BlepharoKeratoConjungtivitis
Pembimbing :
Dibuat oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK
NIM : 112017239
Tanda Tangan
IDENTITAS PASIEN
Keluhan utama:
Mata merah, gatal dan sakit dan penglihatan silau sejak 2 jam SMRS
2 jam SMRS , pasien mengatakan matanya merah, gatal dan sakit dan penglihatan silau sejak
melakukan aktivitas babat rumput, mata kanan pasien juga terasa menganjal, pandangan
kabur, serta berair mata yang banyak. Pasien langsung mengosok bagian matanya dengan
tangan. Mata terasa makin memerah, sakit dan bengkak. Pasien dibawa ke rumah sakit dr.
Esnawan Antariksa oleh temannya untuk memeriksakan kondisi matanya.
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan tidak ada riwayat
hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit saluran pernafasan.
Hanya pasien yang sakit seperti ini. Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan
penyakit saluran pernafasan.
I. Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Komposmentis
N = 88x/menit
RR = 20x/menit
Suhu = 36,9oC
Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan Bagian Luar
JENIS PEMERIKSAAN OD OS
1. Inspeksi Edema + -
Umum Hiperemis + -
Sekret - -
Lakrimasi + -
Fotofobia + -
Blefarospasme + -
Posisi bola mata Normal Normal
Benjolan/tonjolan - -
2. Inspeksi Supersilia Normal Normal
Khusus P Posisi Normal Normal
A Warna Hiperemis Normal
L Bentuk Normal Normal
P Edema + -
E Pergerakan Normal Normal
B Ulkus - -
R Tumor - -
A Lain-lain - -
Posisi Normal Normal
Ulkus - -
Margo
Krusta - -
Palpebra
Silia + +
Skuama - -
K Warna Hiperemis Normal
O Palpebra Sekret - -
N Edema - -
J Warna Hiperemis Normal
U Benjolan - -
N Bulbi Pembuluh Pelebaran Pelebaran
G darah (+) (-)
T Injeksi + -
I Forniks Hiperemis Normal
V Posisi Normal Normal
A Gerakan Normal Normal
Warna Normal Normal
Perdarahan - -
Sklera
Benjolan - -
Lain-lain - -
Kekeruhan + -
Ulkus + -
B Sikatriks - -
U Pannus - -
L Arkus - -
Kornea
B senilis
U Permukaan Tidak licin Licin
S Refleks Menurun (+) normal
kornea
O Lain-lain - -
K COA Cukup Cukup
U dalam dalam
L Perlekatan - -
I Warna Cokelat Cokelat
Iris
kehitaman kehitaman
Lain-lain - -
Bentuk Bulat Bulat
Pupil
Refleks + +
Lensa Kekeruhan - -
3. Palpasi Nyeri tekan - -
Tumor - -
TIO digital - -
RESUME MASUK
Seorang pasien laki-laki, umur 32 tahun, datang berobat ke poli klinik mata Rumah
Sakit Angkata Udara dr. Esnawan Antariksa pada tanggal 7-3-2019 dengan keluhan utama
mata kanan merah sejak 2 jam SMRS. Gatal (+), seperti ada yang mengganjal (+), nyeri (+),
lakrimasi (+), pandangan kabur (+), nyeri bila kena cahaya (+). Riwayat pengobatan (-),
riwayat trauma (-), riwayat penyakit dahulu (-), riwayat penyakit keluarga (-).
Pemeriksaan Fisik :
Diagnosis
BlepharoKeratoKonjungtivitis OD
Terapi
Blefaritis adalah istilah medis untuk peradangan pada kelopak mata. Kata "blefaritis"
berasal dari kata Yunani blepharos, yang berarti "kelopak mata," dan akhiran itis Yunani,
yang biasanya digunakan untuk menunjukkan peradangan dalam bahasa Inggris. Peradangan
adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana sel - sel darah
putih dan zat kimia yang diproduksi dalam tubuh melindungi kita dari zat - zat asing, cedera,
atau infeksi. Respon tubuh normal dalam peradangan melibatkan berbagai derajat
pembengkakan, kemerahan, nyeri, panas, dan perubahan dalam fungsi.1
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis
terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan
biasanya menyebabkan mata rusak.2
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis
yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial. Akibat terjadinya
kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata akan merah
yang terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Gejala
yang ditimbulkan berupa fotofobia, lakrimasi, dan blefarospasme yang dikenal dengan trias
keratitis.3
Keratitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus selain itu dapat juga
disebabkan faktor lain seperti mata kering, keracunan obat, alergi, idiopatik ataupun radiasi
sinar ultraviolet. Komplikasi dari keratitis dapat menyebabkan sikatriks keratitis (berupa
nebula, makula ataupun leukoma), iridosiklitis, dan descematokele.
