Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP

PEMBUATAN ASAM GLUKONAT DARI SUBSTRAT


MOLASE MENGGUNAKAN ASPERGILLUS NIGER

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

FANIDA ARIANI NINGTIAS


NIM 15644054

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
SAMARINDA
2018
PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP
PEMBUATAN ASAM GLUKONAT DARI SUBSTRAT
MOLASE MENGGUNAKAN ASPERGILLUS NIGER

Diajukan sebagai persyaratan untuk memenuhi derajat S1-Terapan pada


Program Studi Teknologi Kimia Industri
Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Samarinda

Oleh :

FANIDA ARIANI NINGTIAS


NIM 15644054

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
SAMARINDA
2018
HALAMAN PENGESAHAN CALON PEMBIMBING 1

PENGARUH WAKTU FERMENTASI TERHADAP


PEMBUATAN ASAM GLUKONAT DARI SUBSTRAT
MOLASE MENGGUNAKAN ASPERGILLUS NIGER

NAMA : FANIDA ARIANI NINGTIAS

NIM : 15 644 054

JURUSAN : TEKNIK KIMIA

PROGRAN STUDI : TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

JENJANG STUDI : S1-TERAPAN

Proposal Penelitian ini telah disahkan


Pada tanggal, 2018

Menyetujui:

Calon Pembimbing 1

Marlinda, S.T., M. Eng


NIP. 19730220 200112 2 002
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN CALON PEMBIMBING 1 ............................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5

2.1 Molase Tebu ............................................................................................. 5

2.2 Fermentasi ................................................................................................ 6

2.3 Asam Glukonat ......................................................................................... 6

2.3.1 Karakteristik Asam Glukonat .............................................................. 8

2.3.2 Pembentukan Asam Glukonat ............................................................. 9

2.3.3 Kegunaan Asam Glukonat ................................................................. 11

2.4 Aspergillus Niger ................................................................................... 13

2.4.1 Peranan Aspergillus niger dalam pembentukkan asam glukonat ...... 16

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 18

3.2 Rancangan Penelitian ............................................................................ 18

3.3 Alat dan Bahan ...................................................................................... 19

3.3.1 Alat........................................................................................................ 19

3.3.2 Bahan .................................................................................................... 20


3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................ 21

3.4.1 Diagram Alir Penelitian ................................................................... 21

3.4.2 Prosedur Penelitian.......................................................................... 22

3.4.3 Prosedur Analisa ............................................................................. 23

DAFTAR RUJUKAN ....................................................................................... 26


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rumus Bangun Asam Glukonat ...........................................................8

Gambar 2.2 Jalur Pembentukkan Asam Glukonat .................................................10

Gambar 2.3 Jalur Metabolisme untuk Produksi Asam Organik oleh Aspergillus 14

Gambar 2.4 Kurva Pertumbuhan Mikroba .............................................................15

Gambar 2.5 Proses Oksidasi Asam Glukonat oleh Aspergillus niger ....................17
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Molase....................................................................................5

Tabel 2.2 Karakteristik Umum Asam Glukonat ......................................................8

Tabel 2.3 Produk Turunan dari Asam Glukonat dan aplikasinya ..........................12
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara dengan produksi gula yang cukup

tinggi. Menurut data dari Statistik Perkebunan Indonesia Komoditi Tebu pada tahun

2017 luas areal perkebunan tebu di Indonesia mencapai 453 hektar yang tersebar di

pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Data produksi gula di Indonesia menurut

PTPN X tahun 2017 mencapai 343.747 ton. Produksi gula dari tebu menghasilkan

produk samping berupa molase atau tetes tebu yang merupakan limbah akhir yang

diperoleh dari proses kristalisasi nira (Mulyani, 2016).

Molase atau tetes tebu mengandung senyawa nitrogen, unsur mikro, dan

kandungan gula yang cukup tinggi terutama kandungan sukrosa 30%, glukosa 12%,

dan fruktosa 13% (Retnaningtyas, 2017). Di beberapa pabrik gula, molase diekspor

keluar negeri dengan harga yang relatif murah, dibanyak tempat, limbah ini sangat

kecil daya gunanya dan sering menjadi masalah pencemaran lingkungan karena

molase mengandung kalsium oksida yang dapat mengurangi kadar oksigen tanah.

