Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT OSTEOPOROSIS

KEPEDA TN. Y DIRUMAH RSUD KONAWE


RUANGAN MAWAR
TAHUN 2017

KARYA TULIS ILMIAH


Dianjurkan untuk memenuhi salah satu syarat Tugas Akhir
Pendidikan Diplomat III Keperawatan

Disusun oleh :

MADE APRIL WAHYUNI

NIM : 16.019

PROGRAM STUDI DIPLOMAT III KEPERAWATAN


PEMKAB KONAWE
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT OSTEOPOROSIS


KEPEDA TN. Y DIRUMAH RSUD KONAWE
RUANGAN MAWAR
TAHUN 2017

Diajukan oleh :
MADE APRIL WAHYUNI
NIM : 16.019

Telah diperiksa dan disetujui


Pada tanggal 08 oktober 2017

Pembimbing

( Ns. Haryati, M.kep, Sp. KMB )


NIK. 20054637
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT OSTEOPOROSIS


KEPEDA TN. H DIRUMAH RSUD KONAWE
RUANGAN MAWAR
TAHUN 2017

Karya tulis ilmiah

Disusun Oleh :
MADE APRIL WAHYUNI
NIM : 16.019

Telah dipertahankan di depan dewan penguji Ujian


akhir program diplomat III keperawatan
pada tanggal 08 oktober 2017

PENGUJI I PENGUJI II

(ALFIAN S.kep) (Ns. HARYATI, M.kep, Sp.KMB)

NIK : 20064543 NIK : 40086633

Tugas akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyarat


Untuk memperoleh gelar ahli madya keperawatan
Mengetahui

Ka. Akademi keperawatan Pemkab Konawe

YOSIN NGII, SKM.,M.Kes

NIP. 19710906 199103 2 00


RIWAYAT HIDUP

NAMA : Made Wahyuni Afrilianita


TEMPAT / TANGGAL LAHIR : Unaaha, 30 April 1998
AGAMA : HINDU
JENIS KELAMAIN : Perempuan
ALAMAT : Uepai

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD N 1 LANGGOMEA LULUS 2010


2. SMP N 1 UEPAI LULUS 2013
3. SMA N 1 UEPAI LULUS 2016
4. AKADEMI KEPERAWATAN ANGKATAN
2016
PEMKAB KONAWE
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadit tuhan yang maha kuasa karena
berkat, rahmat, dan Karunia-Nya, sehingga penulisan karya tulis ilmiah dengan
judul ‘’ ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT KEPEDA

OSTEOPOROSIS TN. Y DIRUMAH RSUD KONAWE


RUANGAN MAWAR TAHUN 2017 ‘’.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Yosin Ngii, selaku ketua Akademi keperawatan pemkab konawe yang
telah memberikan motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan kasus
ini
2. Ns. Haryati, M.kep, Kp. KMB selaku dosen pembimbing yang cermat
dan kesabaran serta memberikan masukan dan inspirasi dalam
bimbingan serta demi sempurnanya kasus ini.
3. Sutarmo St, selaku dosen penguji I yang telah memberikan kritik dan
saran bersifat membangun hingga tersusunnya karya tulis ilmiah ini.
4. Agus Mirwanto, S.kep selaku dosen penguji II yang telah memberikan
kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis selama ujian
berlangsung dan demi sempurnaan karya tulis ilmiah ini.
5. Semua dosen Akademi Keperawatan Pemkab Konawe, yang telah
memberikan bimbingan baik berupa materi, wawasan serta ilmu yang
bermanfaat dengan begitu sabar.
6. Perpustakaan akademi kepperawatan pemkab konawe yang telah
membantu dalam mendapatkan refrensi yang diperlukan dalam
penulisan karya tulis ilmiah ini.
7. Pihak RSUD konawe beserta staf keperawatan, khususnya diruangan
mawar yang telah memberikan ijin dan kesempatan bagi penulis untuk
pengambilan data guna penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
8. Ayah dan ibu, yang selalu memberikan Doa, motivasi, inspirasi,
dukungan dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan program
Studi Diplomat III Keperawatan.
9. Saudara dan keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan dalam
proses pendidikan.
10. Teman-teman mahasiswa akademi keperawatan pemkab konawe,
yang telah menjadi teman seperjuangan selama tiga tahun menempuh
pendidikan keperawatan dan dukungan serta doa dalaam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
INTISARI.................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... x


A. Latar Belakang ..............................................................................
B. Ruang Lingkup ..............................................................................
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................
1. Tujuan Umum .........................................................................
2. Tujuan Khusus ........................................................................
D. Manfaat penulisan .........................................................................
E. Metode penulisan ..........................................................................
F. Sistematika penulisan ....................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS ...............................................................
A. Konsep Dasar Medik .....................................................................
1. Pengertian ...............................................................................
2. Penyebab ................................................................................
3. Anatomi Fisiologi ...................................................................
4. Patofisiologi ............................................................................
5. Gambaran Klinis .....................................................................
6. Komplikasi ..............................................................................
7. Pemeriksaan Diagnostik ..........................................................
8. Penatalaksanaan Medik ...........................................................
B. Konsep Dasar Keperawatan ..........................................................
1. Pengkajiaaan ...........................................................................
2. Diagnosa..................................................................................
3. Perencanaan.............................................................................
4. Evaluasi ...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah


Lampiran 2 Surat Keterangan Selesai pengambilan Data
Lampiran 3 Asuhan Keperawatan
Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidup sehat, bugar, dan tetap aktif sekalipun di usia lanjut merupakan
dambaan banyak orang. Namun, seiting bertambahnya usia, fungsi organ tubuh
pun berangsur – angsur menurun dan berakibat timbulnya berbagai macam
penyakit. Masalah kesehatan pada usia lanjut yang sering di temui dan perlu
mendapat perhatian adalah penyakit osteoporosis. Osteoporosis atau
pengoroposan tulang memang rawan menyerang orang - orang berusia di atas 40
tahun, terutama pada kaum perempuan. Dari hasil penelitian di amerika serikat
pada orang berusia di atas 50 tahun, 1 dari 4 perempuan dan 1 dari 8 laki – laki
terkena osteoporosis. Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan
sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama
di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta
penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di
atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% persen klien penyakit osteoporosis adalah
wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi
(amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan
risiko terkena osteoporosis.
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki
risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit
osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak
mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia
lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-
2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5
juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Beberapa fakta seputar penyakit
osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis di
Indonesia adalah Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk
wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun
untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang
di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. Mereka. Satu dari tiga
perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau
keretakan tulang. Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit
osteoporosis. Berdasarkan data Depkes, jumlah klien osteoporosis di Indonesia
jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan klien osteoporosis terbesar ke 2
setelah Negara Cina.

B. Ruang Lingkup

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini hanya membatasi masalah


mengenai Asuhan Keperawatan pada klien Tn. Y dengan Osteoporosis,diruangan
mawar RSUD Konawe.
C. Tujuan Penulisan :
1. Tujuan Umum :
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses
pembelajaran mahasiswa dalam memahami dan mahasiswa mampu
memahami defenisi, etiologi, manifestasi klinis, klassifikasi,
penatalaksanaan medis dan keperawatan serta asuhan keperawatan dari
Osteoporosis.
2. Tujuan Khusus :
a. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan
osteoporosis.
b. Mampu melakukan masalah keperawatan yang muncul pada klien
dengan osteoporosis.
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan klien dengan
osteoporosis.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
osteoporosis.
e. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah di lakukan
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
kasus.
g. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung,penghambat,serta dapat
mencari solusi.
h. Mampu mengdokumentasikan asuhan keperawatan klien
dengan osteoporosis.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang asuhan
keparawatan (ASKEP). Menambah wawasan peneliti mengenai penyakit
osteoporosis itu sendiri.
2. Bagi petugas pelayanan kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada penderita dengan osteoporosis ,
sehingga dapat mengurangi tingkat kejadian penderita osteoporosis dan
meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan.
3. Bagi pasien/masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi
dan menambah pengetahuan tentang penyakit osteoporosis di masyarakat
sehingga dapat mengurangi/menekan angka kejadian penderita
osteoporosis.

E. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan study kasus yaitu dengan menggunakan proses keperawatan dengan
tahapan pengambilan data :
1. Wawancara langsung dengan tanya jawab pada klien, keluarga,
pembimbing.
2. Observasi yaitu dengan cara mengamati langsung pada saat melakukan
asuhan keperawatan
3. Pengkajian fisik sebelum melakukan perencanaan dan tindakan
keperawatan.
4. Study Dokumentasi yaitu melalui catatan medis/keperawatan
5. Study Pustaka melalui literature buku-buku keperawatan, kedokteran dan
media internet.

F. Sistematika Penulisan
Karya Tulis Ilmiah terdiri dari dua bab yang disusun secara sistematika
dengan urutan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, ruang lingkup, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode Penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan teori yang terdiri dua bagian yaitu :
1. konsep dasar medik tardiri dari Pengertian. Etiologi, anatomi
fisiologi, Patofisiologi, gambaran klinik, komplikasi, pemeriksaan
diagnostik dan penatalaksanaan medik.
2. Konsep dasar keperawatan terdiri dari Pengkajian Keperawatan,
Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan
Keperawatan, Evalusi Keperawatan
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep dasar medik


1. Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteoartinya
tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi,
osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai
sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai
gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang
yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development
Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan
sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan
mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan
resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis
adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang
mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang.
Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu
densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis yang biasa kita kenal dengan pengeroposan tulang
adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral
seperti kalsium dan fosft, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk
mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium
dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon
dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratoroid, hormon pertumbuhan,
kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosterone pada pria) Juga
persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap
kalsium dari makanan dan memasukkan kedalam tulang.
Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai
tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan
tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur
kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan
lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.(www.medicastore.com)
2. Etiologi
Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat
mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-
obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari
tulang. Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang sampai
tercapai kepadatan maksimal berjalan paling efisien sampai umur kita
mencapai 30 tahun.
Semakin tua usia kita, semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat.
Padahal, di usia tersebut, jaringan tulang yang hilang semakin banyak.
Penelitian memperlihatkan bahwa sesudah usia mencapai 40 tahun, kita
semua akan kehilangan tulang sebesar setengah persen setiap tahunnya.
Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi
negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause.
Faktor hormonal menjadi sebab mengapa wanita dalam masa
pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk menderita
osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon
estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam
mencegah hilangnya kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang
aktivitas osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam
merangsang osteoklas.
Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat hilangnya
massa tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran
cerna. Dengan demikian, kadar kalsium darah yang normal dapat
dipertahankan.
Semakin tinggi kadar kalsium di dalam darah, semakin kecil
kemungkinan hilangnya kalsium dari tulang (untuk menggantikan kalsium
darah). Penurunan kadar estrogen yang terjadi pada masa pascamenopause
membawa dampak pada percepatan hilangnya jaringan tulang. Resiko
osteoporosis lebih meningkat lagi pada mereka yang mengalami
menopause dini (pada usia kurang dari 45 tahun). Pada pria, hormon
testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal membantu
penyerapan kalsium. Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu
dimana testis berhenti memproduksi testosteron. Dengan demikian, pria
tidak begitu mudah/ beresiko kecil mengalami osteoporosis dibanding
wanita.
Selain estrogen, berbagai faktor yang lain juga dapat
mempengaruhi derajat kecepatan hilangnya massa tulang. Salah satu hal
yang utama adalah kandungan kalsium di dalam makanan kita.
Masalahnya, semakin usia kita bertambah, kemampuan tubuh untuk
menyerap kalsium dari makanan juga berkurang. Beberapa klasifikasi
etiologi dari Osteoporosis:
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat
kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup
besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia
bangsa kulit putuh Kaukasia. Jadi seseorang yang mempunyai
tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif
imun/tahanterhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di
samping faktor genetik. Bertambahnya beban akan menambah
massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan
respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan
dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya
terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada
otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus
istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa.
Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa
besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk
meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan
nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan
mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya
kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan,
disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
a. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia,
terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi
yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause,
dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan
mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang
mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik,
menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas,
bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara
masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya.
Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya
akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi
melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan
kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
b. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan
mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui
urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya
protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain.
Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut
akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor
tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir
dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium
yang negatif.
c. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
d. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok
terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein
dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
e. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan.I ndividu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan
masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
a. Osteoporosis pascamenopause
terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau
lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun
sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah
meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang
sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah
menopause.
b. Osteoporosis senilis
kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan
tulang baru (osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih
sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis
dan pasca menopause.
c. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami
osteoporosis sekunder
yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan
kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal)
serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti
kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
d. Osteoporosis juvenil idiopatik
merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang.

