Anda di halaman 1dari 45

CASE BESAR

Gastroenteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang

Dokter Pembimbing
Dr. Riza Mansoer, Sp.A

Disusun Oleh:
Jerry Berlianto Binti
11 2017 078

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 23 Juli – 29 September 2018
RSUD KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
JAKARTA 2018

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal / Presentasi Kasus: tahun 2018
SMF ANAK
Rumah Sakit Umum Daerah Koja

Nama : Jerry Berlianto Binti Tanda Tangan:


Nim : 11.2017.078

Dr Pembimbing : Dr. Riza Mansoer, Sp.A Tanda Tangan:

Identitas Pasien
Nama Pasien : An. ARP Jenis kelamin : Laki-Laki

Tempat lahir : Jakarta Tanggal Lahir: 10/03/2018

Usia : 4 bulan 16 hari Agama : Islam

Suku Bangsa : Betawi Pendidikan : Belum

Alamat: Jalan Mantang Blok Y GG. 1 Masuk RS : 26/07/2018 jam 03:54:09


NO 11. RT 03 RW 08

Identitas Orang Tua


Nama Orang Tua Ibu Ayah

Nama Ny. K Tn. S

Umur 24 tahun 30 tahun

2
Pendidikan SMK SMA

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Karyawan Swasta


Penghasilannya UMR

Alamat: Jalan Mantang Blok Y GG. 1 NO 11. RT 03 RW 08

Anamnesis
Diambil dari : Alloanamnesis
Tanggal : 26 Juli 2018 jam 05:30

Keluhan utama : BAB cair 3 hari SMRS.

Keluhan tambahan : Demam dan muntah 3 hari SMRS.

Riwayat penyakit sekarang :


Os datang ke RSUD Koja Pukul 01:00 dengan keluhan BAB sebanyak 3 kali dalam
sehari selama 3 hari SMRS. Setiap kali BAB sepermpat sampai setengah gelas aqua. BAB cair
tidak disertai ampas, namun tidak disertai lendir dan darah. Muntah sebanyak 3 kali seharinya.
Muntah berisikan makanan. Ada demam tapi tidak diukur suhunya. Frekuensi BAK masih
seperti biasanya namun warna BAK os tampak kuning sedikit pekat. Nafsu makan Os berkurang,
masih mau menyusui.
Satu hari SMRS mengalami penurunan berat badan 2 kg
Dua hari SMRS masih demam, BAB cair meningkat menjadi 3x perhari dan sudah tidak
ada ampasnya. Setiap BAB mengeluarkan seperempat sampai setengah gelas aqua. BAB nya
sudah cair. Warna BAB nya kuning dan seperti berbau keasaman, tetapi tidak terlalu bau. BAB
os tidak ada darah maupun lendir. Perut os tidak kembung. Os masih muntah 2x. Os masih
tampak rewel.
Tiga hari SMRS os merasakan demam tidak turun-turun. Turun ketika minum obat
paracetamol yang dibeli di warung. Kemudian, jika tidak minum obat os kembali demam. Os
masih BAB cair 2x perharinya. Mengeluarkan seperempat sampai setengah gelas aqua setiap kali
BAB. Tidak ada ampas, bewarna kuning dan berbau asam. Os sudah mulai tampak bibir kering

3
dan ibu os memberikan madu ke bibir os, karena kering sampai berdarah. Os masih tampak
rewel. Os meminta minum terus. Minum os kuat. BAK os warananya berubah lebih kuning.
Perut os tidak kembung. Nafsu makan berkurang.
Demam os selama 3 hari, hanya menurun ketika di beri obat warung, yaitu paracetamol.
Os demam lagi jika tidak diberikan paracetamol. Os juga muntah sebanyak 1x perharinya.
Muntah os berisi makanan yang dimakan sebelumnya. Os tidak merasakan nyeri perut. Os BAB
cair 3x perharinya, masih ada ampas. Setiap kali BAB mengeluarkan seperempat sampai
setengah gelas aqua. Warna BAB nya kuning seperti warna BAB pada umumnya. BAB os tidak
ada darah maupun lendir. Bau BAB os tidak terlalu bau, baunya seperti asam. Nafsu makan os
berkurang. Os tidak mengalami nyeri perut dan perut os tidak kembung. Os BAK normal teratur
seperti biasanya dan warna BAK nya kuning. Sebelum BAB cair os tidak mengalami konstipasi.

Riwayat penyakit dahulu :


Os tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Alergi obat dan makanan tidak ada,
asma tidak ada, kejang tidak ada, flek paru tidak ada, demam tifoid tidak ada, DBD tidak ada.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Alergi obat dan makanan tidak
ada, asma tidak ada, kejang tidak ada, flek paru tidak ada, demam tifoid tidak ada, DBD tidak
ada.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


A. Kehamilan
- Perawatan antenatal : Teratur, kontrol 1 bulan 1 x.
Saat mendekati bulan kelahiran kontrol 1 minggu 1 x
- Penyakit kehamilan : Tidak ada
B. Kelahiran
- Tempat kelahiran : Puskesmas
- Penolong persalinan : Bidan
- Cara persalinan : normal
- Masa gestasi : 37 minggu, cukup bulan

4
C. Keadaan bayi
- Langsung menangis : Positif
- Berat badan lahir : 3000 gram
- Panjang badan lahir : 48 cm
- Lingkar kepala : tidak diketahui
- Pucat/biru/kuning/kejang : tidak ada
- Nilai APGAR : tidak diketahui
- Kelainan bawaan : tidak ada

Riwayat Nutrisi
 Susu : Asi sejak lahir – sekarang masih
 Snack : Buah jeruk, papaya, pisang, alpukat
Usia 4 bulan :
 Makanan ASI
Kesan : Nutrisi baik.

Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : belum (normal 5-9 bulan)
Psikomotor : Tengkurap : 4 bulan (normal 3-6 bulan)
Duduk : belum (normal 6-9 bulan)
Merangkak : belum (normal 6-9 bulan)
Berdiri : belum (normal 9-12 bulan)
Berjalan : belum (normal 12-18 bulan)
Menyebut ”mama” : belum (normal 10-16 bulan)

Kesan : tidak ada gangguan pada tumbuh kembang anak

5
Riwayat Imunisasi

Bulan
Imunisasi
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12
Hepatitis B + + + +
Polio + + + +
BCG +
DPT + + +
Campak

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Pemeriksaan Fisik
Tanggal / jam : 27 Juli 2018 pk. 05:30 WIB.

Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda-tanda vital :
- Suhu : 36,6oC
- RR :32 x/menit
- HR :138 x/menit

Antropometri
- Panjang badan : 63,5 cm
- Berat badan : 6,7 kg
- Lingkar kepala : 42 cm
- Lingkar lengan atas : 13,6 cm
- Lingkar Dada : 42 cm

6
Status Gizi WHO

- BB/U : -1 < Zscore < +1


Kesan : Normal

- TB/U : -1< Zscore <+1


Kesan : Normal

- BB/TB : -1< Z score <+1


Kesan : Gizi cukup

- BMI : -1 <Z score< +1


Kesan : Gizi Cukup

- Lingkar kepala/ Usia: : -1 < Zscore< +1


7
Kesan : Normal
Pemeriksaan sistem
Kepala
 Bentuk dan ukuran : Normocephal
 Rambut dan kulit kepala : rambut bewarna hitam, kulit kepala normal tidak ada alopecia
maupun sikatrik
 Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (+),
Refleks pupil langsung dan tidak langsung (+)
 Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang
 Hidung : Bentuk normal, sekret (-), tidak ada septum deviasi
 Tenggorokan :Tonsil T1-T1, tenang, tidak hiperemis
 Mulut :Bentukmulut normal, sianosis (-), mukosa mulut kering
 Lidah : warna lidah normal, tidak putih.

Leher
Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid.

Thorax
 Dinding Toraks : simetris, tidak terdapat retraksi sela iga
 Paru :
o Inspeksi : gerakan kedua lapang paru statis dinamis simetris
o Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronki (-).
o Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
o Palpasi : tidak ada pelebaran sela iga maupun massa
 Jantung :
o Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
o Auskultasi : Bunyi jantung I & II, reguler, murni, murmur (-), gallop (-).
o Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga ke IV pada garis midklavikularis
kiri
o Perkusi : sulit dinilai

8
Abdomen
 Inspeksi : datar
 Palpasi : supel, turgor kulit normal, nyeri tekan (-).
 Hati : Tidak teraba pembesaran.
 Limpa : Tidak teraba pembesaran.
 Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen.
 Auskultasi : Bising usus meningkat (+).

Extremitas (tungkai atas dan tungkai bawah)


Akral hangat, capillary refill time< 2 detik.
 Tonus : Normotonus.
 Sendi : Dapat digerakkan dengan normal.

- -
- -
- -
- -
Akral Dingin sianosis

Anus dan Rectum :Anus dan rectum normal, tidak tampak adanya kelainan, tanda
Peradangan (-), luka (-), lesi (-)
Genitalia : Genitilia (+) normal laki-laki, Rugae jelas (+), tidak ada tanda-
Tanda peradangan
Pemeriksaan neurologis : tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 26 Juli 2018 pk. 03.57
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 12,0 g/dL 11,5-14,5
Hematokrit 34,7 % 33,0-43,0
Leukosit 7,16 103/uL 4.00-12.00

9
Trombosit 248 103/uL 163-337
KIMIA KLINIK
Elektrolit
Natrium (Na) 134 mEq/L 135-147
Kalium (K) 3,70 mEq/L 3,5-5.0
Clorida (Cl) 107 mEq/L 96-108
Gula Darah
GDS 84 mg/dL <140

Ringkasan
Anak laki-laki datang dengan keluhan BAB cair sebanyak 3 kali seharinya selama tiga
hari smrs, tidak ada ampas. Setiap BAB mengeluarkan seperempat sampai setengah gelas aqua.
BAB bewarna kuning, berbau asam. BAB tidak ada lendir maupun darah. Pasien disertai demam
seminggu smrs. Demam sepanjang hari, turun ketika minum obat paracetamol saja. Pasien ada
muntah, seharinya sebanyak 1 kali, banyaknya muntah kurang lebih seperempat gelas aqua. Isi
muntahan berupa makanan yang dimakan. Pasien rewel dan bibir pasien kering. Pemeriksaan
tanda-tanda vital yang dilakukan antara lain: suhu 36,6oC, Frekuensi Nadi 138 x/ menit,
Frekuensi nafas 32 x/ menit. Pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum anak tampak lemas,
agak rewel mata cekung, turgor kulit kembali cepat dan berat badan mengalami penurunan. Pada
pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb 12,0 g/dL, Ht 34,7%, Leukosit 7,16 103/ uL,
Trombosit 248 103/uL. Pemeriksaan elektrolit yang dilakukan didapatkan hasil: Natrium 134
mEq/L, Kalium 3,70 mEq/L, Clorida 107 mEq/dL. GDS 84 mg/dL.