Molase mengandung nutrisi cukup tinggi untuk kebutuhan bakteri, sehingga

dijadikan bahan alternatif sebagai sumber karbon dalam media fermentasi (Fifendy

dkk, 2013). Dengan demikian, terdapat kebutuhan untuk menemukan aplikasi yang

cocok dari produk sampingan ini. Salah satu alternatif untuk pemanfaatan ekonomi

adalah dengan menggunakan molase sebagai pengganti glukosa dan menjadi


2

substrat dalam proses fermentasi untuk produksi asam glukonat (Sharma dkk,

2007).

Saat ini, produksi industri asam glukonat terutama dilakukan oleh

Aspergillus niger dengan glukosa sebagai sumber karbon utama, dan hasilnya lebih

tinggi dari 95%. Permintaan untuk asam glukonat, yang mengandung bentuk δ-

lakton dan glukonatnya, di seluruh dunia dibagi di antara bidang utama penggunaan

kira-kira sebagai berikut: konstruksi (45%), makanan (35%), farmasi (10%), dan

lain-lain (10%) (Kirimura dkk, 2011).

Asam glukonat merupakan produk fermentasi dari glukosa, dan merupakan

asam organik yang banyak digunakan dalam industri saat ini. Dalam industri

biasanya digunakan sebagai aditif pada makanan, antara lain: industri roti dan kue,

pengolahan ikan, daging, keju dan tahu. Lebih dari 50.000 ton asam glukonat

diproduksi menggunakan Aspergilus niger dengan fermentasi sub merged (kultur

terendam) dari bahan yang mengandung glukosa (Latifah dkk, 2013).

Pemanfaatan molase tebu, banana-must atau grape-must sebagai sumber

tunggal karbon dalam produksi asam glukonat di bawah fermentasi terendam oleh

beberapa mikroorganisme diantaranya: A. niger, P. puberulum dan P. frequentans.

Namun, diantara mikroorganisme tersebut Aspergillus Niger merupakan isolat

paling kuat dalam produksi asam glukonat yang diikuti oleh P. puberulum dan P.

frequentans dalam tiga media yang diuji (Ahmed dkk, 2015).


3

1.2 Rumusan Masalah

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan proses produksi asam glukonat

dengan metode fermentasi telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dan terus

dikembangkan. Latifah dkk (2013) telah melakukan pembuatan asam glukonat dari

glukosa dengan proses fermentasi menggunakan Aspergillus Niger. Pembiakan

Aspergillus Niger dilakukan pada media agar miring (PDA). Latifah

memvariasikan waktu fermentasi selama 12, 18 dan 24 jam serta variasi volume

starter sebanyak 12, 16 dan 20 ml. Hasil terbaik asam glukonat sebesar 7,405 g/L

dengan waktu fermentasi selama 24 jam dan volume starter 16 ml. Ahmed dkk

(2015) melakukan production of gluconic acid by using some irradiated

microorganisms pada media agar miring (PDA). Aspergilus spp. dan Penicillium

spp. merupakan mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk memproduksi

asam glukonat dengan dosis radiasi gamma sebesar 0,1 kGy dan waktu inkubasi

selama 7 hari. Ahmed memanfaatkan produk samping agroindustri seperti molase

tebu, banana-must dan grape-must sebagai sumber karbon dengan menggunakan

beberapa jenis jamur (Aspergillus niger, Penicillium puberulum dan Penicillium

frequentans). Hasil terbaik diperoleh asam glukonat sebanyak 69,87 g/L

menggunakan jamur Aspergillus niger dengan produk samping molase tebu.

Dari 2 penelitian yang telah disebutkan pada paragraf pertama, dapat

disimpulkan bahwa glukosa dapat digunakan sebagai sumber karbon untuk

produksi asam glukonat. Molase yang merupakan hasil samping dari industri tebu

dapat digunakan sebagai pengganti glukosa dan dapat dimanfaatkan sebagai

substrat dalam fermentasi pembentukan asam glukonat. Pada penelitian pertama


4

memiliki kadar asam glukonat lebih rendah dibandingkan dengan penelitian kedua.

Dari perbedaan hasil tersebut dapat diketahui bahwa penelitian pertama oleh

Latifah dkk (2013) masih memiliki kelemahan dari segi konversi yang dihasilkan.