3. Anatomi Fisiologi tulang

Seperti yang telah kita ketahui pada bagian apa yang terjadi secara normal
? tulang anda secara konstant mengalami peremajaan jaringan tulang lama di
rombak dan tulang baru di bentuk untuk menggantikan nya. Kedua proses ini di
kenal sebagai remodelling atau regenerasi tulang, dan di sebabkan oleh aksi dua
jenis sel yang berbeda dalam tulang.

a. Osteoklast
Merombak tulang dengan menggunakan asam dan enzim (suatu
proses yang secara teknik dikenal sebagai resorpsi tulang). Enzim
merupakan protein mempercepat reaksi kimia.
b. Osteoblast
Menghasilkan tulang baru untuk menggantikan tulang lama yang di
rombak oleh osteoklast (pembentukan tulang) Saat anda mencapai usia 35
tahun, kepadatan tulang anda mulai menurun karena kecepatan
pembentukan tulang. Selanjutnya, jelaslah bahwa saat anda bertambah tua
maka kepadatan tulang secara alamiah akan menurun di bawah tingkat
kepadatan sebagai orang dewasa muda yang sehat akan tetapi, bila
perbedaan ini menjadi bertambah besar (yaitu kepadatan tulang anda
menurun lebih rendah lagi) maka anda disebut mengalami osteopenia atau
kepadatan tulang rendah. Bila perbedaan ini menjadi bertambah besar
maka anda mengalami osteoporosis Tulang kortikal yang padat maupun
tulang trabekular berspons mengandung suatu matriks yang hampir
seluruhnya di susun oleh serabut kolagen. Kolagen merupakan serabut
putih yang tidak dapat di renggangkan yang memiliki kekuatan tegangan
yang besar (dengan kata lain kuat saat anda tarik). Akan tetapi agar tulang
anda memiliki kompresi (tekanan) sebaik mungkin (dengan kata lain, kuat
saat anda dorong), matriks ini harus di perkuat oleh sejumlah garam
tulang. Ini merupakan sumber kalsium dan fosfat keduanya merupakan
komponen esensial dari garam tulang utama (dikenal sebagai
hidroksiapatit). Sebagian besar makanan mengandung jumlah fosfat yang
cukup sehingga lebih umum terjadi kekurangan kalsium atau vitamin D
yang dapat menurunkan kekuatan tulang daripada kekuatan fosfat.
Vitamin D di perlukan tubuh agar dapat menyerap kalsium dari makanan
di dalam usus. Sebagaian besar vitamin D di buat di kulit anda dengan
adanya paparan sinar matahari tetapi tetap membutuhkan suplemen
vitamin D dari makanan

4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi
suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu
proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan
dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar daripada
proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan
keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis,
pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan peride
konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau
penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang
bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang
bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun
pria akan mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5%
setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa
pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut
pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause,
proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause
massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita
penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini
berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.

Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan


massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut:
metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang
lain, misalnya: tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses
tersebut secara lambat.

Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan


mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian
korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak
normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang
tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka
terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Saat-saat
inilah merupakan masalah bagi para klinisi.

Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus


osteoporosis adalah vertebra, paha bagian prosimal dan radius bagian distal.
Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai sebab, akan tetapi yang paling
sering dan paling banyak dijuumpai adalah osteoporosis oleh karena
bertambahnya usia.

5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
b. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
c. Nyeri timbul mendadak.
d. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian
tubuh yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan
vertebra.
e. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
f. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas atau karena suatu pergerakan yang salah.
g. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkanpenurunan tinggi badan, Hal
ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada
vertebra. Tulang Lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh
tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling
serius adalah patah tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi
karena adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan
pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles, Pada penderita
osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami secara perlahan.