Diagnosa Banding
 Diare cair akut ec infeksi viral dengan dehidrasi ringan sedang
 Diare cair akut ec infeksi parasit dengan dehidrasi ringan sedang

Anjuran Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan analisis tinja rutin
 Kultur tinja

10
Diagnosa Kerja
 Gastroenteritis akut ec infeksi bakterial dengan dehidrasi ringan sedang

Penatalaksanaan

 Medika mentosa
a. IVFD Kaen 1B 6 TPM
b. Zinc 10mg/5ml 1 x 2 cth
c. Paracetamol Syrup 120 mg/5ml 3x1cth
d. Ondansetron IV 4 mg/ 5 ml 3x1/2 cth

 Non – medika mentosa


Edukasi kepada ibunya berupa :
1. Tetap memberikan cairan rumah tangga untuk rehidrasi oral kepada anak selama diare
seperti air matang, teh, air tajin, kuah sayur, atau sirup.
2. Pemberian zinc harus dilanjutkan hingga 10 hari walaupun diare anak telah berhenti.
3. Jangan berhenti memberi makan anak saat anak sedang diare. Berikan makanan dengan
pola makan rendah serat dengan pemberian porsi kecil tapi sering paling tidak 6 kali per
hari dan memastikan pemasukan makanan pada anak selama proses penyembuhan cukup
untuk mengoreksi kurang gizi.
4. Menyarankan kepada ibu untuk tidak menggunakan air PAM yang diendapkan untuk
memasak makanan. Gunakan sumber air matang dan bersih.
5. Membudayakan kebiasaan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sehabis BAB atau
sehabis menyeboki anak, sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak.

Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam

11
Hasil Follow Up Pasien
Hari 2 (27 Juli 2018)
S : BAB mulai berkurang 2 kali seharinya. BAB sudah ada ampas. Konsisten BAB nya
sudah encer. Pasien sudah tidak demam. Pasien sudah tidak muntah dan mual. Nafsu
makan pasien sudah membaik. Pasien sudah tidak rewel. Warna BAK pasien tidak
kuning lagi.

O : KU : tampak baik
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 130 x/ menit
RR : 30 x menit
S : 36,7 oC
PF:
Kepala : Normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-. Cekung -/-
Hidung : Sekret (-), Septum deviasi (-)
Mulut : Mukosa basah, sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar.
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor/Pulmo : BJ I/II Reguler murni, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : BU (+), Supel (+), turgor kembali cepat
Extremitas : Akral hangat, CRT<2’’, edema (-)

A : Diare Akut dengan dehidrasi ringan sedang dalam perbaikan

P :- PCT 3 x 1 cth (bila panas)


- Zinc 1 x 10 mg
- KAEN 3B 6 tpm
- Cefixime 2 x 1,5 ml

12
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 27 Juli 2018 Jam 07:28

Feses Rutin
Makroskopis
Warna Kuning Kuning coklat
Konstintensi Cair Agak lunak
Lendir (-) Negatif (-) Negatif
Darah (-) Negatif (-) Negatif
Mikroskopis
Leukosit 1-2/ LPB 0-2
Eritrosit 0-1/ LPB 0-1
Epitel +1 /LPB 0-4
Bakteri +3 / LPB Sedikit
Lemak (-) Negatif (-) Negatif
Serat tumbuhan (+) Positif (+) Positif
Amoeba (-) Negatif (-) Negatif
Jamur (-) Negatif (-) Negatif
Telur cacing (-) Negatif (-) Ngeatif

Hari 3 (28 Juli 2018)


S : BAB 1 kali seharinya. BAB sudah ada ampas. Konsisten BAB nya sudah lunak. Pasien
sudah tidak demam. Pasien sudah tidak muntah dan mual. Nafsu makan pasien sudah
membaik. Pasien sudah tidak rewel. Warna BAK pasien tidak kuning lagi.

O : KU : tampak baik
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 130 x/ menit
RR : 30 x menit
S : 36,7 oC
PF:

13
Kepala : Normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-. Cekung -/-
Hidung : Sekret (-), Septum deviasi (-)
Mulut : Mukosa basah, sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar.
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor/Pulmo : BJ I/II Reguler murni, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : BU (+), Supel (+), turgor kembali cepat
Extremitas : Akral hangat, CRT<2’’, edema (-)

A : Diare Akut dengan dehidrasi ringan sedang dalam perbaikan

P :- PCT 3 x 1 cth (bila panas)


- Zinc 1 x 10 mg
- KAEN 3B 6 tpm
- Cefixime 2 x 1,5 ml

14
TINJAUAN PUSTAKA

Diare Akut

Definisi
Menurut IDAI 2010 diare akut adalah BAB pada byi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disrtai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.1 sedangkan menurut WHO diare cair akut adalah suatu
keadaan dimana diare lebih dari 3 kali sehari yang berlangsung kurang dari 14 hari dan tidak
mengandung darah.2 Menurut Nelson diare didefenisikan sebagai volume BAB cair yang sangat
banyak dalam sehari (10ml feses/ kgBB/ hari).3
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi BAB nya lebih dari 3-4 kali perhari. keadaan
inti tidak dapat disebut diare dan bersifat fisiologis selama berat badan bayi meningkat normal.
Sehingga untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif defines diare adalah meningkatnya
frekuensi BAB atau konsistennya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal.kadang-kadang
pada anak-anak yang BAB kurang dari 3 kali, tetapi konsistensinya cair ini sudah bisa disebut
diare.1

Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang, termasuk di


Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas
2007, sebanyak 42% kematian bayi disebabkan oleh diare, untuk golongan 1-4 tahun, kematian
akibat diare mencapai 25.5%. 2

Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.Singkatnya,

15
dapat dikatakan melalui "4F" yakni finger (jari), flies (lalat), fluid (cairan), dan field
(lingkungan).
A. Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
1) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi
2) Tidak memadainya penyediaan air bersih
3) Pencemaran air oleh tinja
4) Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
5) Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
6) Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
7) Gizi buruk
8) Imunodefisiensi
9) Berkurangnya asam lambung
10) Menurunnya motilitas usus
11) Menderita campak dalam 4 minggu terakhir
12) Faktor genetic
B. Faktor lainnya :
a) Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody
ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak.
b) Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius.
c) Faktor musim

16
Daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan
diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
d) Epidemic dan pandemic

Etiologi

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh gastroenteritis,
keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Etiologi diare pada 25 tahun yang
lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari 80% penyebabnya
diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi2.

Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%) sedangkan virus
lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus, Minirotavirus. Bakteri yang
dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus, Compylobacter jejuni,
Clostridium defficile,Clostridium perfringens, E coli, Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella
spp, staphylococus aureus, vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica, Sedangkan penyebab
diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis, Cryptosporodium,
Entamoba hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis,
Strongiloides stercorlis, dan trichuris trichiura. 4, 5
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu
Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium.
A) Rotavirus.

Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada biopsi duodenum
penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian Rotavirus
ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang paling sering, terutama pada bayi
dan anak usia 6-24 bulan. Di Indonesia, berdasarkan penelitian di beberapa Rumah Sakit di
Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut disebabkan oleh Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus, infeksi
sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan mitokondria, dan

17
bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari semua ini adalah
terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan terjadi gangguan
pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi enzim disakaridase
akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.
B) Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga merupakan
penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini telah dikenal 5
golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enteropathogenic Escherichia
coli), EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli), EAEC
(Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).2
ETEC. ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.
Transmisinya melalui makanan (makanan sapihan/makanan pendamping), dan minuman yang
telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi, yang
menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2) enterotoksin. Gen
untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang dapat ditransmisikan ke
bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh ETEC, yaitu toksin yang tidak
tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan panas (heat stable toxin = ST). Toksin
LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya
toksin kolera sehingga akan meningkatkan akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui
enzim guanil siklase yang akan meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP
akan menyebabkan perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri
ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak menyebabkan
kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya
berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat juga lebih lama (menetap, persisten).2
EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada bayi dan
anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada mukosa
usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada mukosa
usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk toksin yang
melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering menimbulkan prolong
diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.

18
EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB)
diare karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis bakteri ini
menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak di dalam
kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering
ditemukan eritrosit dan leukosit.2
EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini mengeluarkan
sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).2
EHEC. EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan
kolitis hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang matang.
Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit panas, diare cair
disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edem dan perdarahan
usus besar.2
C) Shigella spp.

Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik
sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus ani, dan
tinja yang berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di daerah
tropis adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella sonnei lebih sering terjadi
di daerah sub tropis.2
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena kemampuannya
mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia berkembang biak dan mengeluarkan
leksotoksin yang bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian
terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan
kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang
menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke dalam lumen usus
dan akhirnya keluar bersama tinja.2
D) Campylobacter jejuni.
C. jejuni merupakan penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia prevalensinya sekitar
5,3%. Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit perut
disekitar pusat, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya menetap di tempat

19
tersebut (seperti pada apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin yaitu sitotoksin
dan toksin LT.2
Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon.
Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe
mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus ditemukan
memendek dan melebar tetapi tidak konsisten. Ileum mengalami nekrosis hemoragik karena
invasi bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat ditemukan adanya darah dan sel-sel
radang.2
E) Cryptosporodium.

Cryptosporodium pada saat ini sedang populer dan dianggap sebagai penyebab diare
terbanyak yang disebabkan oleh parasit. Dahulu dikenal hanya patogen pada binatang saja.
Cryptosporodium merupakan golongan coccidium, sering menyebabkan diare pada manusia
yang menderita imunodefisiensi, misalnya pada penderita AIDS. Di negara berkembang
Cryptosporodium merupakan 4-11% penyebab diare pada anak. Penularan melalui oro-fekal dan
biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi kerusakan mukosa usus oleh perlekatan
parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan.

Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak di bawah 3
tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan, hanya tiga agen infektif yang
secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat pada anak penderita diare. Agen ini
adalah Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan penyebab
diare akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis dan iklim sedang.6
Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti susu, produk susu,
makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak sesuai kondisi usus dapat pula
disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama
antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus
sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas.5,6 Di
samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu sendiri juga memegang peranan penting.

20
Patofisiologi / Patogenesis
Patogenesis
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare:
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi2
Patogenesis:

21
Patofisiologi
Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon
lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau kolon yang
mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan proses sekresi. Diare
juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.2

Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena : a)
Konsumsi magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi
sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada
usus halus bagian proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
adanya perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah, maka pada segmen jejunum
yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen hehunum, dan air akan terkumpul di
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.2

Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang secara
normal akan menyerap Na dan air) daoat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory bowel
disease idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang
menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi..2

Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena hiperplasia
kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya akan
menyebabkan atrofi villi. Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne secretagogeus, diare
umumnya disebabkan karena enterotoksin E. Coli atau Cholera.2

Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan motilitas usus
yang akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas,
keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan yang pada akhirnya dapat menuebabkan diare. Diare akibat hiperperistaltik pada anak

22
jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon iritable
pada bayi.2

Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan tight
junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam lumen.
Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek
infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi
dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003 menunjukkan bahwa
peranan bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan barrier tight junction oleh
toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction.
Pengaruh dari salah satu atau kedua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya hipersekresi
klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air.2

Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan
IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi
tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac
diseasedan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari respon imun akan
menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi
klorida diikuti oleh natrium dan air.2

Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic. 2
A. Gejala gastrointestinal berupa :

Diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
B. Gejala neurologic dari infeksi usus bisa berupa :

paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat), hipotoni dan kelemahan otot (C.
botulinum).