Salah satu faktor penting yang dikendalikan dalam proses fermentasi adalah

waktu fermentasi. Waktu fermentasi dapat berpengaruh terhadap konsentrasi

produk hasil fermentasi. Untuk itu perlu mengetahui waktu optimal dalam proses

fermentasi.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh waktu fermentasi

terhadap pembentukan asam glukonat.

Manfaat dari penelitian ini yaitu memanfaatkan hasil samping industri tebu

seperti molase sebagai alternatif substrat yang ekonomis dalam produksi asam

glukonat.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Molase Tebu

Molase adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu

(Saccharum officinarum L). Tetes tebu berupa cairan kental dan diperoleh dari

tahap pemisahan kristal gula. Molase tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa

namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi 50-60%, asam amino dan

mineral (Juwita, 2012).

Molase mengandung gula yang terdiri dari sukrosa, glukosa dan fruktosa.

Molase digunakan secara luas sebagai sumber karbon untuk denitrifikasi,

fermentasi anaerobik, pengolahan limbah aerobik, dan diaplikasikan pada budidaya

perairan. (Nurjannah, 2012)

Tabel 2.1 Komposisi Molase

Unsur (%) Berat


Air 22,0
Sukrosa 30,0
Glukosa 12,0
Fruktosa 13,0
Karbohidrat lain 4,0
Nitrogen 6,0

Sumber: Retnaningtyas, 2017


6

2.2 Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel pada keadaan anaerobik

maupun aerobik. Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba

untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai tinggi, seperti asam-

asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer. Fermentasi dapat

diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan

jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu,

dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida serta oksidasi

senyawa nitrogen organik (Juwita, 2012).

Lamanya proses fermentasi tergantung kepada bahan dan jenis produk yang

akan dihasilkan. Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula

yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Semakin lama fermentasi maka asam

yang dihasilkan akan lebih banyak. Proses terjadinya penurunan pH dapat terjadi

dari awal fementasi diakibatkan terbentuknya asam-asam selama proses fermentasi

berlangsung. Asam-asam yang terbentuk seperti asam asetat, asam piruvat, dan

asam laktat dapat menurunkan pH. Fermentasi dapat terjadi karena aktifitas

mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Faktor-faktor yang

mempengaruhi fementasi antara lain adalah keasaman (pH), mikroba, suhu,

oksigen, dan waktu (Juwita, 2012).

2.3 Asam Glukonat

Asam glukonat adalah asam organik ringan yang telah mendapatkan banyak

minat karena memiliki banyak aplikasi industri seperti dalam industri farmasi,

makanan, pakan ternak, tekstil dan kulit (Ahmed dkk, 2015). Asam glukonat yang
7

dikristalisasi dalam bentuk glukono-δ-lactone dapat digunakan untuk pengganti

ragi pada pembuatan roti, penggumpal tahu, dan industri makanan lainnya. Asam

glukonat juga digunakan untuk acidulant (penambah asam) dalam industri. Lebih

dari 50.000 ton asam glukonat diproduksi menggunakan Aspergilus niger dengan

fermentasi sub merged (kultur terendam) dari bahan yang mengandung glukosa

(Latifah dkk, 2013).

Ada beberapa metode untuk menghasilkan asam glukonat, yaitu:

1. Reaksi oksidasi glukosa dengan larutan hipoklorit

2. Reaksi oksidasi larutan glukosa dengan bromida

3. Fermentasi glukosa oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme

yang spesifik

Proses fermentasi mempunyai beberapa keuntungan, selain harganya murah

dapat menggunakan bahan baku yang terbarukan sebagai substrat. Pada tahun 1880,

pertama kalinya Boutroux menemukan bakteri asam asetat dapat digunakan untuk

menghasilkan asam glukonat. Pada tahun 1922 Molliard mendeteksi asam glukonat

dalam Sterigmatocytis, sekarang dikenal sebagai Aspergilus Niger. Bernhauer

melaporkan A. niger dapat menghasilkan asam glukonat lebih banyak bila

dinetralkan dengan kalsium karbonat dan dilakukan pada pH lebih tinggi (Inggrid

dan Suharto, 2012).