6. Komplikasi
a. Fraktur pangkal paha, pergelangan tangan, kolumna vertebralis dan
panggul.
b. Hospitalisasi, penempatan di nursing home dan penurunan kemampuan
untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dapat terjadi setelah fraktur
osteoporosis.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak
sensitif. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah
penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan
tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-
frame vertebra.
b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan
untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita
osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah
-2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan
tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai
BMD berada diatas nilai -1. Beberapa metode yang digunakan untuk
menilai densitas massa tulang:
1) Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai
energi photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi
kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang
yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal
radius dan kalkaneus.
2) Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA.
Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon
dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang
dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai
untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang
mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah
leher femur dan vetrebrat
3) Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena
mengukur densitas tulang secara volimetrik.
c. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer
dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah
yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas
serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai
arsitektur trabekula.
e. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa
kelainan metabolisme tulang.
f. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks
dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
g. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral
vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra
atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
h. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.
8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang. Semua


wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan
vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pascamenopause yang
menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama
dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan
penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.

a. Terapi hormon pengganti bagi osteoporosis


Terapi hormon pengganti di pakai untuk pengobatan dengan
estrogen dengan progesteron di buat oleh indung telur dan jumlahnya
menurun selama menupause. Estrogen yang di gunakan dalam THP
adalah estrogen alami sedangkan yang dipakai untuk kontrasepsi
adalah sintetik dan lebih kuat. Karena progesteron alami sulit di
berikan lewat oral (terurai dalam saluran pencernaan) dan mempunyai
efek samping, bentuk sintesis yang di bentuk di gunakan dalam THP.
Jika THP gabungan di berikan progesteron biasa di berikan selama 10-
14 hari dari siklus 28 hari dan estrogen selama 21-28 hari
b. Terapi non-hormonal bagi osteoporosis
1) Bisfosfonat
Golongan obat sintesis untuk terapi osteoporosis. Efek
utamanya untuk menonaktifkan sel-sel penghancur tulang sehingga
penurunan masa tulang dapat di cegah
2) Etidronat
Adalah preparat bisfosfonat pertama yang di gunakan untuk
mengatasi osteoporosis. Preparat ini diberikan dalam siklus 90 hari
bersama kalsium dalam bentuk didronel PMO.
3) Alendronat
Alendronat jarang menimbulkan efek samping,namun bisa
timbul diare,rasa sakit dan kembung pada perut dan gangguan pada
tenggorokan atau esofagus.tablet alendronat harus diminum dengan
benar sesuai ketentuan untuk menekan risiko gangguan
tenggorokan.
4) Vitamin D
Vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang.vitamin D
meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus sehingga cukup
tersedia kalsium untuk tulang.terdapat dua bentuk vitamin D
dengan efek yang sama atau serupa yaitu D3 yang dibuat dalam
kulit saat terkena sinar matahari dan vitamin D2 yang dioeroleh
dari makanan.vitamin D bisa diberikan peroral atau suntikan.dalam
bentuk tablet dosis yang dianjurkan adalah 800 international units
perhari.
5) Kalsitriol
Kalsitriol terbukti mencegah hilangnya massa tulang dan
mengurangi resiko patah tulang belakang,diberikan dalam bentuk
tablet dengan dosis 0,25 mg perhari.daya kerjanya yang kuat
mungkin menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah dan
urin.
B. Konsep dasar keperawatan
a. Pengkajian
1) Riwayat kesehatan.
Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien
osteoporosis. Kadang- kadang keluhan utama mengarahkan ke
diagnosa ( mis., fraktur colum femoris pada osteoporosis). Faktor
lain yang diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid,
fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi
badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan
kalsium, fosfat dan vitamin D, latihan yang teratur dan bersifat
weight bearing.
Obat-obatan yang diminum pada jangka panjang harus
diperhatikan seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan,
antasid yang mengandung aluminium, natrium flourida dan
etidronat bifosfonat, alkohol dan merokok merupakan faktor risiko
terjadinya osteoporosis. Penyakit lain yang harus dipertanyakan
dan berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal,
saluran cerna, hati, endokrin, dan insufiensi pankreas.
Riwayat haid, usia menarke dan menopause, penggunaan obat
kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan
osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakit
tulang metabolik yang bersifat herediter.
2) Pengkajian psikososial.
Gambaran klinis pasien dengan osteoporosis adalah wanita
pascamenopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan
faktor predisposisi adanya fraktur multiple karena trauma. Perawat
perlu mengkaji konsep diri klien terutama citra diri, khususnya
klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi
sosial karena perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, tidak
mampu duduk di kursi, dan lain-lain. Perubahan seksual dapat
terjadi karena harga diri atau tidak nyaman selama posisi
interkoitus. Osteoporosis dapat menyebabkan fraktur berulang
sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada
klien.
3) Pola aktifitas sehari-hari.
Pola aktifitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah
raga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan,
mandi, dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik
dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olah raga dapat
mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan
aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh.
Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf
dan muskulosekeletal. Beberapa perubahan yang terjadi
sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility
(kemampuan gerak cepat dan lancar) menurun, stamina menurun,
koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi
ketrampilan motorik halus) menurun.

b. Diagnosa keperawatan
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
a) Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
b) Konstipasi yang berhubungan dengan imobilitasi atau terjadinya
ileus (obstruksi usus)
c) Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang
osteoporotik
c. Intervensi Keperawatan
1) Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya oeteoporosis.
2) Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3) Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup
seperti Pengurangan kafein, sigaret dan alkohol, hal ini dapat
membantu mempertahankan massa tulang.
4) Anjurkan Latihan aktivitas fisik yang mana merupakan kunci
utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang
tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
5) Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin
D, sinar matahari dan latihan yang memadai untuk meminimalkan
efek oesteoporosis.
6) Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan
obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek
samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien
sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk
mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan
cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu
ginjal.
7) Bila diresepkan HRT, pasien harus diajar mengenai pentingnya
skrining berkala terhadap kanker payudara dan endometrium.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Data demografi
Nama : Tn. Y
Umur : 58 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. Y umur 58 tahun datang dengan keluhan ngilu pada sendi yang
seringdirasakannya sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah
dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu, namun Tn. Y tidak
memperdulikannya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Klien terlihat bungkuk (kifosis), penurunan berat badan,
perubahan gaya berjalan.
b. Palpasi
Klien merasakan nyeri saat dilakukan palpasi pada area punggung.
4. Riwayat Psikososial
Klien cemas untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berat.
5. Hasil pemeriksaan laboratorium
BMD T-score -3

6. Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif Masalah


keperawatan

1.Klien mengatakan1. Klien mengalami Nyeri


ngilu di bagian sendi menopause sejak 6
sejak beberapa tahun tahun yang lalu.
lalu, namun Tn. Y
tidak 2. Riwayat penggunaan
mempedulikannya. KB hormonal dengan
Sejak kurang lebih tiga metode pil.
bulan yang lalu, ngilu
di tubuhnya tak3. Wajah klien terlihat
kunjung hilang meringis.

4. Sering terlihat
2.Klien mengatakanba
memegang area yang
nyak beraktifitas
sakit
duduk karena dulu
dirinya bekerja sebagai
staf administrasi

3.Klien
mengatakan tidak suka
olahraga karena tidak
sempat.

4.Klien mengatakan
terasa sakit pada sendi
ketika berjalan

5.Klien mengatakan
aktivitas sehari-hari
terhambat

6.Skala nyeri 7

1.Klien mengatakan1. Tn. Y umur 58 tahun Mobilitas


ngilu di bagian sendi2. Hasil fisik
sejak beberapa tahun rongent menunjukkan
lalu, Tn. Y tidak
bahwa Tn Y
mempedulikannya.
Sejak kurang lebih tiga menderita
bulan yang lalu, ngilu osteoporosis.
di tubuhnya tak3. Hasil BMD T-score -
kunjung hilang.
3.
4. Hasil darah lengkap
2.Klien mengatakanba
nyak beraktifitas dalam.
duduk karena dulu5. Pemeriksaan TB 165
dirinya bekerja sebagai cm, BB 76 kg.
staf administrasi dan6. Kifosis
tidak suka olahraga
karena tidak sempat.

3.Klien mengatakan
terasa sakit pada sendi
ketika berjalan.

4.Klien mengatakan
aktivitas sehari-hari
terhambat

1.Klien mengatakan1. Klien terlihat sangat Resiko


merasakan ngilu saat berhati-hati berjalan. cedera
beraktivitas yang2. Klien terlihat kifosis
berat. ( bungkuk)
3. Hasil rongent menun
jukkan bahwa Tn.
Y menderita
osteoporosis
4. Hasil BMD T-score -
3.
1.Klien mengatakan1. Ny. S umur 58 tahun Kurang
ngilu di bagian sendi2. Riwayat kesehatan pengetahuan
sejak beberapa tahun sebelumnya diketahui
lalu, namun Tn. Y bahwa klien tidak
tidak pernah mengalami
mempedulikannya. penyakit seperti DM
Sejak kurang lebih tiga dan hipertensi dan
bulan yang lalu, ngilu tidak pernah dirawat
di tubuhnya tak di RS.
kunjung hilang 3. Riwayat penggunaan
KB hormonal dengan
2.Klien mengatakan metode pil.
dirinya tidak suka4. Pendidikan Terakhir
minum susu sejak usia Klien SMA
muda dan tidak
menyukai makanan
laut.

3.Klien beranggapan
bahwa keluhan yang
dirasakannya karena
usianya yang
bertambah tua.

4.Klien mengatakan
banyak beraktifitas
duduk karena dulu
dirinya bekerja sebagai
staf administrasi dan
tidak suka olahraga
karena tidak sempat.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur, spasme otot,


deformitas tulang
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengandisfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai
dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien
tampak gelisah

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Etiologi Intervensi Rasionalisasi


Keperawatan Keperawatan
Nyeri Penurunan 4.
massa Pantau 5. tulang dalam
berhubungan tulang / tingkat nyeri peningkatan
dengan dampak osteoporosis pada jumlah
sekunder dari punggung, trabekular,
fraktur, spasme nyeri pembatasan
otot, deformitas terlokalisasi gerak spinal.
Fraktur vertebra
tulang atau menyebar
pada abdomen
6. Alternatif
atau pinggang. lain untuk
5. Ajarkan mengatasi
Deformitas
pada klien nyeri,
Vertebra
tentang pengaturan
alternative lain posisi,
untuk kompres

Teregangnya mengatasi dan hangat dan


ligamentum dan mengurangi sebagainya.
otot/ spasme otot rasa nyerinya.7. Keyakinan
6. Kaji obat- klien tidak
obatan untuk dapat
Nyeri mengatasi menoleransi
nyeri. obat yang
5. Rencanakan adekuat atau
pada klien tidak adekuat
tentang untuk
periode mengatasi
istirahat nyerinya.
adekuat
dengan 8. Kelelahan
berbaring dan keletihan
dalam posisi dapat
telentang menurunkan
selama kurang minat untuk
lebih 15 menit aktivitas
sehari-hari.
Hambatan Penurunan massa 2. Kaji tingkat1. Dasar untuk
mobilitas fisik tulang / kemampuan memberikan
berhubungan osteoporosis klien yang alternative dan
dengandisfungsi masih ada. latihan gerak
sekunder akibat yang sesuai
perubahan skeletal 3. Rencanakan dengan
(kifosis), nyeri tentang kemapuannya.
Fraktur vertebra
sekunder atau pemberian 2. Latihan akan
fraktur baru. program meningkatkan
latihan: pergerakan
· Bantu klien otot dan
Deformitas jika stimulasi
Vertebra diperlukan sirkulasi darah
latihan
· Ajarkan
klien tentang
aktivitas hidup
Bungkuk sehari hari
yang dapat
· Aktifitas
dikerjakan hidup sehari-
· Ajarkan hari secara
pentingnya mandiri
Hambatan
latihan. · Dengan
mobilitas fisik
5. Bantu latihan fisik:
kebutuhan
untuk · Masa otot
beradaptasi lebih besar
dan sehingga
melakukan memberikan
aktivitas hidup perlindungan
sehari hari, pada
rencana osteoporosis
okupasi . · Program
6. Peningkatan latihan
latihan fisik merangsang
secara pembentukan
adekuat: tulang
· dorong
latihan dan
hindari · Gerakan
tekanan pada menimbulkan
tulang seperti kompresi
berjalan vertical dan
fraktur
· instruksikan vertebra.
klien untuk
latihan selama
kurang lebih
30menit dan
selingi dengan
istirahat
dengan
berbaring
selama 15
menit
· hindari
latihan fleksi,
membungkuk
tiba– tiba,dan
penangkatan
beban berat