23
Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.

Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


klinik
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - -
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Sering kramp
kramp kolik kramp
Nyeri kepala - + + - - -

Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit

Sifat tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak


Frekuensi 5-10 /hari > 10x/hari Sering sering Sering Terus menerus

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair


sering
Darah - ± Kadang - + -

Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan
defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang
dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan dhidrasi berat bila
penurunan lebih dari 10%.4

24
Derajat Dehidrasi

Gejala & Keadaan Mata Mulut/ Rasa Haus Kulit BB Estimasi


Tanda Lidah % def.
Umum cairan

Tanpa Baik, Sadar Normal Basah Minum Normal, Turgor baik <5 50 %
Dehidrasi Tidak Haus

Dehidrasi Gelisah Cekung Kering Tampak Turgor 5– 50–100


Ringan - Rewel Kehausan lambat 10 %
Sedang

Dehidrasi Letargik, Sangat Sangat Sulit, tidak bisa Turgor >10 >100 %
Berat Kesadaran cekung kering minum sangat
Menurun dan kering lambat

Diagnosis
Anamnesis

Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan tiga hal berikut : 1)
Persistensinya; 2) Etiologi; 3) Derajat dehidrasi. Hal-hal ini dapat diketahui melalui anamnesa
yang terperinci.1

Untuk menentukan persistensinya, perlu ditanyakan kepada orang tua pasien, sudah
berapa lama pasien menderita diare. Apakah sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehingga
nantinya dapat ditentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau diare persisten. Hal
ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan dengan penyulit ataupun komplikasi dari
diare tersebut.1

Untuk menentukan etiologi, diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan
adanya darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat ditanyakan pada
orang tua pasien maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada beberapa episode Shigellosis, diare
pada awalnya lebih cair dan menjadi berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat berat

25
dan menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada rektum, dan
tenesmus.1

Untuk menentukan derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti,
terutama pada asupan peroral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah
yang keluar. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah pasien
mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya.1

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa hal-hal sebagai berikut : berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda untama dehidrasi seperti kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen, serta tanda-
tanda tambahan lainnya seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada
atau tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa dan lidah.2,3,4 Karena seringnya defekasi, anus dan
sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi
dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.3
Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada dapat ditemukan pada keadaan hipokalemi. Dilakukan
juga pemeriksaan pada ekstremitas berupa capillary refill untuk menentukan derajat dehidrasi
yang terjadi.

Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :


a. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat,
dehidrasi, Sedang, Kehilangan Kehilangan BB > 9%
Kehilangan BB <3% BB 3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi, tidak
gelisah, irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardia,
bradikardia pada
kasus berat

26
Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang minimal

b. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan MTBS (Managemen Terpadu Balita Sakit)


Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda DEHIDRASI BERAT
berikut :
Letargis atau tidak sadar.
Mata cekung
Tidak bisa minum atau malas minum.
Cubitan kulit perut kembalinya lambat.
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tada DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
berikut :
Gelisah, rewel/marah.
Mata cekung.
Haus, minum dengan lahap.
Cubitan kulit di perut kembalinya lambat.
Tidak cukup tanda-tanda untuk TANPA DEHIDRASI
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau
ringan/sedang.

27
c. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar. *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering.
Air mata Ada Tidak ada Sangat kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bisa minum
Periksa :
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
Hasil pemeriksaan : Tanpa dehidrasi Dengan dehidrasi Dehidrasi berat bila
ringan-sedang bila ada1 tanda *
ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain.
tanda lain
Terapi : Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

Laboratorium

1. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan saat diare akut:


A. Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika
B. Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika
C. Tinja
2. Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.
28
A. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin
virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal.
B. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa
atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura.

Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen


Tes Laboratorium Organisme diduga/identifikasi
Mikroskopik: lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang memproduksi
sitotoksin
Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytika,
Cryptosporidium, I. belli, Cyclospora
Rhabditiform lava Strongyloides
Spiral atau basil gram (-) berbentuk S Campylobacter jejuni

Kultur tinja: Standard E. coli, Shigella, Salmonella,


Camphylobacter jejuni
Kultur tinja: Spesial Y. enterocolitica, V. cholera, V.
parahaemolyticus, C. difficile, E.coli,
O157:H7
Enzym immunoassay atau latex aglutinasi Rotavirus, G. lamblia, enteric adenovirus,
C. difficile
Serotyping E. coli, O 157 : H7, EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth enrichment Salmonella, Shigella

Test yang dilakukan di laboratorium riset Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,
EAEC, PCR untuk genus virulen

3. Pemeriksaan mikroskopik
Untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang penyebab diare,
letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai
respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan

29
tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti
Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.difficile, Y. enterolytica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosut yang ditemukan pada umumnya adalah
leukosit PMN, kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis
terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. hystolitica pada umumnya
leukosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi
leukosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur
atau parait kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja
negative untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.

Penatalaksanaan
Terapi Cairan
Departemen menetapkan Lima pilar pilar penatalaksanaan diarebagi semua kasus diare
pada anak balita baik yang dirawat d rumah maupun di rumah saikt :2
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

1. Rehidrasi denga oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah

Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada disentri.
Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang
lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang
menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia. 2

A. Berikut ini adalah tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi :


1. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare Tanpa Dehidrasi :4
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH

30
(Pencegahan Dehidrasi)
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
- Teruskan mengobati anak diare di rumah.
- Berikan terapi awal bila terkena diare.
MENERANGKAN EMPAT CARA TERAPI DIARE DI RUMAH
1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK
MENCEGAH DEHIDRASI
- Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang cair
(seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang gunakan larutan oralit untuk anak,
seperti dijelaskan di bawah ( Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum
makan makanan padat, lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.
- Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah.
- Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. BERI TABLET ZINC


- Dosis zinc untuk anak-anak :
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari.
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari.
- Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah sembuh dari
diare.
- Cara pemberian tablet zinc :
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau oralit. Untuk
anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan di dalam air matang
atau oralit.