8

Gambar 2.1 Rumus Bangun Asam Glukonat


Sumber: Inggrid dan Suharto, 2012

2.3.1 Karakteristik Asam Glukonat

Asam glukonat (C6H12O7) merupakan asam organik yang lemah, bersifat

tidak korosif, tidak beracun, tidak berbau, tidak mudah menguap dan mudah

mengalami biodegradasi. Wujudnya bewarna jernih kecoklatan dan mudah larut

dalam air. Dibanding dengan asam organik yang lain, asam glukonat memiliki

tingkat keasaman yang rendah sehingga menghasilkan rasa asam lebih ringan

dibanding asam organik yang lainnya (Inggrid dan Suharto, 2012).

Tabel 2.2 Karakteristik Umum Asam Glukonat

Asam Glukonat

Tidak korosif, tidak menimbulkan iritasi, tidak

Sifat beracun, mudah dibiogradasi, tidak mudah

menguap

Massa molekul relatif 196,16

Rumus kimia C6H12O7

Sinonim 2,3,4,5,6 – pentahyroxyhexanoic acid

pKa 3,7
9

Titik leleh < 12°C

Titik didih >100°C

Densitas 1,24 g/ml

Wujud Jernih sampai coklat

Kelarutan Larut dalam air

Rasa Lembut, rasa segar

Sumber: Inggrid dan Suharto, 2012

2.3.2 Pembentukan Asam Glukonat

Asam D-glukonat adalah asam organik yang lemah, dihasilkan dari proses

fermentasi D-glukosa oleh Aspergilus niger dengan cara aerobik. Produksi asam

glukonat dengan bantuan mikroba merupakan metode yang lebih banyak

dimanfaatkan oleh industri.

Tahap pertama terjadi proses mutarotasi dari α-D-glukosa menjadi β-D-

glukosa oleh enzim mutarotase, tahap kedua adalah oksidasi β-D-glukosa menjadi

glucono-δ-lactone, tahap berikutnya konversi glucono-δ-lactone menjadi asam

glukonat.

Proses oksidasi D-glukosa menjadi glucono-δ-lactone dibantu oleh enzim

glucose oxidase yang dihasilkan oleh Aspergilus niger. Glucose oxidase merupakan

flavoprotein yang mengandung ikatan nonkovalen, merupakan homodimer dengan

berat molekul sekitar 130-120 kDa. Enzim ini berperan sebagai katalis pada proses

dehidrasi glukosa menjadi glucono-δ-lactone, dimana hidrogen ditransfer menuju

FAD akan menghasilkan FADH2, melalui proses oksidasi reduksi menghasilkan


10

hidrogen peroksida, kemudian terurai menjadi oksigen dan air (Inggrid dan Suharto,

2012).

Jalur umum untuk pembentukkan asam glukonat (gluconate pathway)

adalah sebagai berikut.

Gambar 2.2 Jalur Umum Pembentukkan Asam Glukonat


Sumber: Inggrid dan Suharto, 2012

Glukosa oxidase merupakan sebuah glikoprotein. Enzim glucose oxidase

dapat terbentuk dengan adanya kandungan glukosa yang cukup tinggi pada

medium, stabil pada pH antara 4.0-6.0 dengan tersedianya oksigen yang cukup.

Enzim ini tidak stabil pada suhu diatas 50°C. Glucono-δ-lactone terbentuk melalui

proses oksidasi glukosa kemudian dihidrolisis menjadi asam glukonat. Hidrogen

peroksida dihasilkan oleh oksida glukosa terdekomposisi menjadi air dan oksigen.
11

Oksigen digunakan untuk proses biokonversi glukosa menjadi asam glukonat serta

untuk pernapasan mikroba. Kondisi optimum diperlukan dalam pembentukkan

asam glukonat, yaitu pada konsentrasi glukosa antara 110-250 g/l, sumber nitrogen

dan fosfoor dengan konsentrasi sangat rendah (20 mM), pH medium antara 4,5-6,5

dan membutuhkan kecepatan aerasi tinggi.

Pembentukkan asam glukonat dipengaruhi oleh pH medium kultur serta

kecukupan oksigen. Kecepatan aerasi dan kecepatan pengadukan merupaka dua

faktor yang berperan dalam memenuhi kebutuhan oksigen untuk pembentukkan

asam glukonat. Aspergilus niger memproduksi asam organik lemah seperti asam

sitrat, asam glukonat dan asam oksalat. Akumulasi produk dipengaruhi oleh rentang

pH dari medium nutrisi, jika nilai pH dibawah 3,5 akan dihasilkan asam sitrat

melalui siklus TCA. pH medium untuk memproduksi asam glukonat berada pada

rentang 4,5 sampai 7,0. Pada pH 5,5 dianggap sebagai pH optimum untuk

Aspergilus niger (Inggrid dan Suharto, 2012).