Risiko cedera Penurunan massa 2. Ciptakan 2. Menciptakan


berhubungan tulang/osteoporosis lingkungan lingkungan
dengan dampak yang bebas yang aman
sekunder Resiko cedera dari bahaya: dan
perubahan skeletal · Tempatkan mengurangi
dan klien pada risiko
ketidakseimbangan tempat tidur terjadinya
tubuh. rendah. kecelakaan.
· Amati
lantai yang
membahayaka
n klien.
· Berikan
penerangan
yang cukup
· Tempatkan
klien pada
ruangan yang
tertutup dan 3. Ambulasi
mudah untuk yang
diobservasi. dilakukan
· Ajarkan tergesa-gesa
klien tentang dapat
pentingnya menyebabkan
menggunakan mudah jatuh.
alat pengaman
di ruangan.
3. Berikan
dukungan
ambulasi
sesuai dengan
kebutuhan: 6. Penarikan
· Kaji yang terlalu
kebutuhan keras akan
untuk menyebabkan
berjalan. terjadinya
· Konsultasi fraktur.
dengan ahli
7. Pergerakan
therapist. yang cepat
· Ajarkan akan lebih
klien untuk memudahkan
meminta terjadinya
bantuan bila fraktur
diperlukan. kompresi
· Ajarkan vertebra pada
klien untuk klien
berjalan dan osteoporosis.
keluar 8. Diet kalsium
ruangan. dibutuhkan
5. Bantu klien untuk
untuk mempertahank
melakukan an kalsium
aktivitas hidup serum,
sehari-hari mencegah
secara hati- bertambahnya
hati. kehilangan
6. Ajarkan tulang.
pada klien Kelebihan
untuk berhenti kafein akan
secara meningkatkan
perlahan, tidak kalsium dalam
naik tanggga, urine. Alcohol
dan akan
mengangkat meningkatkan
beban berat. asidosis yang
meningkatkan
8. Ajarkan resorpsi tulang
pentingnya
diet untuk8. Rokok dapat
mencegah meningkatkan
osteoporosis: terjadinya
· Rujuk klien asidosis.
pada ahli gizi9. Obat-obatan
· Ajarkan seperti
diet yang diuretic,
mengandung fenotiazin
banyak dapat
kalsium menyebabkan
· Ajarkan pusing,
klien untuk megantuk, dan
mengurangi lemah yang
atau berhenti merupakan
menggunakan predisposisi
rokok atau klien untuk
kopi jatuh.
9. Ajarkan
tentang efek
rokok
terhadap
pemulihan
tulang
10. Observasi
efek samping
obat-obatan
yang
digunakan

Kurang Postmenopause, 4. Kaji ulang2. Memberikan


usia lanjut
pengetahuan proses dasar
mengenai proses penyakit dan pengetahuan
osteoporosis dan harapan yang dimana klien
program terapi akan datang dapat
Penurunan hormon
yang berhubungan membuat
inhibitor osteoclast
dengan kurang (estrogen, 4. Ajarkan pilihan
informasi, salah kalsitonin) pada klien berdasarkan
persepsi ditandai tentang faktor- informasi.
dengan klien faktor yang
5. Informasi
mengatakan mempengaruh yang diberikan
kurang ,mengerti Penigkatan i terjadinya akan membuat
tentang osteoclast osteoporosis klien lebih
penyakitnya, klien 5. Berikan memahami
tampak gelisah pendidikan tentang
Penurunan massa kepada klien penyakitnya
tulang/osteoporosis mengenai efek 6. Suplemen
samping kalsium
Kurang penggunaan ssering
pengetahuan obat mengakibatka
n nyeri
lambung dan
distensi
abdomen
maka klien
sebaiknya
mengkonsums
i kalsium
bersama
makanan
untuk
mengurangi
terjadinya efek
samping
tersebut dan
memperhatika
n asupan
cairan yang
memadai
untuk
menurunkan
resiko
pembentukan
batu ginjal

D. IMPLEMENTASI
No Tanggal No IMPLEMENTASI Respon Ttd
Dx
kep
1 1 1. memantau tingkat Pasien
nyeri pada kooperatif
punggung, nyeri dan mau
melakikan
terlokalisasi atau
menyebar pada
abdomen atau
pinggang.
5.
2. mengajarkan pada
klien tentang
alternative lain untuk
mengatasi dan
mengurangi rasa
nyerinya.
3. mengkaji obat-
obatan untuk
mengatasi nyeri.
4. Rencanakan pada
klien tentang periode
istirahat adekuat
dengan berbaring
dalam posisi
telentang selama
kurang lebih 15
menit

