampak berbaring ditempat tidur
A : masala belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1, 2, dan 3
1. Kaji tingkat mobilisasi yang dihasilkan oleh
cedera/pengobatan klien
2. Anjurkan klien untuk menggerakkan ektremitas yang
sakit dan yang tidak sakit
3. Berikan bantuan dalam mobilisasi pada klien

III 21.00 S : klien mengatakan cemas terhadap penyakitnya


O : klien nampak cemas
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, dan 4
1. Dorong klien dalam menjalankan latihan
2. Bina hubungan saling percaya antara pasien dan perawat
3. Beri penjelasan tentang penyakitnya kepada klien atau
keluarganya
4. Libatkan orng terdekat sesuai dengan indikasi yang akan
dilakukan

2 Jum’at, I 20.00 S : klien masih mengeluh nyeri pada daerah yang telah dioperasi
19 April 2013 O : klien nampak meringis
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, dan 5
1. Kaji skala nyeri
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan
dengan cedera
4. Lakukan latihan gerak aktif/pasif
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat

II 20.50 S : klien mengatakan masih belum bisa melakukan aktivitas


O : klien nampak berbaring ditempat tidur
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1, 2 dan 3
1. Kaji tingkat mobilisasi yang dihasilkan oleh
cedera/pengobatan klien
2. Anjurkan klien untuk menggerakkan ektremitas yang
sakit dan yang tidak sakit
3. Berikan bantuan dalam mobilisasi pada klien
III 21.00 S : klien mengatakan masih cemas dengan penyakitnya
O : klien nampak cemas
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi 1, 2, 3, dan 4
1. Dorong klien dalam menjalankan latihan
2. Bina hubungan saling percaya antara pasien dan perawat
3. Beri penjelasan tentang penyakitnya kepada klien atau
keluarganya
4. Libatkan orng terdekat sesuai dengan indikasi yang akan
dilakukan
3 Sabtu, I 13.30 S : klien masih mengeluh nyeri pada daerah yang telah dioperasi
20 April 2013 O : ekspresi wajah klien nampak meringis
A : intervensi 2 dan 3 teratasi
P : pertahankan intervensi 1, 4 dan 5
1. Kaji skala nyeri
4 Lakukan gerak aktif/pasif
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat

II 13.45 S : klien mengatakan masih belum bisa melakukan aktivitas


O : klien masih berbaring ditempat tidur
A : masalah belum teratasi
P : pertahankan intervensi 1, 2, dan 3
1. Kaji tingkat mobilisasi yang dihasilkan oleh
cedera/pengobatan klien
2. Anjurkan klien untuk menggerakkan ektremitas yang
sakit dan yang tidak sakit
3. Berikan bantuan dalam mobilisasi pada klien

III 14.00 S : klien mengatakan tidak terlalu cemas lagi


O : klien mulai tenang
A : intervensi 2, 3, dan 4 teratasi
P : pertahankan intervens 1
1. Dorong klien untuk menjalankan latihan