2.3.3 Kegunaan Asam Glukonat

Asam glukonat dan produk turunannya memiliki banyak kegunaan dalam

bidang kimia, farmasi, makanan, minuman, tekstil dan industri lainnya. Dalam

industri makanan, asam glukonat dapat dijadikan sebagai pengawet. Asam glukonat

dapat digunakan untuk melarutkan fosfat, aditif pada semen yang digunakan dalam

industri konstruksi agar tahan terhadap kondisi cuaca ekstrim, selain itu

dimanfaatkan sebagai pembersih pada kaleng minuman. Asam glukonat dapat

menghasilkan produk-produk turunan seperti kalsium glukonat, sodium glukonat,

besi glukonat dan glucono-delta-lactone (Inggrid dan Suharto, 2012).


12

Tabel 2.3 Produk turunan dari Asam Glukonat dan aplikasinya

Komponen Manfaat

1. Detergen

2. Metallurgi

Sodium glukonat 3. Zat aditif pada semen

4. Industri tekstil

5. Industri kertas

6. Terapi kalsium
Kalsium glukonat
7. Nutrisi binatang

Besi glukonat 8. Penyembuhan anemia

9. Koagulan pada protein kedelai

dalam proses pembuatan tahu

10. Pengembang dalam pembuatan

roti

11. Penguat rasa dalam proses

Gluco-delta-lactone pembuatan daging seperti

pembuatan sosis

12. Pembentukkan struktur dari

cheese curd

13. Meningkatkan stabilitas panas

pada susu
13

2.4 Aspergillus Niger

Aspergillus Niger merupakan fungi dari Ascomycota yang berfilamen,

mempunyai hifa, bercabang-cabang dan bersekat, berwarna terang atau tidak

berwarna dan ditemukan melimpah di alam terutama pada tanah di daerah tropis

dan substropis serta diisolasi dari substar, termasuk biji-bijian (Inggrid dan Suharto,

2012).

Aspergillus Niger tumbuh optimum pada suhu 35-37°C, dengan suhu

minimum 6-8°C dan suhu maksimum 45-47°C. Proses pertumbuhan fungi ini

adalah aerobik. Aspergilus niger dapat tumbuh dengan cepat sehingga banyak

digunakan secara komersial dalam produk asam sitrat, asam glukonat dan

pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pectinase, amiloglukosida dan selulosa

(Inggrid dan Suharto, 2012).

Selain itu, Aspergillus Niger memiliki toleransi yang tinggi terhadap

kondisi tekanan termasuk pH rendah 3.50, kemampuan yang sangat baik untuk

memanfaatkan jenis substrat yang murah dan dikenal aman, yang dengan cepat

membuka jalan untuk produksi komersial asam sitrat (Yang dkk, 2017). Nutrien

(mineral) yang dibutuhkan untuk perkembangan Aspergillus Niger antara lain

Ammonium Nitrat (NH4NO3) sebagai sumber nitrogen, dan Magnesium Sulfat

(MgSO4) yang mampu mengubah komponen disakarida (C12H22O11) menjadi

monosakarida (C6H12O6) yang dipengaruhi oleh produksi enzim selulase (Hambali

dkk, 2016). Sumber nitrogen dapat menggunakan ammonium sulfat atau

ammonium nitrat. Penggunaan ammonium lebih baik karena selama

pemanfaatannya sebagai sumber nitrogen, pH akan turun. Selain itu adanya fosfat,
14

ion logam perlu dibatasi, tetapi konsentrasi fosfat tidak perlu dibatasi, hanya

sebaiknya pada konsentrasi rendah (Widyanti, 2010).

Sumber: Yang dkk, 2017

Gambar 2.3 Jalur Metabolisme Untuk Produksi Asam Organik oleh

Aspergillus

Aspergillus Niger dapat tumbuh cepat dengan menggunakan nutrisi yang

ada disekelilingnya. Molekul-molekul sederhana seperti monosakarida yang

terlarut disekeliling hifa dapat diserap langsung oleh hifa, tetapi polimer-polimer

seperti amilum atau selulosa harus dipecah dulu oleh enzim-enzim ekstraseluler

yang dihasilkan oleh Aspergillus Niger menjadi molekul-molekul yang lebih

sederhana sebelum diserap ke dalam sel (Wuryanti, 2008).


