Anda di halaman 1dari 4

PENGELOLAAN NUTRISI AGAR TETAP TERSEDIA BAGI TANAMAN

Ketersediaan N, P, K, Ca, dan Mg dalam tanah gambut umumnya rendah, meskipun pada
umumnya kandungan N, P, K total tinggi (Wong et al., 1986 cit. Mutalib et al., 1991). Sebagian
besar N, P, K total dalam gambut berada dalam bentuk organik (Stevenson and Fitch, 1986;
Andriesse 1988). Tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk anorganik sehingga N, P, dan K
yang ada di gambut tidak dapat terserap oleh tanaman.
Selain hara makro, lahan gambut juga kahat unsur mikro seperti Cu, Zn, Fe, Mn, B, dan
Mo. Kadar unsur Cu, Bo, dan Zn di lahan gambut umumnya sangat rendah dan seringkali terjadi
defisiensi (Wong et al., 1986 cit. Mutalib et al., 1991). Pembentukan senyawa organik-metalik
menyebabkan unsur mikro tidak atau kurang tersedia (Spark et al., 1997). Keberadaan asam-asam
karboksilat dan fenolat dalam gambut berfungsi sebagai pengikat logam (Saragih, 1996 cit. Dariah
et al., 2014). Tingginya kadar asam fenolat menyebabkan tanah gambut kahat Cu (Sabiham et al.,
1997). Ketersediaan hara Cu dan Zn yang rendah pada tanah gambut juga dapat disebabkan pH
yang rendah.
Lahan gambut dapat diperbaiki melalui pemberian amelioran. Amelioran atau pembenah
tanah merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk memperbaiki lingkungan akar
bagi pertumbuhan tanaman. Pemberian amelioran dimaksudkan sebagai sumber hara, mengurangi
kemasaman tanah dan sebagai sumber pengikat atau penjerap kation-kation yang tercuci ke daerah
lain akibat pengaturan tata air. Bahan amelioran terdiri atas: tanah mineral, gulma tanaman
pertanian, pupuk kandang (pukan) ayam, kapur dolomit, dan purun tikus (Eleocharis dulcis) yang
merupakan jenis rumput spesifik di lahan rawa pasang surut (Maftu’ah et al., 2013). Selain itu,
amelioran yang digunakan dapat berupa berbagai jenis kapur, lumpur, pupuk kompos maupun abu.
Pemberian amelioran berupa pupuk kandang dan pupuk kompos kurang mampu
meningkatkan tingkat kemasaman tanah, oleh karena itu dalam pengaplikasiannya dikombinasikan
dengan beberapa jenis kapur seperti dolomit untuk meningkatkan tingkat kemasaman tanah.
Pemberian pukan ayam yang dikombinasikan dengan dolomit lebih efektif dalam meningkatkan
pH tanah gambut. Penambahan dolomit dalam bahan amelioran dapat menurunkan tingkat
kemasaman tanah, memperbaiki imbangan unsur hara sehingga unsur hara dapat diserap oleh
tanaman (Brown et al., 2007). Tingkat kemasamaan tanah yang ideal bagi ketersediaan hara di
lahan gambut ialah 5,5 (Lucas & Davis cit Setiadi B, 1995 cit. Najiyati et al., 2005). Pengapuran
juga dapat menyumbangkan ion Ca2+ sehingga akan terbentuk kompleksasi dengan asam humat
(Maftu’ah et al., 2013). Penambahan kapur dengan dosis berlebih dapat memacu dekomposisi
lignin dari bahan gambut yang menghasilkan asam fenolat, humat dan fulvat yang bersifat asam
(Maas, 1997).
Pemberian amelioran berupa lumpur dapat meningkatkan tingkat kemasaman tanah,
dimana kandungan kation-kation basa seperti Na2+ dalam lumpur laut cukup baik digunakan untuk
meningkatkan kemasaman tanah (Najiyati et al., 2005). Dalam penelitian Anshari (2003) cit
Najiyati et al. (2005) menjelaskan bahwa penggunaan lumpur sebanyak 15-20 ton/ha dapat
memperbaiki status hara tanah terutama sifat kimia dan sifat fisika. Akan tetapi dalam penambahan
lumpur perlu diperhatian asal lumpur yang digunakan, dimana lumpur yang baik untuk amelioran
ialah lumpur yang tidak tercemar logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), dll.
Pemberian amelioran berupa tanah mineral dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia
gambut, terutama tekstur tanah. Tanah mineral mengandung unsur perekat berupa lempung dan
memiliki unsur hara yang lebih lengkap. Tanah yang gunakan sebagai amelioran seperti Oxisol
(Sabiham et al., 1995 cit. Najiyati et al., 2005). Tanah yang digunakan sebagai amelioran harus
memiliki syarat sebagai berikut: memiliki pH yang tinggi, kandungan kation basa seperti Ca, Mg,
Na dan K ckup banyak, dan memiliki tekstur lempungan.
Pemberian amelioran berupa abu vulkanik maupun abu pembakaran. Abu memiliki
kandaungan unsur hara yang cukup lengkap baik itu unsur hara makro maupun unsur hara mikro,
memiliki pH yang tinggi berkisar antara 8,5 sampai 10, tidak mudah tercuci, dan mengandung
kation basa seperti Ca, Mg, Na dan K yang cukup tinggi. Selain itu abu memiliki kandungan silika
tersedia yang banyak sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Soegiman, 1982 cit.
Najiyati et al., 2005). Kombinasi antara abu pembakaran dan pupuk kandang dengan perbandingan
4:1 sering digunakan petani di lahan gambut Kaliantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan
Timur. Sedangkan abu vulkanik diaplikasikan pada lahan gambut dengan dosis 7 – 10 ton/ha.
Pemberian amelioran dapat memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah gambut yang
terdegradasi. Perbaikan sifat kimia melalui perbaikan status ketersediaan hara dan peningkatan pH
tanah. Perbaikan sifat fisik salah satunya melalui penurunan porositas total dan peningkatan
kerapatan bongkah di lahan gambut dapat berdampak terhadap serapan unsur hara terutama P
(Utami, 2010 cit. Maftu’ah et al., 2013). Peningkatan pH tanah juga mempengaruhi serapan P oleh
akar tanaman. Serapan P akan terganggu pada kondisi masam karena P tidak mobil. Kondisi
masam juga menyebabkan pertumbuhan dan fungsi akar terganggu.
Penambahan nutrient dapat dilakukan dengan pemberian pupuk dan penambahan Azolla.
Pemberian pupuk ini lebih baik yang bersifat slow release. Pupuk slow release akan mengurangi
pencucian kandungan hara oleh air hujan sehingga pemberian pupuk akan lebih efektif.
Kandungan unsur hara makro dan mikro yang terdapat dalam azolla merupakan nutrisi yang sangat
penting bagi semua mahluk hidup termasuk tumbuh-tumbuhan. Azolla dapat dimanfaatkan
sebagai sumber alternatif penganti pupuk-pupuk pertanian yang mengandung bahan kimia sintetis.
Azolla dapat digunakan sebagai pupuk organik karena mengandung unsur hara N (5%), P
(1,59%), K (5,97%), Ca (1,70%), Mg (0,66%), Mn (2,944 %), dan Fe (0,59%), yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman, bunga dan buah serta menjadi substrat yang baik untuk
mikroorganisme tanah (Hasbi, 2005 cit. Setiawan dan Armaini, 2017). Pemberian Azolla dapat
berupa trichoazolla. Kandungan pupuk kompos trichoazolla yaitu N (2,156%), P (0,071%), K
(2,366%), Mg (0,089%), Ca (0,85%), Mn (0,12%), Fe (0,30%) (Setiawan dan Armaini, 2017).
Berdasarkan komposisi kimia tersebut, bila digunakan untuk pupuk dapat mempertahankan
kesuburan tanah. Unsur-unsur tersebut sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tanaman.
Unsur N dibutuhkan dalam fase vegetatif untuk pembentukan protein dalam proses metabolisme,
diantaranya adalah pembelahan sel yang akan mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman.
Penambahan unsur Ca dan Mg dapat meningkatkan pH tanah. Dengan meningkatnya pH, unsur
hara akan tersedia bagi tanaman. Unsur Mg merupakan unsur penyusun klorofil dengan
tercukupinya kebutuhan Mg pada tanaman maka akan semakin baik proses pembentukan klorofil,
sehingga proses fotosintesis menjadi baik, dan hasilnya berupa fotosintat dapat digunakan untuk
proses pertumbuhan tanaman. Setiap hektar lahan memerlukan azolla sejumlah 20 ton dalam
keadaan kering yang telah siap dijadikan kompos trichoazolla (Setiawan dan Armaini, 2017). Bila
kompos trichoazolla diberikan secara rutin setiap musim tanam, maka suatu saat tanah itu tidak
memerlukan penambahan pupuk kimia. Menurut Sarief (1985), ketersediaan unsur hara yang dapat
diserap oleh tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Adriesse, J.P. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soil. Soil Resources, Management
and Conservation Service, FAO Land and Water Development Division. FAO, Rome.