2 1. mengkaji tingkat Pasien


kemampuan klien kooperatif
yang masih ada. dan mau
2. rencanakan tentang melakukan
pemberian program
latihan:
3. membantu klien jika
diperlukan latihan
4. mengajarkan klien
tentang aktivitas
hidup sehari hari
yang dapat
dikerjakan
5. mengajarkan
pentingnya latihan.
6. membantu
kebutuhan untuk
beradaptasi dan
melakukan aktivitas
hidup sehari hari,
rencana okupasi .
7. meningkatan latihan
fisik secara adekuat:
8. mendorong latihan
dan hindari tekanan
pada tulang seperti
berjalan
9. menginstruksikan
klien untuk latihan
selama kurang lebih
30menit dan selingi
dengan istirahat
dengan berbaring
selama 15 menit
10. menghindari latihan
fleksi, membungkuk
tiba–tiba,dan
penangkatan beban
berat

3 1. menCiptakan Pasien
lingkungan yang kooperatif
bebas dari bahaya: dan mau
2. menempatkan klien melakukan
pada tempat tidur
rendah.
3. mengamati lantai
yang membahayakan
klien.
4. memberikan
penerangan yang
cukup
5. menempatkan klien
pada ruangan yang
tertutup dan mudah
untuk diobservasi.
6. mengajarkan klien
tentang pentingnya
menggunakan alat
pengaman di
ruangan.
7. memberikan
dukungan ambulasi
sesuai dengan
kebutuhan:
8. mengkaji kebutuhan
untuk berjalan.
9. mengkonsultasi
dengan ahli therapist.
10. mengajarkan klien
untuk meminta
bantuan bila
diperlukan.
11. mengajarkan klien
untuk berjalan dan
keluar ruangan.
12. memBantu klien
untuk melakukan
aktivitas hidup
sehari-hari secara
hati-hati.
13. mengajarkan pada
klien untuk berhenti
secara perlahan,
tidak naik tanggga,
dan mengangkat
beban berat.
14. mengajarkan
pentingnya diet
untuk mencegah
osteoporosis:
15. merujuk klien pada
ahli gizi
16. mengajarkan diet
yang mengandung
banyak kalsium
17. mengajarkan klien
untuk mengurangi
atau berhenti
menggunakan rokok
atau kopi
18. mengajarkan tentang
efek rokok terhadap
pemulihan tulang
19. mengajarkan
pentingnya diet
untuk mencegah
osteoporosis:
20. merujuk klien pada
ahli gizi
21. mengajarkan diet
yang mengandung
banyak kalsium
22. mengajarkan klien
untuk mengurangi
atau berhenti
menggunakan rokok
atau kopi
23. mengajarkan tentang
efek rokok terhadap
pemulihan tulang
24. mengobservasi efek
samping obat-obatan
yang digunakan

4 1. mengkaji ulang Pasien


proses penyakit dan kooperatif
harapan yang akan dan mau
datang melakukan
2. mengajarkan pada
klien tentang faktor-
faktor yang
mempengaruhi
terjadinya
osteoporosis
3. memberikan
pendidikan kepada
klien mengenai efek
samping penggunaan
obat

E. EVALUASI

NO TANGGAL DX EVALUASI Nama Dan Ttd


Perawat
1 S : klien mengatakan
nyerinya berkurang
O : keadaan klien
sedang
A : masalah teratasi
P: pertahankan
Intervensi
2 S : klien mengatakan
masih sulit bergerak
O : klien tampat sulit
bergerak
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi

3 S : klien mengatakan
rentan jatuh jika
memaksakan bergerak
O : klien terlihat sulit
bergerak dan dan
beresiko jatuh
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi

4 S : klien mengatakan
sudah mengerti tentang
proses osteoporosis
O : terliahat klien
memahami penyakitnya
itu terlihat dengar klien
kooperatif dalam
menjalani terapi
pengobatan
A : teratasi
P : petahankan
Intervensi
BAB IV

PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas laporan studi kasus yang akan di uraikan
sesuaidengan tahap dalam proses keperawatan, serta membahas masalah
kesenjangan antarateori dan kenyataan (kasus) yang di peroleh selama melakukan
perawatan pada klien Tn ”Y” Dengan Gangguan Sistem Perkemihan diruangan
mawar BLUD RS KONAW

Dalam melakukan asuhan keperawatan telah di terapkan proses


keperawatansesuai teori yang ada. Dimana proses keperawatan yang mempunyai
4 tahap yaitu :pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian
Berdasarkan hasil dari pengkajian melalui pengumpulan data didapatkana.
A. Klien mengatakan ngilu di bagian sendi sejak beberapa tahun lalu,
namun Ny. S tidak mempedulikannya. Sejak kurang lebih tiga bulan
yang lalu, ngilu di tubuhnya tak kunjung hilang
B. Klien mengatakan banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya
bekerja sebagai staf administrasi
C. Klien mengatakan tidak suka olahraga karena tidak sempat.
D. Klien mengatakan terasa sakit pada sendi ketika berjalan
E. Klien mengatakan aktivitas sehari-hari terhambat

Sedangkan menurut teori pada klien terdapat gejala: penurunan tinggi


badan, lordosis, nyeri pada tulang atau praktur, biasanya pada petebra, pingul atau
lengan bagian bawah dan depormitas tulang. Berdasarkan hal tersebut diatas tidak
terjadi kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ada di lapangan. Hal ini
karena data yang terdapat dalam teori ditemukan juga pada kasus.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisis data yang penulis lakukan bahwa diagnosa
keperawatanyang didapatkan pada Tn. “Y” dengan “Infeksi saluran
kemih“ adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur,
spasme otot, deformitas tulang
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengandisfungsi
sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau
fraktur baru.
c. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan
skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
d. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah

Sedangkan menurut teori, bahwa diagnosa keperawatan yang lazim


muncul pada pasien Infeksi saluran kemih adalah :
a. Nyeri b.d fraktuk dan spasimen otot
b. Kurusakan mobilisasi fisik b.d gangguang muskuluskeletal,
penurunan kekuatan otot
c. Resiko jatuh

Berdasarkan hal tersebut tidak terjadi kesenjangan antara teori dan


kenyataan dilapangan.