15

Pada suatu kultur, mikroba melewati beberapa fase pertumbuhan yaitu:

Gambar 2.4 Kurva Pertumbuhan Mikroba


Sumber: Wuryanti, 2008

Fase adaptasi atau fase lag adalah fase penyesuaian mikroba dengan kondisi

lingkungan baru di sekelilingnya. Jumlah awal sel yang dipindah ke media baru

mempengaruhi cepat lambatnya fase adaptasi. Pada fase pertumbuhan awal,

mikroba mulai membelah diri dengan kecepatan rendah karena baru menyesuaikan

diri. Kemudian mikroba membelah dengan cepat dan konstan pada fase

pertumbuhan logaritmik mengikuti kurva logaritmik. Kecepatan pertumbuhan

sangat dipengaruhi oleh pH, kandungan nutrien, suhu dan kelembaban udara. Pada

fase ini kultur paling sensitif terhadap keadaan lingkungan. Kemudian mikroba

memasuki fase pertumbuhan lambat. Pertumbuhan populasi mikroba diperlambat

karena zat nutrisi sudah sangat berkurang dan ada hasil metabolisme yang mungkin

beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jumlah populasi masih

naik karena jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada yang mati. Pada
16

fase pertumbuhan tetap, jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati.

Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun

zat-zat nutrisi sudah habis. Karena kekurangan nutrisi, sel mempunyai komposisi

berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Kemudian mikroba menuju

fase kematian lalu memasuki fase kematian. Sebagian besar populasi mikroba mulai

mengalami kematian karena nutrien di dalam medium sudah habis, adanya zat

racun dan habisnya energi cadangan di dalam sel. Kecepatan kematian tergantung

dari kondisi nutrien, lingkungan dan jenis mikroba. (Wuryanti, 2008).

2.4.1 Peranan Aspergillus niger dalam pembentukkan asam glukonat

Aspergillus niger dapat menghasilkan enzim yang diperlukan untuk

mengubah glukosa menjadi asam glukonat, enzim tersebut adalah glukosa oksidase,

katalase, lactonase dan mutarotase. Enzim mutarotase berfungsi untuk

mempercepat reaksi perubahan α-D-glukosa menjadi β-D-glukosa dalam larutan.

Enzim glukosa oksidase berperan melepaskan dua atom hidrogen dan mengoksidasi

glukosa membentuk glucono-δ-lactone, enzim katalase berperan menguraikan

hidrogen peroksida, menghasilkan air dan oksigen, kemudian dengan bantuan

enzim lactonase glucono-δ-lactone dihidrolisis menjadi asam glukonat (Inggrid dan

Suharto, 2012).
17

Gambar 2.5 Proses Oksidasi Asam Glukonat oleh Aspergillus niger


Sumber: Inggrid dan Suharto, 2012
18

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Oktober 2018 sampai

Desember 2018. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Teknik

Kimia Politeknik Negeri Samarinda. Pengembangbiakan jamur Aspergillus Niger

dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Mulawarman.

3.2 Rancangan Penelitian

A. Variabel Berubah

1. Waktu fermentasi = 3, 5, 7, 9, 11 dan 13 hari

B. Variabel Tetap

1. Molase (20% v/v) = 250 ml

2. Nutrient = 500 ml

3. Kandungan nutrient

a. KH2PO4 = 0,025 g

b. NH4NO3 = 0,1 g

c. MgSO4.7H2O = 0,025 g

4. pH =6

5. Laju aerasi = 1,8 L/mnt (2vvm)

6. Starter (Aspergillus Niger) = 16 ml


19

C. Variabel Respon

1. Kadar biomassa

2. Kadar glukosa

3. Kadar asam glukonat

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

1. Fermentor aerobik ( Wadah dan pompa aerasi )

2. Gelas kimia

3. Erlenmeyer

4. Neraca digital

5. Indikator Universal

6. Pipet volume

7. Hot plate

8. Labu ukur

9. Buret

10. Statif dan klem

11. Inkubator

12. Kaca arloji

13. Oven

14. Desikator

15. Spatula

16. Rotary evaporator

17. Batang pengaduk


20

18. Stopwatch

19. Kertas saring

3.3.2 Bahan
1. Molase

2. NH4NO3

3. KH2PO4

4. MgSO4.7H2O

5. Aspergillus Niger

6. Aquadest

7. H2SO4

8. NaOH

9. HNO3

10. Larutan Luff Schoorl

11. Na2S2O3

12. KI 20%

13. Indikator kanji 1%


21

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Diagram Alir Penelitian


Pembiakan Aspergillus
Niger isolat murni

Molase Biakan Aspergillus Niger


pada media agar (PDA)