BAB III
PEMBAHASAN
Pada Bab ini akan dibahas mengenai pencapaian diagnosa yang
ditemukan pada pasien Tn “J” dengan dengan FRAKTUR TIBIA serta
membandingkan dengan beberapa referensi yang ada kemudian
membandingkan adanya kesenjangan antara teori dan praktek dalam ruang
lingkup asuhan keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian data merupakan tahap awal dalam mengumpulkan data
pada pasien Pada tahap pengkajian pada Tn “J” yang menjadi sumber
informasi dalam pengumpulan data adalah keluarga pasien.
Data yang didapatkan ada yang sesuai dengan tanda dan gejala
pada landasan teori Fraktur Tibia seperti pasien mengalami kelumpuhan
secara tiba – tiba.
B. Diagnosa Keperawatan
Dalam analisa kasus ini, kami mengangkat gangguan rasa nyaman
nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
oedema pada jaringan lunak sebagai masalah utama sesuai gejala yang
didapatkan pada pengkajian pasien, dan sesuai dengan landasan teori. Pada
diagnosa kedua kami angkat kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan rangka neuromuskular sesuai dengan kondisi pasien
pada saat kami kaji. Pada diagnosa ketiga kami angkat kecemasan
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi post operasi
sesuai dengan kondisi pasien pada saat kami kaji. Hal ini disebabkan
karena respon pasien / individu pada satu masalah berbeda – beda
tergantung apa yang dialami pada saat trauma terjadi. Sehingga dalam
penetuan diagnosa keperawatan ada kesenjangan antara konsep teori
dengan praktek di lapangan. Penentuan diagnosa disusun berdasarkan
kondisi Keperawatan Medikal Bedah pasien.
C. Rencana Keperawatan
Berdasarkan pada diagnosa keperawatan yang diangkat pada
analisa kasus Tn “J” diatas telah dibuat rencana keperawatan sesuai
dengan kondisi pasien pada saat pengkajian. Rencana keperawatan yang
telah dibuat sudah sesuai dengan rencana keperawatan pada landasan teori
yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaboratif, jadi tidak ditemukan
kesenjangan antara teori dan praktek. Perencanaan ditujukan pada pasien
dan keluarganya.
D. Implementasi Keperawatan
Pada tahap implementasi, rencana perawatan yang telah ditetapkan
telah dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, namun pada prinsipnya
tindakan yang dilakukan kadang tidak sesuai dengan prosedur dikarenakan
kondisi dan fasilitas yang ada. Jadi kami berkesimpulan bahwa ada
kesenjangan antara teori dan praktek .
E. Evaluasi
Evaluasi yang kami lakukan hanya pada saat klien berada diruang
ICU (Internal Care Unit). Rata-rata tindakan keperawatan yang telah
diberikan pada saat dievaluasi belum teratasi.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melaksanakan intervensi dan pembelajaran Gowa dibagian
ruang ICU ( Intensif Care Unit ) dengan diagnosa Fraktur Tibia, kami
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Dalam penerapan Asuhan keperawatan secara sistematis dari
pengkajian sampai evaluasi pada Tn “ J” dengan Fraktur Tibia
ditemukan tiga diagnosa keperawatan, dari semua diagnosa yang
diangkat sebagian masalah ada yang tidak teratasi.
2. Sesuai dengan teori pada pasien Fraktur Tibia terdapat tiga
diagnosa yang aktual
3. Berakhirnya praktik Diploma III di RSUD Syekh Yusuf Gowa
lebih khusus dalam penerapan Asuhan Keperawatan pada Tn “J”
tidak terlepas dari peranan pembimbing dalam memberikan
bimbingan secara terus – menerus juga antusias menyediakan
fasilitas yang dibutuhkan.
B. Saran
1. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan akan berhasil apabila ada
kerjasama yang baik antara sesama perawat, tim medis dan tenaga
kesehatan lainnya karena itu hendaknya kerjasama yang baik
senantiasa dipelihara dan terus dipertahankan
2. Agar proses keperawatan berlangsung dengan tepat dan benar
hendaknya pengadaan sarana penunjang / alat – alat dapat
disediakan sehingga dapat dimanfaatkan semaksimal dan seefektif
mungkin.
3. Disarankan kepada semua tenaga keperawatan agar meluangkan
waktu dan tenaga untuk melakukan dokumentasi keperawatan
setelah selesai melakukan tindakan sebagai bukti legal pelaksanaan
asuhan keperawatan profesional
4. Diharapkan kepada pembimbing agar terus meningkatkan intensitas
bimbingan dan komunikasi serta koordinasi yang lebih baik
sehingga mutu praktek keperawatan dari hari ke hari semakin
meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
 Dongoes, Marilyn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :
EGC.
 Rasjad, Suzanne C, Bare Brenda G. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
 Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.
Edisi III. Jakarta : EGC.
 http://www.google.com/

Anda mungkin juga menyukai