3. Perencanaan
a. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur, spasme otot,
deformitas tulang
1) Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi atau
menyebar pada abdomen atau pinggang.
2) Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan
mengurangi rasa nyerinya.
3) Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri.
4) Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat
dengan berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih
15 menit
Pada rencana tindakan diatas tidak terjadi kesenjangan dimana rencana
tindakan yang ada di teori dilakukan pada kasus.

Pada rencana tindakan diatas terjadi kesenjangan dimana di teori tidak dite
mukan diagnosa insomnia sedangkan di kasus ditemukan adanyainsomnia.

a. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan at


aunokturia) yang berhubunganm dengan ISK.
Intervensi : Ukur dan catat urine setiap kali berkemih.
Rasional : Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan
untuk mengetahui input/out put
1) Anjurkan untuk berkemih setiap 3 jam
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam
vesika urinaria
2) Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
3) Bantu klien ke kamar kecil,
memakai pispot/urinalUntuk memudahkan klien di dalam
berkemih.
4) Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
agar klien tidak sukar untuk berkemih.
b. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya
informasi tentangproses penyakit, metode pencegahan, dan
instruksi perawatan di rumah. Intervensi :
a) Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
b) Rencanakan tentang pemberian program latihan:
c) Bantu klien jika diperlukan latihan
d) Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari hari yang
dapat dikerjakan
e) Ajarkan pentingnya latihan.
f) Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan
aktivitas hidup sehari hari, rencana okupasi .
g) Peningkatan latihan fisik secara adekuat:
h) dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti
berjalan
i) instruksikan klien untuk latihan selama kurang lebih
30menit dan selingi dengan istirahat dengan berbaring
selama 15 menit
j) hindari latihan fleksi, membungkuk tiba– tiba,dan
penangkatan beban berat

Pada rencana tindakan diatas tidak terjadi kesenjangan di mana


rencanatindakan yang ada dalam teori dilakukan pada kasus.

e. Implementasi

Pada tahap implementasi, tindakan keperawatan dilakukan


berdasarkanperencanaan yang telah ditetapkan.pelaksanaan tindakan keperawatan
pada Ny”N” dilakukan dalam bentuk :

a. Tindakan mandiri
b. Observasi.
c. Kolaborasi
f. Evaluasi

Dalam pelaksanaan semua diagnosa teratasi, yakni :

a. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur, spasme otot,


deformitas tulang
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengandisfungsi sekunder
akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
c. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan
skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
d. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai
dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien
tampak gelisah
BAB V

PENUTUP
Setelah menguraikan tinjauan teori dan tinjauan kasus sertaperbandingan dari
keduanya dalam penerapan Asuhan Keperawatan pada Klien Ny “N“Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan: Infeksi Saluran Kemih diRuang Perawatan Gelatik
RS. Bhayangkara Makassar dari tanggal 04-06Agustus 2011,
maka penulis dapat menarik kesimpulan dan saran-saran:

A. Kesimpulan
1. Pada pengkajian infeksi saluran kemih, ada perbedaan antara teori
dengankenyataan yang ada di lapangan. Hal ini karena data yang
terdapat dalamteori tidak ditemukan pada kasus. Demikian pula
sebaliknya.
2. Terdapat satu diagnosa dalam teori namun tidak ditemukan di
lapanganadalah kelebihan volume cairan b/d mekanisme regulatori
(gagal ginjal)dengan retensi urine, Hal ini terjadi karena setiap
individu berbeda satusama lain dalam merespon suatu penyakit
sehingga diagnosa yangdidapatkan dalam teori tidak semuanya
bisa diangkat sebagai diagnosayang akan dikaji, tentunya dengan
melihat kenyataan yang ada dilapangan.
3. Semua intervensi keperawatan pada kasus dapat
diimplementasikan. Halini disebabkan karena klien dan keluarga
sangat kooperatif pada saatimplementasi.
4. Semua masalah yang ditemukan pada kasus dapat teratas dalam 3
hari.
B. Saran
a) Untuk mencegah masalah keperawatan yang berkelanjutan
diharapkanperawatan secara komprehensif terhadap kasus infeksi
saluran kemih.
b) Perlunya ditingkatkan pelayanan yang cepat untuk menghindari
infeksisilang dan gangguan kebutuhan psikologis sehingga klien
dan keluargamerasa nyaman dengan pelayanan di diberikan.
c) Sebagai perawat hendaknya lebih dekat dengan pasien dan
keluarganyaserta mengerti masalah sehingga dapat melakukan
asuhan keperawatansecara menyeluruh.
d) Untuk mengetahui efektifnya asuhan keperawatan klien dengan
infeksisaluran kemih, hendaknya kegiatan evaluasi dilakukan
secara baik danterus menerus dan menggunakan teknik sistem
komunikasi asuhankeperawatan, dengan menggunakan standar,
kriteria dan keberhasilan danmodifikasi rencana keperawatan
sesuai dengan masalah yang ada untuk mengetahui perkembangan
klien.
e) Perawatan dengan pengobatan beriringan karena
bagaimanapunteraturnya pengobatan tanpa perawatan yang
sempurna, makapenyembuhan yang diharapkan tidak akan
tercapai. Oleh karena ituperlu diberi penjelasan pada orang tua atau
keluarga mengenai

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengandisfungsi sekunder


akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah

Anda mungkin juga menyukai