Gas O2 Nutrient
Fermentasi
Variasi waktu : 3, 5, 7, 9,
11 dan 13 hari

Inkubasi 24 jam

Filtrasi

Residu Filtrat

Pemanasan hingga Evaporasi


berat konstan

Produk Bawah
Analisa Kadar
Biomassa

Analisa Analisa
Kadar Kadar Asam
Glukosa Glukonat
22

3.4.2 Prosedur Penelitian

A. Prosedur Pembiakan Aspergillus Niger pada Media Agar Miring

1. Menyiapkan media agar (PDA) dalam media pembiakan

2. Mengambil spora Aspergillus Niger dengan menggunakan ose dalam

ruang steril di dekat nyala api

3. Menanamkan pada media yang telah disiapkan berupa tabung reaksi

(agar miring) dan cawan petri

4. Kemudian menyimpan pada suhu ruang ± 3 hari dan Aspergillus Niger

siap digunakan

B. Prosedur Pembuatan Larutan Starter

1. Menyiapkan larutan starter berupa larutan molase dengan kadar 20%

sebanyak 250 ml dalam gelas kimia.

2. Menambahkan nutrisi berupa KH2PO4 0,025 g, MgSO4.7H2O 0,025 g

dan NH4NO3 0,1 g ke dalam labu ukur 1000 ml

3. Menambahkan aquadest hingga 1000 ml

4. Diaduk hingga homogen, kemudian dimasukkan 2 ose Aspergillus

Niger hasil biakan (dalam ruang steril) dan menutup dengan aluminium

foil

5. Kemudian aluminium diberi lubang untuk pernafasan mikroba

6. Meletakkan starter dalam water batch shaker dan starter siap digunakan

setelah 7 hari
23

C. Prosedur Fermentasi Molase dengan Aspergillus Niger

1. Menyiapkan fermentor dengan kapasitas 3 L sebanyak 6 buah.

2. Masing-masing fermentor diisi dengan molase sebanyak 250 ml

3. Menambahkan nutrisi yang telah dibuat masing-masing sebanyak 500

ml kemudian mengaduknya perlahan secara manual hingga homogen

dan mengatur pH larutan menjadi 6

4. Memasukkan 16 ml Aspergillus Niger

5. Setiap fermentor dipasang pompa akuarium sebagai alat suplai oksigen

karena fermentasi berjalan secara aerobik

6. Melakukan fermentasi selama 3, 5, 7, 9, 11 dan 13 hari sesuai dengan

urutan wadah fermentor

7. Mengukur dan mengatur pH tiap harinya selama proses fermentasi

menggunakan NaOH dan HNO3

8. Hasil fermentasi diinkubasi selama 24 jam

6.4.3 Prosedur Analisa

A. Prosedur Analisa Kadar Biomassa

1. Menimbang kertas saring kosong yang digunakan untuk menyaring

hasil fermentasi

2. Larutan hasil fermentasi disaring menggunakan kertas saring yang

telah ditimbang untuk diambil residu yang berupa biomassanya

3. Memasukkan kertas saring berisi biomassa ke dalam oven yang telah

disetting 110°C sampai beratnya konstan

4. Menimbang kertas saring berisi biomassa yang telah konstan beratnya


24

5. Menghitung kadar biomassanya

6. Mengukur volume filtrat dan mengukur berat jenis filtrat

7. Menyimpan filtrat untuk dievaporasi

B. Prosedur Analisa Glukosa dengan Metode Luff Schoorl (SNI 01-2891-

1992)