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan iritasi ringan, mengeluh adanya benda asing,
mata berair, penglihatan yang kabur, dan silau. Pasien akan mengeluh sakit pada mata karena
kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Apabila lesi terletak pada sentral kornea maka akan
menyebabkan penglihatan menjadi kabur
Pasien ini didiagnosa dengan keratitis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa mata merah dengan penurunan visus, mata merah
tersebut merupakan tanda adanya sebuah proses inflamasi di mata dan gejala penurunan visus
disebabkan oleh karena kornea merupakan salah satu media refrakta, sehingga jika terdapat
kekeruhan pada kornea maka akan memberikan gejala berupa penurunan visus disebabkan
oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke
media refrakta. Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang mata terasa nyeri, berair dan sering
silau jika melihat cahaya, Gejala nyeri terjadi oleh karena kornea memiliki banyak serabut
saraf yang tidak bermielin sehingga setiap lesi pada kornea baik luar maupun dalam akan
memberikan rasa sakit dan rasa sakit ini diperhebat oleh adanya gesekan palpebra pada
kornea.
V. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel
melekat pada membrane descemett melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis
epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel
akan mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan
terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea
disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1
3. Fisiologi Kornea
Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah “jendela” yang
dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang
avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang sifat deturgescencenya. Transparansi stroma
dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen-komponen fibril. Walaupun indeks
refraksi dari masing-masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang
kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan
pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan
dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif
dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada
keadaan “basah” dengan kada air sebanyak 78%.
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah
penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6
kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata
normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh yang
cukup signifikan dalam fungsi fisus seseorang.
Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea sangat lah
sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membrana bowman dan
berakhir secara bebas diantara sel – sel epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi
sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang
tinggi pada kornea.
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi
taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan pada
kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung
saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan
penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter
(blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada
kemungkinan adanya cedera kornea.
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur jaringan
yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyembuhannya juga lambat.
Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :2
Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya
Difusi dari humor aquous
Difusi dari film air mata
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan
membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan
melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga
melindungi mata dari infeksi.3
4. Etiologi
4.1 Keratitis
Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap awal. Jika
pengobatan antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari mata memperoleh pemulihan
visual yang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa, dan parasit.
Faktor risiko umum untuk infeksi keratitis meliputi trauma okular, memakai lensa kontak,
riwayat operasi mata sebelumnya, mata kering, gangguan sensasional kornea, penggunaan
kronis steroid topikal, dan imunosupresi sistemik. Patogen umum termasuk Staphylococcus
aureus, koagulase-negatif Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus
pneumonia, dan spesies Serratia. Mayoritas kasus yang ditemukan di masyarakat adalah
keratitis bakteri yang teratasi dengan pengobatan empirik dan tidak memerlukan kultur
bakteri. Apusan kornea untuk kultur dan tes sensitivitas diindikasikan untuk ulkus kornea
dengan ukuran yang besar, berlokasi di sentral kornea, mencapai daerah stroma.
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moraxella.
Keratitis herpes simpleks merupakan peradangan pada kornea yang disebabkan oleh
infeksi virus herpes simpleks tipe I maupun tipe II. Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan
virus DNA rantai ganda yang termasuk ke dalam famili herpesviridae.3,7 Mengandung 3
komponen pembentuk utama. Bagian inti yang mengandung DNA virus, membran sel dan
casid. Tegument terletak di antara kapsid dan selubung serta berbagai protein yang dikirim ke
dalam sel yang terinfeksi selama fusi.
