pengakuan akan adanya tata alam yang menaungi itu ada kalanya sampai mengganti
paham ketuhanan, ada kalanya dipegang bersama dengan iman kepada Tuhan yang
berpribadi. Tetapi kedua kepercayaan itu mengendalikan adanya tata kosmis sakral
yang berlainan dari tata hidup profan; berlainan, namun berhubungan. Dalam agama
asli itu terdapat kerinduan eksistensial manusia untuk mengarah ke keselarasan,
keseimbangan, kerukunan, harmoni dan damai, tanpa meleburkan pribadi ke
dalamnya. Manusia mengalami celah dalam hidupnya, ketegangan dan perceraian
antara cita-cita mulia dan realitas bengis. Karena itu ia harap agar hidupnya disinari
dan ditingkatkan oleh kontak dan partisipasi pada kenyataan yang lebih tinggi. Ini
memang mengarah kepada suatu unifikasi atau penyatuan, tetapi bukanlah kesatuan.
Ujud abadi dan ujud insani tidak luluh atau lebur Pola sakral meresapi tata profan,
tidak menggantinya.
Corak dwitunggal dalain melaksanakan tugas hidup itu adalah khas Indonesia. Dalam
alam pikiran India, misalnya, hasrat untuk mencapai kesatuan mutlak mengorbankan
kepribadian manusia. Jiwa manusia lebur dalam aturan universal. Ujud keinginan
masing-masing aliran keagamaan Hindu adalah kesatuan saja tanpa dualitas,
ekagrhabuddhi, eka advaytian, isolasi purusa dari prakrti anatta dan nirvana. Di
Indonesia kedwiragaman insani memang dipertanyakan oleh kesatuan atas, tetapi
tidak hapus. Baru kemudian diartikan dan diterapkan kepada dunia profan.Dengan
demikian manusia menghayati eksistensinya dalam dua dimensi, dua arah, yang tidak
disamakan namun tetap terjalin satu dengan yang lain. Arahnya ke atas menuju
kepada yang inggi, yang surgawi, yang ilahi. Yang atas itu digabungkan dengan
kehidupan, kebebasan, cahaya, kekal, yang baik dan yang suci. Sepadan dengan
pengarahan itu manusia dan dunia. Dimensi rendah dan merata. sama manusia
sepatutnya.
Polarisasi antara dimensi vertikal dan horisontal membuat manusia menjadi parah
keadaannya dan merana ibarat burung yang sayapnya lumpuh ataupun awan tinggi
yang tidak dapat menyuburkan bumi. Tetapi bila kedua dimensi bersatu padu, manusia
selamat Manusia mengiakan kedwiartian hidupnya dengan simbol, dengan ritus,
dengan upacara kecil sehari-hari, dan dengan perayaan upacara besar dan men1a ah
secara periodik. Perpaduan dua dimensi itu lazim dikiaskan oleh hierogami,
perkawinan surga dan dunia.
Pada kebanyakan agama asli indonesia sewaktu-waktu dirayakan suatu upacara besar
untuk konsolidasi tata alam yang berganda dua itu berkat konsolidasi itu manusia
menginkorporasi hidupnya yang penuh duka nestapa ini kedalam dimensi vertikal ke
mana dia dipanggil. Itulah konsolidasi progresif baik untuk orang-seorang maupun
untuk seluruh umat. Selain itu diperlakukan konsolidasi insidental bila hubungan baik
antara manusia di bumi dan tata tertib di atas terbengkalai. Hubungan baik itu hancur
oleh kesalahan manusia, disusul oleh azab dari surga yang nampak dalam bencana
alam, wabah, gempa bumi, kemarau panjang dan lain-lain. Situasi kritis itu disebut
pralaya, ktayuga, gara-gara, kisa Upacara besar ini berdaya untuk memperbaharui
dunia, melukat (meruwat) segala apa yang usang dan lapuk Berkat upacara besar
seluruh tata alam dan seluruh umat dipulihkan bersama-sama. Dari arti Dalam semua
perayaan itu diperbedakan tiga tahap: acara ini, maka upacara-upacara kecil dalam
lingkungan rumah tangga dan dalam peralihan jenjang hidup perorangan memperoleh
khasiatnya. Begitulah upacara dasar itu (core-ritual) mengesahkan upacara lain
(derivated rituals). Di berbagai daerah core-ritual punya nama sendiri, misalnya:
Bali :Karya Pusa Pancawalikrama,Melelasti
Batak :Horja Bius mangase taon
Dayak :Siwak, Tiwah, Wara, Helat nyelo,
Jawa :Craddha (kuno, Merti desa, Riyaya
NgadaFlores) :Reba
Nias. :Boro N'adu
Sawu :Woru Hanga Dimu
Toraja :Ma'bua, Merok, Alok to Mate, Mesalia
Nusa Teng :Poreka, Worru hanga dimu, Katoda Paraingu
Gara Timur
Tamasya upacara-upacara keagamaan asli terlalu luas, sehingga tidak dapat dinikmati
dalam waktu singkat. Cukup diberi beberapa contoh saja sebagaimana seseorang
pramuwisata menunjukan beberapa tempat indah yang sanggup menghasilkan kesan
umum.