1. Melakukan evaporasi pada filtrat hasil fermentasi dengan suhu 48°C

dan mengambil produk bawah dari hasil evaporasi

2. Memipet 10 ml produk bawah dari evaporasi ke dalam Erlenmeyer

250 ml dan menambahkan larutan Luff Schoorl sebanyak 25 ml dan

beberapa batu didih

3. Memanaskan larutan menggunakan hot plate pada suhu 250°C.

Setelah mendidih, memanaskan terus selama tepat 10 menit

4. Mendinginkan larutan dengan cepat menggunakan wadah berisi air

dingin

5. Menambahkan larutan KI 20% sebanyak 15 ml dan H2SO4 25%

sebanyak 25 ml perlahan-lahan

6. Menitrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga terjadi perubahan

warna menjadi putih susu (menggunakan indikator kanji 1%)

7. Melakukan prosedur untuk blanko secara duplo

C. Prosedur Analisa Konsentrasi Asam Glukonat

Metode analisa gas kromatografi

1. Injector
Temperatur : 200°C
Split ratio : 20
25

2. Oven
Temperatur : 170°C
Total time : 24 menit

3. Detector
Temperatur: 200°C
26

DAFTAR RUJUKAN

Ahmed, A. S., Farag, S. S., Hassan, I. A., & Botros, H. W. (2015). Production of
Gluconic Acid by Using Some Irradiated Microorganisms. Radiation
Research and Applied Sciences, 374-380.
Amit Sharma, V. R. (2007). Solid-state fermentation for gluconic acid production
from sugarcane molasses by aspergillus niger ARNU-4 employing tea waste
as the novel solid support. Bioresource Technology, 3444-3450.
Ashraf S.Ahmed, S. S. (2015). Production of gluconic acid by using some irradiated
microorganisms.
Fatmawati, A. (2016). Studi Pengaruh Konsentrasi Glukosa dan Laju Aerasi
terhadap Produksi Asam Glukonat oleh Aspergillus niger. Pengembangan
Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia (hal. 1-
7). Yogyakarta: Teknik Kimia, FTI UPN Veteran.
Fifendy, M., Eldini, & Irdawati. (2013). Pengaruh Pemanfaatan Molase Terhadap
Jumlah Mikroba dan Ketebalan Nata Pada Teh Kombucha. Semirata
FMIPA (hal. 67-72). Lampung: Universitas Lampung.
Hambali, M., Damayanti, T. U., & Oktamariska, T. (2016). Pembuatan Asam Sitrat
dari Limbah Kulit Pisang dengan Fermentasi Menggunakan Aspergillus
Niger. Jurnal Teknik Kimia Vol. 22 No. 4, 27-34.
Inggrid, H. M., & Suharto, I. (2012). Fermentasi Glukosa Oleh Aspergillus niger
Menjadi Asam Glukonat. Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.
Juwita, R. (2012). Studi Produksi Alkohol dari Tetes Tebu (Saccharum officinarum
L) Selama Proses Fermentasi. Makassar: Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin.
K.Kirimura, Y. T. (2011). Gluconic and Itaconic Acids. Tokyo, Japan: Waseda
University.
Latifah, S. d. (2013). Pembuatan Asam Glukonat dari Glukosa dengan Proses
Fermentasi Mengunakan Aspergillus niger. Jatim: UPN Veteran Jatim.
Mulyani, D. (2016). Kajian Suhu Kristalisasi dan Konsentrasi Etanol pada
Kristalisasi Molase yang Dijernihkan. Bandung: Fakultas Teknik
Universitas Pasundan.
Nurjannah, L. (2012). Tetes Tebu Sebagai Alternatif Sumber Karbon Untuk
Produksi Asam Laktat Oleh Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
27

Retnaningtyas, A. Y., Hidayat, R. R., Widiyastuti, & Winardi, S. (2017). Studi


Awal Proses Fermentasi pada Desain Pabrik Bioethanol dari Molasses.
Jurnal Teknik ITS Vol.6 No. 1, 123-126.
Widyanti, E. M. (2010). Produksi Asam Sitrat dari Substrat Molase pada Pengaruh
Penambahan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Produktivitas
Aspergillus Niger ITBCC L74 Terimobilisasi. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Wuryanti. (2008). Pengaruh Penambahan Biotin pada Media Pertumbuhan
Terhadap Produksi Sel Aspergillus niger. Bioma Vol. 10, No.2, 46-50.
Yang, L., Lubeck, M., & Lubeck, P. S. (2017). Aspergillus as A Versatile Cell
Factory for Organic Acid Production. Fungal Biology Review 31, 33-49.

Anda mungkin juga menyukai