Brown, T.T., R.T. Koening, D.R. Huggins, J.B. Harsh, R.E. Rossi. 2007. Lime effect on soil
acidity, crop yield, and aluminium chemistry in direct-seeded cropping system. Soil Sci. Soc.
Am. J. 72 : 634-640.
Dariah, A., E. Maftuah, dan Maswar. 2014. Karakteristik lahan gambut.
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/juknis/panduan%20gambut%20te
rdegradasi/03ai_karakteristik.pdf. Diakses pada tanggal 30 Mei 2019 pukul 20.48 WIB.

Maas, A. 1997. Pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. J.
Alami 2 : 12-16.

Maftu’ah, E., A. Maas, A. Syukur, dan B. H. Purwanto. 2013. Efektivitas amelioran pada lahan
gambut terdegradasi untuk meningkatkan pertumbuhan dan serapan NPK tanaman jagung
manis (Zea mays L. var. saccharata). J. Agron. Indonesia 41(1): 16 – 23.

Mutalib, A.A, J.S. Lim, M.H. Wong, and L. Koonvai. 1991. Characterization, distribution and
utilization of peat in Malaysia. In Proc. International Symposium on Tropical Peatland.
Serawak, Malaysia.

Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan
gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in
Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.
Bogor. Indonesia.

Sabiham, S., T.B. Prasetyo, and S. Dohong. 1997. Phenolic acid in Indonesian peat. In Rieley and
Page (Eds). Biodiversity and Sustainability of Tropical Peat and Peatland. Samara
Publishing Ltd, Cardigan, UK.

Sarief, 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.

Setiawan, H. dan Armaini. 2017. Aplikasi kompos Trichoazolla pada tanah gambut dan ultisol
terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di main nursery. JOM
Faperta 4(2) : 1-15.

Spark, K.M., J.D. Wells, and B.B. Johnson. 1997. The interaction of humic acid with heavy metals.
J. Soil Res 35(1):89-101.

Stevenson, F.J. and A. Fitch. 1986. Reactions with organic matter. In: J.F. Loneragan, A.D.
Robson, and R.D. Graham (Eds.). Copper in Soil and Plants. Academic Press, Sydney.

Anda mungkin juga menyukai