3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI


- Teruskan ASI.
- Bila anak tidak mendapatkan ASI, berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak
kurang dari 6 bulan atau belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu.
- Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat :
 Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur, daging

31
atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur setiap porsi.
 Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambahkan kalium.
 Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan
dengan baik.
 Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari.
 Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan porsi makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu.

4. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK


DALAM 3 HARI ATAU MENDERITA SEBAGAI BERIKUT :
- Buang air besar lebih sering.
- Muntah terus-menerus.
- Rasa haus yang nyata.
- Makan atau minum sedikit.
- Demam.
- Tinja berdarah.

5. ANAK HARUS DIBERI ORALIT DI RUMAH APABILA :


- Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare memburuk.
- Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas
kesehatan merupakan kebijakan pemerintah.

2. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang4


RENCANA TERAPI B
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
( Pengobatan dehidrasi ringan-sedang)
Pada dehidrasi rinngan-sedang, Cairan Rehidrasi Oral diberikan dengan pemantauan yang
dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi oral yang

32
akan diberikan selama 4 jam pertama.
Umur Lebih dari 4 4-12 bulan 12 bulan-2 tahun 2-5 tahun
bulan
Berat badan < 6 Kg 6 - < 10 Kg 10 - < 12 Kg 12-19 Kg
Dalam ml 200-400 400-700 700-900 900-1400

Jika anak minta minum lagi, berikan.


- Tunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral
 Berikan minum sedikit demi sedikit.
 Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral pelan-
pelan.
 Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta.
- Setelah 4 jam :
 Nilai ulang derajat dehidrasi anak.
 Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi.
 Mulai beri makan anak di klinik.
- Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
 Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah.
 Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam Rencana
Terapi A.
 Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah.

Berikut ini adalah komposisi dari Oralit Baru yang direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak :

Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/Liter


Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20

33
Sitrat 10
Total Osmolalitas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru


a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan:
1) Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
2) Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB
d) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.
2. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare dengan Dehidrasi Berat4
RENCANA TERAPI C
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Penderita dengan dehidrasi berat)
Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah YA, teruskan ke kanan. Bila TIDAK,
teruskan ke bawah.
- Beri cairan IV segera. Bila penderita bisa
minum, beri oralit ketika cairan IV dimulai.
Apakah saudara Beri 100ml/KgBB cairan RL (NaCl atau Ringer
dapat Asetat jika tidak tersedia RL) sebagai berikut :
menggunakan YA
Bayi < 1 tahun : pemberian pertama 30 ml/Kg
cairan IV dalam 1 jam. Kemudian 70ml/Kg dalam 5 jam.
secepatnya Anak 1-5 tahun : : pemberian pertama 30 ml/Kg
dalam 30 menit. Kemudian 70ml/Kg dalam 2
1/2jam.
- Ulang jika denyut nadi masih lemah atau tidak
T teraba.
I - Nilali kembali dalam 1-2 jam -> rehidrasi
D belum tercapai -> percepat tetesan.
A - Berikan oralit (5 mg/KgBB/jam) bila penderita
K bisa minum.
- Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai
kembali. Pilih rencana terapi.

Apakah terdapat terapi Kirim penderita untuk terapi IV.


IV terdekat (dalam 30 Ya Bila penderita dapat minum, sediakan oralit dan
menit)? tunjukkan cara memberikan nya selama perjalanan.
34
TIDAK

Apakah saudara dapat


menggunakan pipa nasogastrik YA
untuk dehidrasi? Mulai rehidrasi mulu dengan oralit
melalui pipa nasogatrik atas mulut.
Berikan 20ml/Kg/jam selama 6 jam.
(total 120ml/Kg).
TIDAK Nilai tiap 1-2 jam :
Bila muntah atau perut kembung,,
berikan cairan pelan-pelan.
Bila rehidrasi tak tercapai setelah 3 jam,
rujuk untuk mendapat terapi IV.
Setelah 6 jam, nilai kembali dan pilih
Segera rujuk anak untuk rencana terapi
rehidrasi melalui nasogatrik atau
IV

Catatan :
Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa
ibu dapat menhaga pengembalian cairan yang hilang dengan memberi oralit.
Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara, pikirkan
kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.

3. Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut

Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Pemberian zinc yang dilakukan di
awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat
menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.2
35
4. ASI dan makanan tetap diteruskan

Sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah
kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan
akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.2
5. Antibiotik jangan diberikan

Kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotic yang tidak
rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan megganggu keseimbangan flora
usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.2
6. Nasihat pada ibu atau pengasuh

Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat
halus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.2
Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan
terapi:
a. Terapi cairan dan elektrolit
b. Terapi diet
c. Terapi non spesifik dengan antidiare
d. Terapi spesifik dengan antimikroba

Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada Diare tanpa Penyulit

Dehidrasi Rehidrasi Cairan Pencegahan Makan Minum


Waktu Dehidrasi
Tanpa dehidrasi - - 10-20 cc/kgBB / ASI diteruskan.
tiap BAB, Oralit Susu formula
diteruskan dengan
mengurangi
makanan berserat,
ekstra 1 porsi

36
Ringan-sedang 3 jam 75 cc (½ gelas) Idem Dapat
oralit/kgBB atau ad ditangguhkan
libitum sampai tanda- sampai anak
tanda dehidrasi hilang menjadi segar
Berat 3 jam IVFD RL 30cc/kg BB Idem Idem
7½ tetes/kgBB/menit,
Oralit ad libitum segera
setelah

A. Dehidrasi Ringan – Sedang

Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak :
75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak
5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak .
Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap
diare atau muntah.5

Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu2 :

1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )


2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )
9. Anti diare tidak diperlukan

B. Dehidrasi Berat

37
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan
menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian
cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 3,4,5 :
1. Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
2. Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam
3. Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita
akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut
waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana
biasanya . Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera
dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan
agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai
biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan
parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.