Keratitis acanthamoeba juga bisa menimbulkan gambaran dendritik. Infeksi mata
Acanthamoeba pada pemakai lensa kontak yang jarang namun serius, dan mereka sering
memulai karena penanganan yang tidak tepat lensa dan kebersihan yang buruk. Erosi kornea
berulang dan keratitis vaksinasi juga memiliki gambaran dendritik.
4.2 Konjungtivitis
Konjungtivitis Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat menular,
menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang
terkontaminasi.
Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang paling sering
adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan
mononukleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga
konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi biasanya timbul pada musim semi dan panas, dan disebabkan
oleh pajanan dengan alergen misalnya polen (serbuk sari). Pasien akan mengeluh rasa tidak
enak dan iritasi yang berlebihan. Terbentuk papilla yang dapat dikonjungtiva, dan kornea bias
terlibat. Konjungtivitis alergi dapat terjadi bersama dengan reaksi alergi yang lain. Misalnya
astma dan “hay fever”.
Konjungtivitis Gonore
Konjungtivitis hiper akut dengan sekret purulen yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhea. Sedangkan infeksi gonokokus pada mata pada neonatus (bayi baru lahir)
disebabkan oleh infeksi tidak langsung selama keluar melewati jalan lahir pada ibu yang
menderita gonore, konjungtivitis yang berat disebut oftalmia neonatorum.
Trachoma
Trachoma merupakan konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan Chlamydia
trachomatis. Masa inkubasi dari trachoma adalah 7 hari ( 5 – 14 hari ). Trachoma dapat
mengenai segala umur terutama dewasa muda dan anak-anak, yang akut atau sub akut. Cara
penularannya melalui kontak langsung dengan sekret atau alat-alat pribadi.
4.3 Blepharitis
Infeksi kelopak atau blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak mata
(palpebra) baik itu letaknya tepat di kelopak ataupun pada tepi kelopak. Blefaritis dapat
disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis
alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahkan bahan kosmetik,
sedangkan Blefaritis infeksi bisa disebabkan oleh kuman streptococcus alfa atau beta,
pneumococcus, pseudomonas, demodex folliculorum dan staphylococcus (melalui demodex
folliculorum sebagai vektor).4
5. Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya inflamasi pada
kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa
kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif
topical maupun sistemik.3,5
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh
sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan.
Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata
(lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel
untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.6
Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke
dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan
bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi,
termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen
kornea bacterial, pathogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada
host yang immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial,
beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, mulai dari Lesi pada kornea yang selanjutnya
agen patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi pada daerah struma kornea respon tubuh
berupa pelepasan antibodi yang akan menginfiltrasi lokasi invasi agen pathogen. Hasilnya,
akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih
luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea. Iritasi dari bilik mata depan dengan
hipopion (umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)
dan selanjutnya agen pathogen akan menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan
mengalamii atropi dan melekat pada membarana descement yang relatif kuat dan akan
menghasilkan descematocele yang dimana hanya membarana descement yang intak. Ketika
penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan humor aquos
akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi
bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresef dan bola mata
akan menjadi lunak.
6. Gejala Klinis
Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien yang
terkait dengan perjalan penyakit keratitis herpetika. Pasien dapat mengeluhkan adanya
pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, iritasi
okuler dan blefarosspasma dan kadang juga di temukan hypopion pada kamera anterior.4-6
Oleh karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi
kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada
dibagian central.
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi epithelia
multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi epithelia yang
didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan bintik – bintik kelabu yang
berbentuk oval atau bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea
tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp
ataupun loup setelah diberi flouresent.
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi tidak pernah
menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks. Walaupun umumnya respons
konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva
bulbar dapat dilihat pada pasien.
7. Klasifikasi
Keratitis menurut lokasinya dapat dibagi menjadi:3-5
1. Keratitis superfisial
Keratitis superfisial mengenai bagian epitel dan subepitel kornea. Keratitis ini dapat
berbentuk pungtata, numular, dendritik,geografik dan disciform.Bentuk-bentuk ini
khas untuk menentukan etiologinya. Biasanya tidak meninggalkan parut.