C. Pemilihan jenis cairan


Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa syok,
sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta memperbaiki renjatan
hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk
mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak
mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis cairan parenteral yang
saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi
adalah Ka-EN 3B.16 Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 – 268 mmol/1 dengan
Na berkisar 50 – 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi pada diare anak dengan kolera atau tanpa
kolera.3

38
Komposisi cairan Parenteral dan Oral :

Osmolalitas
Glukosa(g/L) Na+(mEq/L) CI-(mEq/L) K+(mEq/L) Basa(mEq/L)
(mOsm/L)

NaCl 0,9 % 308 - 154 154 - -

NaCl 0,45
428 50 77 77 - -
%+D5

NaCl
253 50 38,5 38,5 - -
0,225%+D5

Riger Laktat 273 - 130 109 4 Laktat 28

Ka-En 3B 290 27 50 50 20 Laktat 20

Ka-En 3B 264 38 30 28 8 Laktat 10

Standard WHO-
311 111 90 80 20 Citrat 10
ORS

Reduced
osmalarity 245 70 75 65 20 Citrat 10
WHO-ORS

EPSGAN
213 60 60 70 20 Citrat 3
recommendation

Terapi Medikamentosa
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare infeksi
disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh antibiotik.1,2
Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.1,2,4
Pada disentri diberikan antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif terhadap
Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu semua kasus disentri pada tahap awal diberi
39
antibiotika kotrimoksazol dengan dosis 5-8mg/KgBB/hari. Namun saat ini telah banyak strain
Shigella yang resisten terhadap amplisilin, amoksisilin, mentronidazol,tetrasiklin, golongan
aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid, dan kotromoksazol sehingga WHO tidak
merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat pilihan untuk pengobatan disentri
berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Quinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 30-
50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari
pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare
berkurang, darah dalam feses berkurang dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan,
maka amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan berikan antibiotik
yang sensitif terhadap Shigella berdasarkan area.1

A. Antibiotika pada diare

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif


Kolera Tetracycline Erythromycin
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella dysentery Ciprofloxacin Pivmecillinam
15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus
berat)
Giardiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

40
Komplikasi
Ganguan elektrolit
a. Hipernatremi
Hipernatremi (NA >155 mEq/L) koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan
pemberian cairan dekstrose 5% ½ salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq
perhari dikarenakan bisa menyebabkan edema otak.4
b. Hiponatremi
Hiponatremi (Na < 130 mEq/L) kadar natrium diperiksa ulang seteah rehidrasi selesai,
apabila masih dijumpai hiponatremi dilakukan koresks sebagai berikut : 125- Kadar Na serum x
0,6 x berat badan , diberikan dalam 24 jam.4
c. Hiperkalemi
Hiperkalemi (K>5 mEq/L) koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas
sebanyak 10% sebanyak 0.5-1 ml/ kgBB i.v secara perlahan-lahan 5-10 menit, sambal dimonitor
irama jantung dengan EKG.4
d. Hipokalemi
Hipokalemi (K<3,5 mEq/L) koresi dilakukan menurut kadar Kaliym. Nila kadar K 2,5-
3,5 mEq/L, berikan KCl 75 mEq/kgBB peroral perhari dibagi 3 dosis. Bila kadar K<2,5 mEq/L
berikan KCl melalui drip intravena dengan dosis 3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam pertama, lalu 3,5 – kadar K terukurx BB 9kg)x 0,4 +1/6 x 2 mEq x BB dalam
20 jam berikutnya.4

Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare kuman-kuman pathogen penyebab
diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab
diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti
efektif, meliputi:
A. Pemberian ASI yang benar
B. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
C. Penggunaan air bersih yang cukup
D. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan
sebelum makan

41
E. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
F. Membuang tinja bayi yang benar
2) Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi resiko diare, antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam jumlah
yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
c. Imunisasi campak

Vaksin Rotavirus

Vaksin rotavirus yang beredar di Indonesia saat ini ada 2 macam. Pertama Rotateq
diberikan sebanyak 3 dosis : pemberian pertama pada usia 6-14 minggu dan pemberian kedua
setelah 4-8 minggu kemudian dosis ke3 maksimal pada usia 8 bulan. Kedua Rotarix diberikan 2
dosis : dosis pertama diberikan pada usia 10 minggu dan dosis kedua pada usia 14 minggu
(maksimal pada usia 6 bulan). Apabila bayi belum diimunisasi pada usia lebih dari 6-8 bulan,
maka tidak perlu diberikan karena belum ada studi keamanannya.Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI), reaksi KIPI dilaporkan adalah demam, feses berdarah, muntah, diare, nyeri
perut, gastroenteritis, atau dehidrasi. 6

Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan
mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup
membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung dan
diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati
Analisa Kasus
Anak laki-laki berusia 4 bulan 16 hari dengan berat badan 6,7 kg. Anak masuk dari IGD
dengan diagnose Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang. Anak didiagnosa Diare Akut
dengan Dehidrasi Ringan Sedang karena dari anamnesis didapatkan dengan keluhan BAB cair
sebanyak 3 kali seharinya 3 hari smrs, tidak ada ampas. Menurut IDAI 2010 diare akut adalah
BAB pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi
42
cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Dedangkan
menurut WHO diare cair akut adalah suatu keadaan dimana diare lebih dari 3 kali sehari yang
berlangsung kurang dari 14 hari dan tidak mengandung darah.
Menurut IDAI pada bayi uang minum ASI sering frekuensi BABnya memang lebih dari
3-4 kali perhari. keadaan ini tidak dapat disebut diare dan bersifat fisiologis selama berat badan
bayi meningkat normal. Sehingga untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif definisi diare
adalah meningkatnya frekuensi BAB atau konsistensinya menjadi cair yang manurut ibunya
abnormal. Pasien tersebut dapat dikatakan mengalami diare karena frekuensi BABnya lebih
sering dari biasanya dengan perubahan konsistensinya dimana cair tidak ada ampas, namun tidak
ada lendir maupun darah, serta tidak begitu bau. Sekali BAB kurang lebih sebanyak seperempat
sampai setengah gelas aqua.
Selain BAB cair, pasien juga mengalami keluhan penyerta yaitu demam sepanjang hari
sejak 3 hari SMRS, muntah sebanyak 3 kali perharinya, pasien merasakan haus terus menerus,
sehingga pasien minta minum terus. Menurut IDAI infeksi usus dapat menimbulkan tanda dan
gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut dan muntah sedangkan manifestasi sistemik
bervariasi tergantung pada penyebabnya. Mual dan muntah adalah gejala non spesifik akan tetapi
muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas
seperti virus atau bakteri yang memproduksi enterotoksin. Penderita dengan diare cair
mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan
air dan elektrolit ini akan bertambah bila ada muntah. Hal ini di dapat menyebabkan dehidrasi
yang merupakan keadaan paling berbahaya karena menjadi penyebab utama morbiditas dan
mortalitas penderita diare. Bila terdapat demam dapat diakibatkan karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi, dimana demam umum terjadi pada penderita dengan diare inflamasi.
Pada RPS, malam hari SMRS demam anak belum turun dan keluhan BAB cair tidak
membaik, anak masih rewel. Mata anak tampak cekung namun anak minum dengan lahap.
Keluhan yang disampaikan oleh ibu pasien sesuai dengan kriteria dehidrasi akibat diare derajat
ringan sedang. Dimana menurut IDAI, tanda-tanda atau gejala anak dengan klasifikasi diare
dengan tingkat dehidrasi ringan atau sedang yaitu terdapat dua atau lebih tanda ini : (1) rewel,
gelisah, (2) mata cekung, (3) minum dengan lahap, haus, (4) cubitan kulit kembali lambat.
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak menurut IDAI, dimana sebagian besar
kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau

43
parasit. Di negara berkembang patogen penyebab penting diare akut pada anak yaitu Rotavirus,
Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella dengan Rotavirus menjadi penyebab tersering diare.
Sifat tinja yang timbul berbeda-beda sesuai dengan patogen penyebab.1 Misalnya menurut WHO
diare akibat virus feses tidak mengandung lendir maupun darah, sedangkan disentri ada diare
berdarah (terlihat atau dilaporkan). Pada kolera tinja khas seperti air cucian beras yang sering
dan banyak cepat menimbulkan dehidrasi berat.6
Diare pada pasien anak ini kemungkinan disebabkan oleh bakteri karena pada
pemeriksaan darah rutin leukosit ditemukan dengan kadar normal dan pemeriksaan feses
ditemukan adanya bakteri +3.
Untuk penatalaksanaan yang didapatkan adalah IVFD KAEN 3B 500 cc 6 TPM , Zinc 10
mg/5ml 1x 2 cth, Paracetamol syrup 120 mg/5 ml 3 x 1 cth, Ondancetron syrup 4 mg/5ml 3x1/2
cth, Cefixime 2 x 1,5 ml.
Pengobatan diare dehidrasi ringan sedang menurut IDAI adalah dengan terapi rehidrasi
oral. Penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang harus dirawat disarana kesehatan segera
diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan pada 3 jam pertama
adalah 75ml/kgBB. Bila berat badan tidak diketahui meskipun cara ini kurang tepat perkiraan
kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur
kurang dari 1 tahun adalah 300 ml, 1-5 tahun adalah 600 ml, dan > 5 tahun adalah 1200 ml,
rentang volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan dengan
menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi. Bila penderita masih haus dan
masih ingin minum harus diberi lagi. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi apakah
membaik, tetap, atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi
pengobatan dilanjutkan dengan cara seperti pengobatan diare tanpa dehidrasi yaitu untuk anak
usia < 1 tahun adalah 50-100 ml/ kali mencret atau muntah dan anak > 1 tahun 200 ml / kali
mencret atau muntah. Sedangkan bila dehidrasi tidak teratasi dan keadaan umum anak menjadi
lemah dan malas minum, berikan terapi untuk diare dengan dehidrasi derajat berat.2

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Juffire M, Mulyani NS. Modul Pelatihan Diare. UKK GastroHepatologi IDAI.2009.


2. Subagyo B, Santoso NB, 2012, Diare Akut, dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi, ed 1. Jilid 1,Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal 87-119.
3. Suraatmaja S. 2010, Diare Akut, dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak, ed 2,
Sagung Seto, Jakarta, hal1-24.
4. Pudjiadi A.H dkk, 2010, Diare Akut, dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jilid 1. Badan Penerbit IDAI, Jakarta.

5. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta 2013

6. Indonesia Pediatric Society. Melengkapi/mengejar imunisasi. Diunduh dari


http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/melengkapi-mengejar-imunisasi-bagian-iii.
17 Agustus 2018
7. WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. 2009. h. 131-53.

45

Anda mungkin juga menyukai