2. Keratitis stroma
Keratitis ini mengenai lapisan stroma dan biasanya berbentuk disciform.
3. Keratitis profunda
Keratitis profunda mengenai stroma lapisan dalam dan endotel kornea dan
mempunyai bentuk yang tidak khas. Disfungsi endotel akan menyebabkan munculnya
edema kornea. Biasanya meninggalkan parut.
1. Blepharitis anterior : Blepharitis yang terjadi di kelopak mata bagian luar, tempat
dimana bulu mata tertanam. Blepharitis anterior biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri (stafilokokus blefaritis) atau ketombe di kepala danalis mata (blefaritis
sebore). Walaupun jarang, dapat juga disebabkan karena alergi.
2. Blepharitis Posterior: blepharitis yang terjadi di kelopak mata bagian dalam, bagian
yang kontak langsung dengan bola mata. Blefaritis posterior dapat disebabkan karena
produksi minyak oleh kelenjar di kelopak mata yang berlebihan (blefaritis meibom)
yang akan mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang diperlukan bakteri untuk
bertumbuh. Selain itu, dapat pula terjadi karena kelainan kulit yang lain seperti
jerawat atau ketombe.
Berdasarkan penyebabnya :
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid dan
sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah. Bila
terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk
mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya
menyertainya.4
Blefaritis stafilokokal ditandai dengan adanya sisik, krusta dan eritema pada tepi
kelopak mata dan collarette formation pada dasar bulu mata. Infeksi kronis dapat
disertai dengan eksasebasi akut yang mengarah pada terjadinya blefaritis ulseratif.
Dapat juga terjadi hilangnya bulu mata, keterlibatan kornea termasuk erosi epitelial,
neovaskularisai dan infiltrat pada tepi kelopak.
2. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya.
Biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun), dengan keluhan mata kotor,
panas dan rasa kelilipan.4
Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar meibom, air mata berbusa pada
kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva. Pada kelopak dapat
terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng.4
Pasien dengan blefaritis sebore mempunyai sisik berminyak pada kelopak mata depan,
dan sering di antara mereka juga menderita dermatitis seboroik pada alis dan kulit
kepalanya.11 The American Academy of Dermatology mencatat bahwa penyebab
kondisi ini belum dipahami dengan baik. Tapi dermatitis sebore terkadang muncul
pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Jamur atau ragi jenis tertentu yang
memakan minyak (lipid) di kulit juga dapat menyebabkan dermatitis seboroik, dengan
blefaritis menyertainya.
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta
pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit.
Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit didaerah akar bulu
mata dan sering terdapat pada orang yang berambut minyak. Blefaritis ini berjalan
bersama dermatitis seboroik.4
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh jamur.
Pasien dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal. Terdapat sisik
berwarna halus–halus dan penebalan margo palpebra disertai dengan madarosis. Sisik
ini mudah dikupas dari dasarnya tanpa mengakibatkan perdarahan.
4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi
staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekunung-
kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah di
sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan
keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit bersifat
sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel
rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).
5. Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi pada tepi kelopak disudut kelopak mata
atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eksternus
dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan padafungsi punctum lakrimal.
Blefaritis angularis disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Moraxella lacunata.4
Seringkali gejala yang muncul adalah kemerahan pada salah satu tepi kelopak
mata, bersisik, maserasi dan kulit pecah-pecah di kantus lateral dan medial, juga dapat
terjadi konjungtivitis folikuler dan papil. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren.
8. Penatalaksanaan
1. Lowery R,S. Blepharitis, January 3 2019, akses pada tanggal 11/03/2019, Available
link : https://emedicine.medscape.com/article/1211763-overview
2. Silverman M,A. Acute Conjungtivitis, 22 October 2018, akses pada tanggal
11/03/2019, available link : https://emedicine.medscape.com/article/797874-overview
3. Borke J. Corneal ulcer and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine, 08
November 2018, akses pada tanggal 11/03/2019 , available link :
https://emedicine.medscape.com/article/798100-overview
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi
kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2015. h. 1-173
5. Vaughan D. General Ophthalmology. 19th Edition: 2018; page 1-295.
6. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada ; hal 1-64